• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertanggungjawaban Yuridis BPJS Kesehatan Tentang Penolakan Rumah Sakit Terhadap Peserta ProgramBPJS Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertanggungjawaban Yuridis BPJS Kesehatan Tentang Penolakan Rumah Sakit Terhadap Peserta ProgramBPJS Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN TENTANG BADAN PENYELENGGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 24 TAHUN 2011

A. Dasar Dibentuknya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) oleh Pemerintah

Filosofi jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam UU SJSN dan UU BPJS berakar pada sistem kapitalisme karena jaminan sosial diterjemahkan sebagai strategi penyediaan cadangan dana mengatasi resiko ekonomi yang timbul secara sistemik dalam siklus ekonomi kapitalisme (krisis).21

21Salamuddin Daeng, “Jaminan Sosial dan Posisi Konstitusi UUD 1945,” Free Trade

Watch Edisi Desember 2011.

(2)

“Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara”. Pasal-pasal inilah yang secara material menjadi alasan konstitusional di bidang jaminan sosial, yang menegaskan bahwa jaminan sosial (social security) merupakan “hak” (right) bukan merupakan “hak istimewa” (privilege).22

Konsep ini diakomodasi dengan disahkannya UU SJSN dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (selanjutnya disebut UU Kesejahteraan Sosial). Pasal 14 ayat (1) UU SJSN menyatakan “Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima bantuan iuran sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial”. Kemudian Pasal 14 ayat (2) berbunyi “Penerima bantuan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.” Kemudian Pasal 17 ayat (4) menyebutkan bahwa “Iuran program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah”.

Pasal 10 ayat (1) UU Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa “Asuransi kesejahteraan sosial diselenggarakan untuk melindungi warga Negara yang tidak mampu membayar premi agar mampu memelihara dan mempertahankan taraf kesejahteraan sosialnya.” Ayat selanjutnya menyatakan “Asuransi kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk bantuan iuran oleh Pemerintah.” Dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara menyebutkan bahwa urusan sosial masuk dalam urusan Pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945.

(3)

Pasal 17 ayat (4) UU SJSN ini justru mendasari pemikirannya berdasarkan Pasal 34 ayat (3) hasil amandemen yang ditambahkan (fasilitas) “sosial” dan “lainnya” untuk lebih menegaskan unsur-unsur yang menjadi tanggung jawab negara, bukan pada Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.

Perubahan ini didasarkan kepada kebutuhan meningkatkan jaminan konstitusional yang mengatur kewajiban negara di bidang kesejahteraan sosial. Adanya ketentuan mengenai kesejahteraan sosial yang jauh lebih lengkap dibanding sebelum perubahan, merupakan bagian upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state) sehingga rakyat dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Di dalam rumusan tersebut terkandung maksud untuk lebih mendekatkan gagasan negara kesejahteraan dalam UUD 1945 ke dalam realita.

Negara Indonesia menganut paham sebagai negara kesejahteraan, berarti terdapat tanggung jawab negara untuk mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan serta meningkatkan kualitas pelayanan umum (public services) yang baik melalui penyediaan berbagai fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat.23

Konsep jaminan sosial dalam arti luas meliputi setiap usaha di bidang kesejahteraan sosial untuk meningkatkan taraf hidup manusia dalam mengatasi keterbelakangan, ketergantungan, ketelantaran, dan kemiskinan. Konsep ini belum dapat diterapkan secara optimal di Indonesia, karena keterbatasan pemerintah di bidang pembiayaan dan sifat ego sektoral dari beberapa pihak yang

(4)

berkepentingan dalam jaminan sosial. Konsep negara kesejahteraan tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services), melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya.

Saat ini SJSN belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Permasalahan yang mengemuka selama ini adalah tidak adanya validitas data masyarakat di Indonesia, contohnya terdapat perbedaan data masyarakat miskin versi Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Pemerintah Daerah (Pemda) sehingga berdampak pada ketidakakuratan data kepesertaan penerima jaminan sosial itu sendiri dan berpotensi melanggar hak-hak setiap warga negara untuk mendapatkan jaminan sosial yang diamanatkan dalam konstitusi.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28 huruf (h) dicantumkan bahwa : “setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Dalam Pasal 34 UUD 1945 ayat (3) juga dicantumkan bahwa : “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.” Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa : “Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.”

