• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PASTORAL TERHADAP PELAKSANAAN PELAYANAN PASTORAL DI GBKP RUNGGUN TIGANDERKET. Oleh. Okni Nopriana Dewi Br Ginting TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PASTORAL TERHADAP PELAKSANAAN PELAYANAN PASTORAL DI GBKP RUNGGUN TIGANDERKET. Oleh. Okni Nopriana Dewi Br Ginting TUGAS AKHIR"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PASTORAL TERHADAP PELAKSANAAN PELAYANAN PASTORAL DI GBKP RUNGGUN TIGANDERKET

Oleh

Okni Nopriana Dewi Br Ginting 712015072

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Program Studi: Ilmu Teologi, Fakultas: Teologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana

Program Studi Ilmu Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat, penyertaan, kasih sayang serta bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir ini berjudul “Kajian Pastoral Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Pastoral Di GBKP Runggun Tiganderket” yang disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat dalam memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi (Ssi.Teol) Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian Tugas Akhir ini banyak menghadapi tantangan dan tentu saja masih banyak kekurangan. Namun oleh dukungan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Salatiga, 19 Agustus 2019

Okni Nopriana Dewi Br Ginting 712015072

(7)

vii

UCAPAN TERIMAKASIH

Dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Universitas Kristen Satya Wacana dan Fakultas Teologi yang sudah bersedia menerima, membimbing, membekali penulis selama berproses di bangku perkuliahan di kampus ini.

2. Bapak dosen pembimbing Pdt. Dr Ebenhaizer I Nuban Timo, Bapak Pdt. Dr Jacob Daan Engel yang sudah bersedia membimbing, memotivasi, menguatkan penulis selama penulisan Tugas Akhir ini.

3. Seluruh staf Dosen dan Pegawai Fakultas Teologi yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis, serta selalu, membantu penulis selama mengikuti perkuliahan di kampus ini terutama di Fakultas Teologi.

4. Seluruh Pemberi beasiswa kepada penulis yakni beasiswa PPA dan Beasiswa dari GKI Kebayoran Baru.

5. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak dan Mamak, Nipati Ginting dan Hermina wati Br Sembiring, kakakku Heni Theresia Br Ginting serta adik-adikku tercinta Andini Br Ginting dan Mario Bastama Ginting, yang tidak pernah lelah memberikan support, motivasi, dukungan materi, dan yang paling penting doa terbaiknya kepada penulis.

6. Seluruh keluargaku mama, mami, bibik, bapak dan terutama kepada Alm kakek sembiring dan Alm nenek karoku yang sudah merawatku membesarkanku selama kurang lebih 15 tahun dan saat ini sudah bersama bapa di sorga, tidak sempat menungguku memakai toga sarjana ini dan yang tidak pernah lelah memberikan support, motivasi, dukungan materi, dan yang paling penting doa yang tak pernah berujung kepada penulis.

7. Sahabat-sahabatku dan teman-temanku Teologi 2015 UKSW yang selalu membantu dan memberi semangat kepada penulis selama berproses di kampus.

(8)

viii

8. Ibu kost, Adik-adikku dan teman-teman yang ada dikos kemiri 1 7B dan kost no 10 ita ekarina Br Bangun, Harini Br Sembiring, Yulia Dita Br Surbakti, Dear Br Tarigan, Ekerina Br Ginting, Nani Br Sembiring, kak Vica Br Sembiring dan seluruh kakak-kakak dan teman-teman kost yang sudah membantu dan memberikan tawa dan keceriaan kepada penulis serta selalu memberikan semangat selama penyusunan Tugas Akhir ini.

9. Keluargaku di IGMK (Ikatan Generasi Muda Karo), Perp USA, dan Permata Perp USA Salatiga yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih sudah membantu baik materi maupun doa dan memberikan tawa serta keceriaan kepada penulis juga selalu memberikan semangat selama berproses berkuliah di tempat ini.

10.Kepada GBKP Runggun Tiganderket yang sudah membantu penulis dalam penelitian Tugas Akhir ini.

11.Kepada Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Salatiga, Panti Asuhan Pak Yakobus Salatiga, dan GBKP Runggun Perbaungan Yang sudah menerima penulis untuk melakukan pelayanan dan selalu mendukung penulis selama kuliah di salatiga.

12.Kepada abang Adryan Sembiring, Abang Riaulan Sembiring dan Abang Sadrah Tuahta Barus, serta teman-teman teologi 2015 karo terimakasih sudah membantu, mendukung dan memberikan tawa serta keceriaan kepada penulis juga selalu memberikan semangat selama berproses berkuliah di tempat ini. 13.Kepada semua pihak yang telah dengan ringan hati memberikan bantuan

secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis, untuk semuanya penulis mengucapkan banyak terima kasih.

(9)

ix

Penulis menyadari atas segala keterbatasan yang ada dalam Tugas Akhir ini, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bisa memberikan manfaat kepada semua pihak.

Salatiga,19 Agustus 2019

Okni Nopriana Dewi Br Ginting 712015072

(10)

x

MOTTO

DO THE BEST AND GOD DOES THE REST

Mela Mulih Adi La Rulih

(Malu Pulang Kalau Tidak Membawa Hasil) Bapak & Mamak Tersayang

Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.

(11)

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….i

LEMBAR PENGESAHAN………...ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT………...iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES……….iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALITI DAN PUBLIKASI………...v

KATA PENGANTAR………...vi UCAPAN TERIMAKASIH………vii-ix MOTTO………...x DAFTAR ISI………..………xi-xii ABSTRAK………..………...xiii PENDAHULUAN……….1 Latar Belakang………...1 Metode Penelitian………..6 LANDASAN TEORI………8 Pengertian Pastoral………...……….8 Konseling Pastoral………...10 Tujuan Pastoral………11 Keterampilan Pastoral………..13

