Sempitnya Ruang Bicara Peserta BPJS
Penyusun: Dini Inayati - Direktur PATTIRO Semarang
Pada UU Pelayanan Publik No. 25 tahun 2009 pasal 35 disebutkan tentang pengawasan eksternal oleh masyarakat. Pengawasan masyarakat bisa dalam bentuk keluhan atas pelayanan yang diterima se- bagai bahan perbaikan. Unit penanganan keluhan BPJS Kesehatan belum mengatur dan mengimple- mentasikan mechanism penanganan keluhan yang ideal.
Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui hak dan kewajiban untuk mengawasi pelayanan publik. Penyelenggara layanan juga be- lum memahami tentang manfaat hasil pengawasan masyarakat dapat menjadi bahan perbaikan layanan. Bahkan seringkali penyedia layanan bersikap defensif terhadap keluhan dan usulan perbaikan kebijakan dari masyarakat. Pada prinsipnya, penyelenggara layanan membutuhkan bahan perbaikan dari keluhan dan usulan masyarakat .
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan salah satu penyelenggara layanan pubik yang harus taat pada UU No 25 Tahun 2009 tentang pelayanan pubik. Kewajiban bagi penyelenggara layanan publik menurut undang-undang tersebut belum seluruhnya ditaati oleh BPJS Kesehatan. Menurut informasi dari BPJS, dari 104,427 keluhan peserta yang diterima BPJS Kesehatan sampai dengan Tri Wulan (TW)- IV tahun 2014, seluruhnya telah diselesaikan 100%. Namun demikian BPJS Keseha- tan tidak mempunyai data jumlah masyarakat yang menyatakan puas setelah pengaduannya dilaporkan telah ditangani.
Sebagian besar masyarakat belum mendapatkan informasi yang memadai tentang hak dan kewajibannya sebagai pe- serta BPJS Kesehatan. Sosialisasi dan kese- pakatan hak dan kewajiban peserta seha- rusnya dilakukan pada saat pendaftaran.
BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan publik belum melaksanakan mekanisme penanganan keluhan secara ideal. Sarana pengaduan belum dapat diakses dengan mudah oleh seluruh lapisan masyarakat, dan tidak ada mekanisme klarifikasi (jika perlu penjelasan lebih lan- jut atas persoalan yang diadukan) maupun konfirmasi (hasil penanganan pengaduan) kepada pengadu. Ruang partisipasi pe- serta hanya terbatas pada penyampaian keluhan. Tidak ada ruang untukterlibat da- lam proses pengambilan keputusan terkait perbaikan pelayanan. Terkait dengan per- soalan tersebut maka perlu :
Perbaikan prosedur pendafataran yang mengakomodasi tahapan sosialisasi dan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan calon peserta. BPJS Kesehatan harus mence- tak buku saku atau leaflet yang dibagikan kepada seluruh pendaftar.
Penetapan Standar Prosedur Operasion- al (SPO) penanganan keluhan yang menyeluruh dan responsive terhadap mas- yarakat miskin, terpinggir, difabel dan anak- anak serta lansia.
Mengakomodasi dalam Perpres tentang JKN terkait hak peserta untuk berkumpul, berser- ikat dan menyampaiakn pendapat melalui asosiasi peserta BPJS Kesehatan.
REKOMENDASI
POLICY BRIEF
Dari 20 orang peserta BPJS Kesehatan yang disurvei PATTIRO di dua Kelurahan di Kota Semarang dan dua desa di Ka- bupaten Semarang seluruhnya belum pernah dan tidak tahu bagaimana cara menyampaikan keluhan kepada BPJS maupun Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang bekerjasama.
Selama ini, BPJS Kesehatan belum menyediakan ruang partisipasi yang memadai bagi peserta sehingga peserta tidak dapat menyampaikan usulan untuk penyusunan kebijakan. Saluran/cara penyampaian pengaduan yang disediakan menggunakan internet dan call center. Kedua saluran/cara tersebut tidak mudah diakses oleh seluruh masyarakat terutama masyarakat miskin, marginal dan/atau difabel.
