• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TEKNIK 5 C CINEMATOGRAPHY PADA PENCIPTAAN FILM JABANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS TEKNIK 5 C CINEMATOGRAPHY PADA PENCIPTAAN FILM JABANG"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS TEKNIK 5’C CINEMATOGRAPHY

PADA PENCIPTAAN FILM JABANG

5’C Cinematography Technique Analysis On Jabang Film Creation Zakaria Syahputra, Triadi Sya'dian

Program Studi Televisi dan Film

Fakultas Seni dan Desain, Universtitas Potensi Utama Zakajek50@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang rumus 5’C Cinematography pada film Jabang, yang terdiri dari lima elemen elemen penting didalam Cinematography yaitu Composition, Close Up, Camera Angle, Continuity, Cutting. Lima elemen penting dari Cinematography tersebut penulis terapkan dalam penciptaan film Jabang. Film Jabang adalah film fiksi bergenre Drama yang berdurasi 44menit, film Jabang mengangkat tema mengenai kokokan ayam malam-malam pertanda ada gadis yang hamil diluar nikah, mitos tersebut masih berkembang disebagian masyarakat di Indonesia. Film Jabang sendiri bersinopsis tentang satu keluarga tinggal dirumah warisan yang mulai kosong karena krisis ekonomi pada keluarga tersebut, suatu hari sang ayah (46tahun) bertekad untuk mencari pekerjaan kekampung orang dalam keadaan yang kurang sehat, kepergian sang ayah meninggalkan istrinya sumiati (38 tahun) dan dua orang anak, gadis (8tahun) bersama yuni (17tahun). Hingga suatu hari anak yang paling besar yuni (17tahun) melakukan hubungan suami istri yang kemudian diketahui hamil diluar nikah hingga membuat ibu marah besar sampai mengurungnya berbulan-bulan digudang.

Kata Kunci: Cinematography, Film Jabang, Mitos

ABSTRACT

This study discusses the formula 5'C Cinematography in the Film Jabang, which consists of five important elements in Cinematography namely Composition, Close Up, Camera Angle, Continuity, Cutting. Five important elements of Cinematography, the writer applied in the creation of the Film Jabang. Film Jabang is a 44-minute fictional Drama genre film, the Film Jabang takes the theme of cock-banging at night sign that there is a girl who is pregnant out of wedlock, the myth is still developing in some parts of society in Indonesia. The Film Jabang itself synopsis about a family living in a legacy house that began empty due to the economic crisis in the family, one day the father (46 years) was determined to look for a place to accommodate people in unhealthy circumstances, the departure of the father leaving his wife Sumiati (38 years) and two children, Gadis (8 years) with Yuni (17 years). Until one day, the biggest child, Yuni (17 years old) had a husband and wife relationship which was later found out to be pregnant out of wedlock, which made the mother angry until she was confined for months at the warehouse.

Keywords: Cinematography, Film Jabang, Myth

1. PENDAHULUAN

Menurut Dr. Phil. Astrid S. Susanto, esensi film adalah gerakan atau lebih tepat lagi gambar yang bergerak. Dalam bahasa Indonesia, dahulu dikenal istilah gambar hidup, dan memang gerakan itulah yang merupakan unsur pemberi “hidup” kepada suatu gambar [8]. Hafied Cangara

(2)

mendefinisikan dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar, tetapi dalam pengertian yang lebih luas bisa juga termasuk yang disiarkan di televisi. Di Indonesia, pengertian film dapat dirujuk dari pendefinisian untuk tujuan hukum, sebagaimana tercantum dalam Undang-undang No. 8 tahun 1992 tentang Perfilman. Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang - dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi. Sinematografi dari bukunya Blain Brown [1] tentang sinematografi, yang berhubungan dengan teori bahasa visual beliau menuliskan Dalam pembuatan film atau video, bahkan animasi sekalipun, gambar tidak hanya sekedar gambar, tetapi gambar adalah sebuah informasi. Jadi salah satu tugas sinematografer adalah menjadikan gambar menjadi bahasa visual kepada audiens menjadi sebuah pesan yang berarti. Hasil akhir dari tayangan video atau animasi secara materi adalah berbentuk dua dimensi, tetapi sinematografer harus dapat memberikan panduan mata pemirsa untuk melihat realitas. Untuk itu diperlukan pemahaman konsep terhadap dasar pandangan 2D, 3D dan bahasa visual. Untuk itu perlu dipahami tentang prinsip-prinsip desain. Dan juga elemen-elemen desain. Elemen desain merupakan unit dasar pembentuk gambar visual. Dari beberapa buku dan sumber di internet ada beberapa perbedaan yang menempatkan elemen desain dan prinsip desain. Apapun itu kembali ke hakekat utama dari bahasa visual yang penting mengandung unsur-unsur tersebut, menjadi dasar bagi seorang sinematografer dalam meramu visual film menjadi menarik. Beberapa elemen desain itu terdiri dari delapan bidang, antara lain sebagai berikut: Space (ruang), Line (Garis), Balance (keseimbangan), Color (warna), Shape (Bentuk), Tekture (tekstur), Form (Bidang), Value (Nilai/Tone)