Proses Dan Tahapan Konseling………...15

HASIL PENELITIAN……….16

Sejarah GBKP Secara Umum………..16

Sejarah GBKP Tempat Penelitian……….……...17

(12)

xii

ANALISA………24

Pemahaman Majelis Tentang Konseling Pastoral……...………….…24

PENUTUP………....27

Kesimpulan……….…..27

Saran……….…………28

(13)

xiii

ABSTRAK

Penatua, Diaken (Pelayan Khusus) di GBKP Runggun Tiganderket memahami pelayanan pastoral adalah suatu tugas dan tanggung jawab seorang pelayan khusus dalam Gereja. Bagi Penatua, Diaken (Pelayan Khusus) GBKP Runggun Tiganderket pelayanan pastoral sangat dibutuhkan baik itu pendampingan maupun konseling pastoral di dalam jemaat untuk membantu jemaat bertumbuh di dalam Kristus misalnya disaat memiliki pergumulan hidup, kehadiran majelis sangatlah menolong. Akan tetapi, pemahaman ini hanya ada dalam pemikiran Penatua,Diaken (Pelayan Khusus) tidak dengan aksi yang sesungguhnya diberikan kepada jemaat. Penatua, Diaken (Pelayan Khusus) di GBKP Runggun Tiganderket sudah kehilangan rasa bertanggung jawab di dalam pelayanan sejak 5 tahun belakangan ini. Dimana beberapa Penatua, Diaken (Pelayan Khusus) dalam Gereja ini tidak memiliki beban pelayanan dan tidak menganggap pelayanan ini pelayanan bersama. Pelayanan pastoral baik itu pendampingan maupun konseling sangat di butuhkan setiap jemaat. Oleh sebab itu, tulisan ini adalah sebuah usaha untuk menyadarkan Penatua,Diaken (Pelayan Khusus) khususnya di GBKP Runggun Tiganderket akan pentingnya tugas dan tanggung jawab pelayanan seperti menurut Bors-Strom, yakni gembala jemaat diberikan tugas dan kepercayaan untuk mencari, mengunjungi anggota jemaat supaya mereka satu persatu dibimbing untuk hidup sebagai pengikut Kristus. Artinya seluruh gembala jemaat di dalam Gereja wajib melakukan pelayanan pastoral yang merupakan keutamaan bagi para gembala baik itu Pendeta, Penatua maupun Diaken (Pelayan Khusus) di dalam Gereja.

(14)

1

PENDAHULUAN

Pada dasarnya manusia hidup tak terlepas dari masalah di sekelilingnya. Masalah manusia hadir dalam segala wujud mulai dari masalah kecil sampai masalah besar, ringan sampai berat. Masalah bisa timbul karena ada perbedaan antara manusia. Perbedaan pola pikir, sudut pandang, ras, suku, agama, bahkan pandangan selera makan bisa menimbulkan masalah. Perbedaan tersebut menimbulkan benturan-benturan yang memberi tekanan psikologis bagi setiap individu yang mengalami tekanan psikologis. Proses tersebut melibatkan pemberi bantuan (konselor) dan yang menerima bantuan (konseli) dalam interaksi dan situasi menolong. Inilah penerapan konsep psikologi ke dalam praktik konseling, terkait dengan prilaku konselor, konseli, interaksi konseling, dan situasi konseling yang meliputi fisik, psikis, dan sosial.1

Pendampingan pastoral tidak sekedar meringankan beban penderitaan, tetapi menempatkan orang dalam relasi dengan Allah dan sesama, dalam pengertian menumbuhkan dan mengutuhkan orang dalam kehidupan spiritualnya untuk membangun dan membina hubungan dengan sesamanya, mengalami penyembuhan dan pertumbuhan serta memulihkan orang dalam hubungan dengan Allah. Dengan demikian, pendampingan pastoral dalam bahasa alkitabiah dipakai untuk melakukan tugas penggembalaan, tidak hanya memulihkan, tetapi juga mengembangkan potensi yang dapat digunakan untuk melayani Tuhan dalam pelayanan kepada sesamanya.2 Oleh sebab itu, seorang konseli melalui pelayanan pastoral akan lebih terobati dengan kehadiran seorang konselor, yang membuat beban hidupnya semakin ringan.

Konseling pastoral merupakan dimensi pendampingan pastoral dalam melaksanakan fungsi yang bersifat memperbaiki yang dibutuhkan ketika orang mengalami krisis yang merintangi pertumbuhannya baik secara spiritual maupun sosial.3Percakapan antara konselor dengan konseli, sangat membantu konseli dalam memecahkan permasalahannya, di mana seorang konselor mencoba untuk

1

J.D.Engel, Konseling Pastoral dan Isu-Isu Kontemporer, (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2016), 23.

2J.D.Engel, Pastoral dan Kebutuhan Dasar Konseling, (Jakarta:BPK Gunung Mulia,2016),4.

(15)

2

membimbing konselinya ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang mantap yang memungkinkan konseli tersebut dapat mengerti apa yang sedang terjadi dalam dirinya-sendiri, persoalan yang ia sedang hadapi, kondisi hidupnya dan mengapa ia merespon semua itu dengan pola pikir, perasaan dan sikap tertentu.

Warga jemaat dengan segala persoalan dan pergumulan dalam hidupnya yang membuat depresi dan putus asa tidak dapat dianggap sepele. Karena di samping kehidupan rohaninya tidak berkembang ke arah kedewasaan, juga bisa berarti fatal dengan kehidupannya yang ingin cepat berakhir alias ingin bunuh diri. Dalam suasana seperti inilah peran konseling pastoral sangat dibutuhkan untuk membantu mencari jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Konseling pastoral bukan merupakan disiplin ilmu seperti kedokteran gigi atau kodekteran umum yang pada dasarnya bergantung pada pengetahuan teknis yang dijalankan oleh seorang profesional yang benar dan terlatih.4 Konseling pastoral lebih kepada memberi diri kepada konseli sehingga mampu mengurangi beban penderitaan konseli.

