• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMENUHAN HAK NAFKAH ISTRI YANG DIPENJARA PERSPEKTIF MAQA>S}ID ASY-SYARI>>>>>>>>>>>‘>AH (Studi Kasus Narapidana Wanita di Rutan Klas 1 Surakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMENUHAN HAK NAFKAH ISTRI YANG DIPENJARA PERSPEKTIF MAQA>S}ID ASY-SYARI>>>>>>>>>>>‘>AH (Studi Kasus Narapidana Wanita di Rutan Klas 1 Surakarta)"

Copied!
131
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

HANIF SURYAWAN NIM. 15.21.21.058

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (AL-AHWAL ASY-SYAKHSHIYYAH)

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SURAKARTA 2019

(2)
(3)
(4)

iv

(5)
(6)

vi

yang sholeh-sholehah pula. Inilah kenikmatan akhirat yang kelak akan dialami keluarga mukmin”

(KH. Maimoen Zubair)

(7)

telah memberiku kekuatan, membekali dengan ilmu melalui dosen-dosen IAIN Surakarta. atas karunia dan kemudahan yang engkau berikan, akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Kupersembahkan karya ini kepada mereka yang tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupanku, khususnya teruntuk :

1. Kedua almarhum orang tuaku tercinta : (alm) Bapak Warisno dan (almh)

Ibu Indri Kristanti yang menjadi inspirasi dan panutan saya.

2. Kepada bulik Farida, yang selama ini mengasuh serta membimbing saya.

3. Kakak dan adik tercinta, mbak Hanan, dan dek Luthfi yang selalu

memberikan motivasi dan dukungan.

4. Kepada keluarga besar Abdul Kadir yang selalu membantu dan

mendoakan hingga saya dapat menempuh pendidikan sampai sekarang ini.

5. Kepada seluruh keluarga besar Prosandi yang selalu membantu,

mendoakan dan memberi semangat di setiap langkah dan usaha.

6. Para dosen yang telah membimbing saya dengan sangat baik dan sabar,

sehingga sampai sekarang.

7. Almamater tercinta Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

(8)

viii

Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 158/1987 dan 0543 b/U/1987 tanggal 22 Januari 1988. Pedoman transliterasi tersebut adalah :

1. Konsonan

Fonem konsonan Bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, sedangkan dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan tanda dan sebagian lagi dilambangkan dengan huruf serta tanda sekaligus. Daftar huruf Arab dan transliterasinya dengan huruf latin adalah sebagai berkut:

Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

ا Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

ب Ba B Be

ت Ta T Te

ث s|a s| Es (dengan titik di atas)

ج Jim J Je

ح h{a h{ Ha (dengan titik di bawah)

خ Kha Kh Ka dan ha

د Dal D De

ذ z|al z| Zet (dengan titik di atas)

ز Ra R Er

ش Zai Z Zet

ض Sin S Es

ش Syin Sy Es dan ye

(9)

ع ‘ain …’… Koma terbalik di atas غ Gain G Ge ف Fa F Ef ق Qaf Q Ki ك Kaf K Ka ل Lam L El و Mim M Em ن Nun N En و Wau W We ي Ha H Ha ء Hamza h ...ꞌ… Apostrop ي Ya Y Ye 2. Vokal

Vokal bahasa Arab seperti vokal bahasa Indonesia terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin Nama

Fathah A A

Kasrah I I

(10)

x

1. ةتك Kataba

2. سكذ Z|ukira

3. ةهري Yaz|habu

b. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf maka transliterasinya gabungan huruf, yaitu :

Tanda dan Huruf

Nama Gabungan Huruf Nama

ي...أ Fathah dan ya Ai a dan i

و...أ Fathah dan wau Au a dan u

Contoh : No

Kata Bahasa Arab Transliterasi

1. في ك Kaifa

2. لسح Haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut :

Harakat dan Huruf

Nama Huruf dan

Tanda

Nama

ي...أ Fathah dan alif atau

ya a> a dan garis di atas

ي...أ Kasrah dan ya i> i dan garis di atas

(11)

1. لاق Qa>la

2. ميق Qi>la

3. لىقي Yaqu>lu

4. يمز Rama>

4. Ta Marbutah

Transliterasi untuk Ta Marbutah ada dua (2), yaitu :

a. Ta Marbutah hidup atau yang mendapatkan harakat fathah, kasrah atau

dammah transliterasinya adalah /t/.

b. Ta Marbutah mati atau mendapat harakat sukun transliterasinya adalah /h/.

c. Apabila pada suatu kata yang di akhir katanya Ta Marbutah diikuti oleh kata

yang menggunakan kata sandang /al/ serta bacaan kedua kata itu terpisah maka Ta Marbutah itu ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh :

No Kata Bahasa Arab Transliterasi

1. لافطلأا ةضوز Raud}ah al-atfa>l / raud}atul atfa>l

2. ةحهط T{alhah

5. Syaddah (Tasydid)

Syaddah atau Tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda yaitu tanda Syaddah atau Tasydid. Dalam transliterasi ini tanda Syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda Syaddah itu.

(12)

xii

2. ل ّصو Nazzala

6. Kata Sandang

Kata sandang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf yaitu لا. Namun dalam transliterasinya kata sandang itu dibedakan antara kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah dengan kata sandang yang diikuti oleh huruf Qamariyyah.

Kata sandang yang diikuti oleh huruf Syamsiyyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya yaitu huruf /l/ diganti dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Sedangkan kata sandang yang diikuti leh huruf Qamariyyah ditransliterasikan sesua dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya. Baik diikuti dengan huruf Syamsiyyah atau Qamariyyah, kata sandang ditulis dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan kata sambung.

Contoh :

No Kata Bahasa Arab Transliterasi

1. مج ّسنا Ar-rajulu

2. للاجنا Al-Jala>lu

7. Hamzah

Sebagaimana yang telah disebutkan di depan bahwa Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof, namun itu hanya terletak di tengah dan di akhir kata. Apabila terletak diawal kata maka tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab berupa huruf alif. Perhatikan contoh berikut ini :

(13)

3. ؤىنا An-Nauꞌu

8. Huruf Kapital

Walaupun dalam sistem bahasa Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasinya huruf kapital itu digunakan seperti yang berlaku dalam EYD yaitu digunakan untuk menuliskan huruf awal, nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri itu didahului oleh kata sandangan maka yang ditulis dengan huruf kapital adalah nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.

Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan tersebut disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, maka huruf kapital tidak digunakan.

Contoh :

No Kata Bahasa Arab Transliterasi

لىسزلاإ دحمم ام و Wa ma> Muhaamdun illa> rasu>l

هيمناعنا بز للهدمحنا Al-hamdu lillahi rabbil ꞌa>lami>na

9. Penulisan Kata

Pada dasarnya setiap kata baik fi’il, isim, maupun huruf ditulis terpisah. Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan maka penulisan kata tersebut dalam transliterasinya bisa dilakukan dengan dua cara yaitu bisa dipisahkan pada setiap kata atau bisa dirangkai.

(14)

xiv Contoh :

No Kata Bahasa Arab Transliterasi

هيقشاسناسيخ ىهن الله نإو Wa innalla>ha lahuwa khair ar-ra>ziqin

/ Wa innalla>ha lahuwa khairur-ra>ziqi>n

ناصيمناو ميكنا اىفوأف Fa aufu> al-Kaila wa al-mi>za>na / Fa

(15)

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul, “Pemenuhan Hak Nafkah Istri Yang Dipenjara Perspektif Maqa>s}id

Asy-Syari>ah Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan Studi Jenjang Sarjana 1 (S1) Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah IAIN Surakarta.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penyusun telah banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah menyumbangkan pikiran, waktu, dan tenaga. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Mudofir, S.Ag., M.Pd. selaku Rektor Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Surakarta

2. Bapak Dr. Ismail Yahya, S.Ag., M.A selaku Dekan Fakultas Syariah Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta.

3. Bapak Muh Zumar Aminudin, S.Ag., M.H. selaku Ketua Program Studi

Hukum Keluarga Islam.

4. Bapak Dr. Abdul Aziz, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

telah memberikan pengarahan dan nasehatnya kepada penulis selama menempuh studi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta.

5. Bapak H. Andi Mardian, Lc., M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan pengarahan hingga terselesaikannya skripsi ini.

