MALANG RAYA
A tik Wahyuni, ST.MT Staff Pengajar Jurusan Teknik SipilUniversitas Internasional Batam
Email: atik@uib.edu
Ir. Achmad Wicaksono, Meng, Phd Staff Pengajar Jurusan Teknik Sipil
Universitas Brawijaya Malang
Email:wicaksono68@brawijaya.ac.id
ABSTRAK
Pemilihan kereta api sebagai alternatif moda transportasi mempunyai beberapa kelebihan diantaranya kapasitas penumpang lebih banyak sehingga dapat mengurangi beban lalulintas jalan dan biaya operasional lebih murah.
Rencana pengoperasian Kereta api commuter dengan rute Lawang-Kepanjen/ Sumberpucung di Malang raya memerlukan kajian awal berupa besar Ability to
pay (ATP), Willingness to pay (WTP) calon pengguna kereta api commuter dan Ability to pay (ATP), Willingness to pay (WTP) terhadap tarif rencana kereta api commuter serta mengetahui seberapa besar keinginan untuk menggunakan kereta
api commuter (Willingness to use /WTU).
Pengumpulan data dilakukan melalui kuisioner karakteristik responden, karakteristik perjalanan, persepsi terhadap biaya perjalanan dan juga kuisioner yang disusun dengan menggunakan teknik stated preference. Responden yang disurvey juga dibedakan antara responden captive dan choice.
Dari analisa ATP dan WTP terhadap tarif rencana commuter sebesar Rp 2000 diperoleh ATP dan WTP lebih besar dari tarif rencana. Sedangkan untuk mengetahui kemauan menggunakan (Willingness to use) moda commuter diperoleh Model pemilihan moda Uka - Umk = 0.00401 - 0.000618 ∆X1 + 0.137 ∆X2 - 0.0491 ∆X3, dimana ∆X1 adalah selisih atribut biaya perjalanan, ∆X2 adalah selisih atribut frekwensi keberangkatan dan ∆X3 adalah selisih ketepatan jadwal. Kata kunci : Commuter, Pemilihan moda, ATP dan WTP
1. PENDAHULUAN Latar Belakang
Perkembangan yang pesat terjadi di Malang Raya terutama pada koridor Kepanjen – Lawang, dimana Kabupaten Malang menjadi penyangga Kota Malang sehingga banyak pekerja di Kota Malang yang tinggal di Kabupaten Malang atau sebaliknya
(commuter).
Perjalanan orang saat ini pada lintas Kepanjen Kab. Malang – Kota Malang – Lawang Kab. Malang mencapai 16.000 orang/hari, Pergerakan arah Utara – Selatan dan sebaliknya dilayani oleh jalan arteri
primer yang melalui Lawang – Singosari – Kota Malang – Kepanjen.
Sedangkan sarana angkutan umum yang ada di kota Malang saat ini sudah over suply, kurang lebih sekitar 2200 angkutan yang beroperasi dan setiap harinya mengangkut sekitar 150 ribu penumpang dengan asumsi setiap angkutan kota setiap harinya menjalankan 10 rit. Idealnya angkutan yang melintasi kota Malang jumlahnya hanya 1000 angkutan kota.
Dengan kondisi yang demikian seharusnya kota Malang mempunyai angkutan masal yang dapat mengakomodasi pergerakan dan
juga memberikan layanan yang maksimal pada pengguna transportasi.
Pemilihan kereta api sebagai alternatif moda transportasi yang mempunyai beberapa keuntungan diantaranya kapasitas penumpang lebih banyak sehingga biaya operasional lebih murah rencananya akan dioperasikan di kota Malang, Kereta api
Commuter ini direncanakan dengan rute
Lawang-Kepanjen dan diharapkan mampu memberikan layanan maksimal dengan tarif yang murah.
