• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN PENERANGAN JALAN UMUM TENAGA SURYA (PJUTS) DI POLITEKNIK NEGERI MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERENCANAAN PENERANGAN JALAN UMUM TENAGA SURYA (PJUTS) DI POLITEKNIK NEGERI MALANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

72

PERENCANAAN PENERANGAN JALAN UMUM TENAGA SURYA (PJUTS) DI

POLITEKNIK NEGERI MALANG

Muhammad Fahmi Hakim1, Ika Noer Syamsiana2, Irwan Heryanto/Eryk3

1,2,3 Jurusan Teknik Elektro, Program Studi Teknik Listrik, Politeknik Negeri Malang 1 m.fahmihakim@polinema.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perencanaan sistem Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJUTS) di Politeknik Negeri Malang sesuai SNI 7391:2008 tentang Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan secara perhitungan. Saat ini di sebagian besar ruas jalan Politeknik Negeri Malang (Polinema) belum tersedia lampu penerangan jalan umum, yang ada hanya beberapa lampu taman yang lebih berfungsi sebagai hiasan daripada penerangan. Padahal saat ini di Polinema cukup banyak kegiatan yang dilakukan di malam hari. Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pengguna jalan dan keamanan lingkungan sekitar maka perlu direncanakan penerangan jalan umum dengan memanfaatkan energi dari sumber terbarukan yaitu energi surya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, di sepanjang ruas jalan di Polinema diperlukan sebanyak 35 buah PJUTS dengan masing-masing tiang berjarak 35 meter dengan tinggi tiap tiang adalah 5 meter. Pada tiap-tiap tiang PJUTS terdiri dari sebuah lampu LED 20 Watt, sebuah panel surya dengan kapasitas 110 Wp tipe polikristalin, sebuah baterai dengan kapasitas 80 Ah, dan sebuah SCC tipe MPPT dengan kapasitas arus 10 A.

Kata kunci : penerangan jalan, PJUTS, panel surya

I. PENDAHULUAN

Penerangan Jalan Umum Tenaga Surya (PJUTS) adalah suatu sistem penerangan yang digunakan pada jalan umum dengan menggunakan daya listrik untuk lampu yang disuplai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Sistem PJUTS ini menawarkan penghematan energi karena memanfaatkan energi terbarukan. Penerangan Jalan Umum dengan menggunakan tenaga surya (solar cell), setiap hari dalam 12 jam, daya yang dikeluarkan PLN untuk penerangan umum adalah sebesar 76,66% sedangkan dengan menggunakan baterai 12 Ah adalah sebesar 23,3%, seperti di [4]. Saat ini di sebagian besar ruas jalan Politeknik Negeri Malang (Polinema) belum tersedia lampu penerangan jalan umum, yang ada hanya beberapa lampu taman yang lebih berfungsi sebagai hiasan daripada penerangan. Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pengguna jalan dan keamanan lingkungan sekitar maka perlu direncanakan penerangan jalan umum dengan memanfaatkan energi dari sumber terbarukan yaitu energi surya. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan PJUTS di sepanjang ruas jalan di Polinema.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penerangan Jalan Umum

Lampu penerangan jalan adalah bagian dari bangunan pelengkap jalan yang dapat diletakkan atau dipasang di kiri atau kanan jalan dan atau di tengah (di bagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan maupun lingkungan di sekitar jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan

(intersection), jalan layang (interchange, overpass, fly over), jembatan dan jalan di bawah tanah (underpass), dan terowongan. Lampu penerangan yang dimaksud adalah suatu unit lengkap yang terdiri dari sumber cahaya (lampu/luminer), elemen-elemen optik (pemantul/reflektor, pembias/refraktor, penyebar/diffuser). Elemen-elemen elektrik (konektor ke sumber tenaga/power supply dan lain - lain), struktur penopang yang terdiri dari lengan penopang, tiang penopang vertikal dan pondasi tiang lampu. Menurut [7], dalam merencanakan instalasi penerangan, ada 5 kiteria yang perlu diperhatikan untuk mendapatkan penerangan yang baik yaitu memenuhi fungsi supaya mata kita dapat melihat dengan jelas dan nyaman. Kelima kriteria ini saling mempengaruhi dan tidak dapat berdiri sendiri secara terpisah karena masing-masing bergantung satu sama lain dalam menghasilkan kualitas penerangan yang optimal. Kriteria tersebut adalah: l) kuantitas atau jumlah cahaya pada permukaan tertentu (lighting level) atau tilgkat kuat penerangan; 2) distribusi kepadatan cahaya