Gereja hadir di dunia ini dalam rangka menghadirkan shalom Allah di tengah-tengah dunia lewat pelayanannya. Pelayanan konseling pastoral merupakan salah satu tugas gereja untuk melayani sesama yang membutuhkan pertolongan dalam menghadapi persoalan kehidupannya. Dengan dilakukannya konseling pastoral diharapkan agar setiap warga jemaat yang menerima konseling pastoral dapat menemukan jalan keluar dalam menyelesaikan segala persoalan hidupnya. Penatua dan Diaken sebagai seorang yang secara khusus ditahbiskan untuk menggembalakan warga jemaat memiliki peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan tugas konseling pastoral bagi warga jemaat. Pelayan khusus adalah seorang gembala yang bertugas menggembalakan jemaatnya. Salah satu tugas Pelayan Khusus adalah membimbing jemaat agar dapat tumbuh dan dewasa dalam iman. Ketika warga jemaat sedang menghadapi suatu permasalahan, maka Pendeta, Penatua dan Diaken (Pelayan khusus) dapat menolong warga jemaatnya di dalam menghadapi permasalahan tersebut.

4

Larry Crabb, Konseling yang Efektif dan Alkitabiah, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1995),6.

(16)

3

Pendeta dalam komunitas Gereja sering dianggap sebagai penolong.5 Persepsi ini merupakan pra-anggapan yang telah berakar dalam pola pikir warga jemaat. Misalnya dalam konteks duka kehadiran Pendeta, Penatua, dan Diaken (Pelayan khusus) dilihat sebagai sumber penghiburan, atau dalam konteks kekacauan dan permusuhan, kehadiran Pendeta, Penatua, dan Diaken (Pelayan khusus) dilihat sebagai pembawa damai. Persepsi seperti ini berimplikasi baik terhadap warga jemaat maupun Pendeta, Penatua dan Diaken (Pelayan khusus) itu sendiri. Dari sisi warga jemaat, Pendeta, Penatua dan Diaken (Pelayan khusus) dituntut sebagai teladan, dan dari sisi Pendeta, Penatua dan Diaken (Pelayan khusus) muncul tanggung jawab yang besar untuk menjadi yang terbaik. Pendeta, Penatua dan Diaken (Pelayan khusus) dituntut untuk menjadi seorang pribadi yang ideal.

Pendeta sering sekali disebut-sebut sebagai gembala jemaat. Hal ini menyebabkan munculnya pemahaman bahwa hanya Pendeta yang menjadi gembala di tengah-tengah jemaat. Padahal Pendeta bukanlah satu-satunya gembala. Penatua dan Diaken juga merupakan gembala jemaat. Menurut Bors-Storm, gembala jemaat diberikan tugas dan kepercayaan untuk mencari, mengunjungi anggota jemaat, supaya mereka satu persatu dibimbing untuk hidup sebagai pengikut Kristus.6Membimbing merupakan peran penggembalaan seorang gembala jemaat. peran penggembalaan didalam Gereja merupakan sesuatu yang bersifat wajib, hal ini merupakan keutamaan bagi para penggembala baik Pendeta, Penatua dan Diaken (Pelayan khusus). Dalam setiap Gereja tugas penggembalaan tentu menemukan berbagai permasalahan yang beragam tanpa terkecuali Gereja-Gereja suku seperti Gereja Batak Karo Protestan (GBKP).

GBKP adalah Gereja yang mewarisi tradisi Calvinis yang tidak jauh berbeda dengan Gereja-Gereja Calvinis pada umumnya. Tradisi Calvinis yang diwarisi GBKP seperti tampak dalam presbiterial sinodal. Penataan Gereja Calvinis biasanya disebut sebagai sistem penataan presbiterial karena lembaga kepemimpinannya terwujud

5 Henri J.M. Nouwen, Yang Terluka Yang Menyembuhkan, (Yogjakarta: Kanisius,

1989),80-81.

(17)

4

dalam wadah presbiterium (Majelis jemaat). Kata sinodal menjelaskan bahwa Gereja-Gereja yang telah menggabungkan diri pada sinode dan harus sejalan dengan sinode.7 Jadi Presbiterial Sinodal mempunyai sikap hidup, pengakuan, visi dan arah yang sama. Manurut Calvin, para Pendeta, Penatua dan Diaken bersama-sama melaksanakan tugas mengawasi atau memiliki Gereja dan para Pendeta juga menyampaikan firman dan sakramen-sakramen GBKP.

GBKP merupakan perwujudan dari Gereja Kristen yang Esa, Kudus, Am dan Rasuli, yang dipanggil Allah untuk melaksanakan misiNya dalam kerangka karya penyelamatan Allah di dunia sampai akhir zaman. GBKP memiliki lembaga kepemimpinan yaitu Runggun, Klasis dan Sinode, yang masing-masing dan bersama-sama merupakan perwujudan GBKP sebagai satu Gereja yang lengkap dan utuh.8

Runggun (pembagian jemaat di wilayah), Klasis, dan Sinode ini adalah satu kesatuan

yang menjadi tempat pusat informasi atau tempat pelayanan yang akan di lakukan jemaat di tengah-tengah Gereja. Sehingga setiap program-program yang ada dapat terlaksana dengan baik dan teratur. Di GBKP terdapat tiga jabatan sebagai Pelayan khusus yaitu Pendeta (Pdt), Penatua (Pt) dan Diaken (Dk). 9Ketiga jabatan Pdt, Pt dan Dk (Pelayanan khusus) tersebut memiliki tanggung jawab masing-masing. Penatua dan Diaken merupakan Pelayan khusus yang berasal dari warga jemaat yang dipilih dan diangkat untuk melayani sebagai pemimpin jemaat dengan ketentuan-ketentuan yang sudah diaturkan di dalam Tata Gereja GBKP. Hal ini berarti bahwa Penatua dan Diaken memiliki perbedaan dengan warga gereja yang lain. Di GBKP, Penatua disebut dengan Pertua (Pt) dan Diaken disebut dengan Diaken (Dk). Dalam pemahaman GBKP, Pertua dan Diaken merupakan anggota sidi jemaat yang dipanggil Yesus Kristus menjadi orang yang dituakan dan ditahbiskan. Tata gereja GBKP menjelaskan bahwa fungsi Pdt, Pt dan Dk (Pelayan khusus) dalam Gereja adalah untuk membina dan memperlengkapi seluruh warga GBKP, agar dapat mengembangkan karunia yang mereka miliki untuk tugas pekerjaan pelayanan

7 PKPW GBKP,“Dikembangkan Untuk Mengembangkan”(Jakarta: Pustaka Sora Mido,

2004),15.