Tarif rencana yang akan diberlakukan pada kereta api commuter di kota Malang disesuaikan dengan tarif resmi commuter Surabaya yang saat ini sudah beroperasi. Untuk mengetahui daya beli atau kemampuan membayar dari calon pengguna jasa kereta api commuter terhadap tarif rencana commuter di kota Malang maka perlu dilakukan pendekatan daya beli masyarakat untuk membayar jasa dapat berupa pendekatan kemampuan secara rasional yaitu proporsi alokasi budget untuk transportasi yang dianggap layak atau ideal dari total budget pengeluaran (Ability to
Pay) dan kemauan yang didasarkan pada
persepsi pengguna (Willingnes to Pay), yang nantinya juga berpengaruh pada kemauan
menggunakan kereta api commuter ( Willingness to Use).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi besaran tarif yang sesuai bagi pengguna jika kereta api commuter Malang Raya dioperasikan dan untuk mengetahui daya beli calon pengguna kereta api
commuter.
2. TINJAUAN PUSTAKA Sistem Angkutan Umum
Dalam penyelenggaraan angkutan umum melibatkan tiga pihak sebagai pelaku yaitu operator, pengguna dan pemerintah. Bagi ketiga pihak yang berkepentingan dalam menentukan pelayanan angkutan, tarif jasa transportasi merupakan hal penting yang diartikan berbeda tergantung masing-masing pihak yang secara langsung berkepentingan.
Willingness to Use
Keinginan untuk menggunakan suatu moda (Willingnes to Use) di pengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 (Tamin, 2000), yaitu : ciri pengguna jalan (Struktur rumah tangga, Pendapatan, keterdesakan waktu), ciri pergerakan (Tujuan pergerakan, Waktu terjadinya pergerakan, Jarak perjalanan), ciri fasilitas moda transportasi (waktu perjalanan, Biaya transportasi) dan ciri kota atau zona (jarak pencapaian atau kemudahan memperoleh moda).
Ability To Pay (ATP) dan Willingness To Pay (WTP)
Ability to pay (ATP) adalah kemampuan
masyarakat dalam membayar ongkos per-jalanan yang dilakukannya. Sedangkan willingness to pay (WTP) didefinisikan sebagai kesediaan pengguna untuk menge-luarkan imbalan atas jasa yang di-perolehnya. Pendekatan yang digunakan dalam analisis WTP didasarkan pada persepsi pengguna terhadap tarif dari jasa pelayanan angkutan umum tersebut.
Selanjutnya alokasi budget transportasi untuk setiap anggota keluarga dapat digunakan pendekatan sebagai berikut:
(
n)
I
g
C
C
C
C
C
=
11.
12.
13....
...(1) Pendekatan yang akan digunakan untuk menghitung ATP untuk tiap anggota keluarga tersebut per satuan kilometer perjalanan yang ditempuh dapat dihitung pada persamaan berikut: r t p x rI
P
P
T
ATP
=
.
.
...(2)Penentuan Tarif Berdasarkan ATP dan WTP Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dijadikan subyek yang menentukan nilai tarif yang diberlakukan dengan prinsip sebagai berikut (lihat Gambar 1 )
1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai tarif yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP kelompok masyarakat
sasaran. Bantuan pemerintah dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi dimana nilai tarif berlaku lebih besar dari ATP, sehingga didapat nilai tarif yang besarnya sama dengan nilai ATP.
2. WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan angkutan umum, sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka dimungkinkan melakukan peningkatan nilai tarif dengan perbaikan kinerja pelayanan.
Gambar 1. Ilustrasi Keluasan Penentuan Tarif berdasarkan ATP dan WTP
Teknik Stated Preference
Stated preference adalah pendekatan
dengan cara menyampaikan pernyataan pilihan (option) berupa hipotesa yang harus dinilai oleh responden dalam bentuk pilihan, baik berupa ‘ranking’, ‘rating’ atau choice’.
Stated preference juga merupakan
pendekatan terhadap responden untuk mengetahui respon terhadap situasi yang berbeda. Pada teknik stated preference peneliti dapat mengontrol faktor-faktor yang ada pada suatu hipotesa. Masing-masing situasi diberikan dalam keadaan sesungguhnya dengan berbagai alternatif situasi.
