• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Yuridis BPJS Kesehatan Tentang Penolakan Rumah Sakit Terhadap Peserta ProgramBPJS Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Yuridis BPJS Kesehatan Tentang Penolakan Rumah Sakit Terhadap Peserta ProgramBPJS Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD

1945) Pasal 28 Hdan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(selanjutnya disebut UU Kesehatan). Sebagaimana didalam UU Kesehatan

ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yangsama dalam memperoleh

akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan

yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Jaminan Kesehatan Nasional yang dikembangkan di Indonesia merupakan

bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut SJSN).

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

(selanjutnya disebut UU SJSN) menyatakan bahwajaminan kesehatan

menggunakan prinsip asuransi sosial yaitu kepesertaan yang bersifat wajib,

besaran premi berdasarkan presentase pendapatan dan semua anggota

mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama. Melalui SJSN ini, seluruh

masyarakat akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang akan berdampak pada

peningkatan derajat kesehatan.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional ini disebut-sebut sebagai awal baru dan pintu gerbang terbukanya sistem

(2)

menyebutkan bahwa “Sistem Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk

memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap

peserta dan/atau anggota keluarganya.”1Awalnya, untuk mewujudkan tujuan tersebut ditunjuklah 4 (empat) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(selanjutnya disebut BPJS) Kesehatan, yaitu:2

1. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

2. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai

Negeri (Taspen).

3. Perusaaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik

Indonesia (ASABRI).

4. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (Askes).

Proses pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdapat beberapa

pihak yang terlibat, yaitu pihak BPJS Kesehatan selaku badan penyelenggara,

pihak rumah sakit selaku fasilitas kesehatan yang menunjang terlaksananya

program JKN dan masyarakat yang telah membayar iuran sebagai peserta JKN.

Hubungan para pihak tersebut merupakan hubungan yang didasarkan atas

hubungan hukum yaitu hukum keperdataan dalam hal ini hukum perikatan dan

perjanjian. BPJS Kesehatan dalam melaksanakan jaminan kesehatan terlebih

dahulu melakukan perjanjian dengan fasilitas kesehatan perjanjian antara fasilitas

kesehatan dan rumah sakit merupakan perjanjian tidak baku sesuai dengan Kitab

1

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 2004 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

2

(3)

Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) Pasal 1320,

bahwa syarat sah perjanjian adalah adanya kesepakatan, cakap, suatu hal tertentu

dan kausa yang halal. Fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah rumah sakit,

sebagai salah satu penyedia fasilitas pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan

untuk mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.3 Penyelenggaraan rumah sakit bertujuan mempermudah akses masyarakat untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan.4 Rumah sakit bukan (persoon) yang terdiri dari manusia sebagai (naturlijk persoon) melainkan rumah sakit diberikan

kedudukan hukum sebagai (persoon) yang merupakan (rechtspersoon) sehingga

rumah sakit diberikan hak dan kewajiban menurut hukum.5

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam memberikan

pelayanan kesehatan, maka BPJS Kesehatan membuat perjanjian kerjasama

dengan rumah sakit-rumah sakit di Indonesia, baikrumah sakit milik pemerintah

maupun rumah sakit milik swasta. Perjanjian kerjasama yang dibuat antara BPJS

Kesehatan dengan rumah sakit tentu mengatur mengenai hak dan kewajiban BPJS

Kesehatan dan rumah sakit. Selain itu, didalam perjanjian kerjasama tersebut juga

mengatur mengenai hak pasien yang menggunakan BPJS di rumah sakit tersebut.

Penyelenggaraan jaminan sosial yang dikelola oleh asuransi kesehatan

dapat dikatakan belum optimal. Hal ini dikarenakan perlindungan yang

diselenggarakan oleh asuransi kesehatan bersifat eksklusif, sebab peserta asuransi

3

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 1

4

Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 3 Huruf a

5

(4)

kesehatannya berasal dari kalangan PNS, TNI/Polri dan pekerja formal yang

cakupan kepesertaannya hanya dibawah30% dari total penduduk di Indonesia.