8 Moderamen GBKP, Tata Gereja GBKP, (Kabanjahe:Abdi Karya, 2015-2025), 18.

(18)

5

pembangunan tubuh Kristus bagi keikutsertaannya dalam melaksanakan rencana karya Tuhan Allah menyelamatkan dan menyejahterakan dunia dan ciptaanNya. GBKP menyusun program-program Gereja yang dilaksanakan untuk membina dan memperlengkapi warganya. Hal ini memperlihatkan bahwa fokus Pdt, Pt dan Dk (Pelayan khusus) dalam menjalankan kepemimpinan adalah kesejahteraan jemaat GBKP. Perkunjungan jemaat rumah tangga merupakan kegiatan yang dikategorikan sebagai bentuk-bentuk penggembalaan yang diatur di dalam tata Gereja GBKP.10 Sehingga perkunjungan jemaat adalah menjadi salah satu tugas Pdt, Pt, dan Dk (Pelayan khusus) menjalankan pelayanannya di dalam jemaat.

Adapun tugas sebagai penggembala itu sendiri yakni mencari dan mengunjungi jemaat satu persatu, mengabarkan firman Allah kepada Jemaat di tengah situasi hidup umat pribadi, melayani jemaat, sama seperti bila Yesus melayani mereka, supaya mereka lebih menyadari iman mereka, dan dapat mewujudkan iman itu dalam hidupnya sehari-hari.11

Fakta yang dapat penulis lihat dari pelaksanaan pelayanan pastoral majelis GBKP Runggun Tiganderket adalah di dalam melakukan perkunjungan/pelayanan pastoral itu sendiri beberapa Penatua, Diaken (Pelayan khusus) lebih menonjol dari Penatua, Diaken (Pelayan khusus) lainnya. Misalnya saja ketika perkunjungan jemaat yang sudah lama tidak hadir ataupun perkunjungan jemaat yang sakit, yang berduka, Pendeta dan kabid diakonia selalu terlihat hadir dalam perkunjungan sedangkan majelis di luar dari kabid diakonia kurang aktif. Bisa dikatakan majelis diluar dari kabid diakonia, majelis tersebut hanya melakukan perkunjungan jika di dalam sektornya saja yang di kunjungi di luar dari sektornya dia tidak mengunjungi, sehingga dalam pelayanan tersebut terkesan bahwa Pendeta dan kabid diakonia merupakan Pelayan khusus yang lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan perkunjungan. Hal ini menunjukkan bahwa Pdt dan kabid diakonia seakan-akan memiliki tugas khusus sebagai petugas pada perkunjungan.

10

Moderamen, Tata Gereja,131.

(19)

6

Tata Gereja GBKP memperlihatkan bahwa melakukan perkunjungan jemaat merupakan bagian dalam tugas Pendeta, Penatua, dan Diaken atau di GBKP disebut dengan Pelayan khusus. Hal ini memperlihatkan bahwa adanya perbedaan antara ajaran gereja dengan praktik di dalam jemaat. Apabila aturan dalam tata Gereja dilaksanakan oleh seluruh Pdt, Pt, Dk (Pelayan khusus) dalam pelayanan pastoral bukan hanya Pdt, dan Kabid diakonia yang terlibat aktif pada perkunjungan jemaat. Berdasarkan latar belakang yang ada, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Kajian Pastoral Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Pastoral Di GBKP Runggun Tiganderket.

Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini ada dua, yakni bagaimana pemahaman Majelis GBKP Runggun Tiganderket terhadap tugas pelayanan pastoral dan faktor apa yang membuat Penatua dan Diaken di GBKP Runggun Tiganderket tidak terlibat aktif di dalam pelaksanaan pelayanan pastoral dalam jemaat.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menganalisa apakah fungsi pelayanan pastoral dipahami oleh majelis GBKP Runggun Tiganderket dan mendeskripsikan serta menganalisa faktor apa yang membuat Penatua dan Diaken di GBKP Runggun Tiganderket tidak terlibat aktif di dalam pelaksanaan pelayanan pastoral dalam jemaat.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perubahan cara pandang dalam menghargai suatu nilai aturan yang terkandung dalam suatu bidang organisasi Gereja, terkhususnya bagi Pendeta, Penatua dan Diaken (Pelayan Khusus) di GBKP Runggun Tiganderket dan penelitian ini diharapkan agar setiap anggota Majelis memahami bahwa pentingnya Majelis paham terhadap pelayanan pastoral dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan tugas pelayanan pastoral yang dilakukan di dalam jemaat.

Dalam penelitian ini akan digunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala atau kejadian-kejadian dan fakta-fakta dengan sistematis secara akurat mengenai sifat-sifat subjek penelitian di suatu tempat

(20)

7

tertentu.12 Pendekatan kualitatif adalah suatu metode untuk mengekplorasi, menangkap dan memberikan penjelasan dari fenomena tertentu dalam kehidupan manusia.13 Pengumpulan data dalam penelitian akan dilakukan dengan teknik wawancara. Teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data wawancara dengan Pendeta, Penatua, dan Diaken GBKP Runggun Tiganderket. Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi secara langsung dari sumber data melalui tanya jawab.14

Proses analisis data perlu dilakukan untuk menghubungkan dan mengklarifikasi data-data yang ditentukan selama penelitian. Analisis data dapat diartikan sebagai proses mengurutkan data, lalu mengorganisirnya ke dalam suatu pola tertentu. Oleh karenanya, analisis data akan dilakukan dengan tiga cara yaitu, mereduksi data: display data, memahami, menafsirkan dan menginterpretasikan data, kemudian membuat verifikasi dan mengambil kesimpulan.15

Penulisan penelitian ini bagian pertama, berisi pendahuluan diawali dengan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian dan yang terakhir metode penelitian. Bagian kedua berisi definisi pastoral, tujuan pastoral, fungsi pastoral, definisi konseling pastoral, fungsi-fungsi pendampingan dan konseling, keterampilan konselor pastoral, proses dan tahapan konseling pastoral. Bagian ketiga berisi data hasil wawancara penelitian mengenai pemahaman Majelis GBKP Runggun Tiganderket terhadap pelayanan pastoral di dalam jemaat dan faktor penghambat Penatua dan Diaken tidak aktif di dalam pelayanan pastoral. Bagian keempat berisi pembahasan dan analisa secara menyeluruh terkait bagaimana pemahaman majelis GBKP Runggun Tiganderket terhadap pelaksanaan pelayanan pastoral dalam jemaat dan faktor penghambat Penatua dan Diaken tidak aktif di dalam pelayanan pastoral. Bagian kelima berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan

12

Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Askara,2007),47.