6. Dewan Penguji, yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk menguji

skripsi ini guna membawa kualitas penulisan kearah yang lebih baik.

7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah yang telah memberikan ilmu-ilmunya,

semoga segala ilmu yang telah diberikan dapat bermanfaat di kehidupan yang akan datang.

(16)

xvi

9. Bapak Muhamad Ulin Nuha, Amd. IP., S.H., M.H selaku Kepala Rutan Klas

1 Surakarta beserta seluruh jajarannya yang telah memberi kemudahan penulis dalam mengumpulkan data pendukung bagi penulisan skripsi ini.

10. Bapak Zaenal Abidin, S.H selaku pembimbing lapangan selama penelitian di

Rutan Klas 1 Surakarta, yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data di lapangan.

11. Warga Binaan Permasyarakatan Rutan Klas 1 Surakarta yang telah membantu

proses berjalannya penelitian ini.

12. Teman-teman kelas HKI B angkatan 2015 yang selalu memberikan keceriaan,

semangat, dan banyak pengalaman selama menjalani studi di program studi Hukum Keluarga Islam.

13. Teman-teman seperjuangan angkatan 2015, khususnya jurusan Hukum

Keluarga Islam yang telah memberikan keceriaan, inspirasi, semangat dan berbagi pengalaman yang tidak terlupakan selama menempuh studi di Fakultas Syariah.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan penyusun satu persatu yang telah

berjasa dalam menyelesaikan studi dan penyusunan skripsi.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharap kritik dan saran yang membangun untuk tercapainya kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penyususn berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 31 Oktober 2019 Penyusun

Hanif Suryawan

(17)

Hanif Suryawan, NIM: 152121058, “Pemenuhan Hak Nafkah Istri Yang Dipenjara Perspektif Maqa>s}id Asy-Syari>’ah” (Studi Kasus Narapidana Wanita Di Rutan Klas 1 Surakarta)”

Konsekuensi dari sebuah akad adalah timbulnya hak dan kewajiban suami istri. Setiap hak dan kewajiban harus berjalan seimbang. Termasuk hak nafkah yang menjadi kewajiban suami. Ketika istri dipenjara maka akan mengakibatkan terbatasnya ruang gerak istri sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Dalam keadaan ini maka gugurlah kewajiban suami untuk memberikan hak nafkah dikarenakan istri tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Akan tetapi di Rutan Klas 1 Surakarta terdapat suami dari istri selaku terpidana yang masih memberikan nafkahnya meskipun tidak wajib. Hal ini dilakukan karena masih adanya rasa kepedulian suami terhadap istrinya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tinjauan maqa>s}id asy-syari>’ah

terhadap pemenuhan hak nafkah istri yang dipenjara di Rutan Klas 1 Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Terdapat dua sumber data yaitu data primer yang diambil dari wawancara kepada narapidana wanita yang masih memiliki suami. Dan data sekunder yang berasal dari literatur kepustakaan.

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa dari 4 informan yang merupakan istri yang dipenjara di Rutan Klas 1 Surakarta, nafkah lahirnya yang merupakan uang saku, makanan, pakaian dan tempat tinggal terdapat 3 orang yang terpenuhi dan ada 1 orang yang tidak terpenuhi. Adapun untuk nafkah batin yaitu pendidikan agama, perlindungan suami, bersikap baik kepada istri dan kebutuhan biologis. 3 orang terpenuhi semua aspek kecuali kebutuhan biologis. Untuk 1 orang tidak terpenuhi seluruhnya. Dari hasil pemenuhan nafkah yang terpenuhi di Rutan Klas

1 Surakarta sesuai dengan konsep maqa>s}id asy-syari>’ah yaitu menjaga agama,

menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta.

(18)

xviii

Hanif Suryawan, NIM: 152121058, “Pemenuhan Hak Nafkah Istri Yang

Dipenjara Perspektif Maqa>s}id Asy-Syari>’ah (Studi Kasus Narapidana Wanita Di Rutan Klas 1 Surakarta)”

The consequence of a contract is the arising of the rights and obligations of a husband and wife. Every right and obligation must be balanced. Including the right of living which is the duty of the husband. When a wife is imprisoned it will result in limited space for the wife so that she cannot carry out her obligations as a wife. In this situation, the husband's obligation to give up his living rights is canceled because the wife cannot carry out her obligations. However, in the Class 1 Detention Center in Surakarta there is a husband of his wife as a convict who still provides his living even though it is not compulsory. This is done because there is still a sense of concern for the husband of his wife. The purpose of this

study was to investigate maqa>s}id asy-syari>’ah review of fulfilling the living rights

of wives who were imprisoned in the Class 1 Detention Center in Surakarta. This research is a field research with a qualitative approach. There are two sources of data, namely primary data taken from interviews with female prisoners who still have husbands. And secondary data derived from literature literature.

The results of this study indicate that of the 4 informants who were wives who were imprisoned in the Class 1 Detention Center in Surakarta, their living expenses were pocket money, food, clothing and shelter, there were 3 people who were met and 1 person who was not fulfilled. As for the inner maintenance of religious education, protection of the husband, be kind to his wife and biological needs. 3 people fulfilled all aspects except biological needs. For 1 person is not fully met. From the results of fulfilling a living fulfilled in Detention Center Class

1 Surakarta in accordance with the concept of maqa>s}id asy-syari>’ah that is

protecting religion, protecting souls, protecting intellect, protecting offspring, and protecting property.

(19)

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERNYATAAN BUKAN PLAGIASI ... iii

HALAMAN NOTA DINAS ... iv

HALAMAN PENGESAHAN MUNAQASYAH ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

HALAMAN PEDOMAN TRANSLITERASI... viii

KATA PENGANTAR ... xv

ABSTRAK ... xvii

DAFTAR ISI ... xix

DAFTAR TABEL ... xxii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 8 C. Tujuan Penelitian ... 8 D. Manfaat Penelitian ... 8 E. Kerangka Teori ... 9 F. Tinjauan Pustaka ... 14 G. Metode Penelitian ... 18 H. Sistematika Penulisan ... 22

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK NAFKAH, NARAPIDANA, DAN MAQA>S}ID ASY-SYARI>‘>AH A. Hak Nafkah ... 25

1. Pengertian Nafkah ... 25

(20)

xx

6. Hak Nafkah Yang Bersifat Batin... 34

7. Nafkah Istri Yang Dipenjara ... 38

B. Narapidana Wanita ... 39

C. Maqa>s}id Asy-syari>‘>ah ... 43

1. Pengertian Maqa>s}id Asy-syari>‘>ah ... 43

2. Al Mas}laha}hsebagai Maqa>s}id Asy-syari>‘>ah ... 44

3. Pembagian Al Mas}laha}h ... 46

BAB III GAMBARAN UMUM RUTAN KLAS 1 SURAKARTA DAN PEMENUHAN NAFKAH ISTRI YANG DIPENJARA A. Gambaran Umum Rutan Klas 1 Surakarta ... 51

1. Profil Kota Surakarta... 51

2. Sejarah Rutan Klas 1 Surakarta... 53

3. Struktur Organisasi Rutan Klas 1 Surakarta ... 56

4. Keadaan Rutan dan Narapidana ... 60

B. Pemenuhan Nafkah Istri di Rutan Klas 1 Surakarta ... 64

1. Ibu IW... 66

2. Ibu DAF ... 67

3. Ibu DP... 69

4. Ibu IN ... 70

BAB IV ANALISIS PEMENUHAN HAK NAFKAH ISTRI YANG DIPENJARA PERSPEKTIF MAQA>S}ID ASY-SYARI>‘>AH A. Pemenuhan Hak Nafkah Istri Yang Dipenjara di Rutan Klas 1 Surakarta ... 74

B. Tinjauan Maqa>s}id Asy-syari>‘>ah Terhadap Pemenuhan Hak Nafkah Istri Yang Dipenjara di Rutan Klas 1 Surakarta ... 80

(21)

A. Kesimpulan ... 87 B. Saran-saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(22)

xxii

Tabel 1 Fasilitas Rutan Klas 1 Surakarta ... 61

Tabel 2 Jumlah Warga Binaan Permasyarakatan ... 63

Tabel 3 Data Informan Narapidana Wanita ... 65

Tabel 4 Pemenuhan Nafkah Materi Istri Terpidana ... 72

(23)

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian di Rutan Klas 1 Surakarta Lampiran 3 : Pedoman Wawancara

Lampiran 4 : Hasil Wawancara Lampiran 5 : Dokumentasi Foto Lampiran 6 : Daftar Riwayat Hidup

(24)

1 A. Latar Belakang

Islam mendorong membentuk suatu keluarga. Islam juga mengajak manusia untuk hidup dalam naungan keluarga, karena keluarga seperti gambaran kecil dalam kehidupan satbil yang menjadi pemenuhan keinginan manusia, tanpa menghilangkan kebutuhannya. Keluarga merupakan tempat

fitrah yang sesuai dengan keinginan Allah bagi kehidupan manusia1.