Kebanyakan stated prefernce menggunakan perancangan eksperimen untuk menyusun alternatif-alternatif yang disajikan kepada responden. Rancangan ini dibuat ortogonal artinya kombinasi kombinasi antara atribut yang disajikan bervariasi secara bebas satu sama lain. salah satu keuntungannya adalah efek dari masing-masing atribut yang direspon lebih mudah di identifikasi.
Jika jumlah atribut (a) masing-masing distratifikasi kedalam (n) level, maka diperlukan (na) kombinasi pilihan. Desain seperti ini disebut faktorial penuh (full
factorial). Bila terdapat banyak atribut dan
level stratifikasi yang dipertimbangkan, maka akan menghasilkan kombinasi yang sangat banyak yang dapat membuat responden bosan. Kroes & Sheldon (1988) dalam Samad (2003) menyatakan batasan 9 sampai 16 sebagai jumlah pilihan yang masih dapat diterima responden dengan baik. Untuk mengurangi jumlah pilihan dapat dilakukan beberapa hal, salah satunya yang paling banyak dipakai adalah dengan menggunakan desain faktorial sebagian (fractional factorial). Pendekatan ini mengasumsikan bahwa semua atau sebagian variabel yang saling berinteraksi dapat diabaikan.
Model Analisis Logit
Pendekatan dasar model analisis logit adalah untuk menemukan bentuk transformasi probabilitas sehingga dapat bernilai -
∞
sampai +∞
, walaupun probabilitas itu sendiri terbatas dalam nilai antara 0 sampai 1.Jika seseorang mempunyai pilihan antara menggunakan kereta api dan mikrolet, maka probabilitas menggunakann kereta api adalahρ
KA = 1-ρ
MK. Jikaρ
MK dinyatakan sebagai kombinasi linier antara peubah bebas (atribut pemilihan moda) maka dapat ditulis sebagai berikut :)
(
...
)
(
)
(
1 2 2 1 n n KA=
a
+
b
∆
x
+
b
∆
x
+
b
∆
x
ρ
.. ...(3)Pertimbangkan rasio logaritma natural antara
ρ
KA dengan 1-ρ
KA, jikaρ
KA meningkat dari nol ke satu, maka lnKA KA
ρ
ρ
−
1
meningkat dari negatif ke arahpositif tak hingga, karena
ρ
KA dan ln KA KAρ
ρ
−
1
tersebut merupakan kombinasi tak linier dari peubah bebas, maka selanjutnya dapat ditulis sebagai persamaan pemilihan moda:(
KA MK)
KA KAU
U
−=
−
ρ
ρ
1
ln
...(4)Untuk mengetahui probabilitas penggunaan kereta api commuter, maka persamaan dapat di tulis sebagai berikut:
( ) ( KA MK) MK KA u u u u KA
e
e
− −+
=
1
ρ
...(5) Pada survey stated-preferences ini, respon dari responden dinyatakan dalam skala pilihan 1-5. Skala tersebut ditransformasi ke dalam bentuk probabilitas (Berkson-Theiltransformation).
3. METODE PENELLITIAN
3.1. Metode Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan terdiri dari data primer yang dikumpulkan dari lapangan dengan cara menyebarkan kuisioner pada responden yang setiap hari melakukan perjalanan dari atau ke daerah sekitar Lawang sampai Sumberpucung. Pengambilan sampel dilakukan di stasiun, diatas kereta, pusat –pusat bangkitan dan juga rumah tangga yang berada pada salter rencana kereta api commuter.
3.2. Metode Analisa
Metode Budget Keluarga (Household budget) Pendekatan yang akan digunakan untuk menghitung ATP untuk tiap anggota keluarga tersebut per satuan kilometer perjalanan yang ditempuh.