13 Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial, (Jakarta: Salemba

Humanika,2012),8.

14 Satori Djam’andan KomariahAan, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:

Alfabeta,2011),130.

(21)

8

disertai saran yang akan ditujukan kepada pihak yang berhubungan dengan penelitian ini.

Pengertian Pastoral

Istilah pastoral berasal dari “pastor” dalam bahasa Latin atau dalam bahasa Yunani disebut “poimen” yang artinya gembala. Kata gembala terkandung pengertian tentang hubungan antara Allah yang penuh kasih dengan manusia yang lemah yang memerlukan arahan dan bimbingan.16 Pendampingan dan konseling pastoral merupakan suatu fungsi pastoral yang menunjukkan pada sifat dan fungsi seorang gembala. Seorang gembala yang selalu bersedia membimbing, merawat, memelihara, melindungi, menolong dan memperbaiki relasi yang terputus dengan diri sendiri, orang lain dan dengan Allah.

Pendampingan Pastoral

Istilah pendampingan berasal dari kata kerja mendampingi sebagai suatu kegiatan menolong, karena suatu sebab perlu didampingi. Interaksi yang terjadi dalam proses pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu membahu menemani, berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan. Pendampingan menempatkan baik pendamping maupun yang didampingi dalam kedudukan yang seimbang dan dalam hubungan timbal balik yang serasi dan harmonis. Pendampingan pada hakikatnya merupakan pertolongan psikologis dengan tujuan meringankan beban penderitaan dari yang ditolong, sehingga konselor menjalankan fungsi pendampingan. 17

Sehubungan dengan fungsi pendampingan dan konseling pastoral Van Beek mendefinisikan fungsi sebagai kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh dari pekerjaan pendampingan dan konseling dengan tujuan-tujuan operasional yang hendak dicapai dalam memberikan pertolongan.

Beberapa fungsi pendampingan dan konseling pastoral dideskripsikan sebagai berikut:18Pertama fungsi bimbingan (guiding) Fungsi membimbing merupakan

16 J.D. Engel, Pastoral, 2.

17J.D. Engel, Pastoral, 3. 18J.D. Engel, Pastoral, 5.

(22)

9

langkah pendampingan dan konseling pastoral untuk menolong konseli membuat pilihan dan mengambil keputusan di antara pelbagai kemungkinan pemikiran dan tindakan. Kedua fungsi penopangan (sustaining). Fungsi menopang, menolong konseli mengalami luka atau sakit untuk bertahan menghadapi dan melewati masa-masa sulit yang dialami. Fungsi menopang membantu konseli untuk menerima kenyataan sebagaimana adanya mandiri dalam keadaan yang baru, serta bertumbuh secara penuh dan utuh.

Ketiga fungsi penyembuhan (healing). Fungsi penyembuhan merupakan

pelayanan pastoral secara holistik, lahir dan batin, jasmani dan rohani, tubuh dan jiwa. Fungsi menyembuhkan ini menuntun konseli mengungkapkan perasaan hatinya yang terdalam. Sebab bukan tidak mungkin secara fisik merupakan akibat dari sebuah tekanan secara psikis emosional. Keempat fungsi memulihkan/memperbaiki hubungan (reconciling). Fungsi memulihkan berarti membantu konseli memperbaiki kembali hubungan yang rusak antara dirinya dan orang lain. Fungsi memulihkan menolong konseli memaafkan kesalahan yang telah dilakukan orang dan memberi mereka pengampunan. Dengan mengampuni, hubungan konseli dan sesame yang telah rusak diperbaiki kembali. Kelima fungsi memelihara/mengasuh (nurturing). Fungsi memelihara atau mengasuh memampukan konseli memampukan konseli untuk mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepadanya. Potensi yang dapat dilihat dalam proses tersebut adalah apa yang dapat ditumbuhkembangkan sebagai kekuatan dalam melanjutkan kehidupannya, sehungga mereka didorong ke arah pertumbuhan dan perkembangan secara holistik. Dengan demikian, pendampingandan konseling pastoral melaksanakan fungsi penggembalaan dengan tujuan utama mengutuhkan kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupannya, yakni fisik,sosial, mental, dan spiritualnya.19

Paparan teori yang telah penulis lampirkan diatas, fungsi dari ilmu konseling pastoral ini ialah dapat mengembalikan kepercayaan diri seseorang dan hubungan seseorang. Pada intinya penulis berpendapat bahwa fungsi konseling pastoral adalah

(23)

10

membangun kembali hubungan sosial, mengembalikan rasa percaya diri seseorang, dapat membimbing seseorang kearah yang baru.

Konseling Pastoral

Konseling pastoral bukan suatu hal yang mudah. Di Indonesia akhir-akhir ini banyak orang yang tertarik dengan “konseling pastoral”. Sering kali di gereja-gereja tertentu konseling pastoral dianggap sebagai obat mujarab, suatu ilmu yang baru dan bersifat rohani. Artinya konseling pastoral pada hakekatnya dipandang sebagai suatu proses pertolongan yang rohani. Jadi yang berpendapat demikian menekankan istilah “pastor” dari “konseling pastoral”, artinya mereka memusatkan perhatian pada pertolongan yang pada hakekatnya merupakan pertolongan psikologis. Bagi orang kristiani upaya pertolongan melalui konseling pastoral didasarkan dan berakar dalam tugas penggembalaan seorang Pendeta, karena tugas-tugas itu telah berkembang selama beberapa abad dan terus berkembang sebagai reaksi terhadap tuntutan firman Allah dan kebutuhan-kebutuhan manusia.20 Konseling pastoral bukan hanya boleh dijalankan oleh seorang Pendeta, melainkan konseling pastoral juga bisa dijalankan oleh orang yang telah belajar dan mendalami proses tersebut, akan tetapi fungsi seorang Pendeta yang menjadi dasar untuk penggembalaan, yang ternyata sering dijalankan oleh seorang Pendeta, karena itu memang merupakan sebagian dari kewajiban profesinya.21