(5)

implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan pemerintah dan pemerintah daerah. Dapat diketahui bahwa pemerintah harus bertanggung jawab untuk memberikan kehidupan khususnya dalam bidang kesehatan terhadap masyarakat yang kurang mampu.

Pasal 19 ayat (2) UU SJSN nasional juga menyatakan bahwa :“Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.24

Jelas bahwa kesehatan masyarakat benar-benar dilindungi oleh pemerintah dengan cara membayarkan biaya kesehatan dengan uang anggaran dari pemerintah yang diberikan kepada masing-masing rumah sakit maupun puskesmas yang di tunjuk oleh pemerintah provinsi di daerah masing-masing. Kemudian dilanjutkan dengan adanya Pasal 20 ayat (1) UU SJSN yang berbunyi bahwa : “Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah”25Setelah itu, terdapat Pasal 22 ayat (1) UU SJSN yang menjelaskan bahwa : “Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan26

Dasar yuridis jaminan sosial ialah UU SJSN, dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan:“Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk

24

Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan sosial Nasional.Pasal 19 ayat 2.

(6)

menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak”.

Beberapa peraturan pemerintah yang mengatur penyelenggaraan asuransi kesehatan antara lain :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2013 tentang Pencabutan PP 28/2003 tentang subsidi dan iuran pemerintah dalam penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi PNS dan penerima pensiun.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2013 tentang Hubungan Antara Setiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif kepada pemberi kerja selain penyelenggara negara dan setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan penerima bantuan iuran dalam penyelenggaraan jaminan sosial.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Tatacara Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.

5. Peraturan PresidenNomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Perpres No. 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.

6. Peraturan Presiden Nomor109 Tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial.

(7)

8. Peraturan Presiden Nomor107 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Tertentu Berkaitan Dengan Kegiatan Operasional Kementerian Pertahanan, TNI, dan Kepolisian NRI.

9. Peraturan PresidenNomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

Pengaturan pedoman pemberian pelayanan kesehatan oleh BPJSKesehatan didasarkan pada SJSNdalam rangka menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).Pasal 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014, yang menyatakan bahwa:“Pengaturan pedoman pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional bertujuan untuk memberikan acuan bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kota) dan Pihak Pemberi Pelayanan Kesehatan yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan SosialKesehatan (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan), Peserta program jaminan kesehatan nasional dan pihak terkait dalam penyelenggaraanJaminan Kesehatan Nasional”

B. Jaminan Kesehatan Sosial sebagai Bentuk Pelaksanaan Tanggung Jawab Negara pada Masyarakat Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

(8)

dikarenakan berbagai faktor, seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan yang mahal.

Masalah utama sehubungan pemerataan layanan kesehatan di Indonesia ialah isu kemiskinan. Biaya kesehatan yang mahal menyebabkan kesempatan yang sama bagi setiap orang untuk menikmati hak-haknya di bidang kesehatan sulit di wujudkan dengan menjadikan masalah kesehatan sebagai isu Hak Asasi Manusia (HAM) maka setiap orang berhak memperoleh manfaat yang sama tanpa memandang statusnya dan negara bertanggungjawab merealisasikannya.27

Kesadaran tentang pentingya Jaminan kesehatan perlindungan sosial terus berkembang sesuai amanat pada Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, yaitu menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Masuknya Sistem Jaminan sosial dalam perubahan UUD 1945, dan terbitnya SJSN menjadi suatu bukti yang kuat bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Melalui SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial, pada hakekatnya bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.28

Negara hukum adalah negara yang di dalam penyelenggaraannya berdasarkan pada hukum atau aturan-aturan yang ditetapkan oleh penguasa, sedangkan dalam arti material adalah negara juga turut serta secara aktif untuk kesejahteraan rakyatnya (welfare state), atau dikenal dengan nama negara

27Titon Slamet Kurnia, Hak atas Derajat Kesehatan Optimal HAM di Indonesia (Bandung: Alumni,2007), hlm.5.