Metode Persepsi
Berbeda dengan metode sebelumnya, pada metode persepsi pendapatan secara implisit mempengaruhi persepsi pengguna dalam membayar tarif angkutan (Uli,1999 dalam Hamkah, 2004). Pengaruh ini terjadi karena disamping penghasilan, faktor lainnya seperti utilitas pengguna, kuantitas dan kualitas jasa pelayanan yang ditawarkan sangat mempengaruhi persepsi pengguna terhadap kesediaan membayar. Metode ini menganggap setiap pengguna mempunyai persepsi dan keinginan yang berbeda untuk membayar tarif yang berlaku/kilometer.
Analisis data stated-preference
Analisa regresi ditujukan untuk menganalisa bentuk pilihan rating, dimana skala semantik pada masing-masing point rating ditransformasikan kedalam skala numerik (Rm) dengan menggunakan transformasi logit biner pada probabilitas tertentu. Nilai skala numerik merupakan variabel tidak bebas dan selisih nilai atribut antara mikrolet dan kereta api commuter adalah merupakan variabel bebas. Model dicari untuk menghasilkan parameter model dengan meminimalkan jumlah kuadrat perbedaan antara rating pilihan yang diramalkan dan rating yang diberikan responden.
4. ANALISA DAN PEMBAHASAN Analisis Willingness to Use
Stated Preference
Model persamaan yang dihasilkan dari pemasangan beberapa atribut dimana ∆X1 adalah selisih atribut biaya perjalanan, ∆X2 adalah selisih atribut frekwensi ke-berangkatan dan ∆X3 adalah selisih ketepatan jadwal antara commuter dan mikrolet. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1: Tabel Model persamaan
No Model persamaan 1 Uka - Umk = 0.001251-0.00130 ∆X1 2 Uka - Umk = - 0.0194 + 0.128 ∆X2 3 Uka - Umk = 0,623 + 0.07857 ∆X3 4 Uka - Umk = 0.01649 - 0.000509 ∆X1 + 0.08507 ∆X2 5 Uka - Umk = -0.0441 -0,00097 ∆X1 + 0.0465 ∆X3 6 Uka - Umk = 0.0973 + 0.174 ∆X2 - 0.0401 ∆X3 7 Uka - Umk = 0.00401 - 0.000618 ∆X1 + 0.137 ∆X2 - 0.0491 ∆X3
Dari model persamaan diatas dipilih model no.7 sebagai model yang digunakan karena model no.7 mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) dan koefisien korelasi (R) yang paling tinggi dibandingkan dengan model yang lain.
Atribut Biaya Perjalanan, Frekwensi Keberangkatan & Ketepatan Jadwal
Model pemilihan moda dari regresi frekwensi keberangkatan dan ketepatan jadwal
menggunakan mikrolet sesuai dengan keaadaan saat ini, adalah sebagai berikut:
3 2 1
0
.
137
0
.
0491
000618
.
0
00401
.
0
X
X
X
U
U
ka−
mk=
−
∆
+
∆
−
∆
Dengan memasukkan nilai ∆X1, ∆X2 dan ∆X3, didapatkan probabilitas pemilihan
commuter dengan mikrolet pada Tabel 2
dan Gambar 2
Tabel 2. Probabilitas pemilihan moda berdasarkan biaya perjalanan, frekwensi keberangkatan dan ketepatan jadwal
X1 X2 X3 Utilitas Probabilitas Probabilitas
Biaya frekwensi keterlambatan Pemilihan Pemilihan Pemilihan
Perjalanan keberangkatan jadwal kereta kereta Moda
(Rupiah) (Menit) commuter commuter Mikrolet
1 1000 8 15 -0.254 0.437 0.563
2 750 4 0 0.089 0.522 0.478
3 500 10 10 0.574 0.64 0.36
4 250 6 5 0.426 0.605 0.395
Opsi
Probabilitas pemilihan moda (atribut biaya perjalanan,frekw ensi keberangakatan, keterlambatan jadwal)
0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 -0.300 -0.200 -0.100 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 Utilitas Pr ob abilitas
Probabilitas Pemilihan kereta commuter Probabilitas Pemilihan Moda Mikrolet
Gambar 2. Grafik pemilihan moda berdasar biaya perjalanan, frekwensi keberangkatan dan ketepatan jadwal
Dari model persamaan, tabel dan gambar diatas dapat diketahui bahwa:
a. Nilai konstanta pada model sebesar 0.00401, dimana atribut biaya perjalanan, frekwensi keberangkatan dan ketepatan jadwal commuter
dibandingkan dengan biaya perjalanan, frekwensi keberangkatan dan ketepatan jadwal mikrolet kondisi saat ini, probabilitas pemilihan commuter
sebesar 44% dan mikrolet 56%, ini berarti dari 100 orang yang melakukan perjalanan didaerah sekitar Lawang sampai dengan sumberpucung 44 orang
memilih menggunakan commuter dan 56 orang menggunakan mikrolet saat biaya perjalanan lebih mahal 1000, frekwensi keberangkatan 8x dalan satu hari dan ketepatan jadwal terlambat 15 menit pada commuter.