Dalam buku Yakub B. susabda konseling pastoral adalah percakapan terapeutik antara konselor dengan koseli, di mana konselor mencoba membimbing konselinya ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal yang memungkinkan konseli tersebut dapat mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi dalam dirinya sendiri (self-awareness), persoalan yang sedang ia hadapi, kondisi hidupnya yang mengapa ia merespons semua itu dengan pola pikir, perasaan, dan sikap tertentu. Dengan begitu, dengan kesadaran yang semakin meningkat, ia mulai belajar untuk melihat tujuan hidupnya dengan relasi dan tanggung jawabnya

20 Aart, Martin Van Beek, Konseling Pastoral Sebuah Buku Pegangan Para Penolong di

Indonesia, SATYA Wacana, Semarang.3.

(24)

11

pada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan, dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.22

Penulis berpendapat bahwa konseling pastoral ialah salah satu ilmu pengetahuan yang sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia dan telah diterapkan, terkhususnya bagi kaum kristiani. Orang kristiani memandang ilmu konseling pastoral salah satu obat mujarab, dan bersifat rohani. Artinya bahwa kaum kristiani menganggap bahwa konseling pastoral adalah suatu proses pertolongan yang pada hakekatnya merupakan pertolongan psikologis. Konseling pastoral ini biasa dijalankan oleh seseorang gembala, Pendeta, dan guru agama. Penulis memandang bahwa ilmu konseling pastoral adalah alat bantu terkhususnya bagi para Gembala atau Pendeta di Indonesia ini, dalam memenuhi dan pelengkapi kebutuhan para jemaat.

Tujuan Pastoral

Tujuan konseling pastoral menurut Totok S. Wiryasaputra dan Rini Handayani dalam buku yang berjudul pengantar konseling pastoral, ada 7 tujuan dalam konseling pastoral:23Pertama dan utama konseling pastoral adalah konseli dapat menerima apa yang sedang terjadi atas dirinya secara penuh dan utuh (acceptance), ini berarti dalam dan melalui proses konseling, konselor memfasilitasi konseli sedemikian rupa sehingga konseli bersedia dan mampu mengalami pengalaman dan perasaan-perasaannya secara penuh dan utuh. Kedua, membantu konseli berubah, bertumbuh, dan berfungsi maksimal, tujuan ini adalah perubahan menuju pertumbuhan, dalam proses konseling pastoral, konselor secara berkesinambungan memfasilitasi konseli menjadi agen perubahan bagi dirinya dan lingkungannya. Pada hakikatnya konseli agen utama perubahan, dengan demikian konselor dapat disebut sebagai mitra perubahan bagi agen perubahan utama. Ketiga membantu konseli menciptakan komunikasi yang sehat. Karena berbagai sebab, banyak orang dalam kehidupan ini tidak mampu berkomunikasi secara sehat dengan lingkungannya, tidak jarang

22 Yakub B. susabda, Konseling Pastoral, (Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2014), 6-7.

23Totok S. Wiryasaputra & Rini Handayani, Pengantar konseling pastoral, asosiasi konselor pastoral Indonesia (AKPI)-Indonesia Association of pastoral counselor (IAPC).88-96.

(25)

12

komunikasi yang tidak sehat menyebabkan berbagai persoalan baik dalam diri seseorang atau lingkungan. Keempat, membantu konseli bertingkah laku baru, konseling pastoral dapat dipakai sebagai media untuk menciptakan dan berlatih tingkah laku baru yang lebih sehat. Misalnya, kasus orang yang rendah diri. Orang yang demikian biasanya tidak memiliki rasa humor dan tidak dapat tertawa secara spontan dan bebas apabila keadaan memang menuntun demikian. Kelima membantu konseli mengungkapkan diri secara penuh dan utuh, melalui konseling pastoral konseli dibantu agar dapat dengan spontan kreatif dan efektif mengekspresikan perasaan, keinginan dan aspirasinya, dengan demikian konseli dapat secara penuh dan utuh mengungkapkan diri. Keenam membantu konseli bertahan dalam situasi baru, tujuan konseling dalam hal ini konseli dapat bertahan dalam kondisinya pada masa kini sebagaimana adanya dan akhirnya menerima keadaan itu dengan lapang dada dan mengatur kembali kehidupannya yang baru, dan yang terakhir dalam tujuan konseling pastoral ialah membantu konseli menghilangkan gejala disfungsional, tujuannya membantu konseli menghilangkan dan menyembuhkan gejala-gejala yang mengganggu sebagai akibat dari krisis, mungkin juga gejala-gejala itu bersifat patologis, skur jikalau konseling pastoral dapat membantu konseli menghilangkan gejala-gejala tersebut secara tuntas.24

Penulis berpendapat bahwa melalui praktek konseling pastoral ini, bertujuan dapat menolong, menyembuhkan, mengobati dan menyelesaikan masalah-masalah sosial yang sedang terjadi atau yang sedang dialami oleh manusia baik secara fisik maupun psikologisnya. Konseling pastoral salah satu sarana atau alternative bagi setiap makhluk sosial terkhususnya manusia, dan yang paling penting ialah konseling pastoral ini, memudahkan para gembala, Pendeta, guru agama dan lain sebagainya, untuk dapat membantu, menopang, memelihara, membimbing dan menolong setiap warga jemaat yang sedang mengalami masalah-masalah yang sedang melanda kehidupannya, tidak berhenti disitu saja konseling pastoral juga dapat membantu para Pendeta yang sedang mengalami kebimbangan, keterasingan, ketidaksejahteraan

24

Totok S. Wiryasaputra & Rini Handayani, Pengantar konseling pastoral, asosiasi konselor pastoral Indonesia (AKPI), 88-96.

(26)

13

gender dalam suatu kelembagaan organisasi. Pada dasarnya ilmu konseling pastoral ini bersifat menolong dan universal.

