• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SALINITAS PADA AIR LAUT (PAITON DAN GRESIK) TERHADAP LAJU KOROSI PIPA API TEMBAGA (Cu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SALINITAS PADA AIR LAUT (PAITON DAN GRESIK) TERHADAP LAJU KOROSI PIPA API TEMBAGA (Cu)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

53

PENGARUH SALINITAS PADA AIR LAUT (PAITON DAN GRESIK) TERHADAP LAJU

KOROSI PIPA API TEMBAGA (Cu)

Taufik Hidayatullah Mawardi

S1 Teknik Mesin Manufaktur, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya e-mail: taufikmawardi@mhs.unesa.ac.id

Dwi Heru Sutjahjo

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya e-mail: dwiheru@unesa.ac.id

Abstrak

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas lautan yang sangat besar. Kita dapat memanfaatkan air laut untuk pembangkit listrik tenaga uap. Dalam prosesnya PLTU memerlukan Boiler atau ketel uap. Boiler adalah suatu bejana/wadah yang di dalamnya berisi air atau fluida lain untuk dipanaskan. Dalam sejarah tercatat berbagai macam jenis material digunakan sebagai bahan pembuatan boiler seperti tembaga (Cu), kuningan, dan besi cor.Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen di laboratorium bahan bakar dan pengujian material dilakukan di laboratorium terpadu Universitas Negeri Malang dengan menggunakan pipa tembaga dengan ukuran panjang = 50 mm, lebar = 12 mm, tinggi = 2 mm, menggunakan metode kehilangan berat sesuai ASTM G31 – 72 dengan menggunakan air laut Gresik dan Paiton, waktu 6, 12, 18 dan 24 jam dan temperatur spesimen 100 0C. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif yaitu menggambarkan hasil penelitian dalam bentuk tabel dan grafik, dan deskriptif kualitatif dengan foto mikro.Hasil penelitian menunjukkan laju korosi terbesar pada air laut Gresik dengan salinitas 30‰ dan variasi waktu 18 jam sebesar 0,2617 mmpy, laju korosi terkecil pada variasi waktu 6 jam sebesar 0,2187 mmpy. Sedangkan Air laut Paiton mengalami laju korosi lebih rendah, dengan salinitas 27‰ variasi waktu 18 jam sebesar 0.2357 dan laju korosi terkecil pada variasi waktu 6 jam sebesar 0,1875 mmpy.

Kata Kunci : Laju Korosi, Pipa Tembaga (Cu), Salinitas Air Laut, Abstract

Indonesia is one of the countries that has a vast ocean area. We can use sea water for steam power plants. In the process PLTU requires Boiler. The boiler is a vessel in which it contains water or other fluid to be heated. In recorded history various types of materials are used as boiler making materials such as copper (Cu), brass, and cast iron.This research was conducted by experimental method in laboratory of fuel and material testing conducted in integrated laboratory of State University of Malang by using copper pipe with length = 50 mm, width = 12 mm, height = 2 mm, using weight loss method ASTM G31 - 72 using seawater Gresik and Paiton, time 6, 12, 18 and 24 hours and 1000C specimen temperature. Data analysis technique used in this research is quantitative descriptive that describes the results of research in the form of tables and graphs, and descriptive qualitative with micro photos. The results showed the largest corrosion rate in Gresik seawater with salinity 30 ‰ and variation of time 18 hours amounted to 0.2617 mmpy, the smallest corrosion rate at 6 hours variation of 0.2187 mmpy. While Paiton sea water experienced a lower corrosion rate, with salinity of 27 ‰ 18 hour variation of 0.2357 and the smallest corrosion rate at 6 hours variation of 0.1875 mmpy.

Keywords: Corrosion Rate, Copper Pipes (Cu), Sea Water Salinity

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki luas lautan yang sangat besar. Dua per tiga wilayah Negara Indonesia dikelilingi oleh perairan, sehingga dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Dengan semakin majunya teknologi, kita dapat memanfaatkan air laut untuk pembangkit listrik tenaga uap. Dalam hal ini kita menyebutnya PLTU atau pembangkit listrik tenaga uap. PLTU adalah pembangkit listrik yang mengubah energi kinetik uap menjadi energi

listrik. PLTU membutuhkan panas yang cukup untuk menghasilkan uap yang dapat memutar turbin sehingga menghasilkan listrik. Sehingga secara prinsip, PLTU adalah alat yang diciptakan dengan memanfaatkan air yang dipanaskan sehingga berubah menjadi uap untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan energi. Jika air dikonversi menjadi uap dalam wadah tertutup maka akan menghasilkan peningkatan tekanan. Sebaliknya, uap yang dikondensasi akan menghasilkan penurunan tekanan. Teori inilah yang akan dikembangkan lagi.