Sehingga pada tanggal 25 November 2011 pemerintah mengundangkan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial

(selanjutnya disebut UU BPJS). Undang-undang ini menyebutkan bahwa untuk

menjalankan program pemenuhan jaminan sosial dibutuhkan suatu badan hukum

yang menjalankan jaminan sosial bagiseluruh rakyat Indonesia, sehingga

dibentuklah BPJS yang pertanggungjawabannya langsung kepada Presiden.6

Masalah utama sehubungan pemerataan layanan kesehatan di Indonesia

ialah isu kemiskinan. Biaya kesehatan yang mahal menyebabkan kesempatan

yang sama bagi setiap orang untuk menikmati hak-haknya di bidang kesehatan

sulit di wujudkan dengan menjadikan masalah kesehatan sebagai isu Hak Asasi

Manusia (HAM) maka setiap orang berhak memperoleh manfaat yang sama tanpa

memandang statusnya dan negara bertanggungjawab merealisasikannya7

Lahirnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 40 Tahun 2012 tentang

Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Mayarakat, diharapkan

masyarakat miskin akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dari

sebelumnya. Namun demikian, dalam pelaksanaannya Jaminan Kesehatan

Masyarakat yang telah dijalankan tentunya ada saja permasalahan-permasalahan

yang dihadapi baik oleh peserta Jamkesmas maupun pihak pemberi layanan

kesehatan. Berbicara mengenai kepesertaan program perlindungan jaminan sosial, .

6

Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 24Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 2011 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256).

7

(5)

peserta yang masih belum dilindungi secara optimal adalah peserta dari kalangan

kurang mampu secara ekonomi, dimana faktor yang dominan yang mempengaruhi

adalah ketiadaan dana. Kemiskinan sebagai indikator tingkat kesejahteraan

masyarakat disuatu negara jika ditinjau dari perspektif ekonomi juga

menyebabkan negara tersebut dikatakan telah sejahtera atau belum secara

sosial-ekonomi. Disamping itu akan dapat ditemukan begitu banyak penyebabnya,

diantaranya berupa krisis finansial yang berdampak pada bertambahnya tingkat

kemiskinan yang sampai sekarang masih menjadi topik bahasan

penanggulangannya di seluruh dunia. Hal setara dikemukakan oleh World Bank.8

Fakta bahwa ada pasien BPJS Kesehatan yang ditolak rumah sakit inilah

yang menjadi dasar untuk melakukan penelitian dengan judul“

Pertanggungjawaban Yuridis BPJS Kesehatan Tentang Penolakan Rumah Sakit

Terhadap Peserta Program BPJS Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan tentang Badan Penyelengggara Jaminan Sosial

Kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011?

2. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap program peserta BPJS terkait

penolakan untuk memberikan pelayanan kesehatan?

8

(6)

3. Bagaimanakah pertanggungjawaban yuridis BPJS kesehatan tentang

penolakan rumah sakit terhadap masyarakat peserta program BPJS menurut

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaturan tentang Badan Penyelengggara Jaminan Sosial

Kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap program peserta BPJS

terkait penolakan untuk memberikan pelayanan kesehatan.

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban yuridis BPJS kesehatan tentang

penolakan rumah sakit terhadap masyarakat peserta program BPJS menurut

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS.

Penulisan skripsi ini diharapkan akan diperoleh manfaat teoritis dan

praktis sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Memberikan masukan (input) bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam

penyelenggaraan jaminan sosial dan sebagai informasi bagi para peneliti dan

praktisi hukum kesehatan yang tertarik untuk melakukan penelitian tentang

(7)

2. Secara praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan serta

tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang

diteliti, dan berguna bagi pihak yang berminat bagi masalah yang sama.

D. Keaslian Penulisan

Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dan masukan yang berasal

dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Sepanjang yang telah

ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, penelitian tentang pertanggungjawaban yuridis BPJS kesehatan tentang

penolakan rumah sakit terhadap peserta program BPJS menurut Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Ada beberapa judul skripsi tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

antara lain :

Frank W. Zebua (2014), dengan judul: Kedudukan Hukum Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam Jaminan Sosial Nasional

(SJSN). Adapun permasalahan antara lain :

1. Bagaimana pengaturan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004?

2. Bagaimana kedudukan hukum pasien dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional

(SJSN)?