(9)

kesejahteraan yang kemudian dikenal dengan nama verzorgingsstaat, atau disebutnya sociale rechtsstaat (negara hukum sosial).29

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian SJSN yang diselenggarakan dengan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib berdasarkan UU SJSN dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak untuk setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. Dua titik berat Pemerintah mengimplementasikan sistem jaminan sosial kesehatan adalah kepesertaan yang wajib sehingga dapat diakses semua masyarakat dan manfaat komprehensif. Namun jika dikaji lebih lanjut, apakah benar kedua poin tersebut dipenuhi oleh JKN, ditengah kondisi Indonesia yang memiliki keanekaragaman wilayah beserta sistem kesehatan (fasilitas dan tenaga) yang belum memadai.

Implementasinya, JKN membawa pemenuhan kebutuhan akan pelayanan medis komprehensif, meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif UU SJSNPasal 22 ayat (1). Salah satu hal yang menjadi kendala pemenuhan benefit

package tersebut adalah akses terhadap pelayanan kesehatan.

Pelaksanaan BPJS merupakan wujud tanggung jawab negara yang berlandaskan UU SJSN. Program ini dilakukan secara bertahap di mana harapan dari Pemerintah awal tahun 2019 semua masyarakat sudah terdaftar menjadi anggota BPJS (Universal Coverage

29Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara (Bandung: Alumni, 1982), hlm. 22-23.

(10)

yang berbentuk nir laba (tidak mencari untung), dengan mengedepankan kepuasaan pelanggan, portablilitas (tidak terbatas domisili), juga keterbukaan dan siap di audit dalam hal keuangan30

Landasan pelaksanaan BPJS sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 tentang tentang Standar Tarif Pelayananan Kesehatan pada Fasilitas Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan dan Permenkes Nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

.

Jaminan kesehatan adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.31

Jaminan sosial merupakan sistem proteksi yang diberikan kepada setiap warga negara untuk mencegah hal-hal yang tidak dapat diprediksikan karena adanya risiko-risiko sosial ekonomi yang dapat menimbulkan hilangnya pekerjaan maupun mengancam kesehatan. Oleh karena itu, jaminan sosial hadir sebagai salah satu pilar kesejahteraan yang bersifat operasional. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia,

(11)

serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.32

Pelayanan publik dibidang kesehatan merupakan fungsi pemerintah dalam menjalankan dan menberikan hak dasar yang dipahami seluruh komponen masyarakat sebagai hak untuk dapat menikmati kehidupan yang bermartabat dan hak yang diakui dalam peraturan perundang-undangan, dalam peranannya pemerintah selaku penyedia layanan publik harus secara profesional dalam menjalankan aktivitas pelayanannya ,tidak hanya menjalankan begitu saja tetapi dituntut harus berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance. .Hal yang paling penting dalam proses pemenuhan hak dasar rakyat adalah masalah hak untuk memperoleh akses atas kebutuhan pelayanan pemerintah. Akses terhadap hak-hak dasar rakyat seperti ini harus terakomodasi dalam pembangunan. UU BPJS mempunyai berbagai kendala dalam pelaksanaannya dilapangan sebagai berikut sosialisasi yang kurang, dimana pihak yang berkewajiban melakukan sosialisasi ini adalah pihak BPJS dan pemerintah. Sosialisasi yang kurang terhadap masyarakat mengakibatkan masyarakat kebingungan di dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Masyarakat masih banyak yang belum mengerti akan syarat-syarat yang harus dibawa pada saat berobat ke rumah sakit sehingga mereka harus pulang untuk melengkapi berkas mereka. Di samping itu apabila mereka tidak