(2)

Dalam prosesnya PLTU memerlukan Boiler atau ketel uap. Boiler adalah suatu bejana/wadah yang di dalamnya berisi air atau fluida lain untuk dipanaskan. Dalam hal ini, air laut sebagai fluida yang dipanaskan. Sebelum digunakan, air laut harus dihilangkan kadar garamnya atau disebut proses disalinasi. Disalinasi adalah proses pemurnian atau pengurangan garam terlarut di dalam air menjadi air tawar dengan konsentrasi garam terlarut di bawah 1000 ppm (Geni Rina Sunaryo, 1999). Salah satu proses disalinasi adalah Multistage Flash Distillation System. Sistem ini merupakan pengembangan dari sistem distilasi biasa, yaitu air laut dipanaskan untuk menguapkan air laut dan kemudian uap air yang dihasilkan dikondensasi untuk memperoleh air tawar yang ditampung di tempat terpisah sebagai hasil dari proses distilasi dan dikenal sebagai air distilasi, seperti gambar berikut.

Pada sistem distilasi bertingkat (Multistage Flash Distillation System), air laut dipanaskan berulang-ulang pada setiap tingkat distilasi dimana tekanan pada tingkat sebelumnya dibuat lebih rendah dari tingkat berikutnya. Setelah melalui proses disalinasi, barulah air dapat digunakan sebagai fluida dalam boiler. Energi panas dari fluida tersebut selanjutnya digunakan untuk berbagai macam keperluan, seperti untuk turbin uap, pemanas ruangan, mesin uap, dan lain sebagainya.

Bejana bertekanan pada boiler umumnya menggunakan bahan baja dengan spesifikasi tertentu yang telah ditentukan dalam standard ASME (The ASME Code Boilers), terutama untuk penggunaan boiler pada industri-industri besar. Dalam sejarah tercatat berbagai macam jenis material digunakan sebagai bahan pembuatan boiler seperti tembaga (cu), kuningan, dan besi cor. Sama seperti sifat benda-benda lainnya, yaitu dapat mengalami kerusakan. Logam juga dapat mengalami kerusakan seperti patah karena tegangan yang melebihi ambang batas kekuatan material, berubahnya bentuk logam karena menerima suhu yang tinggi, dan hancur karena terkorosi. Pada perkembangan selanjutnya muncul desain baru boiler yakni boiler pipa-api. Boiler ini terdapat 2 bagian di dalamnya, yaitu sisi tube/pipa dan sisi barrel/tong. Pada sisi barrel berisi fluida/air, sedangkan sisi pipa merupakan tempat terjadinya pembakaran.

Analisis yang dilakukan (J.H. Zheng JP. Huyberechts W.F. Bogaerts J. Hubrecht , 06 :2006) tingkat korosi yang cukup rendah untuk tembaga pada suhu di bawah 200 ° C, bahkan di perairan dengan oksigen, namun tingkat korosi cenderung meningkat tajam pada suhu yang lebih tinggi. Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui laju korosi pada tembaga (Cu) yang digunakan pada boiler pipa api. Menggunakan

variasi waktu perendaman, perbedaan salinitas dan temperatur konstan 1000C pada spesimen.

Pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui laju korosi pada pipa tembaga (Cu) yang digunakan pada tube heat exchanger boiler. Menggunakan variasi waktu, temperatur konstan 100°C, dan salinitas air laut.

METODE

Rancangan Penelitian

Gambar 1. Rancang Penelitian Variabel Penelitian

Variabel Bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahanya, atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah:

 Salinitas air laut Gresik dan Paiton.  Waktu perendaman 6, 12, 18 dan 24 jam

Perendaman pipa api dengan temperature air laut Gresik

100°C

Penimbangan berat akhir

Analisa hasil dan pembahasan

Simpulan dan Saran

Selesai

Rumusan masalah Studi pustaka Survei

pendahuluan

Merumuskan tujuan

Persiapan alat dan bahan

Pembuatan sampel

Penimbangan berat awal sampel Mulai

Perendaman pipa api dengan temperature air laut Paiton

100°C

(3)

55 Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang di pengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah laju korosi pada material tembaga (Cu)

Variabel Kontrol

Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau di buat konstan sehingga pengaruh variabel bebas terhadap terikat tidak di pengaruhi faktor luar yang tidak di teliti. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel kontrol adalah :

 Jenis logam yaitu tembaga (Cu).  Berat awal logam tembaga (Cu)..  Volume air laut.