Keterampilan Konselor Pastoral

Sepuluh keterampilan konselor pastoral menurut Wiryasaputra:25 Pertama,

mendengarkan. Keterampilan mendengarkan dapat dipandang sebagai anak kunci utama untuk membuka pintu gerbang kehidupan konseli. Menurut Wiryasaputra keterampilan mendengarkan sebenarnya merupakan perwujudan dari sikap dasar empati. Keterampilan mendengarkan memampukan konselor pastoral menangkap krisis kehidupan secara sungguh-sungguh, penuh, dan utuh. Tanpa keterampilan mendengarkan, konselor pastoral akan mudah tergoda untuk mencari fakta dan tidak menciptakan hubungan yang berkualitas dengan konseli. Sikap empatik dalam keterampilan mendengarkan memampukan konselor pastoral menciptakan kepercayaan konseli. Kedua, memperjelas. Dengan keterampilan menjelaskan, konselor pastoral berusaha untuk membantu konseli memahami berbagai jenis perasaan dan pikiran yang sedang dialaminya pada saat itu. Ketiga, memantulkan. Sikap empati membuat konselor pastoral menjadi cermin pemantul bagi konseli. Konseli memantulkan seluruh perasaannya pada konselor pastoral (cermin) sehingga jelas apa yang sedang dialaminya. Sebagai cermin pemantul yang baik, konselor pastoral dapat membantu konseli melihat wajahnya sendiri secara lebih jelas.

Keempat, menafsir. Secara sederhana, keterampilan menafsir dapat diartikan sebagai

menolong konseli untuk menghayati krisis kehidupannya secara baru atau berbeda. Keterampilan ini digunakan oleh konselor pastoral untuk membantu konseli agar dapat memberi atau menemukan makna dari pengalaman krisisnya. Kelima, mengarahkan. Keterampilan mengarahkan adalah suatu kemampuan yang dipakai oleh konselor pastoral untuk membuat jelas arah dan sasaran perjumpaan. Konselor pastoral dapat memakai keterampilan mengarahkan untuk menolong konseli memusatkan perhatian dan pembicaraan pada satu topik tertentu. Keenam, memusatkan. Dengan keterampilan memusatkan, konselor pastoral berusaha

25Totok S. Wiryasaputra, Pengantar Konseling Pastoral , (Yogyakarta:Diandra pustaka indonesia 2014), 138.

(27)

14

mengatasi kekacauan yang terjadi dalam perjumpaan atau pembicaraan konseli. Mungkin konseli mengalami kebingungan, kekalutan, dan kekacaubalauan. Dengan keterampilan memusatkan, konselor pastoral membantu konseli memusatkan diri untuk mengungkapkan isu tertentu secara jelas. Ketujuh, meringkas. Keterampilan meringkas dipakai konselor pastoral untuk menolong konseli melihat titik tambatan dan kaitan dari seluruh perjumpaan. Dengan kata lain, konselor pastoral menolong konseli untuk melihat seluruh perjumpaan sebagai sebuah kesatuan yang utuh.

Kedelapan, memberi informasi. Keterampilan memberi informasi dapat disebut

sebagai keterampilan memberi nasihat. Pemberian nasihat sering dilakukan tanpa memahami persoalan konseli dengan sikap empati dan keterampilan mendengarkan terlebih dahulu. Tidak jarang nasihat itu merupakan nasihat murahan atau hiburan palsu. Kesembilan, mengajukan pertanyaan. Mengajukan pertanyaan adalah hal yang biasa dalam kehidupan manusia. Keterampilan mengajukan pertanyaan dapat dikombinasikan dengan semua keterampilan lain, mendengarkan, memantulkan, menafsir, mengarahkan, memperjelas, memusatkan, meringkas, memberi informasi, dan menantang. Kesepuluh, menantang. Keterampilan menantang dapat dipakai oleh konselor pastoral untuk mendorong konseli mengemukakan atau mengungkapkan apa saja yang ada dalam perasaan atau penghayatannya. Cara ini sering disebut teknik katarsis, di mana konseli diminta untuk berani mengungkapkan apa saja yang dirasakannya. Semua telur busuk batinnya dikeluarkan.

Masing-masing keterampilan diatas dapat dibedakan dan memiliki ciri khas masing-masing. Namun, sebenarnya antara satu keterampilan dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Kesepuluh keterampilan tersebut saling berhubungan, mempengaruhi, dan melengkapi. Seperti di dalam pembahasan diatas, keterampilan mengajukan pertanyaan dapat dikombinasikan dengan keterampilan lain. Secara konkret dalam praktik konseling, tidak mungkin hanya memakai satu keterampilan saja. Keterampilan-keterampilan dapat digabungkan sesuai dengan situasi, kondisi, konteks, dalam proses konseling pastoral yang selalu berubah.26

(28)

15

Proses dan Tahapan Konseling Pastoral

Menurut Namora Lumongga Lubis, dalam bukunya yang berjudul “Memahami Dasar-Dasar Konseling”, Proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake interview).27 Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari

intakeinterview adalah memperoleh data pribadi atau hasil pemeriksaan klien.

Setelah itu, konselor dapat memulai langkah selanjutnya. Namora Lubis Lumongga Memberikan langkah-langkah konseling sebagai berikut:28Pertama, membangun hubungan. Membangun hubungan dijadikan langkah pertama dalam konseling, karena klien dan konselor harus saling mengenal dan menjalin kedekatan emosinal sebelum sampai pada pemecahan masalahnya. Pada tahapan ini, konselor harus menunjukkan bahwa ia dapat dipercaya dan kompeten dalam menangani masalah klien. Willis (2009) mengatakan bahwa dalam hubungan konseling harus berbentuk a

working relationship yaitu hubungan yang berfungsi, bermakna, dan berguna.

Konselor dan klien saling terbuka satu sama lain tanpa ada kepura-puraan. Selain itu, konselor dapat melibatkan klien terus menerus dalam proses konseling. Keberhasilan pada tahap ini menentukan keberhasilan langkah konseling selanjutnya. Kedua, identifikasi dan penilaian masalah. Apabila hubungan konseling telah berjalan baik, maka langkah selanjutnya adalah memulai mendiskusikan sasaran-sasaran spesifik dan tingkah laku seperti apa yang menjadi ukuran keberhasilan konseling. Hal yang penting dalam langkah ini adalah bagaimana keterampilan konselor dapat mengangkat isu dan masalah yang dihadapi klien. Ketiga, memfasilitasi perubahan konseling. Langkah berikutnya adalah konselor mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi yang akan digunakan agar sesuai dengan masalah klien. Harus dipertimbangkan pula bagaimana konsekuensi dari alternatif dan strategi

27

Namora Lubis Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta:Kencana Media Prenada Group, 2011), 83.

