• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI REPRODUKSI DAN UPAYA PENGEMBANGBIAKAN KERBAU BELANG TANA TORAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI REPRODUKSI DAN UPAYA PENGEMBANGBIAKAN KERBAU BELANG TANA TORAJA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI REPRODUKSI DAN UPAYA

PENGEMBANGBIAKAN KERBAU BELANG TANA TORAJA

(Reproductive Potency and Effort to Breeding Spotted Buffalo

in Tana Toraja)

YULNAWATI1,HERDIS2,H.MAHESHWARI3,ARIEFBOEDIONO3dan M.RIZAL4

1Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong 16911, Bogor 2Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta

3Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 4Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura, Ambon

ABSTRACT

Spotted buffalo is one of Indonesian biodiversity that need special attention to be conserved. Their population is decline yearly due to routine slaughtering for funeral ceremony and the existing myths prevent male spotted buffalo from doing reproductive activity in natural mating. There were two predicted problems that have to be solved. An effort that can be conducted to increase its population is applying the reproductive technology, i.e. utilization of the epididymal tissue as potential sperm source. Furthermore, epididymal sperm from sacrificed male spotted buffalo could be used in artificial insemination, in vitro fertilization or intracytoplasmic sperm injection program to produce new progeny with the same pattern of coat colour with its paternal. It is also hoped to increase the conception, pregnancy and calving rate from high quality male spotted buffalo.

Key Words: Epididymal Sperm, Artificial Insemination, Spotted Buffalo

ABSTRAK

Kerbau belang merupakan salah satu kekayaan dan keanekaragaman hayati asli Indonesia yang perlu mendapat perhatian untuk dilestarikan. Setiap tahun populasi kerbau belang terus menurun akibat pemotongan rutin pada upacara adat masyarakat Toraja dan adanya hambatan aktivitas reproduksi secara alami akibat mitos yang salah. Hal ini menjadi suatu tantangan tersendiri yang harus dipecahkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dan mulai dikembangkan belakangan ini adalah dengan menerapkan teknologi reproduksi pada kerbau belang. Teknologi yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan cauda epididimis kerbau belang yang dipotong pada saat upacara adat sebagai sumber sperma potensial dan selanjutnya disimpan dalam bentuk beku untuk digunakan dalam aplikasi IB, IVF maupun ICSI. Kegiatan ini telah mulai dilakukan dan diharapkan akan menghasilkan angka konsepsi yang memuaskan serta dapat menghasilkan anak kerbau yang mewarisi pola warna belang dari pejantan unggul yang digunakan

Kata Kunci: Sperma Epididimis, IB, Kerbau Belang

PENDAHULUAN

Sebagai negara kepulauan yang teramat luas, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang begitu berlimpah. Kekayaan yang belum tentu dimiliki oleh negara lain ini perlu dilestarikan agar tidak punah. Salah satu keanekaragaman hayati yang perlu mendapat perhatian khusus, karena populasinya yang cenderung menurun setiap tahun adalah kerbau

belang (Bubalus bubalis). Awalnya diketahui bahwa kerbau belang hanya ada di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Namun belakangan berbagai upaya untuk mengembangkan ternak ini di luar Toraja dilakukan dan telah melahirkan beberapa generasi kerbau belang baru. Oleh masyarakat Toraja, hewan ini dianggap sebagai pembawa keberuntungan dan digunakan sebagai persembahan dalam berbagai upacara adat. Kerbau Belang memiliki

(2)

Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2009

keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh kerbau jenis lain. Pola warna belang yang terdapat pada kulitnya selalu berbeda antar individu, seperti halnya pada sapi Friesien Holstein (Gambar 1).