Bahan, Peralatan dan Instrumen Penelitian Bahan Penelitian

 Tembaga (Cu) dengan dimensi panjang dan berat.

 Air laut dari dua lokasi yang berbeda di ambil dari daerah Pelabuhan PJB Gresik di Kab.Gresik, dan Paiton di Kab. Probolinggo

 Aquades.

 Alkohol 70 %

 Kain woll

Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain:

 Bak/ wadah air laut

 Mikroskop perbesaran

Instrumen

 Timbangan Analitik

 pH Meter

 TDS (

Total Dissolved Solids

) Meter

Refractometer

 Mikrometer SekruP

Thermocontrol Prosedur Penelitian

Berikut ini adalah prosedur penelitian laju korosi pada tembaga (Cu) sebagai tube heat exchanger boiler :  Persiapkan alat dan bahan untuk proses pengujian.  Proses pembersihan awal sampel menggunakan kertas

abrasi 400 grid, dilanjutkan 500 grid, 800 grid, 4000 grid dan 5000 grid kemudian dibasuh dengan aquades setelah itu dibasuh kembali menggunakan alcohol 70%.

 Dilakukan foto mikro pada sampel sebelum proses perendam dengan perbesaran 1000× untuk

memperjelas dan mendukung gambaran mengenai bentuk terjadinya korosi

 Menimbang berat awal sampel dengan timbangan analitik.

 Mengukur masing-masing media air laut menggunakan pH meter, TDS meter, Refractometer.  Proses perendaman dengan media air laut dengan

temperature konstan 100°C

 Mengangkat sampel setelah uji rendam, selanjutnya dilakukan proses pebersihan sampel dengan cara membasuh sampel menggunakan aquades dilanjutkan dengan alkohol 70% kemudian sampel dikeringkan.  Menimbang sampel setelah uji rendam untuk

mengetahui berat akhir sampel setelah uji rendam.  Dilakukan foto mikro pada sampel dengan perbesaran

1000× untuk memperjelas dan mendukung gambaran mengenai bentuk terjadinya korosi.

 Dilakukan perhitungan laju korosi menggunakan metode weight loss.

Teknik Analisa Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai realita yang diperoleh selama pengujian. Data hasil penelitian yang diperoleh dimasukkan dalam tabel dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Selanjutnya dideskripsikan dengan kalimat sederhana sehingga mudah dipahami pembaca.

Teknik Penyajian Data

Teknik penyajian data dalam penelitian ini berupa tabel, dan untuk memperjelas tabel maka disajikan dalam bentuk grafik dengan penjelasan secara distributif HASIL DAN PEMBAHASAN

Laju Korosi

Berdasarkan dari data hasil penelitian yang dilakukan yaitu direndam menggunakan media air laut Surabaya, Gresik, dan lamongan kemudian diputarnya sampel dengan waktu perendaman selama 6, 12, 18 dan 24 Jam dan temperatur konstan 100°C. Dilakukan perhitungan laju korosi dengan metode weight loss dengan rumus sebagai berikut :

Dimana :

W = Kehilangan berat (gram) K = Konstanta (8,76×104 mm/y) D = Densitas benda uji (gram/cm3) A = Luas permukaan sampel (cm2) T = Waktu perendaman (jam)

(4)

Berikut adalah hasil dari pengujian air laut, hasil laju korosi untuk variasi media air laut Paiton dan Gresik, dan hasil foto mikro sebelum dan sesudah uji rendam :

 Air laut Gresik

Tabel 1. Hasil Pengujian Air Laut Paiton

Gambar 1. Grafik Laju Korosi Air Laut Gresik

Gambar 1 (a) Foto Mikro Sampel Sebelum Diuji Rendam. (b) Foto Mikro Sampel Setelah Uji Rendam

Air Laut Gresik selama 6 jam (c) 18 jam (d) 24 jam Gambar 1 menunjukan permukaan sampel sebelum dan setelah dilakukan uji rendam dengan media air laut Gresik, lama perendaman 6 jam yang awalnya terlihat rata dengan perbesaran 1000× pada gambar 1 (a)

setelah diamati menggunakan fotomikro yang sama perbesarannya nampak produk korosi, seperti ditunjukan pada gambar 1 (b) terdapat porositas dan lubang-lubang kecil pada bagian permukaan sampel namun masih sangat sedikit.