Sedangkan beberapa prinsip desain yaitu sebagai berikut: Unity (kesatuan), Balance (keseimbangan), Visual Tension (Penekanan Visual), Rythym (Perulangan), Proportion (proporsi), Contrast (kontras), Texture (tekstur), Directionality (arah). Selain elemen dan prinsip-prinsip desain tersebut, menurut Blain Brown, yang termasuk dalam bahasa visual yaitu area 3 dimensi. Yang dimaksud dengan area 3 dimensi disini ide dasarnya adalah memproyeksikan bentuk tiga dimensi ke dalam area dua dimensi. Salah satu tugas dari sinematografer adalah mewujudkan 3D di dunia nyata terlihat nyata di gambar dua dimensi contohnya film. Dalam penciptaan film jabang, peran sinematography sangat penting untuk membangun mood atau suasana cerita menjadi lebih dramatis dengan penekanan-penekanan visual tertentu. Contoh penekanan visual tertentu disini meliputi pengambilan gambar dengan penuh makna dan motivasi dengan tujuan semua pengambilan gambar pada penciptaan visual dalam film Jabang benar-benar memiliki tanda yang mewakili perasaan karakter dalam adegan yang sesuai dengan kebutuhan sekenario film. Di film jabang penulis membuat konsep pengambilan gambar dengan angel kamera Dutch Angel, yang bertujuan untuk memberi penakanan-penekanan psikologis karakter yang sedang merasakan situasi sulit, cemas dan ketidakstabilan emosi.

Selain pengambilan gambar yang penulis perhatikan dalam penciptaan visual pada film jabang, warna juga sangat berpengaruh dalam pembangunan mood atau suasana film pada visual film jabang saat ditonton oleh khalayak ramai. Dalam pemilihan warna sinematography pada penciptaan visual film jabang, penulis memutuskan untuk menggunakan warna kuning kehijauan dengan tujuan ingin menampilkan suatu visual yang terkesan jadul pada film jabang. Warna juga mampu memberi arti pada sebuah film, seperti warna kuning yang melambangkan kehangatan dan warna hijau yang melambangkan kesejukan. Jika kedua warna tersebut digabungkan maka akan menghasilkan warna kuning kehijauan yang melambangkan antara kehangatan dan kesejukan yang bermaksud ketidakstabilan. Film “Jabang” menceritakan kisah tentang keluarga sederhana yang terdiri dari ayah ibu dan dua orang anak perempuan. Suatu hari sang ayah memutuskan untuk merantau kekampung orang, sebab uang dan persediaan makanan yang mulai menipis hingga sampai ibu dan anak-anaknya hanya memakan mie instan sepanjang hari mereka. Keputusan itulah yang mengharuskan si ibu untuk mengasuh kedua anaknya tersebut, yuni(17tahun) dan gadis(8tahun) Yuni yang memiliki bakat tari, sehari hari menghabiskan waktu luang untuk menari dikamar yang ditemani oleh radio hitam tua peninggalan milik eyangnya, setiap hari alunan musik tari menjadi hiburan bagi adik dan ibunya. sampai pada suatu hari yuni tak pulang kerumah dan melakukan hal yang paling dibenci oleh semua orang tua diseluruh dunia yaitu berhubungan badan dengan pacarnya toni(20tahun) dan mengakibatkan yuni hamil diluar nikah yang membuat sang ibu marah besar dan mengurungnya

(3)

digudang berbulan-bulan hingga melahirkan ditempat pengurungannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat konsep 5’C sinematography dengan mood atau suasana kelam yang dibalut oleh pencahayaan yang sedikit redup dan pewarnaan kuning kehijauan agar kesan kelam dalam visual film Jabang menjadi lebih lawas dan terasa era masa lalunya, skripsi karya film ini seharusnya dapat dijadikan tontonan yang mengingatkan akan dampak buruk dari tindakan seks bebas lewat visual sinematic pada film jabang.