Sebelum datangnya Islam, perempuan yang berada di belahan bumi

Arab dan lainnya tidak dapat meraih hak-haknya yang seharusnya mereka dapatkan. Sejarah pra Islam mencatat bahwa perempuan sebelum menikah akan menjadi milik ayahnya, saudaranya, atau walinya. Setelah menikah perempuan akan menjadi milik suaminya. Mereka tidak akan memiliki kesempatan untuk mengatur kehidupannya sendiri, baik sebelum maupun setelah menikah. Mereka akan diperjualbelikan wali atau suaminya kepada siapa saja yang berani untuk membayarnya dan yang memegang uang tersebut

adalah wali atau suaminya.2

1 Ali Yusuf Ass-Subki, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 23.

2

Syaikh Mutawalli As-Sya’rawi, Fikih Perempuan (Muslimah) Busana dan Perhiasan,

Penghormatan atas Perempuan, Sampai Wanita Karier, terj. Yessi HM. Basyaruddin, (Jakarta:

(25)

Ketika Islam datang ke dunia ini, ia telah mengangkat posisi perempuan ke derajat yang lebih tinggi, memberikan kebebasan, kehormatan dan hak pribadinya secara merdeka. Allah telah memberikan kepada perempuan hak untuk memilih baik dalam akidah, pernikahan, dan semua sisi kehidupan lainnya. Bahkan mereka diberi kebebasan dalam memiliki harta benda. Islam telah menjaga hak-hak perempuan. Menempatkan seorang sebagai ibu, istri, serta anak. dan mereka mendapatkan hak-haknya sebagai perempuan seperti hak untuk mendapatkan nafkah, mendapat perlindungan,

serta dalam hal warisan perempuan mendapatkan bagiannya.3 Oleh karena itu

seorang perempuan yang sudah menikah dan mempunyai suami, dia mempunyai hak untuk mendapatkan nafkah dari suaminya. Dan ini merupakan salah satu komponen untuk memwujudkan tujuan dalam membentuk suatu keluarga.

Pernikahan memiliki faedah dan tujuan untuk menjaga dan

memelihara perempuan yang bersifat lemah dari kebinasaan. Perempuan dalam sejarah digambarkan sebagai makhluk yang sekedar menjadi pemuas hawa nafsu kaum laki-laki. Perkawinan adalah pranata yang menyebabkan seorang perempuan mendapatkan perlindungan dari suaminya. Keperluan

(26)

hidupnya wajib ditanggung oleh suaminya. Dan istri mempunyai hak untuk

menerima nafkah, baik nafkah lahir maupun batin.4

Tujuan dalam membentuk keluarga telah diatur di Agama Islam yaitu

untuk kemuliaan keturunan, untuk menjaga diri dari setan, bekerja sama

dalam menghadapi kesulitan hidup, untuk menghibur jiwa dan

menenangkannya dengan bersama-sama, melaksanakan hak-hak keluarga,

pemindahan kewarisan, dan masalah-masalah lainnya.5

Demi tercapainya tujuan membentuk keluarga tersebut, maka

pasangan suami dan istri harus memahami serta mengamalkan setiap tujuan tersebut. Termasuk dalam melaksanakan hak-hak keluarga. Jika terjadi akad yang shahih, maka akan menimbulkan hak dan kewajiban masing masing istri yang wajib untuk dipenuhi satu sama lain. Adapun hak-hak suami-istri terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Hak bersama yaitu hak-hak yang dipenuhi dan diterima oleh suami serta

istri sehingga kedua belah pihak mempunyai hak yang sama yang diatur dalam hak bersama suami-istri.

2. Hak-hak yang wajib dipenuhi suami kepada istrinya, meliputi hak yang

berkaitan dengan harta seperti mahar dan nafkah serta hak yang tidak

4 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 1, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2013), hlm 19-20

(27)

berkaitan dengan harta atau nafkah batin seperti kebutuhan batin istri, adil

jika suami menikah lebih dari satu.6

Akan tetapi dalam pelaksanaan pemenuhan hak nafkah untuk istri

tidak selalu berjalan lancar. Berbagai permasalahan-permasalahan kehidupan dapat mengakibatkan terhambatnya nafkah istri bahkan sampai tidak terpenuhi hak nafkah istri. Permasalahan tersebut dapat terjadi karena pihak suami maupun pihak istri. Salah satu faktornya adalah ketika istri dipenjara atau menjadi narapidana. Keadaan ini mengakibatkan istri harus berpisah dengan suami untuk sementara waktu.

Ketika istri dipenjara maka pemenuhan nafkah istri tidak dapat

berjalan seperti biasa. Kewajiban istri dalam rumah tangga juga tidak dapat dilaksanakan secara penuh. Bahkan hubungan antara istri dan suami menjadi terbatas, hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu saja. Keadaan ini akan menghambat proses berumah tangga termasuk pelaksanaan hak dan kewajiban suami istri. Pada waktu biasa suami dapat memenuhi nafkah istri baik lahir maupun batin tanpa halangan. Akan tetapi ketika istri dipenjara nafkah lahir maupun batin dari suami menjadi terhambat. Bahkan istri tidak dapat lagi melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri kepada suaminya dikarenakan berada dalam penjara. Pada keadaan ini agar rumah tangga tetap

6

(28)

utuh maka suami maupun istri harus memiliki cara tersendiri untuk melewati cobaan dalam rumah tangga ini.

Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah nafkah tidak wajib

diberikan apabila istri dipenjara akibat kejahatan atau hutang, atau jika dia dipenjara secara zalim. Karena istri ketika dipenjara dia tidak dapat

melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri kepada suaminya.7

Akan tetapi dalam berbagai kasus banyak sekali didapati suami yang

masih memberikan nafkahnya kepada istri ketika istri tersebut dipenjara. Hal tersebut terjadi di Rumah Tahanan Klas 1 Surakarta. Banyak suami yang memanfaatkan fasilitas penjengukan untuk memberikan berbagai nafkah yang bersifat materi maupun batin. Meskipun tidak semua aspek nafkah dapat dipenuhi seperti halnya kebutuhan biologis yang tidak dapat dipenuhi karena

belum ada fasilitas yang menyediakan hal tersebut.8

Rutan Klas 1 Surakarta yang beralamat di Jalan Slamet Riyadi No 18

Surakarta, berdiri sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 30 Juli 1977 No. Y. S. 4 / 6/ 3 tahun 1977 tentang Penetapan Klasifikasi dan Balai BISPA, maka Lembaga Pemasyarakatan Surakarta berkedudukan sebagai Kantor Direktorat Jenderal Bina Tuna Warga juga sebagai Lembaga

7 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Abu Aulia, Abu Syauqina, (Jakarta: Republika Penerbit,

2017), hlm.440.

8

(29)

Pemasyarakatan Klas I. Pada tahun 1983 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 16 Desember 1983 No. 03. UM. 01. 06 tentang penetapan Lembaga Pemasyarakatan tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara (Rutan), maka Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Surakarta disamping sebagai Lembaga Pemasyarakatan sekaligus sebagai Rumah Tahanan Negara

(Rutan).9

Penghuni Rutan klas 1 Surakarta di bedakan menjadi 2 golongan yaitu

narapidana dan tahanan. Data jumlah penghuni Rutan di Rutan Kelas 1 Surakarta bulan Oktober tahun 2019 adalah 708 orang penghuni rutan dengan pembagian tahanan dewasa laki laki berjumlah 335 orang, tahanan dewasa perempuan 13 orang serta tahanan anak 5 orang sehingga jumlah seluruh tahanan adalah 353 orang. Sedangkan narapidana dewasa laki laki berjumlah 316 orang, narapidana dewasa perempuan berjumlah 32 orang serta narapidana anak 7 orang, sehingga jumlah seluruh narapidana adalah 355

orang.10 Dalam data tersebut telah diketahui bahwa di Rutan klas 1 Surakarta

terdapat 32 narapidana perempuan dewasa.11 Dari 32 narapidana perempuan

dewasa tersebut terdapat 23 narapidana wanita yang masih memiliki suami yang sah secara hukum.