▸ Baca selengkapnya: contoh proposal lampu penerangan jalan desa pdf

(2)

73

(luminance distributor); 3) pembatasan cahaya agar tidak menyilaukan mata (limitation of glare); 4) arah penerangan dan pembentukan bayangan (light directionally and shadow); 5) warna cahaya dan dan refleksi warnanya (light colour and colour rendering). Dalam melakukan suatu perencanaan penerangan jalan diperlukan beberapa data pendukung, di antaranya adalah: data jalan yang meliputi kelas jalan, panjang jalan, dan lebar ruas jalan; tingkat illumminasi yang dibutuhkan; tingkat keseragaman yang dibutuhkan. Sedangkan data-data lainnya adalah daya lampu yang akan dipakai, tinggi gantung

(mounting height) bergantung pada jarak atau spasi yang akan dipakaidan pada akhirnya juga bergantung pada lebar jalan yang ada [9].

B. Fungsi Penerangan Jalan

Berdasarkan [1] penerangan jalan mempunyai beberapa fungsi, yaitu: menghasilkan kekontrasan antara obyek dan permukaan jalan, sebagai alat bantu navigasi pengguna jalan, meningkatkan keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan khususnya pada malam hari, mendukung keamanan lingkungan, serta memberikan keindahan lingkungan jalan. Kualitas pencahayaan pada suatu jalan menurut jenis/klasifikasi fungsi jalan ditentukan seperti pada Tabel I.

TABEL I Kualitas pencahayaan normal Jenis/Klasi fikasi Jalan Kuat pencahayaan (Iluminansi) Luminansi Batasan silau E rata-rata (lux) Kemerat aan (Unifor mity) Lrata-rata (cd/m2) Kemerataan (Uniformity ) G TJ (%) g1 VD VI Trotoar 1 – 4 0,10 0,10 0,40 0,5 0 4 20 Jalan lokal: - Primer - Sekunder 2 – 5 2 – 5 0,10 0,10 0,50 0,50 0,40 0,40 0,5 0 0,5 0 4 4 20 20 Jalan kolektor: - Primer - Sekunder 3 - 7 3 - 7 0,14 0,14 1,00 1,00 0,40 0,40 0,5 0 0,5 0 4 - 5 4 - 5 20 20 Jalan arteri: - Primer - Sekunder 11 - 20 11 - 20 0,14 - 0,20 0,14 - 0,20 1,50 1,50 0,40 0,40 0,5 - 0,7 0,5 - 0,7 5 - 6 5 - 6 10 - 20 10 - 20 Jalan arteri dengan akses kontrol, jalan bebas hambatan 15 - 20 0,14 - 0,20 1,50 0,40 0,5 - 0,7 5 - 6 10 - 20 Jalan layang, simpang susun, terowonga n 20 - 25 0,20 2,00 0,40 0,7 0 6 10

Keterangan: g1: E min/E maks, VD: L min/L maks, VI: L min/L rata-rata, G: Silau (glare), TJ: Batas ambang kesilauan

Rasio maksimum antara kemerataan pencahayaan maksimum dan minimum menurut lokasi penempatan tertentu adalah seperti yang ditentukan pada Tabel II.