(12)

membawa surat rujukan dari puskesmas, mereka harus ke puskesmas untuk mendapatkan surat rujukan, ia kalau tidak mengantri tetapi kalau juga harus mengantre betapa rumitnya masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Barulah mereka bisa kembali ke rumah sakit, jadi mereka harus bolak balik ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit mereka pun harus mengantri lagi sehingga semakin lama waktu mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Disamping itu dalam UU BPJS terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya ditinjau dari perlindungan pasien antara lain pertama, bayi yang baru lahir dari peserta PBI tidak dijamin, seharusnya pasien PBI ditanggung oleh Negara tetapi telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK/MENKES/32/1/2014 tertanggal 16 Januari 2014 yang berisi Penjaminan terhadap bayi baru lahir dilakukan dengan ketentuan bayi baru lahir dari peserta PBI secara otomatis dijamin oleh BPJS Kesehatan. Bayi tersebut dicatat dan dilaporkan kepada BPJS Kesehatan oleh fasilitas kesehatan untuk kepentingan rekonsiliasi data Penerima Bantuan Iuran.

Kedua, pelayanan rujukan peserta harus membawa surat rujukan berulang

(13)

pasien tidak perlu membawa surat rujukan yang berulang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang terbaik. Ketiga, keluhan Rumah Sakit tetang belum adanya kejelasan tarif dasar ambulan, telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Kesehatan No. HK/MENKES/31/1/2014 tertanggal 16 Januari 2014 telah dijelaskan tentang pelayanan ambulan yang berisi diberikan pada transportasi darat dan air bagi pasien dengan kondisi tertentu antar fasilitas kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, Penggantian biaya pelayanan ambulan sesuai dengan standar biaya ambulan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, dalam hal belum terdapat tarif dasar ambulan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, tarif ditetapkan dengan mengacu pada standar biaya yang berlaku pada daerah dengan karakteristik geografis yang relatif sama pada satu wilayah.

C. Ruang Lingkup Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menurut Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 menetapkan Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Jenis kepesertaan BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI).

(14)
(15)

Jaminan Kesehatan yang didaftarkan ke BPJS Kesehatan sejumlah 86,4 juta jiwa.

b. Perubahan data peserta PBI penghapusan data fakir miskin dan orang tidak mampu yang tercantum sebagai PBI jaminan kesehatan karena tidak lagi memenuhi kriteria penambahan data fakir miskin dan orang tidak mampu untuk dicantumkan sebagai PBI jaminan kesehatan karena memenuhi kriteria fakir miskin dan orang tidak mampu.Perubahan data PBI Jaminan Kesehatansebagaimana dimaksud diverifikasi dan divalidasi oleh Menteri di bidang sosial Perubahan data ditetapkan oleh Menteri di bidang sosial setelah berkoordinasi dengan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan Menteri dan/atau pimpinan lembaga terkait. Verifikasi dan validasi terhadap perubahan data PBI Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud dilakukan setiap 6 (enam) bulan dalam tahun anggaran berjalan. Penduduk yang sudah tidak menjadi fakir miskin dan sudah mampu, wajib menjadi peserta Jaminan Kesehatan dengan membayar Iuran. 2. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI) Peserta bukan PBI jaminan

kesehatan sebagaimana yang dimaksud merupakan peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas (sesuai Perpres No 12 Tahun 2013):

a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas: 1) Pegawai Negeri Sipil;

(16)

3) anggota Polri; 4) pejabat negara;

5) pegawai pemerintah non pegawai negeri; 6) pegawai swasta; dan

7) pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.

b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, terdiri atas pekerja di luar hubungan kerja dan pekerja mandiri.

c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas : 1) investor;

2) pemberi kerja; 3) penerima pensiun; 4) veteran;

5) perintis kemerdekaan; dan

6) bukanpekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu membayar iuran.

Penerima Pensiun sebagaimana yang dimaksud terdiriϖ atas:

1) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun,

2) anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun, 3) pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun,

4) penerima pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c, dan

(17)

yang mendapat hak pensiun Pekerja sebagaimana yang dimaksud termasuk warganegara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan Jamingan Kesehatan bagi Pekerja warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri.