PATTIRO ingin mendorong ruang partisipasi yang lebih luas bagi peserta BPJS Kesehatan. Salah satu ruang partisipasi adalah melalui penanganan keluhan yang berguna untuk mendorong peningkatkan pelayanan. Pelayanan yang ide- al sesuai Perpres No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, pasal 42, yaitu pelayanan harus memperhatikan mutu pelayanan dengan berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien dan efisiensi biaya.
Mekanisme penanganan keluhan yang saat ini dijalankan oleh BPJS Kesehatan dinilai belum cukup ideal (belum mu- dah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,serta belum ada mekanisme konfirmasi/pemberitahuan kepada penga- du atas penanganan yang dilakukan). Selain itu External Complain Mechanism menjadi penting keberadaannya untuk mendukung efektifitas unit pengaduan yang sudah ada maupun yang akan dikembangkan.
Data BPJS Kesehatan Regional Jateng dan DIY menunjukkan bahwa sampai bulan Maret 2015 telah dilakukan sosialisasi melalui televisi tiga kali (3x), spot radio 3747 kali, surat kabar 55 kali, banner dan poster 211 unit, souvenir 756 kali, penyeb- aran leaflet 36.000 dan penyuluhan dengan pertemuan tatap muka sebanyak 315 kali. Namun demikian temuan survei lapangan yang dilakukan PATTIRO menemukan banyaknya masyarakat yang tidak terpapar sosialisasi yang memadai.
Leaflet yang berisi tentang informasi hak dan kewajiban peserta tidak sebanding dengan jumlah peserta pada tahun 2014 (36.000 leaflet : 21.627.819 peserta) artinya kurang lebih satu leaflet untuk 600 peserta. Salah satu akibatnya banyak masyarakat tidak memahami manfaat yang bisa didapatkan sebagai peserta serta mekanisme penanganan keluhan yang diselenggarakan BPJS Kesehatan dan Faskes yang bekerjasama.
Dari 20 peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Semarang dan Kota Semarang seluruhnya (100%) pada saat mendaftar tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat kepesertaan dan bagaimana mekanisme penanganan keluhan jika tidak puas dengan pelayanan BPJS Kesehatan maupun Faskes yang bekerjasama. Sebagaimana umumnya peser- ta asuransi, maka kesepakatan hak dan kewajiban antara dua pihak (penyelenggara asuransi dan peserta), harus dilakukan di awal pendaftaran peserta. Penyelenggara asuransi harus menjelaskan secara lengkap tentang hak dan kewajiban peserta dan perusahaan serta konsekuensi atas pelanggarannya. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai badan pengelola Jaminan Kesehatan Nasional harus melakukan hal serupa. Tahun 2019, BPJS kesehatan ditargetkan dapat mewujudkan universal coverage. Sehingga, BPJS Kesehatan dituntut mampu mem- bagun kepercayaan, kesadaran dan kerelaan seluruh masyarakat menjadi peserta.
Dari 20 peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Semarang dan Kota Semarang seluruhnya (100%) pada saat mendaftar tidak mendapatkan penjelasan tentang manfaat kepesertaan dan bagaimana mekanisme penanganan keluhan jika tidak puas dengan pelayanan BPJS Kesehatan maupun Faskes yang bekerjasama. Sebagaimana umumnya peserta asuransi, maka kesepakatan hak dan kewajiban antara dua pihak (penyelenggara asuransi dan peserta), harus dilaku- kan di awal pendaftaran peserta. Penyelenggara asuransi harus menjelaskan secara lengkap tentang hak dan kewa- jiban peserta dan perusahaan serta konsekuensi atas pelanggarannya. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai badan pengelola Jaminan Kesehatan Nasional harus melakukan hal serupa. Tahun 2019, BPJS kesehatan ditargetkan dapat mewujudkan universal coverage. Sehingga, BPJS Kesehatan dituntut mampu membagun kepercayaan, kesadaran dan kerelaan seluruh masyarakat menjadi peserta.
Dari 20 peserta BPJS Kesehatan yang diwawancarai menyampaikan alasannya menjadi peserta karena terpaksa. Mas- yarakat tidak mampu membayar premi asuransi swasta karena mahal, sedangkan BPJS dianggap lebih murah. Peserta memilih BPJS bukan karena paham benar manfaatnya dan sepakat dengan hak dan kewajibannya, tetapi lebih karena tidak ada pilihan lain. Peserta pun tidak cukup berdaya karena tidak ada ruang berpartisipasi untuk menyampaikan usulan kebijakan pelayanan kecuali dengan pengaduan melalui internet dan call center yang telah disediakan BPJS Kesehatan.