3. Bagaimana penetapan pelayanan kesehatan masyarakat miskin melalui Badan

(8)

Theo Patra Silaban (2015) dengan judul:Analisis Yuridis Terhadap

Pengelolaan Aset BPJS Kesehatan Berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 87 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tahapan perencanaan pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan

menurut Peraturan Pemerintah No.87 Tahun 2013?

2. Bagaimana sistem pelaksanaan pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan

yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah

No.87 Tahun 2013?

3. Bagaimana bentuk pengawasan serta evaluasi terhadap pelaksanaan

pengelolaan aset jaminan sosial kesehatan?

Belum pernah diteliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada

permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa

penelitian ini merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari

ditemukan judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Sistem Jaminan Sosial Nasional

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan

program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial.9

9

Pasal1angka2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

SJSN

adalah program negara yang bertujuan untuk member perlindungan dan

(9)

penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak apabila

terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya

pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan,

memasuki usia lanjut, atau pensiun.10

Selama kurang lebih 4 (empat) dekade, Indonesia telah menjalankan

beberapa program jaminan sosial, namun baru mencakup sebagian kecil

masyarakat. Sebagian besar rakyat belum memperoleh perlindungan yang

memadai. Di samping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial tersebut

belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para

peserta sesuai dengan manfaat program yang menjadi hak peserta. Sehubungan

dengan hal tersebut, dipandang perlu menyusun SJSN yang mampu

mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang

dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan

yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta. Pengertian SJSN sebagaimana ditentukan

dalam UU SJSN tersebut bermakna bahwa jaminan sosial adalah instrumen

negara yang dilaksanakan untuk mengalihkan risiko individu secara nasional

dengan dikelola sesuai asas dan prinsip-prinsip dalam UUSJSN.

11

2. Pengertian Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial (BPJS)

Badan Penyelengaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan

Penyelenggaran Jaminan Sosial yang dibentuk pemerintah untuk memberikan

jaminan kesehatan untuk masyarakat.Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

merupakan bagian dari SJSN yang di selenggarakan dengan menggunakan

10

Penjelasan atas UU No. 40 Tahun 2004 paragraf ketiga

11

(10)

mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak di berikan kepada

setiap orang yang membayar iur atau iurannya dibayar oleh pemerintah (UU

SJSN). Kedua badan tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk

memenuhi hak setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan

program jaminan yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan

kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program

jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS

memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS.

Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan

sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut

secara transparan

3. BPJS Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah

badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi

menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia

termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia.12

12

Definisi BPJS Kesehatan,

Pengertian badan hukum publik tersebut adalah badan hukum yang didirikan

berdasarkan hukum publik atau orang banyak atau menyangkut kepentingan

negara. Badan hukum publik memiliki dua macam bagian yaitu badan hukum

yang mempunyai teritorial dan badan hukum yang tidak mempunyai teritorial.

(11)

Dalam penjelasannya, badan hukum yang mempunyai teritorial adalah suatu

badan hukum yang memperhatikan atau menyelenggarakan kepentingan mereka

yang tinggal didalam daerah atau wilayah. Sedangkan badan hukum yang tidak

mempunyai teritorial adalah suatu badan hukum yang dibentuk oleh yang

berwajib dan hanya untuk tujuan tertentu.13

Prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional, sebagaimana tercantum dalam

UU SJSN, adalah prinsip dana amanat. Pengelolaan Dana Jaminan Sosial, baik

dalam bentuk dana operasional maupun dana investasi, diselenggarakan dengan

mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana

dan hasil memadai. Pengelolaan dana dilaksanakan melalui suatu mekanisme

yang merupakan kombinasi proses dan struktur, untuk menginformasikan,

mengarahkan, mengelola, dan memantau kegiatan organisasi dalam rangka

mencapai tata kelola organisasi yang baik, yang mana hasil pengelolaan dana

tersebut dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan

sebesar-besarnya kepentingan peserta. Pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) dan aset BPJS Kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013

tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan (sebagai penjelasan UU

SJSN).14

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam membuat transaksi

bisnis dengan mitra keuangan dan investasi memiliki filosofi Independent atau

tidak dibawah tekanan maupun pengaruh dari pihak lain, berdasarkan prinsip

13

Penggolongan Badan Hukum,

(12)

kehati-hatian (duty of care and of loyalty), tidak mengandung potensi benturan

kepentingan (conflict of interest rule), dan sesuai dengan ketentuan hukum dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (duty abiding the laws).

Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap penduduk termasuk orang asing

yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan di Indonesia wajib membayar iuran

jaminan kesehatan. Kepesertaan BPJS Kesehatan terbagi menjadi 2 (dua)

kelompok besar yaitu Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (non PBI) dan

Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). 15

Peserta jaminan Kesehatan bukan

Penerima Bantuan Iuran (PBI) meliputi Pekerja penerima upah dan anggota

keluarganya dan pekerja bukan penerima upah. Pekerja penerima upah adalah

setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah

secara rutin seperti pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, anggota Polri,

pejabat negara, pegawai pemerintah non pegawai negeri, pegawai swasta dan

semua pekerja yang menerima upah. Pekerja bukan penerima upah adalah setiap

orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri seperti pekerja diluar

hubungan kerja atau pekerja mandiri. Jumlah peserta pekerja penerima upah dan

anggota keluarga yang ditanggung oleh jaminan kesehatan paling banyak 5 (lima)

orang meliputi peserta, satu orang istri/suami yang sah dari peserta dan anak yang

belum menikah belum berpenghasilan dan belum berusia 21 (dua puluh satu)

tahun baik anak kandung/angkat yang sah dari peserta. Peserta jaminan Kesehatan

Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah masyarakat miskin dan tidak mampu

dimana iurannya dibayari oleh pemerintah.

(13)

Program elayanan kesehatan yang dijamin antara lain

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu pelayanan kesehatan

non-spesifikasi:

a. Administrasi pelayanan.

b. Pelayanan promitif dan preventif.

c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis.

d. Tindakan medis non-spesialistik baik operatif manupun non-operatif.

e. Transfusi darah.

f. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan

g. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi.

2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut yaitu pelayanan kesehatan yang

mencakup Program jaminan pemelihara kesehatan memberikan manfaat

paripurna meliputi seluruh kebutuhan medis yang diselenggarakan di setiap

jenjang Program Pelayanan Kesehatan dengan rincian cakupan pelayanan

sebagai berikut:

a. Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama adalah pelayanan kesehatan yang

dilakukan oleh dokter umum atau dokter gigi di puskesmas, klinik, balai

pengobatan atau dokter praktek solo.

b. Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan) adalah pemeriksaan dan

pengobatan yang dilakukan oleh dokter spesialis atas dasar rujukan dari

(14)

c. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit adalah pelayanan kesehatan yang

diberikan kepada peserta yang memerlukan perawatan di ruang rawat inap

Rumah Sakit

d. Pelayanan Persalinan adalah pertolongan persalinan yang diberikan

kepada tenaga kerja wanita berkeluarga atau istri tenaga kerja peserta

program jaminan pemelihara kesehatan maksimum sampai dengan

persalinan ke 3 (tiga).

e. Pelayanan Khusus adalah pelayanan rehabilitasi, atau manfaat yang

diberikan untuk mengembalikan fungsi tubuh.

f. Emergensi merupakan suatu keadaan dimana peserta membutuhkan

pertolongan segera, yang bila tidak dilakukan dapat membahayakan jiwa.

Program kesehatan yang dijamin antara lain :

1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana

diatur dalam peraturan yang berlaku.

2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak

bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (kecuali untu kasus gawat darurat).

3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan

kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan

kerja.

4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan

lalu lintas.

5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.

(15)

7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan).

8. Pelayanan ortodonsi (meratakan gigi).

9. Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat terlarang dan/atau alkohol.

10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat

melakukan hobi yang berbahaya.

11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional.

12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai eksperimentasi.

13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu.

14. Perbekalan kesehatan rumah tangga.

15. Pelayanan kesehatan akibat bencana dan wabah.16

F. Metode Penulisan

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum

normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu

pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.17 Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini melakukan analisis

hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta

secara sistematis sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan.

Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini, bermaksud untuk

menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis dan menyeluruh,

mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan pertanggungjawaban yuridis

17

(16)

BPJS kesehatan tentang penolakan rumah sakit terhadap peserta program BPJS

menurut UU BPJS.

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah bersifat kualitatif, dengan

cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh selama melakukan penelitian.