Anggota keluarga sebagaimana dimaksud meliputi: a. istri atau suami yang sah dari peserta; dan

b. anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria:

1) tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan

2) belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yag masih melanjutkan pendidikan formal Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

Ruang lingkup verifikasi klaim BPJS Kesehatan terdiri dari verifikasi administrasi klaim dan verifikasi pelayanan kesehatan, yaitu :33

1. Verifikasi administrasi klaim

Verifikasi administrasi klaim mencakup 2 hal pokok yaitu Berkas klaim yang akan diverifikasi dan Tahap verifikasi administrasi klaim. Berkas klaim yang akan diverifikasi untuk rawat jalan meliputi Surat Eligibilitas Peserta (SEP), bukti pelayanan yang mencantumkan diagnose dan prosedur serta

(18)

ditandatangani oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), protokol terapi dan regimen (jadwal pemberian) obatkhusus, resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi), tanda terima alat kesehatan (kacamata, alat bantudengar, alat bantu gerak, dan lain-lain), berkas pendukung lain yang diperlukan.

Berkas klaim yang akan diverifikasi untuk rawat inap adalah surat perintah rawat inap, surat eligibilitas peserta (SEP), resume medis yang ditandatangani oleh DPJP. Bukti pelayanan yang mencantumkan diagnosadan prosedur serta ditandatangani oleh DokterPenanggung Jawab Pasien (DPJP), laporan operasi (jika diperlukan),protocol terapi dan regimen (jadwal pemberian) obatkhusus, resep alat kesehatan (diluar prosedur operasi), tanda terima alat kesehatan (alat bantu gerak, collarneck, corset), berkas pendukung lain yang diperlukan.Tahap verifikasi administrasi klaim yaitu :

a. Verifikasi administrasi kepesertaan : Verifikasi administrasi kepesertaan adalah meneliti kesesuaian berkas klaim yaitu antara Surat Eligibilitas Peserta (SEP) dengan data yang diinput dalam aplikasi

b. Verifikasi administrasi pelayanan : Hal-hal yang harus diperhatikan dalam deteksi dini administrasi pelayanan adalah :

dengan berkas pendukung lainnya.

1) Untuk kode INA CBGs severity level III pastikan adapengesahan dari Komite Medik.

(19)

DPJP-nya adalah spesialis mata, lakukan cross check ke resume

medis atau poli.

3) Kesesuaian antara tindakan operasi dengan spesialisasi operator. Misalnya, dalam laporan tindakan Apendiktomi oleh operator spesialis jantung, perlu dilakukan cross check lebih lanjut.

4) Kesesuaian antara tipe rumah sakit dan kompetensi dokter di rumah sakit tersebut. Misalnya : Tindakan Kraniotomi yang dilakukan di rumah sakit tipe D, tindakan CABG yang dilakukan di rumah sakit yangperlu dilakukan cross check lebih lanjut.

5) Koding yang ditentukan koder tidak unbundling. Contoh : Diabetes

Melitus with Nephrophaty menjadi Diabetes Melitus (diagnosa

primer) dan Nephrophaty (diagnosa sekunder).

(20)

7) Pada kasus spesial CMGs :

a) Alat kesehatan dengan prosedur operasi :pastikan kesesuaian tagihan dengan resume medis, billing rumah sakit dan laporan operasi.

b) Diluar prosedur operasi : pastikan kesesuaian tagihan dengan

resume medis, billing RS, resepalat kesehatan, bukti tanda

terima alat kesehatan.

c) Pada kasus special drug, pastikan kesesuaian antara tagihan dengan resume medis, billing danregimen (jadwal dan rencana pemberian obat).