9 https://rutansurakarta.wordpress.com diakses 3 Maret 2019. 10

https://smslap.ditjenpas.go.id diakses 25 April 2019.

(30)

Alasan penelitian ini dilakukan di Rutan Klas 1 Surakarta karena terdapat beberapa keunikan dari narapidana wanita di Rutan Klas 1 Surakarta. Mulai dari latar belakang suami narapidana wanita di Rutan Klas 1 Surakarta yang beraneka ragam. Ada yang memiliki suami dengan pengahasilan rendah, menengah, hingga berpenghasilan tinggi. Terdapat beberapa kasus tindak pidana yang dilakukan narapidana wanita di rutan ini, mulai dari penipuan, penggelapan, lingkungan hidup, perdagangan manusia hingga kasus narkoba. Di Rutan yang berada di kota Solo ini menampung tahanan dan narapidana

dari Kota Solo, Kabupaten Karanganyar, dan Kabupaten Sukoharjo.12

Berdasarkan pemaparan diatas maka penelitian ini akan mengkaji

lebih dalam tentang “PEMENUHAN HAK NAFKAH ISTRI YANG

DIPENJARA PERSPEKTIF MAQA>S}ID ASY-SYARI>‘>AH STUDI KASUS

NARAPIDANA WANITA DI RUTAN KLAS 1 SURAKARTA.”

12

Zaenal Abidin, Sub Seksi Bantuan Hukum dan Penyuluhan, Wawancara Pribadi, 10 April

(31)

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang penyusun paparkan diatas, maka

penulis fokus pada penelitian yaitu :

1. Bagaimana pemenuhan hak nafkah istri yang dipenjara di Rutan Klas 1

Surakarta?

2. Bagaimana tinjauan maqa>s}id asy-syari>‘ah terhadap pemenuhan hak nafkah

istri yang dipenjara di Rutan Klas 1 Surakarta. C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis

melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk memaparkan pemenuhan hak nafkah istri yang dipenjara di Rutan

Klas 1 Surakarta .

2. Untuk mendeskripsikan tentang konsep maqa>s}id asy-syari>‘ah mengenai

pemenuhan hak nafkah istri yang dipenjara di Rutan Klas 1 Surakarta. D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini penulis ingin memberikan kejelasan gambaran

mengenai pandangan maqa>s}id asy-syari>‘ah terhadap pemenuhan hak nafkah

istri yang dipenjara, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut :

(32)

1. Secara Teoritis

Untuk menambah wawasan keilmuan dalam bidang hukum Islam

khususnya dalam pandangan maqa>s}id asy-syari>‘ah terhadap pemenuhan

hak nafkah istri yang dipenjara dan dapat memeberikan sumbangan pemikiran bagi penulis maupun orang lain yang mengadakan penelitian berikutnya.

2. Secara Praktis

Kontribusi penulisan dalam penelitian ini dapat berguna bagi pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Hukum dan HAM sebagai bahan untuk membuat aturan yang merepresentasikan hak-hak istri selaku terpidana dalam hubungan suami istri. Dan dapat berguna bagi masyarakat khususnya bagi para keluarga narapidana wanita yang sudah berkeluarga sebagai solusi dalam pemenuhan hak nafkah istri selama dipenjara.

E. Kerangka Teori 1. Nafkah

Nafkah terbagi menjadi dua, yaitu nafkah materi yang merupakan kebutuhan pokok, mulai dari makanan, pakaian, tempat tinggal dan juga nafkah batin yang merupakan kebutuhan biologis.

(33)

Menurut Sayyid Sabiq hak istri terhadap suaminya terbagi menjadi dua yaitu:

a. Hak kebendaan seperti mahar, dan nafkah materi.

b. Hak rohani seperti perlakuan adil jika suami poligami, tidak boleh

membahayakan istri, memberi perlindungan, dan nafkah batin atau

kebutuhan biologis.13

Syarat bagi perempuan berhak menerima nafkah yaitu ikatan perkawinannya sah, meneyerahkan suaminya kepada dirinya, suaminya dapat menikmati dirinya, tidak dapat menolak apabila diajak pindah ke tempat yang dikehendaki suaminya, kedua duanya saling dapat menikmati satu sama lain.14

Dalam bah}s|ul masa>il pondok pesantren Lirboyo Kediri pada tahun

2011 salah satunya membahas tentang nafkah istri yang dipenjara.

Keputusan dalam bah}s|ul masa>il tersebut menyatakan bahwa dalam kasus

istri yang dipenjara, suami tidak wajib lagi untuk memberikan nafkah, ini juga berarti gugurlah hak istri untuk mendapatkan nafkah, karena adanya sesuatu yang menghalangi keduanya, yaitu penahanan terhadap sang istri.

13Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, terj. Mahyuddin Syaf, Cet. Ke 8, (Bandung: Alma’arif, 1994),

(34)

Ketika berada dalam penjara dia tidak dapat melaksanakan kewajibannya

sebagai istri sehingga gugurlah hak nafkah istri.15

2. Narapidana Wanita

Istilah narapidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

narapidana adalah orang hukuman (orang yang menjalani hukuman karena

tindak pidana) .16 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 1995 tentang permasyarakatan yang disebut narapidana adalah

terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.17

Dalam Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Permasyarakatan pasal 5 dijelaskan bahwa setiap narapidana berhak mendapatkan perawatan rohani dan

jasmani.18 Adapun yang dimaksud dengan perawatan rohani yakni melalui

bimbingan rohani dan budi pekerti.19 Sedangkan perawatan jasmani berupa

15 Salamun Mustafa,“Analisis Terhadap Putusan Bahsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo

Kediri Tentang Nafkah Istri Yang Dipenjara” Jurnal Al Hukama The Indonesian, Journal of Islamic

Family Law (UIN Sunan Ampel) Volume 01, Nomor 01, 2011, hlm.28.

16 Kamus Besar Bahasa Indonesia

17 Undang undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995

18 Peratuan Pemerintah Republik Indonesia No 32 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Dan Pembimbingan Warga Binaan Permasyarakatan, Pasal 5

(35)

kesempatan melakukan olahraga dan rekreasi, mendapatkan perlengkapan

pakaian, dan pemberian perlengkapan tidur dan mandi.20

Dalam Pasal 27 UUD NRI 1945 tercantum persamaan kedudukan di depan hukum, aturan ini menimbulkan suatu konsekuensi bahwa Negara di dalam memenuhi hak-hak warga Negara dan tidak boleh adanya perlakuan diskriminatif terhadap pelaksanaannya. Dalam hal ini yang dimaksud perlakuan yang sama adalah memenuhi hak-hak warga negara sesuai dengan kekhususan serta proposionalitasnya. Termasuk dalam menangani narapidana wanita harus diperlakukan sama di depan hukum sesuai dengan

kekhususan dan proposionalitasnya.21

Menurut UU No 12 Tahun 1995 pengaturan mengenai lokasi warga binaan pemasyarakatan jenis kelamin wanita, ditempatkan pada ruang terpisah. Pemisahan tersebut sudah tentu mempunyai tujuan yang mendasar. Misalnya, terjadi hubungan gelap antara narapidana perempuan dan laki-laki yang sudah tentu menjadi larangan di dalam lapas atau pun

hal-hal lain yang tidak diinginkan.22

20 Ibid.. Pasal 7

21 Yunitri Sumarauw, “Narapidana Perempuan Dalam Penjara (Suatu Kajian Antropologi Gender)” Journal Of Social and Culture, HOLISTIK , Tahun VI No. 11B, 2013. hlm. 4

(36)