Pada gambar 1 (c) lubang lubang yang semula kecil , sudah nampak semakin banyak dan besar. Dapat dilihat juga ada produk korosi yang mulai menempel meskipun jumlahnya masih sedikit. Untuk gambar 1 (d) dapat dilihat lubang lubang yang semula banyak , kini mulai tertutup oleh produk korosi. Untuk hasil pengujian TDS , lama waktu perendaman 24 jam memiliki nilai yang terbesar yaitu 896.

 Air laut Paiton

Tabel 2. Hasil Pengujian Air Laut Paiton

Gambar 2. Grafik Laju Korosi Air Laut Paiton

Gambar 2 (a) Foto Mikro Sampel Sebelum Diuji Rendam. (b) Foto Mikro Sampel Setelah Uji Rendam

(5)

57 Dengan Media Air Laut Paiton selama 6 jam (c) 18 jam

(d)24 jam

Gambar 2 menunjukan permukaan sampel sebelum dan setelah dilakukan uji rendam dengan media air laut Paiton dengan perlakuan yang sama seperti gambar 1 yang awalnya terlihat rata gambar 2 (a) setelah diamati menggunakan fotomikro dengan perbesaran 1000× nampak produk korosi, seperti pada gambar 2 (b) terdapat porositas dan lubang-lubang kecil pada bagian permukaan sampel namun masih sangat sedikit.

Pada gambar 1 (c) lubang lubang yang semula kecil, sudah nampak semakin banyak dan besar. Dapat dilihat juga ada produk korosi yang mulai menempel meskipun jumlahnya masih sedikit. Untuk gambar 2 (d) dapat dilihat lubang lubang yang semula banyak , kini mulai tertutup oleh produk korosi. Untuk hasil pengujian TDS , lama waktu perendaman 24 jam memiliki nilai yang terbesar yaitu 866 tetapi masih lebih sedikit jika dibandingkan air laut Gresik.

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari uji korosi dengan variasi media perendaman air laut menggunakan air laut dari Gresik dan Paiton dengan lama perendaman 6, 12,18 dan 24 jam, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :  Semakin tinggi kadar salinitas yang terlarut dalam

air semakin besar pula laju korosinya. Pada media air laut Gresik dengan salinitas 57‰ nilai laju korosinya sebesar 0,2187 mm/y. Pada Salinitas 83‰ nilai laju korosinya meningkat yaitu menjadi sebesar 0,2617 mmp/y. Sedangkan pada media air laut Paiton dengan salinitas 52 ‰ nilai laju korosinya sebesar 0,1875 mm/y. Pada Salinitas 79‰ nilai laju korosinya meningkat yaitu menjadi sebesar 0,2357 mmp/y

 Pengaruh lama waktu yang digunakan adalah 6, 12, 18 dan 24 jam. Semakin lama waktu proses perendaman didalam air laut maka laju korosi semakin meningkat, dan dapat berkurang laju korosinya saat lapisan pasivasi telah terbentuk. Pasivasi adalah pembentukan film pasif pada permukaan logam yang dapat melindungi logam dari korosi.Salah satu contohnya adalah produk korosi itu sendiri yang muali menempel pada permukaan logam. Keadaan basa juga dapat menyebabkan pasivasi terbentuk. Salah satu contoh pada media air laut Gresik dengan variasi waktu perendaman 6 jam laju korosi sebesar 0,2187 mm/y. Kemudian laju korosi meningkat menjadi 0,2617 mm/y dengan lama waktu perendaman 18

jam. Akan tetapi pada waktu 24 jam laju korosi berkurang menjadi 0,2324 mm/y. Dari hasil pengujian tersebut bisa dikatakan laju korosi yang semula meningkat dapat menurun pada saat spesimen mulai membentuk produk korosi atau lapisan pasivasi.