TELAAH KRITIS
LATAR BELAKANG
Selama ini tidak pernah ada sosialisasi kepada Peserta BPJS tentang tim monev penyelenggaran pelayanan JKN tingkat pusat yang di tetapkan oleh Menteri Kesehatan, dan tim monev penyelenggaraan pelayanan JKN di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota yang ditetapkan dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Peserta tidak pernah tahu bahwa sebenarnya mereka dapat meneruskan keluhan jika tidak puas atas penanganan yang dilakukan Faskes maupun BPJS Kesehatan. Peserta hanya mendapatkan sosialisasi tentang nomor call center dan alamat portal web BPJS Kesehatan untuk menyampaikan pengaduan dan belum pernah mengetahui bagaimana mekanisme penanganan pengaduan.
Selain call center dan internet, seharusnya disediakan cara lain agar seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, marjinal dan atau difabel dapat menyampaikan keluhan secara mudah, murah dan cepat. Dari hasil penenlusuran regulasi terkait BPJS Kesehatan, belum ditemukan regulasi tentang Standar Prosedur Operasional (SPO) mekanisme menyampaikan pengaduan dan penanganannya.
Laporan Hasil Kajian Sistem, pengelolaan dana kapitasi pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik pemer- intah daerah, Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Komite Pemberantasan Korupsi, tahun 2014 juga merekomen- dasikan BPJS Kesehatan di tiap daerah membangun saluran pengaduan masyarakat terkait pelayanan di FKTP dan mensosialisasikannya. Perlu diperhatikan, saluran yang dimaksud tidak hanya cara menyampaikan keluhan namun juga mekanisme penangananya termasuk mekanisme komunikasi antara masyarakat yang mengadu dan petugas yang menanganinya sehingga masyarakat mengetahui adanya perbaikan pelayanan atau sebaliknya. Tidak semua peserta BPJS Kesehatan berani menyampaikan keluhan dan mengawalnya sampai terjadi perbaikan pelayanan se- bagaimana diharapkan. Mekanisme penanganan keluhan yang dibuat atau dibangun secara ideal sekalipun tidak akan efektif jika masyarakatnya enggan dan atau tidak berani mengadu atas ketidakpuasan layanan. Sehingga peny- aluran keluhan melalui mekanisme eksternal menjadi salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan.
Asosiasi peserta BPJS Kesehatan dapat menjadi saluran alternatif penyampaian keluhan yang kemudian diteruskan kepada yang berwenang, serta mengawal penangan keluhan tersebut sampai terjadi perbaikan pelayanan. Peserta BPJS Kesehatan berhak untuk berkumpul dan mengorganisir diri dalam asosiasi peserta. Fungsinya untuk menyam- paikan pendapat secara kolektif bagi perbaikan pelayanan. Peserta/pengguna layanan/konsumen BPJS Kesehatan selayaknya mendapatkan ruang partisipasi berupa kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya bagi peningka- tan kulaitas layanan.
Tidak hanya melalui mekanisme pengelolaan keluhan, ruang partisipasi yang diharapkan adalah adanya forum-fo- rum peserta untuk menyampaikan aspirasi ketika BPJS Kesehatan akan menetapkan kebijakan pelayanan. Selain itu, keberadaan Asosiasi Peserta BPJS juga akan sangat membantu tim monev untuk menjalankan tugasnya yaitu mem- berikan masukan untuk monitoring, memberikan masukan untuk rekomendasi dalam evaluasi serta mengawal imple- mentasi hasil evaluasi. Sehingga pelayanan yang memperhatikan mutu pelayanan dengan berorientasi pada aspek keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien dan efisiensi biaya akan terus dapat diwujudkan.
Penyusunan Standar Prosedur Operasional (SPO) Penanganan Keluhan
Sebagaimana UU no. 24 Tahun 2011 tentang BPJS Kesehatan pasal 48 menyebutkan bahwa untuk penyelesaian pen- gaduan BPJS Kesehatan wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan peserta.