TABEL II RASIO KEMERATAAN PENCAHAYAAN Lokasi penempatan Rasio maksimum Jalur lalu lintas:

- di daerah permukiman - di daerah komersil/pusat kota

6:1 3:1 Jalur pejalan kaki:

- di daerah permukiman - di daerah komersil/pusat kota

10:1 4:1

Terowongan 4:1

Tempat-tempat peristirahatan (rest area) 6:1

C. Lampu Penerangan

Pemilihan dan jenis lampu penerangan didasarkan pada faktor-faktor berikut ini, antara lain: nilai efisiensi; umur rencana; dan kekontrasan permukaan jalan dan obyek. Selain jenis lampu perlu juga diperhatikan jenis rumah lampu yang akan digunakan. Rumah lampu penerangan (lantern) dapat diklasifikasikan menurut tingkat perlindungan terhadap debu/benda dan air. Hal ini dapat diindikasikan dengan istilah IP (Index of Protection) atau indek perlindungan. Penempatan lampu penerangan jalan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan: kemerataan pencahayaan yang sesuai dengan ketentuan Tabel II; keselamatan dan keamanan bagi pengguna jalan; pencahayaan yang lebih tinggi di area tikungan atau persimpangan, dibanding pada bagian jalan yang lurus; serta arah dan petunjuk (guide) yang jelas bagi pengguna jalan dan pejalan kaki. Berdasarkan [8], sistem penempatan lampu penerangan jalan dibagi menjadi sistem penempatan menerus, adalah sistem penempatan lampu penerangan jalan yang terus menerus/kontinyu dan sistem penempatan parsial (setempat) yaitu sistem penempatan lampu

penerangan jalan pada suatu daerah-daerah tertentu saja. TABEL III SISTEM PENEMPATAN LAMPU PENERANGAN JALAN

Jenis jalan/jembatan Sistem penempatan lampu yang digunakan

Jalan arteri Jalan kolektor Jalan lokal

Persimpangan, simpang susun, ramp Jembatan

Terowongan

sistem menerus dan parsial. sistem menerus dan parsial. sistem menerus dan parsial. sistem menerus.

sistem menerus.

sistem menerus bergradasi pada ujung-ujung terowongan

Menurut [5] susunan tiang lampu penerangan jalan bisa disusun dengan model satu sisi jalan (Gambar Ia) atau model selang seling (Gambar Ib).

a b

GAMBAR I SUSUNAN TIANG LAMPU

Batasan penempatan lampu penerangan jalan tergantung dari tipe lampu, tinggi lampu, lebar jalan dan tingkat

(3)

74

kemerataan pencahayaan dari lampu yang akan digunakan. Jarak antar lampu penerangan secara umum dapat mengikuti Batasan seperti pada Tabel IV.

TABEL IV JARAK ANTAR TIANG LAMPU PENERANGAN (E) BERDASARKAN TIPIKAL DISTRIBUSI PENCAHAYAAN DAN KLASIFIKASI LAMPU Jenis

lampu Tinggi lampu

Lebar jalan (m) Tingkat pencahayaan 4 5 6 7 8 9 10 11 35W SOX 4 32 32 32 3,5 LUX 5 35 35 35 35 35 34 32 - 6 42 40 38 36 33 31 30 29 55W SOX 6 42 40 38 36 33 32 30 28 6,0 LUX 90W SOX 8 60 60 58 55 52 50 48 46 90W SOX 8 36 35 35 33 31 30 29 28 10,0 LUX 135W SOX 10 46 45 45 44 43 41 40 39 135W SOX 10 - - 25 24 23 22 21 20 20,0 LUX 180W SOX 10 - - 37 36 35 33 32 31 180W SOX 10 - - - - 22 21 20 20 30,0 LUX D. Panel Surya

Sel surya secara langsung mengkonversi sinar matahari menjadi energi listrik tanpa menghasilkan polusi udara maupun air. Panel surya terdiri dari tipe yaitu polikristalin dan monokristalin. Polycristalline merupakan panel surya yang memiliki susunan kristal acak. Type Polikristal memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama, akan tetapi dapat menghasilkan listrik pada saat mendung. Sedangkan monocrystalline merupakan panel yang paling efisien, menghasilkan daya listrik persatuan luas yang paling tinggi, memiliki efisiensi sampai dengan 15%. Kelemahan dari panel jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik di tempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh) sehingga efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan.