Saran

 Untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan variasi waktu, dan media air laut yang diambil dari tempat lain sehingga dapat diketahui ketahanan dari suatu material terhadap korosi

 Pipa Tembaga merupakan material yang banyak digunakan sebagai pipa api dalam boiler pipa api. Oleh karena itu, pada penelitian selanjutnya diharapkan untuk meneliti laju korosi pada material lain agar dapat membandingkan material mana yang memiliki ketahanan korosi paling baik untuk pipa api dalam boiler pipa api.

DAFTAR PUSTAKA

Adrian Dwilaksono, Heri Supomo, Triwilaswandio , 2013. Analisis Pengaruh Salinitas dan Temperatur Air Laut pada Wet Underwater Welding terhadap Laju Korosi

A.P Bayuseno, Erizal Dwi Handoko , 2012. Analisis Korosi Pada Baja Karbon Rendah Akibat Pengaruh Aliran Air Laut

ASTM Internasional. 2004. ASTM G37-72: Standart Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of Metal. United State.

Emel Seran. 2010. Tembaga Tambang Sifat Dan Kegunaan.

https://wanibesak.wordpress.com/2010/11/07/te

mbaga-tambang-sifat-dan-kegunaan/ diakses

tanggal 15 Juli 2017

Fontana, Mars G. 1986. Corrosion Engineering. Third Edition. New York: McGraw-Hill.

Geni Rina Sunaryo, 1999. Perancangan Sistim Pemurnian Air Laut Menjadi Air Tawar Berdasarkan Metoda Desalinasi Multistage Flash Distillation (MSF). Serpong.

Hakim, A.R., 2012, Analisa Korosi Atmosfer pada Material Baja Karbon-Sedang di Kota Semarang, eprints.undip.ac.id, diunduh pada tanggal 23 Juli 2017.

J.H. Zheng JP. Huyberechts W.F. Bogaerts J. Hubrecht, June 2006. Erosion-Corrosion Testing of Cu-Alloys under Incident Heat Flux in

(6)

High-Temperature Water with Oxidizing Water Chemistry

Manual Handbook Volume 13 Corrosion).

Mulianti, 2008. Pengendalian Korosi Pada Ketel Uap Nova, Satria dan Misbah, M. Nurul. 2012. Analisis

Pengaruh Salinitas dan Suhu Air Laut Terhadap Laju Korosi Baja A36 pada Pengelasan SMAW. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Peckner, 1977. Handbook of Stainless Steels. United State.

P. Marcus Maurice,2000: 142. Corrosion Mechanism In Theory and Practice, Third Edition

Tim Penulis. 2014. Pedoman Penulisan Skripsi Program Sarjana Strata Satu (S-1) Universitas Negeri Surabaya. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

Trethwey, K.R dan Chamberlain, J. 1991. Korosi untuk Mahasiswa dan Rekayasawan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Gambar

Gambar 1. Rancang Penelitian  Variabel Penelitian
Tabel 1. Hasil Pengujian Air Laut Paiton

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengamatan dari struktur mikro Al2024-T3 setelah dilakukan perendaman selama 24 jam pada media air laut dan air laut yang ditambahkan inhibitor

Pengujian ini dilakukan dengan mengkorosi material baja ringan dari tiga merk yang berbeda dengan variasi media korosi dari tiga sumber air laut berbeda yaitu pantai

Pengujian untuk mengetahui laju korosi pada baja lunak yang biasa digunakan sebagai pelat kapal laut terhadap air laut dapat pula dilakukan dengan cara diatas.. Tujuan

khususnya korosi dengan temperatur tinggi dengan media larutan garam/air laut agar didapat hasil analisa mengenai jenis-jenis korosi yang terjadi dan kegagalan

Dari data pengujian laju korosi diketahui bahwa pengelasan basah bawah air dengan salinitas 35‰ lebih tinggi di bandingkan dengan pengelasan basah bawah air dengan

laju korosi adalah waktu perendaman sehingga terjadi proses kimia antara baja karbon sedang tersebut dan air laut, dimana baja karbon sedang kehilangan elektronnya yang

pengaruh laju korosi yang terjadi pada baja karbon A53 dalam larutan air laut dengan variasi ekstrak kulit buah maja, mengetahui pengaruh variasi konsentrasi ekstrak kulit

ANALISA LAJU KOROSI HASIL PENGELASAN SMAW PADA BAJA KARBON MENENGAH VARIASI JENIS ELEKTRODA DENGAN MEDIA KOROSI AIR LAUT TUGAS AKHIR Disusun Untuk Memenuhi Syarat Dalam