Pemilihan judul untuk film yang mengangkat isu dan mitos kokokan ayam malam-malam juga tidak mudah, diperlukan riset digital untuk mencari judul yang pas dengan isi cerita yang ada dalam film, setelah melakukan riset digital, ditemukanlah judul film yang disebut dengan Jabang. Jabang dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti bayi atau orok, Jabang terdiri dari dua suku kata yaitu : /ja.bang/[6]. Film jabang dapat dikategorikan dengan genre Drama yang berdurasi 44menit, namun drama pada film jabang dibumbui oleh unsur-unsur pada film horror, seperti pada atmosfer yang dibuat, pencahayaan yang sedikit redup, dan pewarnaan kuning kehijauan yang menggambarkan kesan jadul. Film jabang dapat dinikmati oleh remaja berusia diatas 17 tahun keatas, dikarenakan ada beberapa scene yang menampilkan adegan telanjang dada hingga hubungan terlarang yuni (17tahun) dan pacarnya toni(20tahun) diatas ranjang. Tema yang penulis angkat menjadi isi pokok cerita adalah isu dan mitos yang berkembang dimasyarakat tentang kokokan ayam malam-malam pertanda ada gadis yang hamil diluar nikah, namun isu dan cerita dari masyarakat tentang kokokan ayam malam-malam. film jabang bercerita tentang satu keluarga tinggal dirumah warisan yang mulai kosong karena krisis ekonomi pada keluarga tersebut, suatu hari sang ayah (46tahun) bertekad untuk mencari pekerjaan kekampung orang dalam keadaan yang kurang sehat, kepergian sang ayah meninggalkan istrinya sumiati (38 tahun) dan dua orang anak, gadis (8tahun) bersama yuni (17tahun). Hingga suatu hari anak yang paling besar yuni (17tahun) melakukan hubungan suami istri yang kemudian diketahui hamil diluar nikah hingga membuat ibu marah besar sampai mengurungnya berbulan-bulan digudang. Sebelumnya ibu juga mendapatkan kabar tentang suaminya dikampung orang yang meninggal dikarenakan penyakit yang berbulan-bulan dirasakan oleh suaminya. Situasi rumah menjadi hening dan hampa, gadis anak yang paling kecil juga merasakan kehilangan yang teramat dalam, namun tidak ada hal apapun yang dapat dilakukan gadis selain diam dan menerima semua kenyataan dari kakak dan orang tuanya.

Adapun tinjauan karya yang penulis rujuk dalam penciptaan film Jabang ini diantaranya buku, jurnal, tesis, dan audio visual yang berkaitan dengan penerapan yang diterapkan dalam penciptaan film Jabang.

Joseph V. Mascelli A.S.C dalam bukunya yang berjudul “Memahami Cinematograpy” yang diterbitkan tahun 2010 di British Library. Buku ini sama-sama menjelaskan tentang teknik 5’C Cinematography yang membahas Cutting, Composition, Continuity, Camera Angle dan Close Up. Kelima elemen tersebut penulis terapkan dalam penciptaan film Jabang, dikarenakan semua pembahasan dalam buku 5’C Cinematography menjadi elemen paling penting dalam pengambilan gambar pada penciptaan film Jabang.

Pratista, Himawan Dalam bukunya yang berjudul “Memahami Film” yang diterbitkan tahun 2008 di Yogyakarya. Dalam pembahasan dibuku Memahami Film berisi penjelasan tentang unsur-unsur dalam film dan teknik-teknik dalam film, yang sangat berguna bagi penulis untuk menambah wawasan dan menjadi rujukan untuk menciptakan film Jabang yang banyak mengunakan teknik-teknik dalam pengambilan gambar.

Azhar Kinoi Lubis dalam filmnya yang berjudul “Kafir” yang dirilis tahun 2018 dalah film bergenre horror yang bersinopsi sebagai berikut: Suatu ketika saat sedang makan malam, Bapak tiba-tiba kesakitan dan sebelum meninggal, mulutnya memuntahkan beling. Pasca kematian Bapak, keluarga tersebut mulai terusik. Sang Ibu mendapat teror-teror gaib dan sikapnya mulai aneh dan seringkali ketakutan. Bersamaan dengan itu, Jarwo, dukun di kampung mereka tiba-tiba mati secara misterius dan rumahnya hangus terbakar. Andi dan Dina berusaha mencegah agar kejadian yang menimpa Bapak tidak menimpa Ibu. Mereka mencari penyebabnya demi menyelamatkan sang Ibu. Dari film Kafir yang penulis menjadikan rujukan, penulis menerapkan visual yang hampir sama dengan warna film kuning kehijauan yang juga penulis terapkan pada film Jabang, namun yang

(4)

membedakan visual film Kafir dan film Jabang adalah Movement kamera yang lebih dominan dalam film Jabang.