b. Jika koefisien suatu atribut bernilai positif maka atribut itu disenangi dan sebaliknya jika koefisien suatu atribut negatif maka atribut tersebut tidak disukai, koefisien yang didapat dari atribut biaya perjalanan dan ketepatan jadwal adalah negatif berarti tidak disukai dan menjadi pertimbangan dalam memilih moda, frekwensi keberangkatan adalah positif ini berarti atribut frekwensi keberangkatan disukai dan tidak menjadi pertimbangan dalam pemilihan moda.
c. Jika dilihat dari Gambar 2 , hubungan antara probabilitas pemilihan moda dan selisih utilitas pemilihan moda
commuter-mikrolet adalah semakin
besar probabilitas seseorang dalam memilih moda commuter dapat dilihat dari makin tingginya selisih utilitas pemilihan moda commuter-mikrolet, nilai probabiltas commuter turun ketika biaya perjalanan semakin mahal dan tidak diimbangi oleh frekwensi keberangkatan serta ketepatan jadwal. d. Dari hasil uji F terhadap model utilitas
diperoleh nilai signifikan = 0.000 yang berarti lebih kecil dari taraf signifikan yang digunakan sebesar 5%, hal ini berarti ada hubungan linier pada model regeresi linier berganda yang diperoleh antara variabel independent dan variabel dependen. Dan dari hasil uji t konstanta model diperoleh nilai signifikan = 0.591 yang berati lebih besar dari taraf signifikan yang digunakan, hal ini menunjukan bahwa konstanta model tidak signifikan. Untuk uji t bagi koefisien atribut independent diperoleh nilai signifikan = 0.000 yang berarti lebih kecil dari taraf signifikan. Sedangkan dari uji koefisien determinasi (R2) diperoleh nilai 0.973 dan koefisien korelasinya (R)=0.986 yang berarti mendekati nilai 1 sebagai indikator model yang baik.
Analisis Ability to Pay ATP Responden Umum
ATP responden umum tanpa membedakan pendapatan per bulan dan tanpa membedakan captive atau choice dominan pada interval 9 sampai dengan 106 Rp/pnp-km sebesar 31.75%.
ATP Responden Captive
Dalam menentukan ATP responden captive, responden tidak dikelompokkan berdasarkan pendapatan tetapi secara keseluruhan dari pendapatan kurang dari Rp 500.000,- per bulan sampai dengan Rp 5.000.000,- per bulan, diperoleh bahwa ATP dominan reponden captive adalah interval 9-116 Rp/pnp-km sebesar 36% dan ATP tertinggi pada interval 873-980 Rp/pnp-km sebanyak 3,6%.
ATP Responden Choice
Dalam menentukan ATP responden choice, responden tidak dikelompokkan berdasarkan pendapatan, tetapi secara keseluruhan dari pendapatan kurang dari Rp 500.000,- per bulan sampai dengan Rp 5.000.000,- per bulan. Dari hasil survei diperoleh bahwa ATP dominan reponden choice adalah interval 9-103 Rp/pnp-km sebesar 25,46% dan juga responden choice dengan ATP interval 104-207 Rp/pnp-km sebesar 25,46% dan ATP tertinggi pada interval 832-935 Rp/pnp-km sebanyak 2,58%.
Analisis Willingness to Pay WTP Responden Umum
Distribusi frekwensi WTP responden umum dengan pendapatan kurang dari Rp 500.000,- sampai dengan Rp 5.000.000,- per bulan didapatkan hasil WTP yang dominan dimilki oleh responden adalah pada interval 4-95 Rp/km sebanyak 55,26% responden, sedangkan untuk WTP responden tertinggi pada interval 832-923 Rp/km sebanyak 0,21%, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 dan gambar 8 dibawah ini. WTP Responden Captive
Distribusi frekwensi WTP responden captive diperoleh hasil WTP dominan yang dimiliki responden adalah pada interval 7-86 Rp/km sebanyak 49,48% dari jumlah responden, dan
WTP tertinggi pada interval 647-726 Rp/km sebanyak 2,06% dari jumlah responden. WTP Responden Choice
Distribusi frekwensi WTP responden choice diperoleh WTP dominan yang dimiliki responden adalah pada interval 4-105 Rp/km sebanyak 53,30% dari jumlah responden dan WTP tertinggi pada interval 820-921 Rp/km sebanyak 0,36% dari jumlah responden.
Analisis Pengeluaran Nyata
Pengeluaran Nyata Responden Umum Hasil survei pengeluaran nyata responden dengan pendapatan kurang dari Rp 500.000 - Rp 5.000.000 per bulan dominan pada interval 7-96 Rp/km sebanyak 35,91% dari keseluruhan responden dan pengeluaran nyata tertinggi pada interval 817-906 Rp/km sebanyak 0,64%.
Pengeluaran Nyata Responden Captive Dari hasil survei pengeluaran nyata untuk responden captive dengan pendapatan kurang dari Rp 500.000,- sampai dengan Rp 5.000.000,- per bulan dominan pada interval 7-93 Rp/km sebanyak 40.20% dari jumlah keseluruhan responden, dan pengeluaran nyata tertinggi pada interval 703-789 Rp/km sebanyak 4.12%
Pengeluaran Nyata Responden Choice
Hasil survei pengeluaran nyata responden
choice dengan pendapatan kurang dari Rp
500.000,- sampai dengan Rp 5.000.000,- per bulan dominan pada interval 8-108 Rp/km sebanyak 39,48% dari jumlah keseluruhan responden dan pengeluaran nyata tertinggi pada interval 816-916Rp/km sebesar 1,10%. Analisis Tarif
Analisis Tarif Angkutan Umum Moda Jalan Raya
Bila jarak tempuh rata-rata angkutan kota (25 trayek) yang ada dalam kota Malang adalah 14,044 km ditambahkan dengan jarak trayek mikrolet Lawang-Arjosari 12 km, jarak trayek mikrolet Gadang-Kepanjen 14,5 km dan Kepanjen-Sumberpucung 10 km maka panjang perjalanan
Lawang-Sumberpucung 50,544 km. Besarnya tarif yang harus dibayar untuk sekali perjalanan dari Lawang-Sumberpucung atau sebaliknya untuk penumpang umum Rp 8800 dan untuk pelajar Rp 7000, maka besar tarif berdasarkan jarak tempuh sebesar 168,4/km seperti diuraikan pada tabel 3 dibawah ini: Tabel 3. Perhitungan tarif rata-rata
Umum (1x perjalanan) 8800 84 7392 Pelajar (1x perjalanan) 7000 16 1120
Jumlah (Rp) a 100 8512
Panjang Perjalanan (km) b 50.544 Tarif rata-rata (Rp/km) a/b 168.4
Penumpang Tarif (Rp/rit) Frekwensi (%) Tarif (Rp)
Sumber : Hasil Analisis
Analisis Tarif Resmi Terhadap ATP, WTP dan Pengeluaran Nyata Responden Umum Penggabungan grafik ATP,WTP dan pengeluaran nyata responden umum terhadap tarif resmi moda jalan raya, didapat bahwa kurva ATP diatas kurva WTP dan pengeluaran nyata, kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat mampu membayar tarif resmi yang berlaku, tetapi kemauan atau kerelaan untuk membayar kurang, hal ini mungkin terjadi bagi pemakai yang lebih dipengaruhi oleh utilitas atau faktor kualitas dan kuantitas pelayanan jasa angkutan moda jalan raya yang dianggap kurang baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.
Kurva ATP, WTP, Pengeluaran Nyata responden umum terhadap Tarif Resmi
0 20 40 60 80 100 120 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Biaya pers atuan panjang (Rp/pnp-km )
Res p on den deng an AT P , WTP, Peng e luaran nyata > ( % ) ATP WTP Pengeluaran Nyata Tarif Resmi
Gambar 3. Kurva ATP, WTP dan pengeluaran nyata responden umum terhadap tarif resmi.
Dengan menempatkan garis tarif resmi pada kurva diketahui persentase kumulatif responden yang mempunyai ATP, WTP dan
pengeluaran nyata lebih besar dari tarif resmi, persentase responden umum yang mempunyai ATP lebih besar dari tarif resmi 68%, mempunyai WTP lebih besar dari tarif resmi 37% dan yang mempunyai Pengeluaran nyata lebih besar dari tarif resmi 55%, ini berarti bahwa sebagian pengguna membayar lebih mahal dari tarif resmi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini: Tabel 4. Frekwensi kumulatif responden umum dengan ATP, WTP dan Pengeluaran nyata lebih besar dari tarif resmi.
ATP WTP Pengeluaran
Nyata Lebih besar
tarif resmi 68% 37% 55%
Sumber : Hasil Analisis
Analisis Tarif Rencana Angkutan Umum Moda Kereta Api Commuter
Berdasarkan dari informasi dari PT KAI sebagai pihak operator kereta api
commuter, tarif rencana yang akan
diberlakukan pada kereta api Lawang-Sumberpucung sama dengan kereta api
commuter Surabaya-Sidoarjo sebesar
Rp.2000. Jika jarak antara stasiun Lawang sampai dengan stasiun Sumberpucung adalah 48,3 km, maka biaya per satuan km dijelaskan dalam tabel 5.
Tabel 5.Perhitungan tarif rencana rata-rata terhadap responden Penumpang Tarif (Rp/rit) Frekwensi (%) Tarif (Rp) Umum (1x perjalanan) 2000 84 1680 Pelajar (1x perjalanan) 2000 16 320 Jumlah (Rp) a 100 2000 Panjang Perjalanan (km) b 48.3 Tarif rata-rata (Rp/km) a/b 41.4
Sumber : Hasil Analisis
Analisis Tarif Rencana Terhadap ATP ,WTP Responden Umum
Dari hasil penggabungan grafik ATP,WTP responden umum didapat bahwa kurva ATP diatas kurva WTP, kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai kemampuan membayar lebih tinggi dari kemauan atau kerelaan untuk membayar kurang, hal ini
mungkin terjadi bagi pemakai yang lebih dipengaruhi oleh utilitas atau faktor kualitas dan kuantitas pelayanan jasa angkutan umum yang dianggap kurang baik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.
Kurva ATP, WTP responden umum terhadap Tarif Resmi
0 20 40 60 80 100 120 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Biaya persatuan panjang (RP/pnp- km )
Respon d en den g an A T P, W T P, Penge lu ar a n n ya ta > ( %) ATP WTP Tarif Rencana
Gambar 4. Kurva ATP,WTP responden umum terhadap tarif rencana commute.