Selain itu juga dilakukan secara deskriptif untuk memberikan gambaran atau

pemaparan atas subjek dan objek penelitian dikaitkan dengan peraturan

perundang-undangan dan teori-teori yang berkaitan dengan pertanggungjawaban

yuridis BPJS kesehatan tentang penolakan rumah sakit terhadap peserta program

BPJS menurut UU BPJS.

2. Data penelitian

Jenis sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah berupa

data sekunder yang diperoleh melalui bahan kepustakaan.18

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat yang

terdiri dari:

Penelitian ini yang

dijadikan data sekunder adalah data yang bersumber dari:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-undang Dasar 1945 (hasil amandemen) telah mengatur

beberapa hak asasi manusia di bidang kesehatan Pasal 28H.

3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional.

18

(17)

4) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS).

5) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

7) Permenkes Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada

Jaminan Kesehatan Nasional.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer.

3. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka

digunakan metode pengumpulan data dengan cara:19

4. Analisis data

studi kepustakaan, yaitu

mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat

kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perundang-undangan dan

bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi

ini.

Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data

yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara

normatif kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Pengertian

analisis di sini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian

secara logis, sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir

deduktif-19

(18)

induktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan-laporan penelitian

ilmiah.

Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara

deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai

dengan permasalahan yang diteliti.20 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang

menguraikan permasalahannya secara tersendiri, di dalam suatu konteks yang

saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Sistematika dibuat dengan membagi

pembahasan keseluruhan ke dalam lima bab terperinci adapun bagiannya, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat tentang hal yang bersifat umum antara lain latar

belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan,

keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, dan metode penelitian.

Sebagai penutup bab ini diakhiri dengan memberikan sistematika

penulisan dari skripsi ini.

BAB II PENGATURAN TENTANG BADAN PENYELENGGGARA

JAMINAN SOSIAL KESEHATAN MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011

20

(19)

Bab ini berisikan pengaturan keberadaan Sistem Jaminan Sosial

Nasional (SJSN), jaminan kesehatan sosial sebagai bentuk

pelaksanaan tanggung jawab negara pada masyarakat peserta

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), ruang lingkup Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menurut Menurut

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dan penyelenggaraan Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Menurut

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PROGRAM

PESERTA BPJS TERKAIT PENOLAKAN UNTUK

MEMBERIKAN PELAYANAN KESEHATAN

Bab ini berisikan hubungan hukum peserta Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, bentuk perlindungan hukum

terhadap peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

kesehatan yang mengalami penolakan pelayanan kesehatan dan

upaya hukum terhadap penolakan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) Kesehatan

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN YURIDIS BPJS KESEHATAN

TENTANG PENOLAKAN RUMAH SAKIT TERHADAP

MASYARAKAT PESERTA PROGRAM BPJS MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

(20)

Bab ini berisikan jawaban alasan penolakan Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) kepada setiap rumah sakit yang mendapat

penolakan dari rumah sakit peserta Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS), pertanggungjawaban Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) kepada peserta kelas 3 yang mendapat penolakan

dari rumah sakit peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) dan bentuk sanksi yang diberikan Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS) kepada rumah sakit yang melakukan

penolakan kepada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab terakhir dari isi skripsi ini. Pada bagian ini,

dikemukakan kesimpulan dan saran yang didapat ketika pengerjaan

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah pengaturan tentang Badan Penyelengggara Jaminan Sosial Kesehatan Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dan perlindungan hukum

29 Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif , Jakarta, Rajawali Pers,1985, hlm 15.. permasalahan-permasalahan hukum yang sedang ditangani. b) Pendekatan

Selain dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang BPJS tersebut, tindakan preventif yang dilakukan BPJS agar tidak terjadi kasus penolakan pelayanan kesehatan terhadap

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah pengaturan tentang Badan Penyelengggara Jaminan Sosial Kesehatan Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dan perlindungan hukum

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah pengaturan tentang Badan Penyelengggara Jaminan Sosial Kesehatan Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dan perlindungan hukum

Pengaturan pedoman pemberian pelayanan kesehatan oleh BPJSKesehatan didasarkan pada SJSNdalam rangka menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).Pasal 1 Peraturan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang

Prinsip Prinsip Penyelenggaraan Dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional JKN, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan BPJS Kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip