Angiofibroma Nasofaring
Angiofibroma Nasofaring
Disusun oleh :
Disusun oleh :
Hanna Khairat
Hanna Khairat
Puti Leviana
Puti Leviana
Fuadi Sazli
Fuadi Sazli
Kabhithra Thiayagarajan
Kabhithra Thiayagarajan
Clinical Science Session Clinical Science Session
Preseptor : dr. Bestari Jaka Budiman, Sp. THT-KL
Preseptor : dr. Bestari Jaka Budiman, Sp. THT-KL
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Latar Belakang
Angiofibroma Angiofibroma nasofaring nasofaring tumor jinak tumor jinak pembuluh darah di pembuluh darah di daerah nasofaring daerah nasofaring yang secara yang secara histologhistologik ik jinakjinak
secara klinis
secara klinis
bersif
bersifat at sepertiseperti
tumor ganas tumor ganas paling sering paling sering ditemukan pada ditemukan pada anak lak-laki anak lak-laki prepubertas dan prepubertas dan remaja remaja 0,05% dari seluruh 0,05% dari seluruh
tumor kepala dan
tumor kepala dan
leher leher 1 : 5.000-60.000 1 : 5.000-60.000 pada pasien THT. pada pasien THT.
•
• definisi, anatomi fisiologi nasofaring,definisi, anatomi fisiologi nasofaring,
epidemiologi etiologi, klasifikasi, patofisiologi, epidemiologi etiologi, klasifikasi, patofisiologi, diagnosis, komplikasi dan tatalaksana dari
diagnosis, komplikasi dan tatalaksana dari angiofibroma nasofaring angiofibroma nasofaring
Batasan
Batasan
Masalah
Masalah
•• menambah pengetahuan pembaca padamenambah pengetahuan pembaca pada umumny
umumnya dan a dan penulis khususnya mengenaipenulis khususnya mengenai angiofibroma nasofaring. angiofibroma nasofaring.
Tujuan
Tujuan
Penulisan
Penulisan
Angiofibroma nasofaring
suatu tumor jinak
nasofaring yang secara
histologik jinak
secara klinis bersifat
ganas
mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan
meluas ke jaringan
sekitarnya, seperti ke sinus paranasal, pipi, mata dan
tengkorak
sangat mudah berdarah
yang sulit dihentikan.
Anatomi Nasofaring
Nasofaring
suatu ruangan
yang terletak di
belakang rongga
hidung di atas
tepi bebas
palatum mole
yang secara
anatomis
termasuk bagian
faring
BATAS NASOFARING
A : dibentuk oleh koana dan batas
posterior dari septum nasi
Dinding bawah : permukaan atas dari palatum mole
& itsmus nasofaringeal
Atap dan dinding posterior
permukaan yang miring dibentuk
oleh tulang sfenoid, basal oksiput dan dua
tulang servikal yang paling atas sampai pada level
palatum mole
Bagian paling atas dari dinding posterior, tepat di depan dari tulang
atlas terdapat jaringan limfoid yang melekat pada
Tiap dinding lateral
nasofaring terdapat muara
dari tuba faringotimpanik
(tuba eustakhius).
Di belakang dan atas dari
kartilago tuba terdapat
faringeal reses atau fossa
Rosenmuller
•
arteri faringeal ascenden,
arteri palatina ascenden dan
descenden
•
cabang faringeal arteri
sfenopalatina
Pendarahan
nasofaring berasal
dari
cabang-cabang arteri
karotis eksterna
•
serabut sensoris saraf
glossofaringeus (IX)
•
serabut motoris saraf vagus (X)
•
serabut saraf ganglion
servikalis simpatikus
Daerah nasofaring
dipersarafi oleh
pleksus faringeal
Nasofaring mempunyai anyaman limfatik submukosa yang banyak Pada nasofaring terdapat banyak saluran limfe yang terutama mengalir ke lateral, bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere). Struktur limfoid ini banyak terdapat di dinding lateral terutama disekitar muara tuba eustakius, dinding posterior dan bagian nasofaring di palatum mole. Struktur limfoid ini merupakan lengkung bagian
atas dari cincin Waldeyer.
Epidemiologi
Paling sering ditemukan pada anak lak-laki prepubertas dan remaja,
rentang usia 7 sampai 21 tahun
insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun.
jarang terjadi pada usia diatas 25 tahun Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma
Etiologi
teori jaringan asal
pertumbuhan abnormal jaringan fibrokartilago embrional atau periosteum
di daerah oksipitalis os sfenoidalis
teori ketidakseimbangan
hormonal
adanya perubahan aktivitas pituitari.
ketidakseimbangan hormonal kekurangan hormon androgen dan atau
Patofisiologi
Tumor pertama kali tumbuh
di bawah mukosa di tepi sebelah posterior dan
lateral koana di atap nasofaring membesar dan meluas di bawah mukosa, sepanjang atap nasofaring mencapai tepi posterior septum meluas ke arah bawah membentuk tonjolan massa di atap rongga hidung
posterior Perdarahan tumor
berasal dari arteri maksilaris interna dari arteri karotis.
Perluasan Ke Arah Lateral
melebar ke arah foramen sfenopalatina
masuk ke fisura pterigomaksila
mendesak dinding posterior dinding maksila.
meluas terus akan masuk ke fossa intratemporal lalu menyusuri rahang atas bagian belakang masuk ke jaringan lunak antara otot maseter dan businator
pembengkakan pipi dan rasa
penuh di wajah.
deformitas pada wajah bila
tumor masuk ke fisura
orbitalis superior.
mendorong salah satu atau
kedua bola mata
timbul
proptosis
muka kodok dan
dapat terjadi gangguan visus.
Perluasan ke arah anterior
kavum nasi akan
mengisi rongga hidung
mendorong septum ke
arah kontralateral dan
Perluasan Ke Intrakranial
melalui fossa infratemporal yang
menyebabkan erosi dasar fossa kranialis
medialis melalui sepanjang fisura pterigomaksilaris dan fisura orbitalis
superior.
Perluasan tumor ke intrakranial akan
menimbulkan kelainan neurologis
Makroskopis
Angiofibroma nasofaring tampak sebagai massa
berlobus-lobus, kenyal, warna
kemerah-merahan hingga abu-abu, berkapsul, kadang
bertangkai seperti polip
Mikroskopis
Angiofibroma nasofaring terdiri dari komponen pembuluh
darah (myofibroblast) di dalam stroma yang terbuat dari fibril
kolagen yang halus dan kasar (pseudokapsul).
Pada pertumbuhan tumor yang aktif, komponen pembuluh
darah menjadi predominan.
Dinding pembuluh darah secara umum terdiri dari endothelial
tunggal.
Dindingnya tipis, kurang serat kolagen elastis. Sel stroma
memiliki inti yang besar dan cenderung berada di sekitar
pembuluh darah. Ada banyak sel mast dan sedikit sel inflamasi
di stroma. Kurangnya lapisan muskular dan tidak adanya
kemampuanvasokontriksi berkontribusi menyebabkan
perdarahan yang masif
Manifestasi KLinis
•
Obstruksi nasal dan ingusan (
rhinorrhea
)
gejala yang paling sering terutama pada
stadium awal.
•
Sering mimisan (epistaksis) atau keluar darah
dari hidung (
blood-tinged nasal discharge
•
Pembengkakan di wajah (
facial swelling)
•Tuli konduktif (
conductive hearing loss
)
•Penglihatan ganda (
diplopia)
•
Gangguan penciuman berupa
anosmia
atau
hiposmia
•
Rekuren otitis media
, nyeri mata
•Nyeri telinga (
otalgia
)
•
Pembengkakan langit-langit mulut (
swelling of
Pemeriksaan Fisik
•
secara rinoskopi posterior akan terlihat massa
tumor (80% kasus) yang konsistensinya kenyal,
warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah
muda. Bagian tumor yang terlihat di nasofaring
biasanya diliputi oleh selaput lendir berwarna
keunguan, sedangkan bagian yang meluas ke luar
nasofaring berwarna putih atau abu-abu. Pada
usia muda warnanya merah muda, pada usia
yang lebih tua warnanya kebiruan, karena lebih
banyak komponen fibromanya. Mukosanya
mengalami hipervaskularisasi dan tidak jarang
ditemukan adanya ulserasi.
Pemeriksaan Penunjang
• Radiologi konvensional (foto
kepala potongan antero-posterior, lateral dan posisi
Waters) akan terlihat gambaran
klasik yang disebut “Holman Miller” yaitu pendorongan
prosesus pterigoideus ke
belakang sehingga fisura pterigo-palatina melebar (penonjolan anterior dari dinding posterior sinus maksila). Disertai gambaran perselubungan di sinus maksila. Akan terlihat juga adanya massa jaringan lunak di daerah
nasofaring yang dapat mengerosi dinding orbita, arkus zigoma, dan tulang di sekitar nasofaring
•
CT scan dengan zat kontras
akan tampak secara tepat
perluasan massa tumor
serta destruksi ke jaringan
sekitarnya. Akan terlihat
gambaran massa jaringan
lunak yang berlobus tanpa
kapsul di tengan foramen
sfenopalatina (biasanya
melebar) dan penonjolan ke
anterior dari dinding
posterior sinus maksilaris.
1 •Pemeriksaan Penunjang
•
MRI dilakukan untuk menentukan batas tumor
terutama yang telah meluas ke intra kranial.1
•
Angiografi arteri karotis eksterna akan
memperlihatkan vaskularisasi tumor yang
biasanya berasal dari cabang arteri maksila
interna homolateral
Staging
•Klasifikasi menurut Session (1981):
•
Stadium IA: Tumor terbatas di nares posterior dan atau
nasofaringeal voult
•
Stadium IB: Tumor meliputi nares posterior dan atau
nasofaringeal voult dengan meluas sedikitnya 1 sinus
paranasal
•
Stadium IIA: Tumor meluas sedikit ke fossa pterigomaksila
•Stadium IIB: Tumor memenuhi fossa pterigomaksila tanpa
mengerosi tulang orbita
•
Stadium IIIA: Tumor telah mengerosi dasar tengkorak dan
meluas sedikit ke intrakranial
•
Stadium IIIB: Tumor telah meluas ke intrakranial dengan
Staging
•
Klasifikasi menurut Fisch (1983):
•
Stadium I: Tumor terbatas di rongga hidung
nasofaring tanpa mendestruksi tulang
•
Stadium II: Tumor menginvasi fossa
pterigomaksila, sinus paranasal dengan destruksi
tulang
•
Stadium III: Tumor menginvasi fossa
infratemporal, orbita dengan atau regio paraselar
•
Stadium IV: Tumor menginvasi sinus kavernosus,
Staging
•
Klasifikasi menurut Radkowski (1996):
22 •Stadium IA: Hanya di hidung atau nasofaring
•
Stadium IB: Perluasan ke salah satu sinus aranasal
•
Stadium IIA: Perluasan minimal ke foramen sfenopalatine, termasuk
bagian kecil dari fossa pterigomaksila medial
•
Stadium IIB: Mengisi penuh fossa pterigomaksila dengan
Holman-Miller sign, pergantian percabangan lateral atau anterior arteri
maksilaris, juga dapat meluas ke superior dengan erosi tulang orbita
•
Stadium IIC: Perluasan dari fossa pterigomaksila ke pipi, fossa
temporal, atau posterior dari pterigoid
•
Stadium IIIA: Erosi dasar tengkorak dengan perluasan intrakranial
minimal
•
Stadium IIIB: Erosi dasar tengkorak dengan perluasan intrakranial
Diagnosa Banding
•
Polip nasal
•
Karsinoma nasofaring
•Rhabdomyosarcoma
•Inverted papilloma
•
Squamous cell carcinoma
•Lymphangioma
TATALAKSANA
EMBOLISASI
•
embolisasi saja cukup untuk
menghentikan perdarahan hidung, atau dapat
diikuti dengan pembedahan untuk mengangkat
tumor.
2,6Operasi
•
Terdapat berbagai pendekatan operasi dapat
dilakukan sesuai dengan lokasi tumor seperti
pendekatan fossa infratemporal atau mid-facial
degloving.
Yi et al (2013) menerangkan klasifikasi dan
pengobatan optional yang disimplifikasikan untuk
tatalaksana juvenile nasopharyngeal angiofibroma,
adalah seperti berikut
4:
Type I meliputi tumor yang terlokalisir di kavum
nasi, paranasal sinus, nasopharynx, atau fossa
pterygopalatine. Pendekatan transnasal kavitas dengan bantuan endoskopi adalah sesuai
untuk tipe ini.
Type II dimana lesi meluas ke fossa infratemporal, daerah pipi, atau rongga
orbita, dengan extensi fossa cranial medial yang minimum tapi dura meter
harus intak. Kombinasi penggunaan transantral-infratemporal fossa-nasal
cavity lebih sesuai untuk tipe ini .
Type III adalah
pertumbuhan tumor yang massif di fossa cranial media. Untuk tumor type
III, pengangkatan total agak sukar.Maka pendekatan kombinasi
extracranial dan
intracranial adalah sering diperlukan. Radiotherapi
berguna untuk tatalaksana bagian intracranial yang residual.
RADIOTERAPI
rata-rata menyembuhkan 80% dengan terapi radiasi
Radioterapi stereotaktik (seperti sinar Gamma)
Jika meluas ke intrakranial dilakukan radioterapi konformal
3 dimensi Jarang digunakan
hanya untuk penyakit intrakranial
Hormonal
Penghambat reseptor testosteron
flutamide dilaporkan mengurangi
tumor stadium I dan II sampai 44%.
Preparat progesteron yaitu
dietilstilbestrol sebanyak 5 mg perhari
selama sebulan dapat meningkatkan
maturasi dan mengurangi vaskularisas
Terapi hormonal merupakan terapi
tambahan
Menurut hasil penelitian Patterson,
estradiol lebih efektif dibandingkan
stilbestrol kerana dapat terjadi atrofi
testis pada pengggunaan stilbestrol
PROGNOSIS
Tergantung faktor resikonya
keberadaan
tumor di fossa
pterigoideus dan
basis phenoid
erosi clivus,usia
muda
perluasan
intrakranial,suplai
makanan dari
arteri karotid
interna
PROGNOSIS
•
Embolisasi pre operative menurunkan angka
KESIMPULAN
Angiofibroma nasofaring adalah tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara histologik
jinak,secara klinis bersifat ganas,kerana mempunyai
kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan
sekitarnya,seperti ke sinus paranasal,pipi,mata dan tengkorak,serta sangat mudah
berdarah dan sulit
dihentikan.Kasus ini sering terjadi pada laki prapubertas dan remaja
Tumor ini jarang
ditemukan,frekuensinya 1/5000-1/60000 dari pasien
THT,diperkirakan hanya merupakan 0,05 persen dari tumor leher dan kepala.Tumor ini
umumnya terjadi pada laki-laki decade (7-19tahun).Jarang terjadi
Etiologi tumor ini masih belum jelas,berbagai macam teori ada.Salah satunya adalah teori
jaringan asal,yaitu pendapat bahawa tempat pelekatan spesifik
angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung.Selain itu,factor
ketidak-seimbangan hormonal yaitu
kekurangan androgen dan kelebihan estrogen juga sebagai
penyebabnya.Anggapan ini
didasarkan juga atas hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin
dan umur.
Diagnosis biasanya hanya ditegakkan dengan gambaran klinis.Gejala yang paling sering ditemukan ialah hidung tersumbat
yang progresif dan epitaksis
berulang yang massif.Kerana sangat mudah berdarah,sebagai
pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan radiologik
konvensional.CT scan.Untuk menentukan derajat atau stadium
tumor umunya saat ini
menggunakan klasifikasi Session dan Fisch