2. Verifikasi pelayanan kesehatan

Hal-hal yang harus menjadi perhatian adalah :

a. Tingkat keparahan (severity level) sesuai dengan tipe dan kompetensi rumah sakit.

b. Verifikator wajib memastikan kesesuaian diagnose dan prosedur pada tagihan dengan kode ICD 10 dan ICD 9 CM (dengan melihat buku ICD 10 dan ICD 9 CM atau soft copynya).

c. Perhatikan kasus dengan special CMGs yaitu :

1) Special drugs : Steptokinase, Deferiprone, Deferoksamin,

Deferasirox, Human albumin.

2) Special procedures, contoh : Tumor pineal-Endoscopy,

Pancreatectomy. Diperlukan surat keterangan dokter sebagai

(21)

3) Special investigations : other CT Scan, Nuclear Medicine,MRI, Diagnostic and procedure imaging on eye. Kasus yang mendapatkan

special investigation telah dilengkapi bukti pelayanan penunjang

sebelumnya, seperti : MRI dilakukan setelah ada hasil X-ray dan CT

Scan, dsb.

4) Special prosthesis : subdural grid electrode, cote graft,TMJ prosthesis, Liquid Embolic (for AVM), Hip Implant/knee implant.

Perhatikan kesesuaian diagnosa utama dan prosedur yang dilakukan, misal : TMJ Prosthesis dilakukan pada kasus fraktur os

temporomandibular/temporomandibular joint, ditangani spesialis

THTkraniofasial/Bedah Mulut.

5) Sub-acute group : hari rawat 43 s/d 103 hari dan ChronicGroup :

hari rawat 104 s/d 180 sesuaikan masa rawat pasien dengan rekomendasi pulang dari DPJP pada visite terkahir di rekam medis. Untuk kasus-kasus dengan diagnosa berbiaya tinggi lakukan kunjungan ke bangsal perawatan/Customer visite. Pastikan

assessment ADL sudah dilakukan dan dikuatkan dengan customer

visit.

d. Ambulatory package, contoh : hemodialisa, radioterapi.

(22)

e. Memastikan bayi baru lahir yang tidak memiliki masalah medis dari persalinan normal maupun section menjadi satu bagian tagihan persalinan.

f. Memastikan bayi baru lahir tidak sehat dari persalinan normal maupun dari seksio sesaria menjadi tagihan terpisah daripersalinan ibu.

g. Pada kasus-kasus yang sudah ditegakkan diagnosa pastikan pada kunjungan berikutnya harus menggunakan kode diagnose Z (kontrol). h. Perhatikan pasien yang menjalani rawat jalan dan dilanjutkan dengan

rawat inap pada hari yang sama hanya bisa ditagihkan sebagai satu episode rawat inap.

D. Penyelenggaraan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosisal Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan34untuk menjamin hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat,35dan sebagai pelaksanaan tugas konstitusional negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.36

34

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Pasal 6 Ayat 1

(23)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dibentuk berdasarkan UU BPJS mempunyai tujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan sosial kesehatan guna terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, BPJS Kesehatan menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan berdasarkan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, dan hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Kesehatan dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

Sesuai pengaturan dalam UU BPJS, PT Askes (Persero) pada tanggal 1 Januari 2014 telah bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan. Perubahan bentuk badan hukum dari Persero menjadi badan hukum publik (wali amanat) secara langsung juga membawa konsekuensi perubahan paradigma dalam pengelolaan aset dan liabilitasnya.

(24)

Jaminan Sosial Kesehatan. Pengelolaan dan pengembangan aset tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan penerapan manajemen risiko.

Secara garis besar materi muatan yang diatur dalam peraturan pemerintah ini meliputi :

1. pengaturan mengenai sumber dan penggunaan aset BPJS Kesehatan dan aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan;

2. pengaturan mengenai liabilitas BPJS Kesehatan dan liabilitas Dana Jaminan Sosial Kesehatan;

3. pengaturan mengenai pengelolaan dan pengembangan aset BPJS Kesehatan dan aset Dana Jaminan Sosial Kesehatan;

4. pengaturan mengenai dana operasional penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan;

5. pengaturan mengenai kesehatan keuangan Dana Jaminan Sosial Kesehatan; 6. pengaturan mengenai Surplus BPJS Kesehatan;

7. pengaturan mengenai pelaporan dan pengumuman laporan keuangan dan laporan pengelolaan program, serta

8. pengaturan mengenai pemantauan dan evaluasi.