2. METODE PENCIPTAAN

Adapun metode penciptaan yang penulis terapkan dalam pembuatan film Jabang terbagi menjadi tiga bagian, meliputi pra produksi, produksi sampai pasca produksi

2.1 Persiapan

Persiapan penelitian yang penulis lakukan dalam pencarian data dan gagasan dalam penciptaan film Jabang ialah dengan menonton film-film yang memiliki konsep Folklore atau cerita rakyat dan film-film yang memiliki visual estetika yang dapat dijadikan sebagai referensi untuk diterapkan didalam film Jabang, lalu mengamati visual yang ada dalam film tersebut dan mencoba momodifikasi visual tersebut dengan gaya pengambilan gambar yang penulis terapkan nantinya pada film Jabang

2.2 Elaborasi

Persiapan penelitian dan juga pengamatan yang telah penulis lakukan untuk terciptanya analisis karya film Jabang ini adalah dengan menonton banyak film yang memiliki estetika pengambilan gambar yang tinggi, untuk dapat menjadi acuan dan referensi pengambilan gambar pada film Jabang nantinya. dikarenakan penulis adalah mahasiswa film yang mengambil keahlian dibidang videography, penulis lebih mengedepankan masalah teknis cinematography dalam pembuatan film Jabang, dengan penerapan teori 5’C Cinematography yang meliputi Camera Angle, Close Up, Cutting, Continuty dan Composition.

2.3 Pra Produksi

Tahapan pra produksi meliputi tiga bagian, yaitu : 2.3.1 Penemuan ide

Tahap ini ketika penulis menemukan ide atau gagasan lalu membuat riset dan menuliskan naskah agar gagasan semakin berkembang yang dibarengin oleh mengeksplore pengambilan gambar yang cocok pada penciptaan film jabang. Di tahap ini ide muncul ketika mendengarkan percakapan rekan komunitas membahas kokokan ayam malam-malam yang terdengar dimalam hari sewaktu penulis sedang bertandang kerumahnya, yang lalu dikembangkan bersama-sama malam itu juga, dikarenakan cerita yang sebelumnya kurang menarik dari sudut pandang sinematograper dan mengharuskan menghabiskan banyak anggaran biaya produksi.[9]

2.3.2 Perencanaan

Tahap ini meliputi penetapan jangka waktu kerja(time schedule), penyempurnaan naskah, pemilihan artis, lokasi dan crew. Setelah mendapatkan ide pokok dan cerita tentang mitos kokokan ayam malam-malam, selanjutnya penulis merangkum semua cerita menjadi sebuah naskah atau skenario.

2.3.3 Persiapan

Tahap ini meliputi penyelesaian semua kontrak, perizinan dan surat menyurat. Latihan para pemain yang disebut sebagai reading, reading adalah tahap pendalaman semua karakter dan dialog yang dihadiri oleh semua pemeran dalam film Jabang yang diawasi oleh produser,sutradara dan talent kordinator

(5)

Setelah perencanaan dan persiapan selesai, maka pelaksanaan produksi dimulai. Sutradara bekerja sama dengan para artis dan sinematograper mencoba mewujudkan apa yang direncanakan dalam kertas dan skenario menjadi gambar, susunan gambar yang dapat bercerita. Cinematography pada film jabang memiliki konsep kelam seperti film horror, tidak seperti kebanyakan film drama lainnya yang menggunakan pencahayaan sedikit agak terang, film Jabang dibuat dengan pencahayaan sedikit redup, hal ini dilakukan agar kesan horror dalam film jabang semakin kuat dan kesan jadul pada film jabang semakin terasa oleh mata penonton. Dari segi pengambilan gambar, film Jabang banyak menggunakan shoot size yang umum dalam pengambilan gambar film, yaitu establise shoot, long shot, medium shot dan close up.[3]

Close up sendiri berarti pengambilan gambar dengan ukuran shoot dari atas kepala hingga atas pundak, biasanya digunakan untuk mengungkapkan suatu penekanan dialog dari para pemain didalam suatu film. Medium shoot adalah pengambilan gambar dengan ukuran shoot dari atas kepala hingga bawah dada/perut, biasa nya ingin menampilkan objek sedang dalam suatu tempat dan lingkungan yang ingin diperlihatkan oleh sang sutradara. Long shot adalah pengambilan gambar dengan ukuran shoot dari atas kepala sampai bawah kaki, biasanya ukuran shoot ini diambil dengan maksud ingin menampilkan objek denga aktivitas tambahan dari sekeliling objek, misalnya orang yang sedang beraktivitas disamping objek. Establise shoot adalah pengambilan gambar yang bertujuan untuk menunjukan seting waktu,tempat dan lokasi si objek saat menjalankan aktifitasnya, biasanya shoot ini diambil dari kejauhan.