Berdasarkan referensi [2], kapasitas panel surya dapat didefinisikan sebagai daya maksimal yang dapat dihasilkan oleh panel surya pada saat terkena sinar matahari. Kapasitas panel surya ini mempunyai satuan Watt-peak (Wp). Faktor yang menentukan dalam perhitungan kapasitas panel surya ini adalah lama penyinaran atau waktu ekivalen matahari dengan satuan ESH (Equivalent Sun Hour) atau PSH (Peak Sun Hour).

Penentuan waktu ekivalen matahari ditentukan dari besarnya radiasi rata-rata per m2 luas panel per hari. Untuk wilayah Indonesia rata-rata besarnya radiasi adalah 4,8 kWh/m2/hari sehingga jam ekivalen matahari rata-rata di Indonesia adalah 4,8 jam. Namun mengingat bahwa nilai radiasi adalah nilai rata-rata dalam satu tahun maka diambil nilai moderat sebesar waktu ekivalen matahari rata-rata sebesar empat jam.

Sedangkan kebutuhan panel surya dapat dihitung dengan persamaan:

𝑃

𝑝𝑣

=

𝑃𝑆𝐻𝐸

dengan Ppv adalah kebutuhan daya panel surya, E adalah energi dari beban, dan PSH adalah waktu ekivalen matahari.

Terdapat beberapa hal yang menentukan dalam pemilihan kapasitas panel surya, Faktor pertama adalah coulombic effiiciency. Effisiensi coulomb didasari dari adanya rugi antar charge dan discharge serta reaksi kimia dalam baterai dimana efisiensi baterai baru rata-rata adalah 90% dari kapasitasnya. Untuk memastikan kebutuhan energi harian yang akan disuplai oleh panel surya ke baterai mencukupi, maka perlu meningkatkan besar energi dari baterai untuk efisiensi baterai. Peningkatan besar energi baterai ini akan mempengaruhi besar daya panel yang akan dibutuhkan yang dihitung dengan rumus:

𝑃

𝑝𝑣1

=

𝑃𝑆𝐻𝐸

Faktor kedua adalah oversize factor. Ada tidaknya pasokan daya lain untuk pengisian ekstra baterai menentukan besar

oversize factor yang mesti diperhitungkan untuk menyeimbangkan pengisian baterai. Dalam PJU tenaga surya apabila tidak ada pasokan daya lain, maka kapasitas panel surya harus ditingkatkan. Untuk negara seperti Australia dan New Zealand, oversize factor berkisar antara 30%-100%, sementara untuk kawasan khatulistiwa oversize factor direkomendasikan sebesar 10% menjadi 110% sehingga kapasitas panel menjadi:

𝑃

𝑝𝑣2

= 110% 𝑥 𝑃

𝑝𝑣1

Faktor ketiga yaitu module efiiciency. Efisiensi panel surya yang ada saat masih di bawah 20%. Dan dalam jangka waktu beberapa tahun efisiensi panel akan turun sampai dengan 20% dari efisiensi panel baru. Sementara itu faktor rugi-rugi yang mempengaruhi panel surya yang terdiri dari power tolerance

(±5%) dan faktor debu (±5%). Selain itu temperature coefficient berkisar pada ±5,5%/°C dibandingkan dengan temperatur pengujian 25°C. Untuk memudahkan dalam penghitungan, maka diambil nilai efisiensi panel surya sebesar 15%, sehingga perhitungan kebutuhan kapasistas panel surya menjadi:

𝑃

𝑝𝑣2

= 125% 𝑥 𝑃

𝑝𝑣1

Adapun pertimbangan-pertimbangan di atas dapat disederhanakan dengan rumus sebagai berikut:

𝑃

𝑝𝑣3

= 1,53 +

𝑃𝑆𝐻𝐸 E. Accumulator

Baterai adalah perangkat yang bekerja secara kimiawi untuk penyimpan energi listrik[10]. Kapasitas baterai merupakan besar arah arus baterai yang diukur dalam satuan Ampere Hours (AH) dengan variasi yang beragam dengan variasi tegangan yang juga beragam. Tegangan sistem pada sistem pada umumnya adalah 12 V, 24 V dan 48 V. Pemilihan tegangan

(4)

75

sistem dipengaruhi oleh kebutuhan sistem terutama jarak kabel antara baterai dan beban. Tegangan yang lebih tinggi akan meminimalisasi rugi daya pada kabel. Secara umum dapat disimpulkan makin besar beban maka tegangan sistem akan semakin tinggi. Karena PJU tenaga surya merupakan sistem dengan beban di bawah 1.000 watt, maka lebih tepat dipilih tegangan sistem 12 V. Dengan kata lain baterai yang akan digunakan adalah baterai dengan tegangan 12 V, dimana kita akan melakukan penghitungan besar arah arus baterai yang dibutuhkan berdasarkan besar energi beban dengan rumus:

E = V x I x t

dengan V adalah tegangan, I adalah arus dan t adalah waktu. Adapun arah arus merupakan hasil perkalian antara arus dan waktu dengan rumus:

AH = I x t

Sehingga rumus sebelumnya disederhanakan menjadi:

E = V x AH

Dengan penyederhanaan rumus tersebut diperoleh rumus untuk menentukan arah arus baterai sebagai berikut:

𝐴𝐻 =

𝐸𝑉

Akan tetapi perhitungan kebutuhan baterai masih harus mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut.

1. Days of autonomy, yaitu kemampuan sistem untuk memenuhi kebutuhan daya beban dalam satuan hari untuk mengantisipasi kondisi cuaca dimana sinar matahari tidak optimal sehingga proses pengisian baterai juga menjadi tidak optimal. Days of autonomy dalam konteks Indonesia dapat dipatok di 3 hari. Hal ini mengingat karena kondisi cuaca yang menghalangi sinar matahari tidak berlangsung terlalu lama karena Indonesia berada di garis kathulistiwa dengan kondisi musim yang tidak seekstrim di daerah empat musim. 2. Maximum depth of discharge (DOD), yang merupakan maksimum penggunaan kapasitas baterai yang direkomendasikan produsen baterai dalam satuan persen terhadap kapasitas tertulis (rated capacity). Hal ini nantinya akan terkait dengan usia pakai baterai. Pada umumnya DOD berada pada kisaran 50% (baterai VRLA AGM) dan 80% (baterai VRLA Gel). Faktor DOD tersebut akan mempengaruhi jumlah baterai yang akan digunakan pada kapasitas yang sama. Oleh karena PJU tenaga surya akan menempatkan bateri pada kotak yang berada pada tiang PJU, maka faktor berat baterai menjadi pertimbangan.

3. Battery temperature derating atau penurunan kapasitas berdaarkan suhu. Baterai akan mengalami penurunan kapasitas apabila temperatur turun. Biasanya produsen baterai menetapkan angka pengujian kapasitas 100% berada pada temperatur 20°C. Artinya baru pada temperatur di

bawah 20°C penurunan kapasitas akan terjadi. Namun demikian kenaikan Pada suhu yang sangat tinggi, bahan kimia pada baterai bisa mengalami penurunan kemampuan atau bahkan dapat merusak baterai. Untuk meminimalisir hal tersebut maka ditambahkan faktor 5% untuk mengantisipasi suhu yang tinggi.