3. Maqa>s}id Asy-syari>‘ah

Adapun pengertian maqa>s}id asy-syari>‘ah para ulama, terutama ulama’

khalaf, percaya bahwa maqa>s}id asy-syari>‘ah dapat dipakai sebagai unit

analisis dalam ijtihad secara lebih efektif dan strategis. Konsep maqa>s}id

asy-syari>‘ah memungkinkan ulama’ untuk mengembangkan hukum Islam dalam kehidupan global untuk mengahadapi persoalan persoalan baru dan

isu-isu kontemporer.23

Maqa>s}id asy-syari>‘ah menurut As-Syatibi adalah upaya untuk menegakkan maslahat sebagai unsur pokok tujuan hukum. Pada dasarnya maqa>s}id asy-syari>‘ah mengandaikan bahwa kemaslahatan harus merujuk pada nilai-nilai kebaikan yang diringkas dalam lima prinsip tujuan syariat yaitu memelihara agama, memelihara kehidupan, memelihara akal,

memelihara keturunan, dan memelihara harta benda.24

Adapun kaitannya maqa>s}id asy-syari>‘ah dengan pemenuhan nafkah

adalah untuk menjaga agama, menjaga jiwa. Dalam menjaga agama suami berkewajiban memberikan nafkah batin kepada istri berupa nasehat, bimbingan, serta memastikan bahwa istri tetap menjalankan perintah agama. Yang kedua untuk menjaga jiwa, suami berkewajiban memberikan

23

Mudhofir Abdullah, Masail Al-Fiqhiyyah Isu Isu Fiqh Kontemporer, (Sleman: Teras, 2001) hlm.92.

(37)

nafkah lahir yang berupa makanan, minuman, pakaian, serta tempat tinggal bagi istri.

Menurut Ulama kontemporer Yusuf Qardhawi, memperkenalkan maqa>s}id asy-syari>‘ah yaitu sebuah fikih yang dibangun atas dasar tujuan ditetapkannya hukum. Pada teknisnya metode ini ditunjukan bagaimana

memahami nash-nash syar’i yang juz’i dalam konteks maqa>s}id

asy-syari>‘ah dan mengaitkan sebuah hukum dengan tujuan utama ditetapkanya hukum tersebut, yaitu melindungi kemaslahatan bagi seluruh manusia, baik

di dunia maupun di akhirat.25

F. Tinjauan Pustaka

Skripsi karya Lilis Nur Widyastuti yang berjudul Peran Istri Sebagai

Pencari Nafkah Dalam Keluarga Menurut Undang-Undang Perkawinan

Dan KHI (Studi Kasus di Desa Kenokorejo, Kecamatan Polokarto,

Kabupaten Sukoharjo). Dalam skripsi ini memfokuskan pada faktor yang menjadi latar belakang seorang istri sebagai pencari nafkah dalam keluarga, serta pandangan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI terhadap istri yang mempunyai peran sebagai pencari nafkah dalam keluarga. Hasil dari penelitian ini adalah bolehnya istri sebagai pencari nafkah menurut Undang-undang dan KHI untuk membantu dan meringankan beban suami

(38)

serta tidak meninggalkan peran istri sebagai ibu rumah tangga.26 Perbedaan dengan penelitian penulis adalah dalam penelitian ini menekankan objek penelitian pada istri yang berperan sebagai pencari nafkah sedangkan dalam penelitian penulis lebih kepada istri sebagai penerima nafkah.

Skripsi karya Saifu Robby El Baqy yang berjudul Kedudukan

Seorang Istri Sebagai Pencari Nafkah Utama Dalam Keluarga Perspektif

Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak,

Kabupaten Boyolali) IAIN Surakarta tahun 2016. Dalam skripsi ini memfokuskan terhadap sebab-sebab istri sebagai pencari nafkah utama keluarga di Desa Dibal serta dampak positif dan negatif dari istri sebagai pencari nafkah. Hasil dari penelitian ini adalah sebab dari keikutsertaan istri sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga karena untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan meringankan beban suami. dampak positif yang ditimbulkan yaitu dapat meningkatkan perekonomian keluarga menjadi lebih baik, adapun dampak negatifnya adalah suami dan

anak cenderung tidak terurus.27 Perbedaan dengan penelitian penulis yaitu

pokok permasalahan yang berbeda meskipun sama membahas tentang nafkah. Dalam penelitian ini masalah utama adalah istri sebagai pencari nafkah.

26

Lilis Nur Widyastuti “Peran Istri Sebagai Pencari Nafkah Dalam Keluarga Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan KHI (Studi Kasus di Desa Kenokorejo, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo)” Skripsi, IAIN Surakarta, Surakarta, 2017.

27

Saifu Robby El Baqy “Kedudukan Istri Sebagai Pencari Nafkah Utama Dalam Keluarga Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Dibal, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali).

(39)

Sedangkan dalam penelitian penulis yaitu pemenuhan hak nafkah istri yang dipenjara.

Skripsi karya Lukman Hakim yang berjudul Pemenuhan Nafkah

Batin Istri Yang Terpidana Dan Implikasinya Bagi Keharmonisan Keluarga

Studi Kasus LAPAS Wanita, Sukun, Malang, UIN Maulana Malik Ibrahim tahun 2012. Skripsi ini fokus tentang nafkah batin yang diterima istri ketika dipenjara dan implikasinya terhadap keharmonisan keluarga. pada skripsi ini menjelaskan bentuk bentuk nafkah batin yang di lakukan suami kepada istri yang dipenjara di LAPAS Kelas IIA Wanita Sukun Malang dan juga implikasinya terhadap keharmonisan keluarga. Hasil dari penelitian ini adalah bentuk nafkah batin untuk istri yang dipenjara di LAPAS Wanita Malang beraneka ragam mulai dari menelpon, bertatap muka dengan dijenguk suaminya, dan terakhir pemenuhan seksualitas, dan keluarga sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan keluarga, pengaruh keluarga menjadikan keluarga memiliki peran sebagai pusat nasihat, pusat ilmu, pusat kemulyaan dan pusat ketentraman batin bagi para istri yang dipenjara di

LAPAS Wanita Sukun Malang.28 Perbedaan dengan penelitian penulis adalah

tinjauannya yang berbeda. Jika dalam penelitian ini menggunakan aspek sosiologis yaitu keharmonisan keluarga. Dalam penelitian penulis

menggunakan aspek maqa>s}id asy-syari>‘ah sebagai tinjauan hukumnya.

(40)

Skripsi karya Ali Saepul yang berjudul Pemenuhan Kewajiban Dan Hak Istri Selaku Terpidana Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan

Wanita Kelas II A Sukamiskin Bandung, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

tahun 2017. Dalam skripsi ini menkaji tentang bagaimana pemenuhan

kewajiban dan hak seorang istri yang terpidana dan dipenjara di Lapas Wanita Kelas II A Sukamiskin Bandung. Dalam skripsi ini menjelaskan tentang bagaimana pemenuhan hak dan kewajiban istri ketika di dalam penjara, upaya Istri dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, serta kendala ketika hendak

dalam pemenuhan hak dan kewajiban istri selama di penjara.29 Dalam

penelitian ini membahas secara umum tentang pemenuhan hak dan kewajiban Istri selaku terpidana di Lapas wanita kelas II A Sukamiskin Bandung. Berbeda dengan penelitian penulis yang lebih fokus terhadap pemenuhan hak

nafkah istri yang dipenjara dan maqa>s}id asy-syari>‘ah sebagai tinjauan

hukumnya.