Dengan menempatkan garis tarif rencana
commuter pada kurva gambar 3 diketahui
persentase kumulatif responden yang mempunyai ATP, WTP lebih besar dari tarif rencana adalah 100%, jika melihat persentase diatas maka tarif rencana
commuter sebesar Rp 2000,- per penumpang
sesuai dengan kemampuan dan kemauan calon pengguna kereta api commuter. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Frekwensi kumulatif responden umum dengan ATP, WTP lebih besar dari tarif rencana
ATP WTP Pengeluaran
Nyata Lebih besar
tarif resmi 100% 100% 100%
Sumber : Hasil Analisis
Sedangkan dari pihak regulator yaitu Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Timur dalam studi pengembangan kereta api commuter diwilayah Malang Raya meninjau tarif dari segi biaya operasional dan diperoleh tarif sebesar Rp 4500,- per penumpang jika diasumsikan jumlah penumpang pada awal pengoperasian KA commuter adalah 800 orang. Supaya tarif yang berlaku nantinya tidak merugikan pihak operator, investor dan tidak memberatkan pengguna maka diperlukan subsidi dari pemerintah sebesar Rp 2500,- per penumpang. Jika jumlah
penumpang awal diasumsikan 800 orang maka total keseluruhan subsidi yang harus dikeluarkan oleh pemerintah pada awal pengoperasian commuter sebesar Rp 2.000.000,-
5. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2001, Panduan Pengumpulan
Data Angkutan Umum Perkotaan,
Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Jakarta. 2. Armijaya, 2003, Kemampuan Finansial
Penumpang Kereta Api Parahyangan,
Simposium VI FSTPT Universitas Hasanudin, Makasar.
3. Armijaya & Irsan, 2003, Ability to Pay dan
Willingness to pay angkutan umum,
Simposium VI FSTPT Universitas Hasanudin, Makasar.
4. Armijaya, dkk, 1999, Nilai Penghematan
Waktu Pengguna Jalan Tol
Menggunakan Data Preference,
Simposium II FSTPT Institut Teknologi Surabaya, Surabaya.
5. Ariawan,I.M.A, 2000, Analisa Ability to
Pay dan Willingness to Pay Terhadap Tarif Angkutan Kota, Tesis Magister
Teknik Institut Teknologi Bandung, Bandung.
6. Dira, 1998, Identifikasi Karakteristik
Pergerakan dan Persepsi Penumpang Pekerja Ulang-Alik Terhadap Moda Angkutan Kereta Api, Simposium I
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
7. Hamkah, 2004, Kemauan dan
Kemampuan Membayar masyarakat
terhadap tarif angkutan kota, Tesis
Magister Teknik Universitas Brawijaya, Malang.
8. Hermawan, 1999, Model Kompetisi Moda
Angkutan Barang Antara Kereta Api dan Truk Dengan Teknik Stated Preference,
Simposium II FSTPT Institut Teknologi Surabaya, Surabaya.
9. Kamaludin R, 2003, Ekonomi
Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta.
10. Morlok.E.K, 1995, Pengantar Teknik dan
Perencanaan Transportasi, Erlangga,
Jakarta.
11. Ortuzar,J,D & Willumsen,L,G, 1997,
Modelling Transport, England.
12. Permain.D & Swanson,J, 1991, Stated
Practice Second Edition, Den Haaq,
Netherlands.
13. Samad,A, 2003, Analisis Model Tingkat
Kebutuhan Taksi di Kota Malang dengan Metode Stated Preference, Tesis Magister Teknik Universitas Brawijaya, Malang.
14. Sugiarto, dkk, 2001, Teknik Sampling, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 15. Sugiyono, 2005, Statstiika Untuk
Penelitian, CV Alfabeta, Bandung
16. Tamin,O,Z, 2000, Perencanaan dan
Pemodelan Transportasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
17. Walpole, 1998, Pengantar Statistika, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
18. Wright.L & Fjellstrom, 2001, Modul 3a,
Sustainable Urban Transport Sourcebook
for Policy Makers in Developing Cities,