Para peternak yang memelihara kerbau belang, terutama yang jantan, memberikan perlakuan khusus kepada ternaknya dan mengandangkannya secara terpisah dari ternak betina untuk mencegah terjadinya aktivitas

reproduksi. Mereka percaya jika seekor kerbau belang jantan melakukan aktivitas reproduksi, maka ia akan menjadi liar dan tidak dapat dikendalikan lagi. Hal inilah yang menjadi faktor penghambat dalam hal pelestarian kerbau belang untuk mencegahnya dari kepunahan, disamping populasinya yang terus menurun akibat pemotongan rutin setiap tahunnya.

Gambar 1. Pola warna belang yang berbeda antar individu kerbau belang

a = Saleko tipe 2; b = Lotong boko; c = Saleko tipe 3; d = Bonga tenge’; e = Bonga ulu; f = Toddi’ Sumber: (YULNAWATI et al., data belum dipublikasi)

a b

c d

(3)

Upaya pelestarian kerbau belang dapat dilakukan dengan pendekatan teknologi reproduksi, tanpa mengganggu tatanan adat istiadat masyarakat Toraja. Teknologi reproduksi yang dapat diaplikasikan adalah dengan memanfaatkan jaringan epididimis dari kerbau belang jantan yang disembelih pada upacara adat sebagai sumber sperma potensial. Sperma yang berasal dari cauda epididimis memiliki daya fertilitas dan motilitas yang hampir sama dengan sperma ejakulat (HAFEZ

dan HAFEZ, 2000). Pada berbagai species hewan seperti monyet (FERADIS et al., 2001), domba (RIZAL, 2006), sapi (GRAHAM, 1994) kucing (TSUTSUIet al., 2003; YULNAWATI dan SETIADI, 2005), babi (KIKUCHI et al., 1998), badak (LUBBEet al., 1999), kuda (SQUIRES et al., 2000), rusa (SOLER et al., 2003), anjing (SETIADI et al., 2007; HORI et al., 2004) dan kerbau Afrika (HEROLD et al., 2004; HEROLD

et al., 2006), upaya penggunaan sperma

epididimis telah dilakukan. Selanjutnya sperma epididimis tersebut dapat disimpan, baik dalam bentuk cair maupun beku, sampai digunakan lebih lanjut untuk tujuan inseminasi buatan (IB), in vitro embryo production (IVEP) maupun intra cytoplasmic sperm injection (ICSI) untuk memperoleh keturunan yang membawa sifat belang dari pejantan.

KUALITAS SPERMA KERBAU BELANG Penelitian mengenai aspek reproduksi kerbau belang hingga saat ini masih terbatas. Hal ini disebabkan kesulitan mendapatkan sampel, karena pemeliharaan kerbau belang yang sangat ekslusif oleh peternaknya. Sejauh ini penulis telah melakukan penelitian mengenai spermatozoa asal epididimis kerbau

belang yang diperoleh pada saat upacara

Rambu Solo’.

Secara umum, kualitas sperma asal ejakulat maupun epididimis kerbau belang memiliki kualitas yang hampir sama (Tabel 1). Konsentrasi sperma asal epididimis kerbau belang sangat tinggi (10.445 x 106 sperma/ml)

dibandingkan dengan sperma ejakulat (1.200 – 2.695 x 106 sperma/ml). Hal ini sesuai dengan

fungsi cauda epididimis yang merupakan tempat penyimpanan sperma sebelum diejakulasikan dan belum mendapatkan penambahan cairan kelenjar asesoris sehingga konsentrasi sperma dalam epididimis menjadi sangat padat (HAFEZ dan HAFEZ, 2000).