Jurnal Al Hukama karya Salamun Mustafa yang berjudul Analisis

Terhadap Putusan bah}s|ul masa>il Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Tentang Nafkah Istri Yang Dipenjara. Dalam jurnal ini menganalisis tentang

putusan bah}s|ul masa>il pondok pesantren Lirboyo Kediri yang isi bah}s|ul

masa>il tersebut adalah tentang nafkah istri yang dipenjara. Dalam bah}s|ul

29 Ali Saepul, “Pemenuhan Kewajiban Dan Hak Istri Selaku Terpidana Studi Kasus Di

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Sukamiskin Bandung” Skripsi, UIN Sunan Gunung Djati,

(41)

masa>il tersebut menjelaskan bahwa suami tidak berkewajiban menafkahi istri yang dipenjara karena istri tersebut tidak dapat menjalankan kewajibannya

sebagai seorang istri selama dipenjara.30 Penelitian ini berbeda dengan

penelitian penulis. Karena dalam penelitian ini terfokus terhadap putusan bah}s|ul masa>il pondok pesantren Lirboyo tentang nafkah istri yang dipenjara. Sedangkan dalam penelitian penulis terfokus kepada kasus hak nafkah istri yang dipenjara yang terjadi di Rutan klas 1 Surakarta

Terdapat persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yang tersebut diatas. Adapun perbedaannya adalah fokus penelitian ini pada istri yang dipenjara sebagai penerima nafkah materi maupun batin

yang terjadi di Rutan Kelas 1 Surakarta dengan pandangan maqa>s}id

asy-syari‘ah sebagai tinjauan hukum islam terhadap kasus ini. G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang termasuk penelitian

lapangan (field research) yaitu penelitian dengan memusatkan perhatian

pada suatu kasus secara intensif dan terperinci mengenai latar belakang

keadaan sekarang yang dipermasalahkan.31 Pendekatan penelitian ini

30 Salamun Mustafa,“Analisis Terhadap Putusan Bahsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo

Kediri Tentang Nafkah Istri Yang Dipenjara” Jurnal Al Hukama The Indonesian Journal of Islamic

(42)

menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan. Secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.32

2. Sumber Data

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 kategori, yaitu :

a. Sumber data primer,

Yaitu sumber data utama yang dapat dijadikan jawaban

terhadap masalah penelitian.33 Sumber data primer dalam penelitian ini

adalah hasil wawancara terhadap informan yang merupakan narapidana wanita yang masih mempunyai suami di Rutan Klas 1 Surakarta.

b. Sumber data sekunder,

Yaitu data pelengkap untuk melengkapi data primer. Data

Sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang membahas tentang nafkah secara umum dan secara khusus membahas tentang nafkah istri

32 Lexy J. Moleong, Penelelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda, 2017), hlm 6

(43)

yang dipenjara. Termasuk juga dokumen-dokumen dan arsip dari Rutan Klas 1 Surakarta yang berkaitan dengan kajian penelitian ini.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan prosedur yang harus dilakukan untuk memperoleh data yang diinginkan. Dan termasuk proses dalam mencari

sumber data primer dalam penelitian.34 Metode pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi.

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan informan yang memberikan jawaban atas pertanyaan

tersebut.35 Wawancara ini dilaksanakan kepada narapidana wanita

yang masih berkeluarga dengan pengambilan sampel sebanyak 4 orang dari populasi yang berjumlah 23 orang. Kriteria dari populasi yang berjumlah 23 orang adalah narapidana berjenis kelamin wanita, beragama Islam, dan masih memiliki suami yang sah secara hukum. Sampel diambil karena sudah mewakili dari populasi.

(44)

Sampel ditentukan dengan purposive sampel atau lebih dikenal dengan sampel bertujuan. Dengan tujuan untuk merinci kekhususan yang ada dalam ramuan konteks yang unik, serta untuk menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Sampel bertujuan dapat diketahui dengan ciri-ciri sebagai berikut:

1) Rancangan sampel yang muncul.

2) Pemilihan sampel secara berurutan.

3) Penyelesaian berkelanjutan dari sampel.

4) Pemilihan berakhir jika sudah terjadi pengulangan.36

b. Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap kasus yang sedang terjadi. Pengamatan ini memungkinkan peneliti untuk merasakan apa yang dirasakan subjek penelitian sehingga dapat

dijadikan sebagai sumber data.37. Dalam penelitian ini, observasi

dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap kehidupan narapidana wanita yang berada di Rutan Klas 1 Surakarta.

36 Lexy J. Moleong, Penelelitian Kualitatif… hlm.224.

(45)

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu pengumpulan data-data, dokumen serta arsip yang dimiliki oleh Rutan Klas 1 Surakarta sebagai penunjang penelitian. Dokumen dijadikan sebagai sumber data karena dapat digunakan untuk menguji, menafsirkan, serta meramal suatu

permasalahan yang terjadi.38

4. Tehnik Analisis Data

Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif, metode yang

bertujuan mendeskripsikan suatu objek penelitian yang diteliti melalui data yang terkumpul. Tujuan dari penelitian dekriptif adalah memberikan deskripsi secara sistematis berdasarkan fakta-fakta yang terjadi terhadap fenomena pemenuhan hak nafkah istri yang dipenjara yang terjadi di rutan kelas 1 Surakarta yang kemudian diambil kesimpulan umum mengenai hal

tersebut.39 Dari kesimpulan tersebut kemudian dianalisa penerapannya dari

segi maqa>s}id asy-syari>‘ah.

H. Sistematika Penulisan

Agar dapat memudahkan pemahaman dalam pembahasan skripsi ini

maka pembahasan disusun secara sistematis. Sistematika penulisan dalam

38 Ibid..hlm 217

(46)

skripsi ini dibagi menjadi lima bab yang saling berkaitan antara satu dengan yang lain.

Bab pertama pendahuluan, pada bab ini akan disajikan pendahuluan

yang terdiri dari 7 sub bab. Adapun sub bab tersebut adalah latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua membahas tentang landasan teori yang digunakan untuk

memecahkan masalah dalam penelitian yang berupa tinjauan umum mengenai nafkah dan juga tinjauan khusus mengenai hak nafkah istri yang dipenjara . Pada bab ini juga menjelaskan mengenai narapidana perempuan yang dipenjara, kondisi sosial narapidana secara umum dan juga menjelaskan kondisi sosial narapidana perempuan secara khusus. Dan terakhir pada bab ini

menjelaskan tinjauan umum terkait maqa>s}id asy-syari‘ah dalam kajian

hukum islam dan juga kaitannya dengan nafkah istri yang dipenjara.

Bab ketiga merupakan gambaran umum tentang objek penelitian yaitu

Rutan Kelas 1 Surakarta, dalam bab ini menyajikan data-data yang diperoleh terhadap pemenuhan hak nafkah istri yang dipenjara di Rutan Kelas 1 Surakarta yang merupakan hasil dari wawancara dan juga observasi langsung terhadap narapidana perempuan. Dalam sub bab ini menjelaskan

(47)

problematika pemenuhan nafkah istri selama di dalam rutan. Serta menyajikan dokumen dokumen serta arsip yang diperoleh dari hasil dokumentasi.

Bab keempat, merupakan analisis terhadap pemenuhan hak nafkah

narapidana perempuan yang masih bersuami selama dipenjara di Rutan Kelas

1 Surakarta. Bab ini menjelaskan tentang analisis maqa>s}id asy-syari>‘ah

terhadap pemenuhan hak nafkah istri yang dipenjara di Rutan Kelas 1 Surakarta.

Bab kelima penutup yang merupakan bagian terakhir yang berisi

kesimpulan-kesimpulan yang merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran untuk pihak-pihak terkait yang berkaitan dengan pemenuhan hak nafkah istri yang dipenjara.

(48)

25 A. Hak Nafkah

Apabila akad nikah telah sah dan mengikat, maka

konsekuensi-konsekuensi yang ada wajib untuk dilaksanakan. Konsekuensi yang dihasilkan dari akad nikah adalah adanya hak dan kewajiban suami istri. Hak suami merupakan kewajiban dari istri. Adapun hak istri adalah kewajiban bagi suami, dan ada juga hak bersama yang dimiliki oleh keduanya. Dalam pelaksanaannya kedua hal ini harus berjalan secara seimbang. Pelaksanaan kewajiban dan penunaian tanggung jawab oleh masing-masing suami-istri merupakan sesuatu yang dapat mewujudkan kedamaian dan ketenangan jiwa.

Dari itu kebahagiaan suami istri akan tercipta.40 Termasuk dalam hak dan

kewajiban adalah hak nafkah yang merupakan kewajiban suami dan hak bagi istri.