Sehingga perhitungan untuk menentukan kapasitas baterai menjadi:

𝐴𝐻

𝑎𝑑𝑗

=

1,05 𝑥 𝐴𝐻 𝑥 𝐷𝐷𝑂𝐷

F. Solar Charge Controller

Solar charge controller juga sering disebut battery control regulator/battery control unit. Peralatan ini berfungsi mengatur aliran energi dari panel surya ke baterai maupun aliran energi dari baterai ke beban sehingga bisa melindungi overcharging

dan kelebihan voltase dari panel surya. Perencanaan kapasitas

solar charge controller tergantung dari data teknis pada panel surya. yaitu data short circuit current (Isc) dalam satuan Ampere (A). Penentuan kapasitas solar charge controller juga harus memperhatikan faktor-faktor efisiensi, suhu dan menjaga agar arus yang melewati SCC tidak mendekati nilai kapasitas arus SCC itu sendiri sehingga masa pakai solar charge controller akan lebih panjang. Dalam mengantisipasi hal-hal di tersebut, maka perlu dilakukan peningkatan kapasitas secara penghitungan taua yang disebut oversize factor. Penentuan

oversize factor secara umum untuk SCC adalah 25% sehingga persamaan untuk menghitung kapasitas SCC adalah:

ISCC = ISCpanel x Npanel x 125%

dengan Iscc adalah arus SCC (Ampere), ISCpanel adalah arus hubung singkat panel surya, dan Npanel yaitu jumlah panel surya terpasang.

III. METODE PENELITIAN

A. Tahapan Penelitian

(5)

76

GAMBAR II DIAGRAM ALIR PENELITIAN

Penelitian dimulai dengan mencari judul penelitian yang sesuai bidang ilmu peneliti. Setelah mendapatkan judul penelitian dilanjutkan ke studi literatur dengan mempelajari referensi berupa jurnal penelitian terdahulu dan buku teks yang sesuai dengan judul penelitian. Kemudian dilakukan pengambilan data. Data itu antara lain: (a) lebar, kelas, dan panjang jalan; (b) tingkat iluminasi yang dibutuhkan; (c) energi listrik yang dibutuhkan lampu. Jika data sudah lengkap maka penelitian bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu melakukan perencanaan sistem lampu jalan. Setelah sistem lampu jalan selesai direncanakan langkah selanjutnya adalah menghitung sistem sel surya. Selanjutnya mengambil kesimpulan dan memberi saran. Penelitian selesai.

B. Variabel yang Diteliti

Variabel yang akan diteliti yaitu variabel output berupa spesifikasi teknis PJUTS serta variabel input berupa tingkat iluminasi yang dibutuhkan.

C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi dan jika diperlukan menggunakan teknik wawancara. Data awal yang diperlukan yaitu (a) lebar, kelas, dan panjang jalan; (b) tingkat iluminasi yang dibutuhkan; (c) energi listrik yang dibutuhkan lampu. Pengolahan data awal dilakukan dengan melakukan perhitungan secara teknis untuk memperoleh spesifikasi komponen dari gardu induk untuk mendapatkan data outpout. Data output tersebut kemudian dianalisis untuk diperoleh spesifikasi teknis PJUTS.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Peta Jalan Internal Politeknik Negeri Malang

Di Polinema terdiri beberapa ruas jalan yang sering dilalui kendaraan bermotor maupun pejalan kaki. Jalan internal ini menurut definisi yang ada [1] termasuk jalan lokal yaitu jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri

perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Tata letak jalan di Polinema dapat dilihat di Gambar III. Panjang total jalan di Polinema adalah 1511 km.

GAMBAR III PETA JALAN POLITEKNIK NEGERI MALANG

B. Perencanaan Lampu

Hal pertama kali yang dapat dianalisis adalah lampu atau beban sel surya yang akan digunakan. Jalan di Polinema termasuk jalan lokal, maka berdasarkan Error! Reference source not found., dipilih lampu LED dengan daya 20 watt. Spesifikasi lengkap dari lampu dapat dilihat pada Gambar IV.