(25)

Peraturan Pemerintah ini dapat meningkatkan efektifitas penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan oleh BPJS Kesehatan itu sendiri.

(26)

lain yang membayar iuran.37

1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Seluruh peserta yang telah disebutkan tadi mempunyai kewajiban seperti :

2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I. 3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang

yang tidak berhak.

4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

Setelah melaksanakan kewajibannya, para peserta berhak mendapatkan haknya sebagai peserta jaminan kesehatan seperti:

1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke kantor BPJS Kesehatan.

Pasal 5 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, anggota keluarga para peserta yang ditanggung oleh jaminan kesehatan adalah :

(27)

1. Pekerja penerima upah yang terdiri dari :

a. Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat) yang jumlahnya maksimal 5 orang. Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah dan anak angkat yang sah ditanggung dengan kriteria anak tersebut tidak atau belum pernah menikah atau memiliki penghasilan sendiri, belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

b. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua.

c. Peserta dapat mengikut sertakan kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga dan lain-lain.

2. Pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan secara tidak terbatas.

Penanggungan yang dilakukan oleh penjamin kesehatan merupakan hak peserta sedangkan kewajiban para peserta adalah salah satunya membayarkan iurannya. Iuran yang dimaksud terdiri dari berbagai jenis, yaitu :

1. Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) jaminan kesehatan iurannya dibayarkan oleh pihak pemerintah.

(28)

3. Iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja di Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan swasta sebesar 4,5% dari gaji atau upah yang diterima perbulan dengan ketentuan 4% dibayarkan oleh pihak pemberi kerja dan 0,5% dibayarkan oleh peserta.

4. Iuran untuk keluarga tambahan pekerja penerima upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua, besar iuran sebesar 1% dari gaji atau upah per orang dalam sebulan yang dibayar oleh pekerja penerima upah. 5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara

kandung/ipar, asisten rumah tangga dan lain-lain) peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:

a. Rp.25.500,00 per orang setiap bulan dengan manfaat pelayanan diruang perawatan kelas III

b. Rp.42.500,00per orang setiap bulan dengan manfaat pelayanan diruang perawatan kelas II

c. Rp.59.500,00 per orang setiap bulan dengan manfaat pelayanan diruang perawatan kelas I

6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi pra veteran, perintis kemerdekaan dan janda, duda atau anak yatim piatu dari veteran atau perintis kemerdekaan, iuran yang ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun perbulan, dibayarkan oleh pemerintah.

(29)

Pembayaran iuran apabila terdapat keterlambatan dari tanggal yang sudah ditetapkan diawal yaitu tanggal 10 setiap bulannya, sesuai Pasal 35 Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan para peserta tersebut dikenakan denda keterlambatan pembayaran iuran. Jenis-jenis denda pun masih memiliki perbedaan juga sesuai dengan golongan. Perbedaan pembayaran denda tersebut terdiri dari :

1. Keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah dikenakan denda administratif sebesar 2% perbulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk 3 bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh pemberi kerja.

2. Keterlambatan pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% perbulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.

(30)

Pasal 23 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, fasilitas yang didapatkan para peserta jaminan kesehatan ini terdiri dari :

1. Fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu Puskesmas, fasilitas kesehatan yang dimiliki TNI/POLRI, praktek Dokter umum/klinik umum.