Standar Prosedur Operasional (SPO) penanganan keluhan atas pelayanan Fasilitas Kesehatan (Faskes) dan BPJS Kes- ehatan diperlukan agar ada kejelasan prosedur teknis yang harus dijalankan oleh masyarakat yang akan menyam- paikan keluhan. Begitu pula dengan Faskes dan BPJS Kesehatan mendapatkan kejelasan prosedur menangani keluhan dan memperbaiki pelayanan sesuai harapan masyarakat.
Sosialisasi Manfaat Kepesertaan dan Mekanisme Penanganan Keluhan
Sosialisasi manfaat kepesertaan dan mekanisme penanganan keluhan seharusnya dilakukan sejak peserta mendaft- ar. Dapat dilakukan melalui pembagian buku saku atau leaflet yang dibagikan kepada seluruh pendaftar. Hal itu dapat mencegah peserta menuntut lebih atau diperlakukan tidak semestinya oleh Faskes. Sesuai dengan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pasal 13 menyebutkan bahwa BPJS berkewajiban untuk memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya. Peraturan BPJS No. 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan pasal 25 menyebutkan bahwa peserta berhak mendapatkan informasi tentang pelayanan kesehatan. Sosialisasi hak dan kewajiban peserta akan mendorong partisipasi masyarakat untuk berkontri- busi dalam perbaikan pelayanan melalui penyampaian keluhan.
Revisi Regulasi tentang JKN (Perpres No 12 Tahun 2013) untuk Mengakomodir Eksistensi Perserikatan Peserta BPJS Peserta BPJS Kesehatan berhak untuk berkumpul, berserikat dan menyampaikan pendapat. Serikat peserta BPJS Kese- hatan adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk peserta BPJS, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri,
ALTERNATIF KEBIJAKAN
“Saya dipaksa naik kelas oleh RS swasta di Semarang ketika istri saya melahirkan cessar. Sebenarnya saya peserta BPJS kelas II dan dipaksa naik kelas I dengan alasan agar istri saya mendapa- tkan tidakan yang semestinya. Bayi yang dilahirkan pun seluruh perawatannya tidak ditanggung bersama biaya persalinan. Se- hingga saya harus membayar seluruh biaya perawatan bayi.
Hal ini janggal menurut saya karena mana ada bayi baru saja lahir sudah punya asuransi??? Ketika saya mengeluh pada petu- gas BPJS di RS tersebut, mereka menyuruh saya untuk turuti saja aturan RS,” tukas Bapak Nugroho.
Perbandingan antara Mekanisme Penanganan Keluhan dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Usulan Pengembangannya
Lampiran BAB VII Monitoring, Evaluasi dan Penanganan Keluhan Belum menyebutkan kewajiban BPJS Kesehatan untuk menetapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) mekanisme keluhan. Peraturan ini hanya menyebutkan penyelesaian keluhan secara berjenjang :
Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No 28 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Usulan Pengembangan Mekanisme Penanganan Keluhan
Apabila peserta memiliki keluhan terhadap pelayanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, peserta dapat mengajukan pengaduan kepa- da Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Keseha- tan. Jika penanganan keluhan tidak dapat diselesaikan, maka dapat diteruskan ke jenjang selanjutnya (melalui tim monev ka- bupaten/kota, tim monev provinsi, tim monev pusat, dan Men- teri Kesehatan).
Apabila peserta memiliki keluhan terhadap pelayanan yang diberikan BPJS Kesehatan, maka dapat menyampaikan pen- gaduan kepada BPJS Kesehatan setempat. Jika penanganan keluhan tidak dapat diselesaikan, maka dapat diteruskan ke jenjang selanjutnya (melalui tim monev kabupaten/kota, tim monev provinsi, tim monev pusat, dan Menteri Kesehatan).
Apabila terjadi permasalahan antara BPJS Kesehatan dengan Fasilitas Kesehatan atau antara BPJS Kesehatan dengan Aso- siasi Fasilitas Kesehatan maka sebaiknya diselesaikan secara musyawarah oleh para pihak. Jika penanganan keluhan tidak dapat diselesaikan, maka dapat diteruskan ke jenjang selanjut- nya (melalui tim monev kabupaten/kota, tim monev provinsi, tim monev pusat, dan Menteri Kesehatan).