Selain shot size atau ukuran shoot yang diperhatikan dalam penciptaan film Jabang, Tata letak kamera atau angel juga sangat penting, demi terciptanya estetika dalam pengambilang gambar. dalam penciptaan visual film Jabang, penulis yang berperan sebagai sinematograper menerapkan angel kamera yang jarang sekali diterapkan oleh film maker - film maker indie lainnya, yaitu Dutch Angel. Dutch Angel adalah pengambilan gambar yang menggambarkan ketidakstabilan emosional dari karakter yang ada didalam film, biasanya untuk mendapatkan kesan ketidakstabilan emosional dari karakter, seorang sinematograper harus memiringkan beberapa derajat kamera yang akan menimbulkan efek miring didalam frame.

sebagai contoh penulis meletakan potongan gambar pada film jabang yang menerapkan angel Dutch angel:

Gambar 1. penerapan Dutch Angel pada film jabang (Sumber : Film Jabang,2019)

Gambar diatas adalah potongan gambar pada film Jabang yang memperlihat kan kekhawatiran ibu saat hendak melihat yuni apakah sudah pulang kerumah atau tidak, di poto pertama memperlihatkan

(6)

pengambilan gambar yang miring, tujuannya ingin menekankan emosional sang ibu yang sedang tidak stabil jika yuni belum pulang kerumah, namun pada saat ibu membuka pintu kamar yuni, ternyata yuni sudah tertidur pulas dikamar, dan kemudia pengambilan gambar kembali pada posisi sewajarnya dan tidak lagi miring, yang menandakan keadaan emosional ibu sudah mulai tenang dan baik-baik saja.

2.5 Pasca Produksi a. Logging

Mencatat dan memilih gambar yang kita pilih berdasarkan time code yang ada dalam masing-masing kaset berdasarkan script continuity report (catatan time code)

b. Capturing

Proses pemilihan (transfer) gambar yang terdapat dalam kaset video (tape) kedalam komputer. c. Offline Editing

Proses pemilihan (selection) dan penyusunan adegan sesuai dengan susunan skenario tanpa menerapkan efek-efek tertentu

d. Online Editing

Proses penambahan efek tertentu seperti efek transisi, efek warna, efek gerak, caption, dan efek-efek lainnya sesuai dengan kebutuhan cerita

e. Sound Scoring

Proses pemilihan materi audio seperti ilustrasi musik, atmosfir, dan sound effect sesuai dengan kebutuhan cerita

f. Mixing

Proses pencampuran dan pengaturan materi audio mulai dari pengaturan level suara hingga pengaturan filler ilustrasi musik untuk menekankan kondisi emosi tertentu

g. Rendering

Proses penyatuan seluruh format file yang ada dalam timeline menjadi satu kesatuan yang utuh h. Eksport

Proses pemilihan (transfer) hasil penyuntingan kedalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan seperti VCD, DVD, maupun kaset video (tape)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam proses penelitian pada penciptaan film Jabang yang berfokus pada rumus 5’C Cinematography, yang dimana pada penelitian film Jabang ini penulis lebih mengedepankan visual language atau bahasa visual ketimbang naratif melalui dialog antara pemeran satu dengan yang lainnya. film Jabang diciptakan hanya untuk media bermain-main seorang sinematograper yang hanya berfokus pada visual dari pada struktur cerita pada film, meskipun film jabang memiliki latar cerita tentang kokokan ayam malam-malam pertanda ada gadis yang hamil diluar nikah, penulis ingin film jabang dapat dinikmati sebagai tontonan yang nyaman dilihat dan didengar oleh penonton,

(7)

karena sejatinya film adalah audio visual yang hanya berfokus pada suara dan gambar. Berikut adalah contoh visual pada film Jabang yang merapkan teknik 5’C Cinematography yang meliputi Composition, Camera Angle, Close Up, Continuty dan Cutting.

Gambar yang baik adalah tujuan utama dalam penciptaan film Jabang, dasar-dasar yang harus diperhatikan dalam terciptanya gambar yang baik pada film jabang adalah komposisi. komposisi sangat-sangat vital bagi seorang sinematograper, tanpa komposisi yang baik, maka gambar yang ada didalam frame tidak memiliki nilai estetik yang menarik jika dilihat oleh penonton. Selain komposisi, angel kamera juga sangat penting untuk menambah kesan estetik dalam terciptanya gambar yang baik dalam film Jabang, angel kamera berfungsi menambah kesan emosional pada gambar yang ada didalam frame film Jabang, penerapan angel kamera dalam film jabang sangatlah bervariasi, mulai dari high angel,eye level,low angel hingga Dutch Angel yang menjadi Angel andalan didalam pengambilan gambar pada film Jabang. Film Jabang menerapkan konsep 5’C Cinematography yang meliputi Composition, Camera Angel, Close Up, Continuity, Cutting [5]. Berikut adalah contoh penerapan 5’C Cinematography pada penciptaan visual film Jabang :

3.1 Composition

Komposisi dalam film gunanya agar menambah kesan estetik dari segi pengambilan gambar, gambar yang baik adalah gambar yang memiliki komposisi yang rapi didalam suatu frame. Berikut adalah contoh penerapan komposisi dalam film Jabang:

Gambar 2. penerapan komposisi pada film Jabang (Sumber : Zakaria Syahputra,2019)

Gambar diatas menunjukan adegan kepergian sang ayah yang pergi merantau kekampung orang. Dalam adegan tersebut tampak ibu dan yuni berdiri berdua didepan pintu rumah dengan memasang wajah sedih. Pengambilan gambar pada adegan tersebut menggunakan teknik kamera single cam yang statis dengan komposisi yang baik. Untuk menerapkan pengambilan gambar diadegan tersebut, penulis menggunakan alat bantu Tripod untuk menjaga posisi kamera agar tidak berubah-ubah dan gambar yang dihasilkan juga lebih rapi. Tripod sangat berguna bagi cinematographer untuk menjaga keseimbangan komposisi yang ada didalam frame. . Tripod sangat berguna bagi cinematographer untuk menjaga keseimbangan komposisi yang ada didalam frame.

3.2 Camera Angel

Peletakan posisi kamera sangat berpengaruh pada hasil gambar yang dihasilkan oleh seorang sinematographer. berikut adalah contoh angel kamera yang diterapkan dalam film Jabang :

(8)

Gambar 3. penerapan Dutch angel pada film Jabang (Sumber : Zakaria Syahputra,2019)

Pada gambar diatas memperlihatkan adegan dimana suami dari ibu sedang melakukan komunikasi dengan istrinya dirumah, ayah menanyakan kabar istrinya apakah sedang sehat atau tidak, yang kemudian penyakit ayah kambuh dan menyebabkan ayah batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Penyakit ayah semakin parah, namun yang makin parahnya lagi, disaat ayah ingin meminum obat nya, obat ayah habis, dan seketika ayah terjatu dari bangkunya dan mati seketika dengan keadaan mengenaskan.

Tampak dari pengambilan gambar pada adegan tersebut, penulis menerapkan teknik Dutch Angel. Dutch angel adalah pengambilan gambar yang sengaja dimiringkan dengan tujuan ingin menyampaikan pesan visual psikologi pemeran yang sedang merasakan situasi yang sulit dan ketidakstabilan emosional pemeran. Dalam penerapan angel tersebut, penulis yang juga sebagai sinematographer berdiskusi dengan sutradara, apakah shoot dengan teknik Dutch Angel ini dapat digunakan dalam adegan tersebut, dan kemudian sutradara film Jabang mengiyakan keputusan untuk menggunakan teknik Dutch Angel pada adegan detik-detik sang ayah meninggal. Penerapan shoot dutch angel ini dibantu dengan penggunaan tripod, yang kemudian kamera dimiringkan dengan sengaja demi mendapatkan kesan dari dutch angel tersebut.

3.3 Close Up

Pengambilan gambar dari jarak dekat, gunanya ingin memberikan pesan atau bahasa visual yang dianggap penting, sehingga penonton dapat lebih dekat melihat objek dan mengerti apa maksud dari gambar yang diambil dari jarak dekat tersebut. Berikut adalah contoh penerapan Close Up pada film Jabang :

Gambar 4. Penerapan Pengambilan gambar Close Up pada film Jabang (Sumber : Zakaria Syahputra,2019)

Pada gambar diatas menunjukan didalam frame hanya berfokus pada sebuah kursi kosong tanpa ada seseorang pun yang mendudukinya, kerena bangku tersebut adalah bangku dimana yuni biasa duduki saat hendak mau makan bersama keluarganya. Pengambilan gambar untuk shoot tersebut menggunakan shoot size Close Up, penerapan shot size Close Up pada objek bangku kosong yang

(9)

biasa diduduki yuni tujuannya ingin memberi penekana dari sudut pandang si Gadis yang merasakan kehilangan dari sosok kakaknya yang biasa selau ada disaat makan bersama.

3.4 Continuty

Kesinambungan shoot sebelumnya dengan shoot selanjutkan sangatlah penting dalam film, demi menampilkan visual yang nyaman dinikmati oleh mata penonton dan tidak terasa Jump Cut, berikut adalah contoh penerapan Continuty dalam film Jabang :

Gambar 5. Contoh Continuity Shot pada film Jabang (Sumber : Zakaria Syahputra,2019)

Pada susunan gambar diatas, memperlihatkan pada gambar disebelah kiri dari ekspresi sang ibu yang sedang melihat kearah botol obat suaminya, dan sontak membuat ibu sigap lalu menyadari kalau botol obat suaminya tertinggal diatas meja. Dan di shoot selanjutnya pada gambar sebelah kanan, memperlihatkan shoot size Close Up pada saat ibu mengambil botol obat suaminya menggunakan kedua tangan. Diadegan tersebut terlihat jelas continuity atau kesinambungan shoot pada saat Ibu melihat kearah botol dan kemudian shoot Ibu mengambil botol menjadi kesatuan adegan yang mendukung jalannya isi cerita dari fim Jabang.

3.5. Cutting

Dalam gambar diatas, menunjukan penerapan salah satu bagian dari 5’C Cinematography yaitu Cutting, Cutting adalah pemotongan gambar, agar perpindahan scene satu dengan scene yang lainnya masih memiliki kesinambungan dengan isi cerita. Jenis cutting yang diterapkan dalam film Jabang adalah jenis cutting Smash Cut, yaitu perpindahan gambar secara tiba-tiba dengan tujuan estetika. Berikut adalah contoh penerapan cutting dalam film Jabang :

Gambar 6. Penerapan teknik cutting pada film Jabang

(Sumber : Zakaria Syahputra,2019)

Dalam gambar diatas, menunjukan penerapan salah satu bagian dari 5’C Cinematography yaitu Cutting, Cutting dalam film Jabang memakai jenis cutting Smash Cut. Terlihat dalam film Jabang dimenit ke 13 lewat 19detik menampilkan adegan Yuni sedang mencuci pakaian bapak nya, sebagai simbol kerinduan sang anak terhadap bapaknya. lalu disaat Yuni menggeprakkan pakaiannya

(10)

kelantai kamar mandi, seketika gambar berpindah ke lesatan busur panah yang tertusuk kegumuk pasir

4. KESIMPULAN

Kesimpulan dalam penelitian skripsi yang penulis bahas adalah bagaimana merealisasikan pengambilan gambar dengan menggunakan rumus 5’C Cinematography, agar visual pada film yang penulis ciptakan dapat ditonton oleh khalayak dengan tujuan memberikan tontonan yang nyaman dilihat dari segi pengambilan gambarnya. Faktor pendukung yang membuat visual pada suatu film menjadi lebih estetik adalah unsur-unsur yang ada didalam frame film tersebut, seperti penataan artistik, penataan cahaya dan penataan gambar yang baik dan benar disebuah film yang sedang diproduksi.

5. SARAN

Saran untuk pembuat film kedepannya, agar lebih memperhatikan semua unsur-unsur estetika dari sebuah film yang akan diproduksi, karena dari visual yang menarik akan menjaring penonton juga untuk tetap menonton film dari sipembuat film, tanpa rasa bosan dan tetap mengikuti jalannya cerita film sampai film itu selesai.

UCAPAN TERIMAKASIH

Selama menyelesaikan karya ilmiah ini, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut memberikan bantuan dan buah pikiran maupun saran-saran yang membangun agar karya ilmiah ini selesai sesuai waktu yang telah ditetapkan. Terimakasih juga untuk seluruh sivitas akademis universitas potensi utama, yang telah mempermudah proses pengumpulan dari karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Blain Brown. (2011). Cinematography: Theory and Practice: Image Making for Cinematographer and Director. Los Angeles: Taylor & Francis Ltd

[2] Dematra, Natasha. (2018). Bikin film itu gampang. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer. [3] Fachruddin, Andi. (2012). Dasar-Dasar Produksi Televisi. Jakatra: Kencana.

[4] James, M Linda. (2009). How To Write Great Screenplays. Cataloguing : British Library. [5] Joseph V. Mascelli A.S.C (2010). MemahamiCinematograpy.Cataloguing : British Library. [6] KBBI, 2018. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

[7] Miyarso, E. (2011). Peran Penting Sinematografi dalam pendidikan pada era teknologi Informasi & Komunikasi. Majalah Pendidikan.