1. Pengertian Nafkah

Nafkah berasal dari bahasa arab

ةقفن

yang berarti belanjaan, biaya,

pengeluaran uang. Sedangkan menurut istilah adalah semua yang diusahakan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya atau

40 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Abu Aulia, Abu Syauqina, (Jakarta: Republika Penerbit,

(49)

kebutuhan orang lain, baik berupa makanan, minuman dan lainnya.41 Maksud dari nafkah dalam hal ini adalah penyediaan kebutuhan istri, seperti makanan, tempat tinggal, pembantu, dan obat-obatan, meskipun dia kaya.42

Imam Syafi’i berkata : Allah SWT telah menetapkan agar suami menunaikan semua kewajibannya dengan cara yang makruf (patut). Adapun definisi patut adalah memberikan kepada pemilik hak keperluannya, menunaikan dengan suka rela dan bukan karena terpaksa,

Serta tidak menampakan sikap tidak tenang.43

2. Dasar Hukum Nafkah a. Al-Qur’an

اَدِلاَوْلاَو

اَضَّرلا َّمِتُّي ْنَا َداَرَأ ْنَمِل ِْيَْلِماَك ِْيَْلْوَح َّنُهَد َلَْوَا َنْعِضْرُ ي ُت

ىَلَعَو َةَع

)٣٢٢

:

ةرقبلا

(

.... ِفْوُرْعَمْلاِب َّنُهُ تَوْسِكَو َّنُهُ قْزِر ُهَلِدْوُلْوَمْلا

41 Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani, Subulus Salam – Syarah Bulughul Maram

(Jilid 3), Terj. Ali Fauzan, Darwis, Ghanaim, (Jakarta Timur: Darus Sunnah, 2017), hlm.573.

42 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Abu Aulia…, hlm.436.

(50)

Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf” (QS: Al Baqoroh :233)44

b. Hadist Nabi

Dari Hakim bin Mu’awiyah dari Bapaknya RA berkata :

َم ِالله َلْوُسَر اَي : ُتْلُ ق

َح ا

ُّق

اَذِإ اَهْوُسْكَتَو َتْلَكأ اَذِإ اَمُهُمِعْطُت : لاَق ؟ ِهْيَلَع َانِدَحَأ ِجْوَز

َلََو َتْيَسَتْكا

ِرْضَت

ِتْيَ بْلا ِفِ َّلَِإ ْرُجْهَ ت َلََو َهْجَوْلا ِب

Artinya : Aku bertanya : “Ya Rasulllah apa hak istri salah seorang dari kami atas suaminya?” Beliau SAW menjawab : “Kamu memberinya makan apabila kamu makan, kamu memberinya pakaian apabila kamu berpakaian. Jangan memukul wajahnya, jangan menjelek-jelekannya dan jangan pisah ranjang kecuali di rumah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah. Dishahihkan oleh ibnu Hibban dan al-Hakim)45

Dari Jabir bin Abdullah RA, dari Nabi SAW tentang hadist haji yang panjang, Nabi SAW menyinggung perkara wanita, beliau bersabda :

ْوُرْعَمْلاِب َّنُهُ تَوْسِكَو َّنُهُ قْزِر ْمُكْيَلَع َّنَُلَ َو

ِف

44 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara

Penterjemah, 2011), hlm.38.

45 Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, Fiqhul Islam Syarah Bulughul Maram Jilid 7, Terj. Izzudin Karimi, Kholid Syamhudi, Muhammad Ashim, Muhammad Iqbal, Musthofa Aini, (Darul Haq, Jakarta; 2012) hlm.65.

(51)

Artinya : “Hak mereka yang menjadi kewajiban suami adalah memberi rizki dan pakaian mereka dengan cara yang baik.” (Diriwayatkan oleh Muslim)46

3. Faktor Penyebab Diwajibkannya Pemberian Nafkah

Syariat mewajibkannya nafkah bagi istri atas suami karena berdasarkan akad pernikahan yang sah, istri dibatasi dan ditahan untuk suaminya agar dia dapat dinikmati oleh suaminya secara terus menerus. Istri wajib mentaati suami, tinggal di rumahnya, mengurus tempat tinggalnya, serta mengasuh dan mendidik anak-anaknya. Dan sebagai penyeimbang atas semua itu, suami wajib untuk mencukupi kebutuhan istri dan menafkahinya, selama tidak ada kedurhakaan atau sebab lain yang

menghalangi pemberian nafkah.47

Hal ini menjadi wajib karena adanya 3 sebab yaitu akad yang sah,

penyerahan diri istri kepada suami, dan yang terakhir memungkinkannya

untuk bersenang-senang.48 Maka setelah terpenuhinya tiga sebab tersebut

suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

46Abdul Qadir Syaibah al-Hamd, Fiqhul Islam Syarah Bulughul Maram Jilid 8, Terj. Izzudin

Karimi, Kholid Syamhudi, Muhammad Ashim, Muhammad Iqbal, Musthofa Aini, (Darul Haq, Jakarta; 2012) hlm.126.

(52)

Syariat mewajibkan nafkah atas suaminya terhadap istrinya. Nafkah hanya wajib dipenuhi oleh suami, karena tuntutan akad nikah dan karena keberlangsugan bersenang-senang sebagaimana istri wajib taat kepada suami, selalu menyertainya, mengatur rumah tangga, mendidik

anak-anaknya.49

4. Syarat Bagi Istri Mendapatkan Nafkah

Beberapa syarat istri berhak menerima nafkah adalah sebagai berikut :

a. Sahnya akad nikah.

b. Penyerahan diri istri kepada suami

c. Istri memungkinkan suami untuk menikmatinya.

d. Pindah sesuai dengan keinginan suami, kecuali jika berpergian yang

menyakitkan atau tidak merasa aman atas diri dan hartanya.

e. Mereka bisa diajak bersenang-senang.50

Apabila salah satu dari syarat-syarat itu tidak terpenuhi maka nafkah tidak wajib untuk diberikan. Apabila istri tidak menyerahkan kepada suami untuk menikmatinya, atau istri menolak untuk berpindah ke daerah yang diinginkan oleh suami, maka nafkah tidak wajib diberikan kepadanya. Hal itu karena tidak terwujudnya syarat yang harus dipenuhi istri. Nabi

49 Ibid.. hlm 213

(53)

Muhammad SAW menikahi Aisyah RA. Dan baru menggaulinya dua tahun kemudian. Dan beliau tidak menafkahinya, kecuali sejak Beliau

menggaulinya.51

Apabila pasangan suami istri sama-sama telah baligh, lalu wanita menolak apabila suaminya masuk ke tempatnya, atau keluarga wanita itu yang mencegah suami untuk menemui istrinya karena suatu sebab atau untuk memperbaiki keadaannya, maka dalam hal ini tidak ada kewajiban bagi suami untuk memberi nafkah bila terhalang untuk ke tempat istrinya,

kecuali bila halangan itu datang dari pihak suami.52

Apabila istri menyerahkan dirinya dalam keadaan sakit sehingga dia tidak dapat digauli oleh suami maka nafkah tetap wajib baginya. Bukanlah merupakan bentuk hubungan suami istri yang baik jika menjadikan penyakit sebagai sebab hilangnya nafkah yang wajib baginya. Begitupula jika suami yang mengalami sakit, terpotong kemaluannya, impoten, dikebiri, menderita penyakit yang menghalanginya untuk menggauli perempuan, atau dipenjara karena utang atau kejahatan yang dilakukannya. Dalam kasus kemungkinan untuk dinikmati ada pada pihak istri sementara halangan muncul dari pihak suami. ini merupakan sebab yang didalamnya

(54)

sang istri tidak dianggap menyia-nyiakan hak suami. Suami sendiri yang

telah menghilangkan haknya. Maka suami tetap wajib menafkahinya.53

Nafkah tidak wajib apabila istri berpindah rumah dari rumah suami ke rumah yang lain tanpa izin dari suami dan tanpa alasan yang syar’i, atau dia

berpergian tanpa izin dari suami, atau ber-ihram untuk haji tanpa izin dari

suami. Nafkah juga tidak wajib bagi istri apabila dia menghalangi suami untuk menggaulinya di rumahnya yang di dalamnya suami tinggal bersamanya, sedangkan sebelumnya dia tidak berpindah meminta untuk berpindah ke rumah lain, tapi suami menolak.