GAMBAR IV SPESIFIKASI TEKNIS LAMPU LED [2]

Lampu LED ini direncanakan menyala selama 12 jam maka energi yang dibutuhkan oleh lampu adalah:

E = 20 x 12 = 240 Wh

C. Perencanaan Panel Surya

Dalam menentukan kapasitas panel surya, jam efektif sinar matahari mengenai panel surya dalam satu hari rata-rata selama 4 jam. Dengan energi beban sebesar 240 Wh dan memperhatikan faktor-faktor lain seperti Coloumbic Efficiency, oversize factor, dan module efficiency maka kapasitas panel surya dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2

𝑃𝑝𝑣3= 1,53 𝑥 2404 = 91,8 𝑊𝑝

Apabila memperhatikan kapasitas panel surya berdasarkan [2] seperti pada Tabel V maka dipilih kapasitas 110 Wp dengan model SIP-110 sejumlah satu panel dengan tipe polycristaline.

(6)

77

TABEL V DATASHEET PANEL SURYA SKYTECH SOLAR [2]

D. Perencanaan Kapasitas Baterai

Energi beban yang digunakan adalah sebesar 240 Wh, kapasitas minimal baterai dihitung dengan Persamaan 2.7

𝐴𝐻 =240

12 = 20 𝐴𝐻

Dengan memperhitungkan faktor lain seperti days of autonomy adalah 3 hari, battery temperature derating sebesar 105%, dan DOD dipilih 80%, maka perhitungan kapasitas baterai menjadi Persamaan 2.10:

𝐴𝐻𝑎𝑑𝑗=

1,05𝑥20𝑥3

0,8 = 78,75 𝐴𝐻

Hasil perhitungan disesuaikan dengan kapasitas baterai yang ada di Tabel VI maka digunakan sebuah baterai dengan kapasitas 80 Ah.

TABEL VI DATASHEET NAGOYA FIRST POWER [2]

E. Perencanaan Solar Charge Controller (SCC)

Dari subbab sebelumnya telah diputuskan menggunakan panel surya model SIP-110 sebanyak satu panel. Berdasarkan Tabel V dapat dilihat bahwa arus hubung singkat dari panel surya model SIP-110 adalah 6,34 A. Dengan data-data tersebut, kapasitas SCC dihitung menggunakan Persamaan 2.11.

𝐼𝑆𝐶𝐶= 6,34 𝑥 1 𝑥 125% = 7,925 𝐴.

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka dipilih SCC tipe MPPT 75/10 dengan kapasitas arus 10 A yang mempunyai spesifikasi seperti pada Tabel VII.

TABEL VII DATASHEET SCC [3]

F. Perencanaan Penempatan Lampu

Jalan di Polinema termasuk jalan lokal sehingga berdasarkan Tabel III sistem penempatan lampu yang digunakan adalah sistem menerus. Lebar jalan rata-rata enam meter sehingga tinggi tiang lampu dipilih 5 m dengan jarak antar tiang 35 m sesuai ketentuan pada Tabel IV. Dengan memperhatikan panjang total ruas jalan di Polinema dan jarak antar tiang, maka jumlah tiang toatal yang harus dipasang sebanyak 33 buah tiang lengan tunggal dan dua buah tiang lengan ganda. Kemiringan stang ornament adalah 2,560 [6].

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan yaitu di sepanjang ruas jalan di Polinema diperlukan sebanyak 35 buah PJUTS dengan masing-masing tiang berjarak 35 meter dengan tinggi tiap tiang adalah 5 meter. Pada tiap-tiap tiang PJUTS terdiri dari sebuah lampu LED 20 Watt, sebuah panel surya dengan kapasitas 110 Wp tipe polikristalin, sebuah baterai dengan kapasitas 80 Ah, dan sebuah SCC tipe MPPT dengan kapasitas arus 10 A.