Persentase motilitas merupakan salah satu parameter penting yang diamati untuk mengetahui kualitas sperma dan penilaian kelayakan sperma untuk diproses lebih lanjut dalam rangkaian kegiatan IB. Rata-rata persentase motilitas sperma epididimis dengan ejakulat masih memenuhi syarat untuk digunakan dalam kegiatan IB maupun diproses terlebih dahulu menjadi semen cair/beku. Dalam proses pembuatan semen cair maupun semen beku, pemilihan bahan pengencer yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan fisiologis sperma selama penyimpanan sangat penting untuk diperhatikan. Selanjutnya parameter yang tidak kalah pentingnya untuk menilai kualitas sperma apakah layak untuk aplikasi IB adalah persentase abnormalitas. Ada berbagai tipe abnormalitas sperma, yaitu primer, sekunder maupun tersier. Abnormalitas primer terjadi akibat kerusakan pada saat pembentukan sperma dalam testis seperti terjadi pembesaran/pengecilan kepala sperma (makro/mikrocephalic), knobbed sperm dan sebagainya. Sementara itu, abnormalitas sekunder terjadi selama proses transportasi

Tabel 1. Kualitas sperma ejakulat kerbau belang dan kerbau hitam versus epididimis kerbau belang

Parameter Ejakulat kerbau

belang Ejakulat kerbau hitam1 Epididimis kerbau belang2 Konsentrasi (x 106 sperma/ml) 1.200 ± 0,5 2.695  1045 10.445 ± 43,6 Motilitas progresif (%) 74 ± 4,8 70,0  0,0 65,0 ± 0,0 Hidup (%) - 73,0  1,0 79,3  1,3 Abnormalitas (%) 15,06 ± 4,93 6,5  1,5 15,0 ± 2,2 Membran Plasma Utuh (MPU; %) - 77,5  1,5 80,8  0,4 Sumber:1YULNAWATIet al. (2009); 2YULNAWATIet al. (2008)

(4)

Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2009

sperma dalam saluran reproduksi jantan seperti masih adanya cytoplasmic droplet pada bagian distal. Abnormalitas tersier kemungkinan terjadi pada saat pembuatan preparat ulas, seperti ekor/kepala sperma yang terputus. Hasil penelitian BATOSSAMA (1985) dalam YULNAWATIet al, (2008) menunjukkan bahwa persentase abnormalitas sperma ejakulat kerbau belang hampir sama dengan sperma epididimis, yaitu berturut-turut sebesar 15,06 dan 15%. Referensi yang ada menyatakan bahwa batasan maksimal persentase abnormalitas yang layak digunakan untuk IB adalah 15% (AXet al., 2000).

Keutuhan membran plasma sperma juga merupakan parameter penting untuk menilai daya fertilitas sperma. Sperma dengan membran yang utuh akan dapat melalui fase kapasitasi dan reaksi akrosom yang sangat penting sebelum terjadinya fertilisasi. Oleh karena itu, penilaian pada parameter ini hampir selalu dilakukan untuk memutuskan apakah sperma tersebut layak diproses dan digunakan dalam kegiatan IB. Hasil penelitian menggunakan sperma ejakulat kerbau hitam menunjukkan bahwa persentase membran plasma utuh adalah sebesar 77,5% (YULNAWATI et al., 2009). Angka yang sedikit lebih tinggi terlihat pada sperma asal epididimis yakni sebesar 80,8% (YULNAWATIet et al., 2008). Hal ini disebabkan sperma epididimis belum mendapat penambahan cairan kelenjar asesoris sehingga memiliki membran yang lebih stabil.

Pada penelitian lebih lanjut telah dilakukan upaya kombinasi bahan pengencer yang tepat guna mendapatkan kualitas sperma epididimis yang lebih baik. Perlakuan yang diberikan adalah dengan menambahkan berbagai macam gula ke dalam bahan pengencer dasar Andromed yang mengandung Tris

hydroxyaminomethane (RIZAL et al., 2007;

