• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tagih (Mystus nemurus)

Berdasarkan Eschmeyer (1998) dan Kottelat (1996) dalam Supyan (2011) klasifikasi Ikan Tagih sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Subkelas : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Subordo : Siluroidei Famili : Bagridae Genus : Mystus

Spesies : Mystus Nemurus

Nama Sinonim : Hemibagrus nemurus, Macrones nemurus

Nama asing : Asian Redtail Catfish, Green Catfish, River Catfish Nama Umum : Tagih / Baung

Nama Lokal : Tagih (Jawa Timur), Sogo (Jawa Tengah), Sengol (Jawa Barat), Baung (Sumatera)

Bila dilihat secara fisik warna tubuh ikan ini sangat mirip dengan ikan patin, yaitu putih keperakan dengan punggung berwarna kecoklatan. Ada juga jenis-jenis tertentu yang berwarna kehitaman, tetapi yang dominan adalah warna kecoklatan. Seperti umumnya ikan kelompok catfish, morfologi umum dari famili Bagridae adalah tubuh berbentuk memanjang, agak pipih, kepala ikan kasar, sirip lemak dipunggung sama panjang dengan sirip dubur, pinggiran ruang mata bebas, bibir tidak bergerigi yang dapat digerakkan, daun-daun insang terpisah (Supyan 2011)

Seperti pada ikan catfish lainnya, pada rahang ikan tagih terdapat 3-4 pasang sungut peraba yang panjang, mempunyai patil, sirip punggung pendek, dan mempunyai sirip punggung tambahan atau sirip lemak, sirip ekor bercagak dan tidak berhubungan dengan sirip punggung maupun dubur, sirip dubur pendek,

(2)

dan sirip dada mempunyai jari-jari keras yang tajam dan sangat kuat serta bergerigi. Ikan tagih memiliki langit-langit bergerigi, lubang hidung berjauhan, sirip punggung berjari-jari keras dan tajam, tidak memiliki sisik, mulutnya tidak dapat disembulkan, biasanya tulang rahang atas bergerigi, dan memiliki 1-4 pasang sungut, di bagian sirip dadanya terdapat tulang tajam dan bersengat yang berfungsi sebagai patil, yaitu sebagai senjata pembela diri (Supyan 2011)

Ciri yang sangat membedakan ikan tagih dengan ikan catfish lainnya adalah mempunyai 4 sungut peraba dan satu diantaranya lebih panjang yang terletak pada sudut rahang atas dan panjangnya mencapai sirip dubur. Selain itu, ikan ini juga memiliki sirip lemah yang biasa disebut sebagai adiposefin. Sirip lemah ini memiliki panjang yang hampir sama dengan sirip dubur. Sirip punggung mempunyai dua jari-jari keras, sedangkan jari-jari lunaknya ada tujuh buah. Sirip dubur mempunyai 12-13 jari-jari lunak. Sirip perut mempunyai 6 jari-jari lunak dan 2 jari-jari keras yang menjadi patil. Dari segi ukuran, ikan tagih termasuk cukup besar untuk ukuran ikan dari golongan Catfish (Supyan 2011).

2.2 Siklus Hidup dan Penyebaran

Makanan dan kondisi lingkungan menjadi faktor penting dalam proses pertumbuhan dan reproduksi. Apabila makanan mencukupi dan kondisi lingkungan baik, maka keberlangsungan hidup suatu sumberdaya dapat berjalan dengan baik. Saat ini, lingkungan perairan terus menerus mendapat tekanan dari adanya kegiatan manusia yang menimbulkan pencemaran cukup tinggi sehingga membuat kondisi ikan menjadi terganggu (Effendie 2002).

Ikan tagih mengalami enam fase kehidupan dimulai dari telur, larva, benih, konsumsi, calon induk dan induk. Masa kematangan gonad jantan dan betina ikan tagih berbeda. Ikan jantan lebih cepat matang gonad dari ikan betina, dan mulai matang pada umur 10 bulan dengan ukuran 100 gram. Sedangkan betina mulai matang gonad pada umur 12 bulan dengan ukuran yang sama. Ikan ini dapat hidup pada ketinggian sampai 1.000 m di atas permukaan laut, kandungan oksigen minimal 4 ppm, dan air yang tidak terlalu keruh dengan kecerahan pada pengukuran alat secchi disk. Ikan tagih tergolong ke dalam

(3)

benthopelagic, dan hidup di perairan tawar dan payau dengan kisaran pH 7 - 8,2 dan suhu 240C – 270C (Supyan 2011).

Ikan Tagih suka menggerombol di dasar perairan dan membuat sarang berupa lubang di dasar perairan yang lunak dengan aliran air yang tenang. Ikan tagih menyukai tempat-tempat yang tersembunyi dan tidak aktif keluar sarang sebelum hari petang. Setelah hari gelap, ikan tagih akan keluar dengan cepat untuk mencari mangsa, tetapi tetap berada di sekitar sarang dan segera akan masuk ke sarang bila ada gangguan. Ikan ini banyak ditemukan dengan kondisi perairan yang cukup dangkal (45 cm) dengan kecerahan hampir 100 % (Supyan 2011).

2.3 Logam Berat

Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. Logam berat berdasarkan kebutuhannya dibedakan menjadi logam essensial yaitu logam yang bermanfaat seperti kobalt dalam tubuh makhluk hidup biasanya sebagai vitamin kobalamin, manganese bersama-sama dengan Ca dan P membentuk sistem tulang dan gigi sedangkan Se berperan dalam sistem enzim glutation peroksidase. Sedangkan logam berat non esensial merupakan logam yang keberadaannya dalam tubuh organisme belum diketahui manfaatnya seperti merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal (Pb), kromium (Cr) (Mulyanto 1992). Menurut Palar (2004), logam berat merupakan golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama dengan logam-logam yang lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan masuknya ke dalam tubuh organisme hidup. Logam berat biasanya menimbun efek-efek khusus pada makhluk hidup, bila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan akan menimbulkan pengaruh-pengaruh buruk terhadap fungsi fisiologis tubuh.

(4)

2.4 Logam Berat Merkuri (Hg)

Logam merkuri atau air raksa mempunyai nama kimia hydragyrum yang berarti perak cair. Logam merkuri dilambangkan dengan Hg. Merkuri merupakan salah satu unsur logam transisi dengan golongan IIB dan memiliki nomer atom 80, memiliki bobot atom 200,59 adalah satu-satunya logam yang berbentuk cair. Merkuri merupakan elemen alami oleh karena itu sering mencemari lingkungan. Kebanyakan merkuri yang ditemukan di alam terdapat dalam gabungan dengan elemen lainnya dan jarang ditemukan dalam bentuk elemen terpisah. Merkuri dan komponen-komponen merkuri banyak digunakan oleh manusia untuk berbagai keperluan. Sifa-sifat kimia dan fisik merkuri membuat logam tersebut banyak digunakan untuk keperluan ilmiah dan industri (Nicodemus 2003)

Merkuri (Hg) dilepaskan sebagai uap, yang kemudian mengalami proses kondensasi, sedangkan gas-gas lainnya mungkin terlepas di atmosfer. Adapun bentuk merkuri di alam antara lain (Lu 1995) :

a. Merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg+) dan garam-garamnya seperti merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri oksida (HgO).

b. Merkuri organik atau organomerkuri, terdiri dari aril merkuri yang mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat. Lalu alkil merkuri yang mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang paling beracun seperti metil merkuri, etil merkuri, dan alkosialkil merkuri (R-O-Hg).

Merkuri klorida (HgCl2) termasuk dalam senyawa merkuri anorganik dan

ada dalam bentuk garam Hg yang penggunaannya semakin meluas antara lain digunakan dalam industri elektronik, pembuatan plastik, fungisida, germisida bahkan pernah digunakan sebagai obat cacing. Merkuri klorida dalam sedimen di dasar laut dan sungai akan diubah oleh mikroorganisme menjadi senyawa organik metil merkuri (R–O–Hg) yang tetap akan larut di dalam air. Di perairan, metil merkuri masuk ke tubuh ikan kemudian terakumulasi pada pemangsa alaminya hingga meracuni manusia (Sunu 2001 dalam Dinata 2004).

(5)

2.4.1 Penyebaran Merkuri di Alam

Kadar merkuri yang tinggi pada perairan umumnya diakibatkan oleh buangan industri (industrial wastes) dan akibat sampingan dari penggunaan senyawa-senyawa merkuri di bidang pertanian. Merkuri di lingkungan mengalami siklus biogeokimia, yaitu siklus yang dipengaruhi oleh sifat biologi, geologi, dan kimia yang terdapat di alam. Siklus merkuri di lingkungan merupakan hasil dari aktivitas alami (geothermal) dan aktivitas antropogenik (manusia). Aktivitas-aktivitas tersebut menghasilkan gas merkuri yang dilepaskan ke atmosfer. Ketika di atmosfer, gas merkuri dapat beredar sampai selama satu tahun. Unsur gas merkuri mengalami oksidasi photokimia menjadi merkuri anorganik yang bergabung dengan uap air dan masuk lagi ke permukaan bagi sebagian hujan (Supriharyono 2002)

Palar (2004) menyatakan terdapat empat faktor penting yang menjadi penentu dari daya racun yang ditimbulkan logam berat dalam perairan yaitu :

a. Bentuk logam dalam air apakah logam berbentuk senyawa organik atau anorganik.

b. Keberadaan logam-logam lain apakah logam tersebut sinergentis atau tidak dengan logam lain.

c. Fisiologis organisme, ada organisme tertentu yang mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mentolerir keberadaan logam berat dan ada pula yang tidak.

d. Kondisi biota dengan fase-fase kehidupan yang dilalui oleh biota, pada fase tertentu suatu biota akan sangat sensitive terhadap keadaan sekitar, misalnya pada fase telur.

Palupi (1994) dalam Darmono (2001) merekomendasikan standar konsentrasi logam berat pada air sungai yang dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini.

(6)

Tabel 1. Standar Konsentrasi Logam Pada Air Sungai Yang Direkomendasikan Logam Standar (mg/l) Besi 5,0 Mangan 0,5 Kadmium 0,01 Krom 0,05 Nikel 0,10 Timbal 0,10 Seng 5,0 Merkuri 0,001

Sumber: Palupi (1994) dalam Darmono (2001) 2.4.2 Toksisitas Merkuri Terhadap Organisme

Darmono (1995) dalam Dinata (2004) menyatakan logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh organisme perairan melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan, logam diabsorbsi darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian di distribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam organ hati (detoksifikasi) dan organ ginjal (ekskresi).

Ochiai (1992) dalam Connel dan Miller (1995) telah membagi mekanisme toksisitas ion-ion logam secara umum ke dalam tiga kategori yaitu:

a. Menahan gugus fungsi biologi yang esensial dalam biomolekul (misalnya protein dan enzim).

b. Menggantikan ion logam esensial dalam biomolekul. c. Mengubah konformasi biomolekul.

Merkuri masuk ke dalam tubuh organisme hidup terutama melalui konsumsi pakan karena hampir 90% logam berat (merkuri) masuk ke dalam tubuh melalui jalur makanan. Logam merkuri masuk pada jalur tersebut melalui dua cara, yaitu lewat air dan tanaman (bahan makanan). Sisanya akan masuk secara difusi atau perembesan lewat jaringan dan melalui pernafasan (insang) (Palar 1994).

(7)

Merkuri dikenal mempunyai daya toksik yang beragm. Sunu (2001) dalam Dinata (2004) menjelaskan daya racun dari merkuri adalah sebagai berikut:

a. Kerusakan tubuh yang disebabkan merkuri biasanya bersifat permanen. b. Masing-masing komponen merkuri mempunyai perbedaan karakteristik

seperti daya racunnya, distribusi, akumulasi atau pengumpulan, dan waktu retensinya (penyimpanan) di dalam tubuh.

c. Semua komponen merkuri dalam jumlah cukup akan beracun terhadap tubuh.

Proses akumulasi bahan kimia dalam suatu makhluk hidup perairan digambarkan dalam Gambar 1.

Organisme perairan Konsumsi Alur pencernaan

pakan (Misai) Metabolisme Detoksifikasi Diekskresi Cairan Sirkulatori oleh hati oleh ginjal

Penimbunan dalam lipid

Kesetimbangan Respirasi oleh Urin

dengan air insang

Gambar 1. Diagramatik pola-pola bioakumulasi suatu bahan kimia xenobiotik dalam suatu makhluk hidup perairan (Connel 1995)

Makanan yang telah terkontaminasi merkuri akan dikonsumsi makhluk perairan termasuk ikan dan akan masuk dalam alur pencernaan. Dari alur pencernaan (gastrointestinal) melalui dinding-dindingnya akan menuju ke cairan sirkulatori. Bahan-bahan kimia setelah dari cairan sirkulatori ada yang di metabolisme dan ada yang bertemu dengan kebanyakan jaringan badan dan selanjutnya ditimbun dalam jaringan lemak (Dinata 2004).

Bahan-bahan kimia (senyawa merkuri) dalam cairan sirkulatori akan teroksidasi menjadi Hg2+ dan akan terakumulasi dalam hati. Di hati akan dimetabolisme, merkuri dalam hati akan diinaktifkan oleh enzim-enzim di dalam hati sehingga terjadi biotransformasi zat-zat berbahaya menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemudian diekskresikan oleh ginjal dan mengalami pertukaran.

(8)

Senyawa-senyawa kimia yang disimpan dalam lipid tubuh mengalami sedikit degradasi, tapi dapat di mobilisasi ulang kedalam cairan sirkulatori (Dinata 2004).

Seluruh biota perairan memperoleh pasokan oksigen lewat insang dengan difusi melalui membran bagian luarnya. Permukaan ini permeabel terhadap molekul-molekul oksigen yang membuatnya permeabel terhadap senyawa kimia. Pengambilan oksigen kedalam jaringan-jaringan tubuh melalui permukaan terjadi pada makhluk hidup kecil, seperti jasad renik, namun pada makhluk hidup yang lebih besar termasuk ikan, bahan-bahan kimia mendifusi ke dalam cairan sirkulatori (Connel 1995)

Senyawa-senyawa kimia selain masuk melalui saluran pencernaan, juga bisa masuk melalui saluran pernafasan (insang). Senyawa kimia tersebut akan masuk melalui insang yang langsung bersentuhan dengan lingkungan air. Setelah melewati insang, bahan-bahan kimia termasuk merkuri akan ikut ke dalam sistem pernafasan sampai akhirnya akan menembus sel epitel endothelial kapiler darah untuk masuk ke dalam darah. Selanjutnya akan terikut ke dalam aliran darah dan akhirnya ikut dalam proses metabolisme (Connel 1995).

Palar (1994) menyatakan keberadaan dari suatu toksikan dapat mempengaruhi kerja dari enzim-enzim biologis. Toksikan ini mempunyai kemampuan berikatan dengan enzim, ikatan ini terjadi karena logam berat mempunyai kemampuan untuk menggantikan gugus logam yang berfungsi sebagai co-faktor enzim. Akibat dari terbentuknya ikatan antara substrat enzim dan logam berat akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan dalam sistem fisiologis. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar dari munculnya penyakit sebagai hasil dari keracunan oleh toksikan.

Duffus (1980) menyatakan bahwa sebagian mikroorganisme tidak terpengaruh oleh merkuri dan hasil sampingannya. Bakteri nitrogen dalam tanah akan mendapatkan efek toksik ketika terkena merkuri dengan konsentrasi 100 ppm, sedangkan ikan dapat mengakumulasikan konsentrasi merkuri 3000 kali lebih tinggi dari pada dalam air tempat mereka hidup. Beberapa pengaruh toksisitas logam pada ikan yang telah terpapar logam berat yaitu pada insang, alat pencernaan dan ginjal (Dinata 2004).

(9)

Jumlah merkuri yang terakumulasi pada tubuh ikan tergantung dari ukuran, umur dan kondisi ikan. Distribusi dan akumulasi logam tersebut sangat berbeda-beda untuk organisme air. Hal ini tergantung pada spesies, konsentrasi logam dalam air, pH, fase pertumbuhan dan kemampuan untuk pindah tempat (Darmono 1995). Sanusi (1980) dalam Darmono (2003), mengemukakan bahwa terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh hewan air terjadi karena kecepatan pengambilan merkuri (uptake rate) oleh organisme air lebih cepat dibandingkan dengan proses ekskresi.

Merkuri merupakan logam yang terlibat dalam proses enzimatik, terikat dengan protein (ligan binding). Ikatan merkuri dengan protein jaringan membentuk senyawa metallotionein. Metallotionein merupakan protein aditif yang berperan dalam proses homeostatis organisme dalam mentolelir logam berat. Senyawa-senyawa kimia yang telah berikatan dengan protein dan membentuk metallotionein tersebut yang selanjutnya akan dibawa oleh darah (Darmono 1995).

Senyawa merkuri yang masuk bersama makanan, akan masuk ke dalam alur pencernaan, setelah mengalami absorbsi di usus, senyawa merkuri akan dibawa ke hati oleh vena porta hepatik. Selanjutnya di dalam hati senyawa merkuri mengalami metilasi lambat menjadi Hg2+, kemudian akan masuk ke

dalam darah dan akan teroksidasi sempurna menjadi merkuri bivalensi Hg2+. Bersama peredaran darah, Hg2+yang masuk ke hati akan mengalami metabolisme, terdegradasi dan melepaskan Hg2+ sehingga dapat menghambat enzim proteolitik dan menyebabkan kerusakan sel (Lu 1995).

Merkuri yang masuk ke dalam hati akan terbagi dua yaitu sebagian akan terakumulasi pada hati, sedangkan sebagian lainnya akan menuju ke empedu. Dalam kantong empedu, akan dirombak menjadi senyawa merkuri anorganik yang kemudian akan dikirim lewat darah ke ginjal, dimana sebagian akan terakumulasi pada ginjal dan sebagian lagi dibuang bersama urin (Palar 1994).

Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar dan memiliki multifungsi kompleks. Pada sel hati terdapat banyak retikulum endoplasma kasar dan retikulum endoplasma halus, hal ini menunjukkan bahwa hati mempunyai

(10)

peran dalam metabolisme. Retikulum endoplasma (RE) merupakan tempat sejumlah enzim dalam sel. Enzim yang banyak terdapat dalam retikulum endoplasma adalah Sitokrom P–450 (Lu 1995).

Logam merkuri dapat sampai ke saluran pencernaan selain melalui makanan, juga dapat terjadi melalui air yang mengandung logam merkuri. Setelah melewati sistem pencernaan, logam merkuri masuk ke peredaran darah dan menuju ke organ tubuh secara sistematik. Akumulasi merkuri juga seringkali terdapat di organ pernafasan ikan seperti pada insang (Lu 1995).

Sebagian besar kematian ikan yang disebabkan oleh bahan pencemar terjadi karena kerusakan pada bagian insang dan organ-organ yang berhubungan dengan insang. Karena letaknya di luar dan berhubungan langsung dengan air sebagai media hidupnya, maka organ inilah yang pertama kali mendapat pengaruh apabila lingkungan air tercemar oleh bahan pencemar baik yang terlarut maupun yang tersuspensi (Sandi 1994).

2.5 Organ Hati 2.5.1 Struktur Hati

Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh yang terletak pada bagian sirip perut, dalam rongga peritoneal dan melingkupi viscera. Hati memiliki bentuk seperti huruf U dan berwarna merah kecoklatan. Struktur utama hati adalah sel hati atau hepatosit. Hepatosit (sel parenkim hati) bertanggung jawab terhadap peran sentral hati dalam metabolisme. Sel-sel ini terletak diantara sinusoid yang berisi darah dan saluran empedu (Lu 1995)

Sel kupffer melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting dalam sistem retikuloendotelial tubuh (Lu 1995). Sel kupffer merupakan sistem monosit makrofag dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam darah. Sehingga hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik (Anderson 1995).

Sel hati berbentuk polihedral, dengan enam permukaan atau lebih. Sel hati mempunyai satu sampai dua buah inti bulat, banyak retikulum endoplasma halus dan kasar, serta mempunyai banyak mitokondria yang berbentuk ovoid atau sferis.

(11)

Sel hati berkelompok dalam lempeng-lempeng dan saling berhubungan sedemikian rupa sehingga membentuk bangunan lobulus hati. Di dalam lobulus hati, sel hati tersusun secara radier (Junquiera dan Carneiro 1980).

Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang dinamakan sinusoid. Sinusoid adalah pembuluh darah kapiler yang merupakan percabangan dari vena porta dan arteri hepatika. Tidak seperti kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kupffer (Anderson, 1995). Mikroanatomi hati ikan normal digambarkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Mikroanatomi hati ikan bandeng normal (Alifia dan Djawad 2000) Perbesaran 40 x 10. Pewarnaan : Hematoxylin – Eosin

Keterangan gambar : 1. Vena Sentralis; 2. Hepatosit; 3. Sinusoid

2.5.2 Sirkulasi Darah Pada Hati

Sirkulasi darah pada hati meliputi sistem vena porta dan sistem arteri. Sekitar sepertiga darah yang masuk adalah darah arteri dan sekitar dua per tiga adalah darah dari vena porta. Darah dipasok melalui vena porta dan arteri hepatika, dan disalurkan melalui vena sentral ke vena hepatika kemudian ke vena cava. Aliran darah pada hati mengalir dari perifer ke pusat lobulus, sehingga metabolit-metabolit dan semua zat toksik atau non toksik yang diabsorbsi dari usus mula-mula mencapai sel perifer dan kemudian ke sel–sel tengah lobulus (Junqueira dan Carneiro 1980).

(12)

2.5.3 Fungsi Hati

Organ hati memiliki beberapa fungsi antara lain detoksikasi, yaitu hati berperan sebagai pengubah zat-zat berbahaya menjadi zat-zat yang tidak berbahaya secara biologis yang kemudian diekskresi oleh ginjal. Suatu toksikan dalam hati akan diinaktifkan oleh enzim-anzim di dalam hati, tapi apabila toksikan di berikan secara terus-menerus, kemungkinan toksikan di dalam hati akan menjadi jenuh (enzim tidak mampu mendetoksifikasi toksikan lagi), sehingga terjadi penurunan aktifitas metabolisme dalam hati. Hal ini akan menyebabkan proses detoksifikasi tidak efektif lagi, maka senyawa metabolit akan dapat bereaksi dengan unsur sel dan hal tersebut dapat menyebabkan kematian sel. Fungsi yang lain adalah sebagai penghasil empedu, metabolisme garam dalam empedu, metabolisme karbohidrat (Glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis), sintesis protein, metabolisme dan penyimpanan lemak (Anderson 1995).

2.5.4 Kerusakan Hati

Kerusakan hepatosit menurut Ressang (1984) dapat dibagi menjadi dua yaitu taksohepatik dan trofohepatik. Kerusakan akibat taksopatik disebabkan oleh pengaruh langsung dari agen yang toksik, baik berupa zat kimia maupun kuman. Kerusakan akibat trofohepatik disebabkan adanya kekurangan faktor-faktor penting untuk kehidupan sel seperti oksigen atau zat makanan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Hati sangat rentan terhadap pengaruh berbagai zat kimia dan sering menjadi organ sasaran utama dari efek racun zat kimia. Oleh karena itu, hati merupakan organ tubuh yang paling sering mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan sebagian besar toksikan yang masuk ke dalam tubuh setelah diserap oleh usus halus di bawa ke hati oleh vena porta hati (Lu 1995)

Darmono (1995) menyatakan bahwa melihat fungsi hati tersebut, maka dapat dipahami bahwa hati merupakan organ yang mudah terkena efek toksik senyawa asing. Peristiwa tersebut dapat terjadi dikarenakan:

(13)

1. Senyawa kimia yang diberikan secara oral akan diabsorbsi dari saluran cerna ke dalam hati melalui vena porta dapat meracuni hati

2. Senyawa kimia yang dimetabolisme di dalam hati dieksresikan ke dalam empedu dan kembali lagi ke duodenal

3. Senyawa asing yang dimetabolisme di dalam hati sebagian dilokalisir di dalam hati

Dengan demikian hati merupakan organ yang banyak berhubungan dengan senyawa kimia sehingga mudah terkena efek toksik. Diantara berbagai zat yang masuk ke dalam hati bersama darah, kemungkinan ada zat yang mampu menginduksi kerusakan hati. Zat yang dimaksud antara lain logam berat dan salah satunya logam merkuri (Hg) (Loomis 1978).

Darmono (1995) mengatakan kongesti dan hemoragi atau pendarahan terlihat pada hepatopankreas yang terakumulasi oleh logam berat. Ogura (1959)

dalam Darmono (1995) juga menyatakan bahwa pada crustacea Penaeus

merguiensis, kadmium dan nikel banyak ditemukan dalam sel-sel hepatopankreas. Hal ini didukung dari hasil penelitian Damar (2004) yang menyebutkan bahwa hati ikan yang tercemar logam timbal (Pb), kadmium (Cd), copper (Cu), merkuri (Hg) mengalami kerusakan berupa pembendungan, hemoragi dan degenerasi vakuola.

Degenerasi vakuola atau pembekakan sel merupakan salah satu indikasi terjadinya perlemakan hati, pada keadaan ini sel hati tampak membesar. Perlemakan hati merupakan tahap awal terjadinya kerusakan dalam hati (Robbins dan Kumar 1995). Menurut Ressang (1984) perlemakan yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kerusakan hati yaitu kongesti.

Tingkat kerusakan hati menurut Darmono (1995), dibagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang dan berat. Perlemakan hati termasuk dalam tingkat ringan yang ditandai dengan pembengkakan sel. Tingkat kerusakan sedang yaitu kongesti dan hemoragi, sedangkan tingkat berat adalah kematian sel atau nekrosis. Kerusakan Hati dapat diketahui berdasarkan tingkatan ringan hingga berat berdasarkan metode Ressang (1984) dan Sudiono (2003) sebagai berikut :

(14)

a. Kongesti adalah terjadinya pembendungan darah pada hati yang disebabkan adanya gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat gizi. Pada sel hati, kongesti didahului dengan pembengkakan sel hati dimana sel hati membesar yang mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga aliran darah terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada beberapa tempat b. Hemoragi adalah keluarnya darah dari sirkulasi kardiovaskuler dan

biasanya terdapat kerusakan pada susunan kardiovaskuler tersebut (arteri, vena dan kapiler)

c. Nekrosis adalah terjadinya kematian sel hati. Kematian sel terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5% atau telah terjadi penimbunan lipid dalam hati

d. Atrofi adalah menurunnya ukuran ukuran jaringan yang disebabkan berkurangnya jumlah sel atau ukuran sel

Kerusakan hati akibat logam berat Hg disebabkan aktifitas logam tersebut dalam mempengaruhi kerja enzim/hormon proteolitik (Lu 1995). Merkuri merupakan logam yang terlibat dalam proses enzimatik, terikat dengan protein dan lebih reaktif terhadap ikatan logam dengan sulfur dan nitrogen. Merkuri juga dapat bersenyawa dengan protein jaringan dan tertimbun dalam jaringan, terutama dalam hati dan ginjal (Darmono 1995).

Merkuri bersama ion-ion logam lain akan dapat membentuk ion-ion yang dapat larut dalam lemak. Ion-ion logam yang dapat larut dalam lemak itu mampu untuk melakukan penetrasi pada membran sel sehingga akhirnya ion-ion logam tersebut akan terakumulasi di dalam sel dan organ-organ lain, logam dapat terikat pada protein plasma (Achmad 2004). Keberadaan dari suatu toksikan dapat mempengaruhi kerja dari enzim–enzim biologis. Toksikan ini mempunyai kemampuan berikatan dengan enzim, ikatan ini terjadi karena logam berat mempunyai kemampuan untuk menggantikan gugus logam yang berfungsi sebagai co-faktor enzim (Palar 1994).

(15)

Racun yang masuk ke dalam tubuh, dalam hal ini adalah logam berat akan mengalami proses detoksikasi di dalam hati oleh fungsi hati (hepar). Senyawa toksik akan diubah menjadi senyawa lain yang sifatnya tidak lagi bercaun terhadap tubuh. Jika zat toksik yang masuk ke dalam tubuh relatif kecil atau sedikit dan fungsi detoksikasi hati baik maka tidak akan terjadi keracunan. Namun apabila zat toksik dalam jumlah besar, maka fungsi detoksikasi hati akan mengalami kerusakan. Kerusakan sel hati yang disebabkan oleh zat kimia yang bersifat racun antara lain, perlemakan hati, nekrosis dan sirosis (Lu 1995).

Kerusakan hati yang sangat akut pada dasarnya dibedakan menjadi tiga macam, yakni (1) sitotoksik (hepatoseluler) yaitu kerusakan parenkim hati, dapat berupa steatosis (degenerasi melemak) dan atau nekrosis sel – sel hati; (2) kolestik berupa hambatan aliran empedu dengan sedikit atau tanpa kerusakan sel – sel hati, baik karena luka pada kanalikuler atau luka pada saluran empedu dan dapat pula tanpa adanya luka atau kanalikuler; (3) campuran keduanya yaitu kombinasi sitotoksik dan kolestik (Zimmerman 1998).

2.6 Organ Insang 2.6.1. Struktur Insang

Pada umumnya ikan Teleostei mempunyai lima pasang lengkung insang, yaitu empat pasang lamella primer dan satu pasang lamella sekunder. Lamella primer bentuknya tipis, berupa dua garis melengkung ke belakang dan saling berhubungan. Lamella sekunder berbentuk setengah lingkaran mengelilingi semua bagian dari lamella primer (Takasima dan Hibiyu 1995).

Insang terdiri dari sepasang filamen insang, di mana setiap filamen terdiri dari serat melintang yang tertutup epithelium yang tipis disebut lamella. Lamella merupakan penyusun filamen. Sebuah rangkaian lamella pada satu sisi dari septum interbranchiale disebut hemibranchium. Dua hemibranchium dan septum interbranchia membentuk insang lengkap disebut holobranchia (Lagler et al., 1977). Struktur insang ikan dapat dilihat pada Gambar 3.

(16)

Gambar 3. Bagian Dari Lamela Insang (Desrina 2006)

Keterangan gambar : 1. Eritrosit; 2. Epitelium; 3. Sel pillar; 4. Lumen Kapiler; 5. Lamella; 6. Sel-sel interlamela; 7. Sel mukus; 8. Tulang rawan penopang

Pada filamen insang terdapat sejumlah besar lamella. Tepi-tepi bebas lamella sangat tipis ditutupi epithelium berisi jaringan kapiler yang disokong oleh sel pilaster. Sel pilaster berfungsi membatasi sel epithelium dengan kapiler darah. Lamella sekunder kaya akan eritrosit (Desrina 2006)

Lamella sekunder insang berupa lipatan lembaran melintang, tipis, dinding luarnya terdiri dari selapis sel epithelium pipih dan di bawahnya terdapat lapisan sub epithelium yang sangat tipis dan terdiri dari jaringan ikat. Selubung epithelium dibungkus oleh lapisan vaskuler medial, merupakan anyaman kapiler darah dari arteri brachialis efferent sel-sel pilaster dari eritrosit (Lagler et al., 1977).

(17)

2.6.2 Sirkulasi Oksigen Pada Insang

Keberhasilan ikan dalam mendapat oksigen tergantung daya dukung lingkungan dan terutama kemampuan fungsi insang untuk menangkap oksigen dalam perairan. Proses penyerapan oksigen dalam jaringan insang dilakukan oleh darah yang mengalir ke dalam filamen-filamen insang dan akibat adanya perbedaan tekanan gas antara darah dan filamen dengan air, maka akan terjadi difusi gas-gas. Oleh karena itu kondisi insang sangat menentukan kelangsungan hidup ikan (Lagler et al., 1977).

Transport gas pernafasan dilakukan melalui epitel khusus yaitu filamen insang dan lamella yang disebut epithelium respiratorik, yang biasanya tipis disesuaikan dengan kepentingan pertukaran gas. Pada ikan, filamen insang tersusun transversal dan pada permukaan atas dan bawahnya terdapat banyak lipatan-lipatan transversal sekunder yang disebut lamella sekunder. Lamella ini selain berfungsi dalam pertukaran gas respiratorik juga berfungsi dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit (Lauren 1984).

2.6.3 Fungsi Insang

Insang merupakan organ yang dimiliki ikan sebagai alat utama pernafasan. Insang selain sebagai alat pernafasan ikan, juga digunakan sebagai pengatur tekanan antara air dan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu insang merupakan organ yang penting pada ikan. Insang merupakan organ yang langsung berhubungan dengan air, sehingga apabila air mengandung polutan akan mengakibatkan kerusakan pada organ ini dan organ-organ yang berhubungan dengan insang. Hal inilah yang menyebabkan ikan mati di perairan (Dinata 2004).

2.6.4 Kerusakan Insang

Ikan yang mengalami gangguan pernafasan akibat adanya pengaruh benda asing atau racun yang dapat menyebabkan rusaknya jaringan insang akan mengganggu proses pernafasan dan lebih lanjut dapat mengakibatkan kematian (Lagler et al., 1977).

(18)

Untuk menentukan tingkat pengaruh pencemaran di lingkungan akuatik, kerusakan insang dapat dikategorikan berdasarkan tingkatan perubahan-perubahan anatomi lamella sekunder dan filamen insang. Kerusakan insang dari tingkat ringan hingga berat dirumuskan berdasarkan metode Tandjung (1982) sebagai berikut.

a. Edema pada lamella menandakan telah terjadi kontaminasi tetapi belum ada pencemaran. Edema adalah pembengkakan sel atau penimbunan cairan secara berlebihan di dalam jaringan tubuh

b. Hyperplasia pada pangkal lamella. Hyperplasia adalah pembentukan jaringan secara berlebihan karena bertambahnya jumlah sel (Laksman, 2003). Hal ini merupakan gejala pencemaran

c. Fusi dua lamella (pencemaran tingkat awal)

d. Hyperplasia hampir pada seluruh lamella sekunder, hal ini menandakan bahwa telah terjadi pencemaran

e. Rusaknya atau hilangnya struktur filamen insang (pencemaran berat)

2.7 Misai

Misai memiliki peran yang penting pada ikan-ikan sejenis catfish seperti famili bagridae dan claridae yang biasanya hidup di daerah dasar perairan berlumpur dan sedikit cahaya matahari yang masuk. Misai pada ikan-ikan tersebut merupakan organ indera khusus yang penting dalam proses pencarian makanan karena terdapat kuncup pengecap. Misai berbentuk embelan panjang pada bibir bawah dan bibir atas ikan (Supyan 2011)

Kerusakan yang terjadi pada misai ikan bisa diakibatkan oleh adanya bahan pencemar seperti logam berat yang mengendap di dasar perairan. ketika ikan menyapu dasar perairan untuk mencari makan, logam berat yang mengendap di dasar perairan akan menempel di misai dan mengganggu fungsinya. Kerusakan dapat berupa iritasi, peradangan, bahkan tumbuhnya sel-sel baru yang abnormal sekitar misai. Apabila dalam waktu lama kerusakan ini terjadi makan dapat menyebabkan ikan akan kesulitan dalam mencari makan dan bisa terjadi kematian pada ikan (Lu 1995).

(19)

2.8 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Dalam Proses Akumulasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses akumulasi logam pada organisme perairan adalah sebagai berikut (Connel 1995):

a. Suhu

Suhu air mempunyai peran penting dalam kecepatan laju metabolisme dan respirasi biota air serta metabolise ekosistem perairan. Toleransi ikan terhadap temperatur berbeda-beda tergantung jenis spesies, stadium pertumbuhan, derajat aklimasi, DO, jenis dan tingkat pencemaran, lamanya lingkungan terkena panas dan musim. Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa konsentrasi logam berat terakumulasi dengan bertambahnya atau meningkatnya suhu lingkungan. Suhu juga sangat berperan dalam proses metabolisme di dalam tubuh ikan. Peningkatan suhu dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap racun atau bahan asing dari luar.

b. Kadar Garam

Penelitian mengenai pengaruh kadar garam pada bioakumulasi logam menunjukkan bahwa konsentrasi logam biotik meningkat dengan menurunnya kadar garam. Kadar garam pada aliran air yang stabil dapat mempengaruhi kandungan logam pada makhluk hidup di perairan melalui dua cara yaitu beberapa logam terbawa ke perairan dengan kadar garam rendah karena kemampuan yang lebih besar dari air tawar untuk menjaga kondisi logam baik dalam bentuk cairan maupun suspensi, lalu kadar garam yang berbeda dapat menyebabkan kecepatan penyerapan logam berat pada tubuh mahluk hidup.

c. Bahan organik

Bahan organik seperti asam humat dan fulfat, dapat membentuk senyawa kompleks dengan logam-logam yang umumnya dapat membentuk ikatan dengan bahan organik. Senyawa Kompleks ini meningkatkan toksisitas logam dan juga mempengaruhi bahan pertikulat. Oleh karena itu bahan organik mempunyai peranan penting dalam pengangkutan dan penyediaan logam dalam sistem perairan.

(20)

d. pH

Derajat keasaman atau pH air sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah keadaan tanah, pertumbuhan algae di dalam air, adanya sisa makanan yang membusuk dan timbunan bahan organik, turunnya hujan dan terjadinya pergolakan arus. Kenaikan pH (pH > 7) di perairan akan diikuti dengan penurunan kelarutan logam berat sehingga logam berat cenderung mengendap.

e. Oksigen Terlarut (DO)

Oksigen terlarut merupakan gas yang dipakai untuk respirasi dan sering menjadi faktor pembatas dalam lingkungan hidup di air tawar. Ditinjau dari ekosistem, kadar oksigen terlarut akan menentukan kecepatan metabolisme dan respirasi suatu organisme, karena kadar oksigen sangat penting bagi kelangsungan hidup. Apabila di suatu perairan memiliki oksigen terlarut yang rendah maka organisme perairan akan melakukan respirasi lebih cepat dari biasanya sehingga mengakibatkan masuknya logam berat ke insang pun akan lebih cepat dari biasanya.

f. Pengkelat dan surfaktan

Bentuk-bentuk kimia logam mempengaruhi bioakumulasi. Pengkelat dan beberapa surfaktan dapat mengomplekskan logam. Surfaktan diketahui mengubah permeabilitas membran biologi. Hal ini dapat mempercepat bioakumulasi logam.

Gambar

Tabel 1. Standar Konsentrasi Logam Pada Air Sungai Yang Direkomendasikan  Logam  Standar (mg/l)  Besi  5,0  Mangan  0,5  Kadmium  0,01  Krom  0,05  Nikel  0,10  Timbal  0,10  Seng  5,0  Merkuri  0,001
Gambar 1. Diagramatik pola-pola bioakumulasi suatu bahan kimia xenobiotik   dalam suatu makhluk hidup perairan (Connel 1995)
Gambar 2. Mikroanatomi hati ikan bandeng normal (Alifia dan Djawad 2000)  Perbesaran 40 x 10
Gambar 3. Bagian Dari Lamela Insang (Desrina 2006)

Referensi

Dokumen terkait

Taas VK2, joka puolestaan tarkoitti voimien keskittämistä puolustuksellisesti Mannerheim-linjan tasalle, olisi edelleen toimiva, mutta Nihtilän mielestä olisi tarpeen tehdä

Fungsi primer dari sistem imun adalah untuk mengenal dan mendegradasi antigen asing (nonself) yang timbul dalam tubuh. Dalam immunosurveillance , sel mutan dianggap

Kuesioner dianggap reliabel jika nilai alpha pada output lebih besar dari nilai r tabel.Dari hasil perhitungan untuk input data shift pagi diperoleh nilai alpha =0,3844.Dengan nilai

Micfrosoft Publisher merupakan bagian dari suatu software desain grafis yang tergabung dalam microsoft office dan biasanya digunakan untuk mengolah kata dan bisa juga

Untuk meningkatkan penerimaan sosial remaja dapat menggunakan layanan bimbingan kelompok dengan teknik konseling yang tepat untuk mengatasi permasalahan sosial..

Sebelum dilakukan proses instalasi pipa bawah laut terlebih dahulu harus dilakukan analisis supaya besar tegangan yang terjadi pada pipa bawah laut dalam kondisi

Data pada tabel 1 di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan penerapan model pembelajaran PKn sebagai yadnya pada siswa SD kelas VI di Bali dalam penelitian ini

Dari pengujian akurasi deteksi terhadap kasus berhimpit yang telah dilakukan, didapatkan hasil pada tabel 4.2 Hasil Pengujian Akurasi Deteksi dengan menggunakan