REFERENSI

[1] SNI 7391:2008, “Spesifikasi Penerangan Jalan di Kawasan Perkotaan”, Badan Standar Nasional

[2] Raymond Simanjorang, “Merencanakan PJU Tenaga Surya”, https://www.slideshare.net/hexamitra/merencanakan-pju-tenaga-surya-penerangan-jalan-umum?from_action=save, diakses pada tanggal 04 Mei 2019

[3] Datasheet SmartSolar Charge Controllers,

https://www.victronenergy.com/upload/documents/Datasheet- SmartSolar-charge-controller-MPPT-75-10,-75-15,-100-15,-100-20,-100-20_48V-EN.pdf, diakses pada tanggal 05 Mei 2019

[4] D. T. B. Sihombing, and S. T. Kasim, “Perencanaan Sistem Penerangan Jalan Umum dan Taman di Areal Kampus USU Dengan Menggunakan

(7)

78

Teknologi Tenaga Surya (Aplikasi di Areal Pendopo dan Lapangan Parkir)”, Singuda Ensikom, Medan, vol. 3 no. 3, pp 118-123, September 2013.

[5] I. A. Syarifudin, B. Sirait, and Purwoharjono, “Rancang Bangun Penataan Lampu Penerangan Jalan Umum di Kota Sintang”, Jurnal Teknik Elektro Universitas Tanjungpura, Pontianak, vol. 1 no. 1, 2015.

[6] A. Effendi and Aldifian, “Perencanaan Penerangan Jalan Umum Jalan Lingkar Utara Kota Solok”, Jurnal Teknik Elektro ITP, Padang, vol. 1 no. 2, pp no. 23-32, Januari 2012.

[7] B. Winardi and A. Nugroho, “Perencanaan Penataan Lampu Penerangan Jalan Umum (LPJU) Sebagai Upaya Efisiensi Tagihan Rekening Listrik Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang UPJ Salatiga”, Junal Teknik Elektro, Semarang, jilid 9 no. 2, pp no. 138-144, Desember 2009. [8] A. Effendi and N. Razonta, “Penataan dan Meterisasi Lampu Penerangan

Jalan Umum (LPJU) Desa Apar Kecamatan Pariaman Utara”, Jurnal Teknik Elektro ITP, Padang, vol. 4 no. 1, pp no. 9-18, Januari 2015. [9] H. Hermawan and K. Karnoto, "Perancangan Software Aplikasi Optimasi

Penataan Lampu PJU Sebagai Upaya Penghematan Biaya Energi Listrik", Transmisi, vol. 7, no. 1, pp. 15-21, Februari 2012.

[10] I. Ridzki and H. Sucipto; “Analisis Instalasi Penerangan Dengan Pemakaian Panel Surya Untuk Beban Lampu LED DC”, Jurnal Eltek, vol. 15 no. 1, pp 32-46, April 2017.

Referensi

Dokumen terkait

Kemungkinan yang lain, kompleks yang diduga sebagai Kraton Kerajaan Banjar tersebut pada masa kejayaan Negara Daha sudah berfungsi sebagai daerah perwakilan dari Kerajaan

Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukkan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva

Dengan demikian, individu yang memiliki keinginan untuk berprestasi tinggi adalah individu yang memiliki standar berprestasi, memiliki tanggung jawab pribadi atas

Penyaluran dana pada periode kedua dan seterusnya akan dilakukan apabila sekolah penerima telah melaporkan dan menyerahkan laporan pertanggugjawaban penggunaan

Berbagi adalah pembagian peran antara Perusahaan dengan masyarakat desa hutan atau Perusahaan dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan dalam

Selain itu, Aziz (1996) mengungkapkan bahwa kondisi substrat dan habitat sangat menentukan sebaran Echinodermata. Informasi tentang keberadaan jenis Echinoder- mata pada

Implementasi kewenangan penyidikan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan terkait tindak pidana Kehutanan terhadap satwa liar yang dilindungi dalam pelaksanaannya

Kompetensi Dasar Materi Pokok dan Uraian Materi Pengalaman Belajar Indikator Pencapaian Kompetensi Penilaian Alokasi Waktu Sumber/ Bahan/ Alat Jenis Tagihan Bentuk