[8] Phil. Astrid S. Susanto. (1982). Komunikasi Massa 2: Bina Cipta

[9] Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: HomerinPustaka.

[10] Winanda, TioNuarta. 2015. Perancangan Director Of Photography Film Arah (Adaptasi Novel Labirin). (Online).

[11] Widada. (2014). Cara Muda Kreasi Fotografi, Plus Editing Image.Yogyakarta :Gava Media. [12] Tanjung, M. R. (2019). FOTOGRAFI PONSEL (Smartphone) SEBAGAI SARANA MEDIA

DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT MODERN. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(2), 224-234.

[13] Atika, J., Minawati, R., & Waspada, A. E. B. (2019). IKLAN LAYANAN MASYARAKAT PEDULI SAMPAH. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 3(2),

(11)

188-197.

[14] Manesah, D. (2019). REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM FILM “ANAK SASADA” SUTRADARA PONTY GEA. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(2), 179-189.

[15] Manesah, D. (2019). REPRESENTASI PERJUANGAN HIDUP DALAM FILM “ANAK SASADA” SUTRADARA PONTY GEA. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(2), 179-189.

[16] Manesah, D. (2019). ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA FILM MUTIARA DARI TOBA SUTRADARA WILLIAM ATAPARY. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 2(2), 177-186.

[17] Suryanto, S. (2019). ANALISIS PERBANDINGAN INTERPRETASI PENOKOHAN ANTARA NOVEL DAN FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(2), 153-164.

[18] Giovani, G. (2019). REPRESENTASI “NAZAR” DALAM FILM INSYA ALLAH SAH KARYA BENNI SETIAWAN. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 2(1), 59-70.

[19] Sya'dian, T. (2019). ANALISIS SEMIOTIKA PADA FILM LASKAR PELANGI. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(1), 51-63.

[20] Wahyuni, S. (2019). ANALISIS PENYAJIAN PROGRAM TALK SHOW “ASSALAMUALAIKUM INDONESIA” DI SALAM TV MEDAN. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 1(1), 64-76.

[21] Sya'dian, T. (2019). BUNKASAI, KAJIAN SEMIOTIKA BUDAYA KONTEMPORER DARI PENGARUH FILM JEPANG. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 2(1), 35-47.

[22] Suprianingsih, S. (2019). IKLAN LAYANAN MASYARAK PEMANPAATAN LOTENG RUMAH SEBAGAI LAHAN HIDROPONIK. PROPORSI: Jurnal Desain, Multimedia dan Industri Kreatif, 3(2), 164-175.

Gambar

Gambar 1. penerapan Dutch Angel pada film jabang  (Sumber : Film Jabang,2019)
Gambar  yang  baik  adalah  tujuan  utama  dalam  penciptaan  film  Jabang,  dasar-dasar  yang  harus  diperhatikan  dalam  terciptanya  gambar  yang  baik  pada  film  jabang  adalah  komposisi
Gambar 4. Penerapan Pengambilan gambar Close Up pada film Jabang  (Sumber : Zakaria Syahputra,2019)
Gambar 5. Contoh Continuity Shot pada film Jabang  (Sumber : Zakaria Syahputra,2019)

Referensi

Dokumen terkait

Melalui skripsi ini penulis mencoba untuk mengetahui motivasi siswa menonton film, preferensi siswa sekolah keagamaan dan non keagamaan menonton film, dari segi pemilihan

Pada akhirnya penulis memutuskan untuk membuat sebuah film animasi 2 dimensi yang berbasis style komik dengan tema remajaT. Besar harapan penulis untuk dukungan dari semua pihak

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan Penciptaan Karya

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah konsep film animasi pertarungan akan menjadi tantangan karena membutuhkan adegan dan gerakan yang

Alur cerita dari film 3D animasi pendek ini menggunakan teknik stylized dan genre adventure yang dikombinasikan dengan beberapa topeng malang dan mempunyai karakter

Pada keterangan diatas, dalam kasus film Fateh 1453 penulis mengelompokan adanya perubahan-peruban nilai dan struktur dalam cerita film, perubahan nilai ini

Berdasarkan fenomena perubahan sosial agama tersebut, penulis tertarik untuk mencermati lebih jauh sebagai bahan penciptaan skenario dan film yang berkaitan issue

Seorang penulis harus mengetahui lebih dalam tentang gagasan utama yang diangkat dalam cerita, seperti tentang daerah yang diangkat pada skenario film “Simpur”