Sarana yang digunakan untuk menyampaikan pengaduan ha- rus mudah di akses oleh semua lapisan masyarakat
Petugas penerima pengaduan Mekanisme merespon pengaduan
Mekanise konfirmasi kepada pengadu setelah ada respon atas pengaduan
Pemantauan dan evaluasi penanganan pengaduan Dokumentasi dan statistik pengelolaan pengaduan
Perlunya payung hukum untuk kewajiban penyusunan SPO secara partisipatif khusus bagi BPJS Kesehatan.
Standar Prosedur Operasional (SPO) Penangnan Keluhan harus memuat :
Perbandingan antara Hak dan Kewajiban Peserta dalam Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan dan Usulan Assosiasi Peserta Jaminan Kesehatan Perpres No 12 Tahun 2013 tentang Jaminan
Kesehatan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ketentuan Umum
Belum memuat ketentuan/definisi tentang partisipasi peserta
Bab II Peserta dan Kepesertaan
Belum menyebutkan tentang hak peserta untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat
Bab X Penanganan Keluhan
Bentuk partisipasi peserta hanya melalui pen- gaduan dan tidak disebutkan secara spesifik bahwa pengaduan dapat dilakukan secara perorangan dan berkelompok
Ditambahkan satu pasal tentang hak peserta untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat serta ketentuannya
Bentuk partisipasi tidak hanya melalui me- kanisme pengaduan namun juga melalui pel- ibatan dalam forum yang merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan. Partisipa- si dalam proses pengambilan keputusan meli- batkan peserta melaui perwakilan dari asosiasi peserta
Partisipasi peserta didefinisikan dalam ketentu- an umum : keterlibatan dalam proses pengam- bilan keputusan yang berdampak langsung pada peserta
Bab VI Peran Serta Masyarakat Pasal 39
Peran serta masyarakat dalam penye- lenggaraan pelayanan pubik dimulai sejak penyusunan standar pelayanan hingga evaluasi dan pemberian peng- hargaan
Peran serta yang dimaksud diwujudkan dalam bentuk kerjasama, pemenuhan hak dan kewajian masyarakat, serta peran aktif dalam kebijakan penyusu- nan pelayanan publik
Masyarakat dapat membentuk lemba- ga pengawasan pelayanan publik Usulan Pembentukan Asosiasi Peserta BPJS UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan-
Publik
Disclaimer
PATTIRO adalah organisasi non profit yang mendorong terwu- judnya tata pemerintahan lokal yang baik, transparan, dan adil bagi kesejahteraan sosial masyarakat. PATTIRO, yang didirikan pada 17 April 1999 di Jakarta, bergerak di bidang riset dan advokasi dengan fokus pada isu local governance, terutama desentralisasi.
Saat ini, kami telah bekerja di 17 provinsi dan 70 kabupaten/
kota di Indonesia melalui riset, bantuan teknis kepada pe- merintah daerah, pendampingan masyarakat dan advoka- si kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mereformasi kebijakan, memperbaiki pelayanan publik dan memperbaiki pengelolaan anggaran publik. Fokus Area PAT- TIRO terdiri dari: akuntabilitas sosial untuk pelayanan publik (social accountability for public service); keuangan publik (public finance); dan transparansi (transparency).
Pada 2011, 2012, dan 2013, PATTIRO telah meraih penghar- gaan sebagai lembaga think tank untuk riset dan advokasi kebijakan Top 30 Good Governance and Transparency Think Tank in the World oleh University of Pennsylvania, USA.
Penelitian ini terlaksana dengan dukungan dari Rakyat Amerika melalui Badan Pemba- ngunan Internasional Amerika Serikat (USAID)/ Program Representasi. Konten dari policy brief ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari PATTIRO dan tidak mencermikan pandangan dari USAID atau pemerintah Amerika Serikat.
PROFIL
Office
Jalan Mawar, Komplek Kejaksaan Agung Blok G 35, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520, Indonesia.
Telepon: 021 - 7801314. Fax: 021 - 782 3800.
Email: [email protected] Website: www.pattiro.org
Twitter: @InfoPattiro Facebook: @ PATTIROIndonesia