Dalam segala bentuk ini, istri tidak berhak untuk mendapatkan nafkah karena dia telah menghilangkan hak suami untuk menikmatinya tanpa alasan yang syar’i. apabila dia menghilangkan hak suami karena alasan yang syar’i maka nafkah tidak hilang. Misalnya apabila dia keluar dari ketaatan kepada suami karena tempat tinggalnya tidak sesuai dengan syariat atau karena suami tidak dapat dipercaya terhadap diri dan

hartanya.54

53 Ibid.. hlm.440. 54 Ibid.. hlm.441.

(55)

5. Hak Nafkah Yang Bersifat Materi

Hak nafkah istri atas suami nya terbagi menjadi 2. Nafkah yang bersifat materi dan nafkah yang bersifat non materi (batin). Suami berkewajiban mencukupi kebutuhan makanan, pakaian, serta tempat tinggal untuk istri dan anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya. Bahkan sang istri dibolehkan mengambil secara diam-diam jatah belanjanya dengan cara yang baik jika suami menolak memberikannya,

sekalipun tanpa sepengetahuannya.55 Termasuk dalam hal ini adalah

penyediaan kebutuhan istri, seperti makanan, tempat tinggal, pembantu,

dan obat-obatan meskipun dia kaya.56

Dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup

berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.57 Dalam kompilasi hukum

Islam juga dijelaskan bahwa suami menanggung nafkah, kiswah, tempat tinggal bagi istri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya

pengobatan bagi istri dan anaknya.58

55 Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa (Panduan Fikih Lengkap

Bagi Wanita), Terj. Irwan Raihan, Ahmad Dzulfikar, (Solo: Pustaka Arafah, 2014) hlm.715

56

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Terj. Abu Aulia,.... hlm 436

57 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan &

Kompilasi Hukum Islam, Pasal 34 Ayat 1, (Bandung, Citra Umbara; 2016) hlm.12

(56)

Nafkah perempuan diukur dengan kecukupan dan dibatasi dengan kepatutan, yaitu apa yang dikenal oleh semua pihak berdasarkan apa yang

biasanya berlaku dalam keluarga perempuan. Penulis ar-Raudhah

an-Nadiyyah berpendapat sesuai dengan apa yang dikutip oleh Sayyid Sabiq

dalam Fiqh Sunnah bahwa kecukupan dalam hal makanan mencakup

semua yang dibutuhkan istri. Termasuk didalamnya buah-buahan, menu-menu istimewa yang biasa dihidangkan pada hari-hari raya, dan barang-barang lainnya yang keberadaannya telah dianggap biasa secara terus-menerus karena ketiadaannya dapat menimbulkan kegelisahan, kebosanan,

dan kesulitan.59

Para ulama Mazhab Syafi’i berkata sebagaimana dikutip Sayyid Sabiq

dalam kitab Fiqh Sunnah 3 bahwasanya minyak wangi apabila

dimaksudkan untuk menghilangkan bau yang tidak sedap, wajib bagi suami untuk mengadakannya karena dimaksudkan untuk membersihkan diri. Apabila dimaksudkan untuk mendapatkan kelezatan dan kenikmatan,

suami tidak wajib mengadakannya.60

59 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terj. Abu Aulia…, hlm.443.

(57)

6. Hak Nafkah Yang bersifat Non Materi (Batin)

a. Berlaku baik terhadap istri.

Yang dimaksud dalam hal ini adalah mempergaulinya dengan

cara yang baik, menahan diri dari hal-hal yang menyakitinya, dan tidak menunda-nunda menunaikan hak-haknya ketika memiliki kemampuan,

serta menampakkan keceriaan dan keriangan.61 Diantara ciri-ciri

kesempurnaan akhlak dan ketinggian iman adalah bahwa seseorang bersikap lemah lembut terhadap istrinya. Rasulullah SAW bersabda :

ُخ ْمُهُ نَسْحَأ اًناَْيِْإ َْيِْنِمْؤُمْلا ُلَمْكَأ

ْمِهِئ اَسِنِل ْمُكُراَيِحَو ، اًقُل

Orang yang paling sempurna imannya di antara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya. Dan orang-orang yang paling baik di antara kalian adalah orang-orang yang paling baik kepada istri-istri mereka. (HR. Abu Dawud)

Di antara cara memuliakan perempuan adalah dengan

bersendau gurau dan bercumbu rayu dengannya dan juga dengan mengangkat derajatnya hingga setara dengan derajat suami dan tidak

menyakitinya meskipun hanya dengan perkataan yang keji.62

b. Mengajarkan Perkara Agama kepada Istri

Sebagaimana suami dituntut untuk selalu memperlakukan

istrinya dengan baik, yang konsekuensinya adalah dengan berlemah

61

(58)

lembut kepadanya. Dia juga dituntut untuk tidak merasa bosan mengajarinya serta mendorongnya agar berbuat taat kepada Allah

SWT.63

Kesempurnaan tidak akan pernah ada dalam diri perempuan.

Dan laki-laki harus menerima apa adanya. Tabiat perempuan seperti tulang rusuk yang bengkok dan tidak mungkin untuk diluruskan. Oleh karena itu, perempuan harus dipergauli dengan cara yang baik. Serta suami berkewajiban untuk mendidik istri dan mengarahkannya kepada

kebenaran apabila dia menyimpang dalam suatu perkara.64

c. Perlindungan

Wajib atas suami untuk melindungi dan menjaga istrinya dari

segala sesuatu yang dapat menodai kehormatannya, menjatuhkan harga dirinya, menghinakan kemuliannya, dan mencoreng nama baiknya di

mata manusia.65

Begitupula dengan sikap cemburu suami terhadap istrinya. Hal

ini merupakan bentuk perlindungan dan kekhawatiran suami kepada

istrinya agar senantiasa dalam keamanan dan kenyamanan.

Sebagaiamana laki-laki wajib mencemburui istrinya, dia juga dituntut untuk bersikap moderat dalam kecemburuan ini. Dia tidak boleh

63

Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqhus Sunnah Lin Nisa…. hlm.712.

64

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terj. Abu Aulia…, hlm.457. 65 Ibid.. hlm.458.

(59)

berlebih-lebihan apalagi berburuk sangka kepada istrinya dan tidak boleh melampaui batas dalam menyelidiki semua gerak geriknya serta menghitung semua aibnya. Hal tersebut dapat merusak hubungan suami istri.66

d. Memenuhi Kebutuhan Biologis Istri

Syariat Islam sangat indah yang mengatur hubungan suami istri

sampai pada hubungan yang lebih khusus, yakni hubungan batin. Disini suami wajib memelihara istrinya dan diperintahkan sedang dalam beribadah agar mampu dalam melaksanakan hak keluarga. Lebih dari itu, Islam memberi motivasi bagi yang melaksanakan hak tersebut sebagaimana yang diberitakan oleh Nabi yang benar dan dibenarkan

bahwa suami yang melaksanakan kewajiban ini mendapat pahala.67

Imam Ahmad berpendapat sesuai yang dikutip oleh Abdul

Aziz Muhammad Azzam, berhubungan badan dengan istri wajib, minimal setiap empat bulan karena Allah menentukan hak Tuhan pada masa ini. Sekalipun demikian, kewajiban suami memelihara istri. Hendaknya suami bersikap sedang dalam berpuasa dan shalat malam

agar mampu melaksanakan hubungan wajib dengan istri.68

66

Ibid.. hlm.460.

(60)

Ibnu Qudamah berkata sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz Muhammad Azzam : “Berhubungan seks wajib bagi suami jika tidak ada udzur.” Pendapat tersebut juga di kemukakan Malik. Alasannya, nikah disyariatkan untuk kemaslahatan suami istri dan menolak bencana dari mereka. Ia melakukan hubungan untuk menolak gejolak syahwat istri, sebagaimana juga untuk menolak gejolak syahwat suami. Alasan tersebut menjadi suatu keharusan dan nikah inilah hak solusi mereka

bersama.69

Ibnu Hazm berpendapat, suami diwajibkan melakukan

hubungan badan dengan wanita yang menjadi istrinya, minimal sekali pada setiap bersuci jika ia mampu. Jika ia tidak melakukannya maka berdosa kepada Allah SWT. Dalilnya adalah firman Allah SWT :

ْلا ِنَع َكَنْوُلَ ئْسَيَو

ُبَرْقَ ت َلََو ِضْيِحَمْلا ِفِ َءاَسِّنلا اْوُلِزَتْعاَف ىًذَأَوُه ْلُق ِضْيِحَم

َّنُه و

َي َّتََّح

ِباَوَّ تلا ُّبُِيُ َالله َّنِإ ُالله ُمُكَرَمَأ ُثْيَح ْنِم َّنُهْوُ تْأَف َنْرَّهَطَت اَذِإَف َنْرُهْط

َْيْ

)

٣٣٣ :

ةرقبلا

(

َنْيِرِّهَطَتُمْلا ُّبُِيَُو

Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka Telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat

Referensi

Dokumen terkait