2. Fasilitas kesehatan tingkat lanjutan meliputi:

a. Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Umum Pusat, Rumah Sakit Umum Daerah, Rumah Sakit Umum Tentara Nasional Indonesia, Rumah Sakit Umum Polisi Republik Indonesia, Rumah Sakit Swasta, Rumah Sakit Khusus, Rumah Sakit Khusus Jantung (Kardiovaskular), Rumah SakitKhusus Kanker (Onkologi), Rumah Sakit Khusus Paru, Rumah Sakit Khusus Mata, Rumah Sakit Khusus Bersalin, Rumah Sakit Khusus Kusta, Rumah Sakit Khusus Jiwa, Rumah Sakit Khusus Lain yang telah terakreditasi, Rumah Sakit Bergerak dan Rumah Sakit Lapangan.

b. Balai Kesehatan Paru Masyaratkat, Balai Kesehatan Mata Masyarakat, Balai Kesehatan Ibu dan Anak dan Balai Kesehatan Jiwa.

Para peserta juga mendapatkan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan yang didapatkan juga terdiri dari berbagai jenis mulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama sampai pelayanan kesehatan tingkat lanjutan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, pelayanan yang didapatkan bersifat non spesialistik yang mencakup:

1. Administrasi pelayanan.

(31)

3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis.

4. Tindakan medis non spesialistik baik operatif maupun non operatif. 5. Pelayanan obat da bahan medis habis pakai.

6. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan medis. 7. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboraturium tingkat pertama. 8. Rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis.

Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, pelayanan yang didapatkan meliputi pelayanan kesehatan rawat jalan dan rawat inap yang mencakup:

1. Adminsitrasi pelayanan.

2. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub spesialis.

3. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi medis.

4. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.

5. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis. 6. Rehabilitasi medis.

7. Pelayanan darah.

8. Pelayanan kedokteran forensik klinik.

9. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap di fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan berupa pemulasaran jenazah tidak termasuk peti mati dan mobil jenazah.

(32)

Peserta yang menginginkan kelas perawatan dan pelayanan yang lebih lagi dari haknya, peserta tersebut dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan serta fasilitas perawatan namun hal ini tidak dilayakan bagi peserta yang menerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

Pelayanan kesehatan yang diterima peserta ini ada yang dijamin yang merupakan plusnya buat para peserta dan ada juga yang tidak dijamin yaitu minusnya. Pelayanan yang tidak dijamin itu terdiri dari berbagai jenis, seperti : 1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana

yang telah diatur sebelumnya dalam peraturan yang berlaku.

2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan kecuali dalam keadaan darurat.

3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cidera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan kerja. 4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan

lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas.

5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan diluar negeri. 6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik.

(33)

9. Gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau alkohol. 10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat

melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri.

11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional termasuk akupuntur,

shin she, chiropractic yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian

teknologi kesehatan (health technology assement).

12. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan/eksperimen.

13. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu. 14. Perbekalan kesehatan rumah tangga.

15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah.

16. Klaim perorangan.

17. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan mafaat jaminan kesehatan yang diberikan.38

Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Pasal 20 menyatakan apabila penduduk yang belum memiliki jaminan kesehatan pada suatu daerah dapat didaftarkan oleh pemerintah daerah tempat penduduk yang bersangkutan berdomisili. Ini tujuannya agar terdapat pemerataan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia disetiap kota maupun daerah. Apabila sudah melaksanakan pendaftaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah tersebut namun

(34)

Referensi

Dokumen terkait

PELAYANAN DAN PERLINDUNGAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN SEBAGAI PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DITINJAU DARI ASAS-ASAS UNDANG-UNDANG

Kepesertaan wajib dimaksud- kan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi (Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam

Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah Bagaimana tata cara klaim non kapitasi di fasilitas kesehatan tingkat pertama pada Badan Penyelenggara Jaminan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).. Target yang yang

Pemanfaatan (Utility) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Pada Peserta Pembayar Mandiri BPJS Kesehatan Di Kota Makassar Tahun 2015.. Program Pasca

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang

Hasil dari penelitian ini ada empat faktor yang mempengaruhi implementasi JKN yaitu Sosialisasi Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilakukan oleh Badan

Peraturan ini hanya menyebutkan penyelesaian keluhan secara berjenjang : Peraturan Menteri Kesehatan PMK No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional JKN