YULNAWATIet al., 2008; HERDISet al., 2008). Gabungan data kualitas sperma post thawing dari perlakuan penambahan berbagai macam. gula tersebut terlihat pada Tabel 2. Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa walaupun dimulai dengan persentase motilitas awal sperma epididimis yang sama, namun dalam bahan pengencer yang berbeda terjadi perbedaan persentase motilitas dan kualitas sperma post thawing. Persentase motilitas paling tinggi (47%) terlihat dalam bahan

pengencer Andromed yang mendapat penambahan raffinosa sebagai krioprotektan ekstraseluler. Hasil ini menunjukkan bahwa inilah kombinasi yang paling optimal yang mampu mempertahankan persentase motilitas

post thawing pada sperma epididimis kerbau

belang. Namun pada parameter persentase hidup mati, justru kombinasi pengencer Andromed dengan gula sukrosa yang menghasilkan nilai paling, tinggi. Sementara itu, pada persentase membran plasma utuh (MPU) kombinasi pengencer dasar dengan maltosa menghasilkan nilai sebesar 68%. Walaupun secara statistik tidak terdapat perbedaan nyata pada setiap parameter yang diamati antar kelompok perlakuan, namun ada perbedaan nyata antar kelompok perlakuan yang mendapat penambahan gula dengan kelompok kontrol tanpa penambahan gula untuk parameter motilitas dan hidup mati.

Dari data-data tersebut diketahui bahwa pengencer Andromed sebagai bahan pengencer komersial semen sapi juga mampu bekerja secara optimal untuk mempertahankan kualitas sperma asal cauda epididimis kerbau belang setelah pembekuan dan pencairan kembali

(thawing). Upaya optimalisasi bahan

pengencer yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti tersebut juga merekomendasikan penambahan gula sebagai krioprotektan ekstraseluler dapat mempertahankan kualitas sperma epididimis post thawing lebih baik daripada penggunaan bahan pengencer dasar Andromed saja. Lebih lanjut penelitian mengenai pemanfaatan dan penyimpanan sperma epididimis kerbau belang perlu terus dilakukan untuk dapat meningkatkan kualitas sperma yang akan digunakan pada aplikasi IB, IVF, maupun ICSI. Upaya penyimpanan/ pengawetan sperma merupakan awal yang sangat penting untuk menghasilkan angka konsepsi yang tinggi pada tahap berikutnya.

PROSPEK PELAKSANAAN INSEMINASI BUATAN (IB) KERBAU BELANG

MENGGUNAKAN SPERMA EPIDIDIMIS DI MASA DEPAN Secara umum pelaksanaan IB pada kerbau di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini seiring dengan keterbatasan perhatian dan penelitian mengenai aspek reproduksi kerbau.

(5)

Tabel 2. Rataan kualitas sperma epididimis kerbau belang dalam pengencer andromed yang mendapat penambahan berbagai jenis gula

Pengencer + jenis gula Setelah Pengenceran Setelah Ekuilibrasi Setelah thawing

% M % HM % MPU % M % HM % MPU % M % HM % MPU

Andromed 65,0 ± 0,0a 76,0 ± 2,8a 78,7 ± 0,5a 50,0 ± 0,0a 70,3 ± 0,5a 72,0 ± 0,8a 41,0 ± 2,0a 52,2 ± 2,5a 68,0 ± 1,1a Andromed + sukrosa 65,0 ± 0,0a 77,7 ± 1,7a 78,7 ± 0,5a 55,0 ± 4,1a 73,3 ± 1,3b 72,3 ± 0,9a 46,0 ± 2,0b 60,8 ± 2,5b 66,8 ± 1,9a Andromed + raffinosa 65,0 ± 0,0a 76,0 ± 1,6a 81,0 ± 0,0a 55,0 ± 4,1a 72,3 ± 1,2a 73,0 ± 0,8a 47,0 ± 2,4b 58,8 ± 3,1b 67,6 ± 1,2a Andromed + maltosa 65,0 ± 0,0a 79,3 ± 2,5a 80,7 ± 0,9a 55,0 ± 4,1a 72,3 ± 0,9a 71,3 ± 0,5a 46,0 ± 2,0b 60,6 ± 1,6b 68,0 ± 1,5a Andomed + aquabidestilata 65,0 ± 0,0a 82,7 ± 1,3b 80,0 ± 0,8a 56,7 ± 4,7a 72,7 ± 1,3a 73,0 ± 0,8a 46,7 ± 2,4b 60,0 ± 0,8b 66,8 ± 1,5a a,b : Superskrip yang berbeda dalam kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05)

M = Motilitas HM = Hidup-Mati

MPU = Membran Plasma Utuh

Sumber:RIZALet al. (2007); YULNAWATIet al. (2008); HERDIS et al. (2008)

156 S em in a r d a n L o ka ka ry a N a si o n a l K er b a u 2 0 0 9

(6)

Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2009

Sesungguhnya upaya pengembangbiakan kerbau memiliki potensi yang sangat besar mengingat kerbau dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja yang membantu petani mengolah tanah pertanian, sumber protein dan sebagai tabungan bagi peternak. Belakangan karena mayoritas petani kita sudah beralih pada traktor untuk membajak sawah, maka kegiatan pemeliharaan kerbau sudah semakin ditinggalkan. Hal tersebut pulalah yang menyebabkan kerbau semakin terpinggirkan dan kurang mendapat perhatian, sehingga populasinya terus menurun setiap tahun.

Upaya peningkatan populasi kerbau dapat dilakukan dengan aplikasi inseminasi buatan (IB) yang terrencana dan terarah. Pada prinsipnya IB pada kerbau sama halnya pada sapi, namun ada sedikit kesulitan dalam pendeteksian birahi pada kerbau. Kerbau dikenal sebagai ternak yang tidak menunjukkan gejala birahi dengan jelas (silent heat). Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan preparat hormonal guna sinkronisasi dan menggertak birahi serta terjadinya ovulasi sebelum IB. Menurut data yang berhasil dikumpulkan, pelaksanaan IB pada kerbau belang dilakukan pertama kali oleh TOELIHERE pada tahun 1975. Saat itu IB menggunakan sperma ejakulat kerbau belang menghasilkan angka konsepsi sebesar 57,9% (TOELIHERE, 1993). Namun anak yang dilahirkan dari kegiatan ini semuanya memiliki warna hitam hal tersebut menjelaskan bahwa pejantan yang digunakan membawa gen belang yang nheterozigot sedangkan induk yang dikawini tidak membawa ge belang. Penelitian mengenai kualitas sperma ejakulat yang dikoleksi dari kerbau belang jantan menggunakan vagina buatan, menunjukkan bahwa motilitas sperma post thawing sebesar 50 ± 6,5% dan masih layak untuk digunakan dalam kegiatan IB. Dikatakan bahwa kegiatan IB kerbau belang berhasil dilakukan di luar habitat aslinya dan telah melahirkan keturunan dengan pola warna belang (GUNAWAN et al., 2006).

Merunut hasil-hasil penelitian tersebut memberikan harapan pelaksanaan IB untuk menghasilkan keturunan kerbau belang berikutnya. Hal ini dirasa penting untuk segera dilakukan guna meningkatkan populasi dan mencegah kepunahan kerbau belang di masa yang akan datang. Mengingat besarnya potensi

pemanfaatan sperma asal cauda epididimis kerbau belang yang dipotong pada saat pesta adat, maka upaya IB menggunakan sperma tersebut terus dilakukan. Pelaksanaan IB dengan sperma epididimis ini juga mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan pemerintah daerah setempat karena tidak mengganggu tatanan adat istiadat dan kepercayaan masyarakat setempat. IB dengan sperma epididimis merupakan suatu solusi yang tepat mengingat peternak tidak membiarkan ternaknya melakukan kawin alam maupun koleksi sperma ejakulat dengan vagina buatan. Sejauh ini IB menggunakan sperma epididimis post thawing telah dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan sinkronisasi birahi menggunakan preparat hormonal PGF2.

Diharapkan anak yang lahir memiliki corak warna belang seperti halnya pejantan unggul yang dipotong pada upacara adat dan digunakan sebagai sumber sperma epiddimis

KESIMPULAN

Dari penelusuran pustaka dan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa upaya penyelamatan dan peningkatan populasi kerbau belang dapat dilakukan dengan pendekatan aplikasi teknologi reproduksi dengan tidak mengganggu tatanan adat istiadat masyarakat Toraja. Teknologi yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan sperma asal cauda epididimis untuk diproses, disimpan dalam bentuk beku dan selanjutnya apat digunakan dalam aplikasi IB, IVF maupun ICSI.

DAFTAR PUSTAKA

AX,R.L.,M.DALLY,B.A.DIDION,R.W.LENZ,C.C. LOVE, D.D. VARNER, B. HAFEZ and M.E. BELLIN. 2000. Semen Evaluation. in: Reproduction in Farm Animals. 7th Ed. HAFEZ E.S.E. dan B. HAFEZ (Ed.). Lippincott Williams and Wilkins, Baltimore. pp. 365 – 375.

FERADIS, A.H., D. PAWITRI, I-K. SUATHA, M.R. AMIN,T.L.YUSUF,D.SAJUTHI,I.N.BUDIARSA and E.S. HAYES. 2001. Cryopreservation of epididymal spermatozoa collected by needle biopsy from cynomolgus monkeys (Macaca fascicularis). J. Med. Primatol. 30: 100 – 106.

(7)

GRAHAM,J.K. 1994. Effect of seminal plasma on the motility of epididymal and ejaculated spermatozoa of the ram and bull during cryopreservation process. Theriogenology 46: 1151 – 1162.

HAFEZ,E.S.E. and B.HAFEZ. 2000. Reproduction in farm animals. 7th Edition. Lippincott Williams and Wilkins, Baltimore.

HERDIS, M. SURACHMAN, YULNAWATI, H. MAHESHWARI danM.RIZAL. 2008. Viabilitas dan keutuhan membran plasma spermatozoa epididimis kerbau belang pada penambahan maltosa dalam pengencer Andromed. J. Pengembangan Peternakan Tropis 33(2): 101 – 106.

HEROLD,F.C.,J.E. AURICH and D.GERBER. 2004. Epididymal sperm from the African buffalo (Syncerus caffer) can be frozen successfully with Andromed and Triladyl but the addition of bovine seminal plasma is detrimental. Theriogenology 61: 715 – 724. HEROLD,F.C.,K.DE HAAS,B.COLENBRANDER and

D.GERBER. 2006. Comparison of equilibration times when freezing epididymal sperm from African buffalo (Syncerus caffer) using Triladyl or Andromed. Theriogenology 66: 1123 – 1130.

HORI, T., M. ICHIKAWA, E. KAWAKAMI and T. TSUTSUI. 2004. Artificial insemination with frozen epididymal sperm beagle dogs. J. Vet. Med. Sci. 66(1): 37 – 41.

GUNAWAN,M.,E.M.KAIIN,S.SAID danB.TAPPA. 2006. Evaluasi kualitas semen beku kerbau belang di Cibinong. Proc. National Biotechnology Seminar. Cibinong, November 17 – 18, 2006.

KIKUCHI,K.,T.NAGAI,N.KASHIWAZAKI,H.IKEDA, J.NOGUCHI, A. SHIMADA, E.SOLOY, andH. KANEKO. 1998. Cryopreservation and ensuing in vitro fertilization ability of boar spermatozoa from epididymides stored at 4C. Theriogenology 50: 615 – 623.

LUBBE,K.,R.L.SMITH,P.BARTELS andR.A.GODKE. 1999. Freezing epididymal sperm from white rhinoceros (Ceratotherium simum) treated with different diluents. Theriogenology 51: 288.

RIZAL, M. 2006. Fertilitas semen beku hasil ejakulasi dan spermatozoa beku asal cauda

epididimis domba Garut. J. Sains Vet. 24: 49 – 57.

RIZAL, M., HERDIS, YULNAWATI dan H. MAHESHWARI. 2007. Kualitas spermatozoa epididimis kerbau belang yang dikriopreservasi menggunakan kombinasi media Andromed dengan beberapa konsentrasi sukrosa. J. Vet. 8(4): 188 – 193. SETIADI, M.A., YULNAWATI dan A. SUPRAYOGI.

2007. Kualitas spermatozoa epididimis anjing selama penyimpanan pada suhu 4°C. JITV 12(2): 134 – 138.

SOLER,A.J.,M.D.PEREZ-GUSMAN andJ.J.GARDE. 2003. Storage of red deer epididymides for four days at 5°C: effects on sperm motility, viability, and morphology integrity. J. Exp. Zool. 295A: 188 – 199.

SQUIRES, E.L., C. GOMEZ-CUETARA and J.K. GRAHAM. 2000. Effect of seminal plasma on cryopreserving epididymal and ejaculated stallion spermatozoa. Proc. 14th International Congress on Animal Reproduction. Stockholm, 2 – 6 July 2000. pp. 166.

TOELIHERE, M.R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa, Bandung

TSUTSUI,T.,M.WADA,M.ANZAI and T.HORI. 2003. Artificial insemination with frozen epididymal sperm in cats. J. Vet. Med. Sci. 65 (3): 397 – 399.

YULNAWATI dan M.A.SETIADI. 2005. Motilitas dan keutuhan membran plasma spermatozoa epididimis kucing selama penyimpanan pada suhu 4C. J. Med. Vet. 21(3): 100 – 104. YULNAWATI, HERDIS, H. MAHESHWARI dan M.

RIZAL. 2008. Kualitas spermatozoa epididimis kerbau belang pada penambahan raffinosa sebagai krioprotektan ekstraseluler. JITV 13(1): 30 – 34.

YULNAWATI, M. GUNAWAN, HERDIS, H. MAHESHWARI dan M. RIZAL. 2009. Peranan gula sebagai krioprotektan ekstraseluler dalam mempertahankan kualitas semen beku kerbau lumpur. Pros Seminar Potensi dan Pengembangan Peternakan Maluku dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Ambon, 2 Maret 2009. pp. 236 – 250.

Gambar

Gambar 1. Pola warna belang yang berbeda antar individu kerbau belang
Tabel 2. Rataan kualitas sperma epididimis kerbau belang dalam pengencer andromed yang mendapat penambahan berbagai jenis gula

Referensi

Dokumen terkait

Hasil kombinasi tertil dari dua indikator yaitu indikator risiko perkembangbiakan / Breeding Risk Indicator (BRI) dan risiko kebersihan lingkungan / Hygiene Risk Indicator (HRI)

Frekuensi alel A=a=0,5 diperoleh X2 hitung = 0,093 yang artinya X 2 hitung kurang dari X 2 tabel (X2 tabel=.3,84) sehingga sesuai dengan hukum Hardy Weinberg, dan frekuensi alel A

Sebagai kontrol/pembanding digunakan vernis, cat, EDRA, dan tanpa perlakuan pengecatan (masing-masing perlakuan dibuat 3 kali ulangan). Selanjutnya, masing-masing blok

Analisis keberlanjutan dimensi ekonomi mencakup enam atribut yang merupakan penunjuk keberlanjutan potensi sumberdaya alam pesisir Pulo Raya pulau-pulau kecil terluar. ordinansi

Berdasarkan data hasil observasi dari tabel 2 menunjukkan keterampilan mengadakan variasi dapat dipaparkan bahwa mahasiswa Pendidikan Biologi dalam praktik mengajar

analisis terhadap hasil pengujian tahanan isolasi pada transformator daya di Gardu Induk Sragen dan Gardu Induk Wonosari untuk mengetahui kondisi isolasi transformator selama

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN, BUDAYA ORGANISASI, DAN PELATIHAN

Ka- lau demikian halnya pertanyaan yang perlu diajukan dalam kaitannya dengan kebijakan undang-undang penataan ru- ang adalah apakah undang-undang itu nantinya dapat membantu