(29)

16

tersebut. Jangan sampai pendekatkan dan strategi yang digunakan bertentangan dengan nilai-nilai yang terdapat pada diri klien, karena akan menyebabkan klien otomatis menarik dirinya dan menolak terlibat dalam proses konseling. Keempat,

evaluasi dan Terminasi. Langkah keempat ini adalah langkah terakhir dalam proses konseling secara umum. Evaluasi terhadap hasil konseling akan dilakukan secara keseluruhan. Yang menjadi ukuran keberhasilan konseling akan tampak pada kemajuan tingkah laku klien yang berkembang kearah yang lebih positif.29

Proses konseling terlaksana karena hubungan konseling berjalan dengan baik. Menurut Brammer (1979) dalam bukunya “konseling individual” oleh Sofyan S. Willis, proses konseling adalah pristiwa yang tengah berlangsung dan memberi makna bagi para peserta konseling tersebut (konselor dan klien).30

Sejarah GBKP Secara Umum

GBKP adalah Gereja Protestan di Indonesia yang berdiri di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. GBKP merupakan perwujudan dari Gereja Kristen yang Esa, Kudus, Am, dan Rasuli, yang dipanggil Allah untuk melaksanakan misinya dalam kerangka karya penyelamatan Allah di dunia sampai akhir zaman. GBKP memiliki lembaga kepemimpinan yaitu Runggun, Klasis, Sinode, yang masing-masing dan bersama-sama merupakan perwujudan GBKP sebagai satu Gereja yang lengkap dan utuh. GBKP adalah badan hukum keagamaan sesuai dengan ketetapan Menteri Agama Republik Indonesia No. 40 tahun 1972 tanggal 9 Desember 1972. GBKP sebagai lembaga yang berbadan hukum dapat mempunyai hak milik atas tanah, berdasarkan Menteri Dalam Negeri No. SK.701/DJA/1986, tanggal 17 November 1986.31

Visi GBKP yaitu menjadi kawan sekerja Allah untuk menyatakan rahmat Allah kepada dunia. Dan yang menjadi misinya ada 4 yakni;

1. Menumbuhkembangkan spiritualitas jemaat berbasis Alkitab. 2. Menegakkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan Allah.

29

Namora Lubis Lumongga, Memahami Dasar-Dasar, 70.

30 Sofyan S. Willis, Konseling Individual, (Bandung:Alfabeta, 2013), 50.

(30)

17

3. Memperkuat semangat gotong royong antar sesama jemaat dan masyarakat. 4. Menggali dan menumbuhkembangkan potensi jemaat untuk bersekutu dan

bersinergi.32

GBKP adalah Gereja yang mewarisi tradisi Calvinis yang tidak jauh berbeda dengan Gereja-gereja Calvinis pada umumnya. Tradisi Calvinis yang diwarisi GBKP seperti tampak dalam presbiterial sinodal. Penataan gereja Calvinis biasanya disebut sebagai sistem penataan presbiterial karena lembaga kepemimpinannya terwujud dalam wadah presbiterium (Majelis jemaat). Kata sinodal menjelaskan bahwa Gereja-gereja yang telah menggabungkan diri pada sinode dan harus sejalan dengan sinode.33 GBKP Menurut Statistik tahun 2018, GBKP mempunyai 27 Klasis, 597 Gereja (Runggun), 911 Perpulungen (Bajem), dan sekitar 224.377 anggota yang sudah sidi, 88.656 anggota yang belum sidi dan keseluruhan jumlah anggota 313.033. Gereja ini dilayani oleh 450 orang Pendeta, 54 Vicaris, dan 48 Pendeta yang telah pensiun serta 6501 Pertua (penatua), 3927 Diaken aktif, 1321 Pertua

(penatua), 410 Diaken Emeritus.34

Sejarah GBKP Runggun Tiganderket

Masuknya Injil ke desa Tiganderket sekitar tahun 1967 di mana di Tiganderket pada saat itu dilakukan Peridin massal (babtisan massal) dan sekitaran tahun 1970 dibangun gedung Gereja GBKP Runggun Tiganderket. Pada saat itu Gereja ini berjemaat dengan 3 desa yaitu desa Tiganderket, desa Tanjung Merawa dan desa Temberun. Walaupun Gereja ini terletak di desa Tiganderket tetapi jemaatnya kebanyakan dari desa Tanjung Merawa bahkan Majelis sendiri juga kebanyakan dari desa Tanjung Merawa. Seiring berjalannya waktu Pada sekitar tahun 1990-an Gereja GBKP Runggun Tiganderket ini mekar, dimana desa Tanjung Merawa membangun Gereja sendiri di desa Tanjung Merawa, sehingga sampai saat ini GBKP Tiganderket memiliki jemaat dengan 2 desa yakni desa Tiganderket dan

32

Moderamen GBKP, Garis Besar Pelayanan Gereja Batak Karo Protestan 2016-2020,

(kabanjahe:moderamen GBKP,2015), 16. 33PKPW GBKP, Dikembangkan, 15. 34

(31)

18

desa Temberun. Desa Temberun dengan desa Tiganderket berjarak sekitar 1 KM. Di sekitaran desa Temberun ini memiliki jemaat sekitar 70 kepala keluarga. 35

Data Anggota dan Majelis yang Melayani setiap sektor GBKP Runggun Tiganderket:

Sumber: Pdt Sri Nova Br Tarigan (Pendeta GBKP Runggun Tiganderket.

Data di atas merupakan data jemaat dan majelis yang melayani di setiap sektor pada tahun 2015-2019. Dengan wilayah pelayanan 8 sektor ini terbagi 2 desa (6 sektor di seputaran desa Tiganderket dan 2 sektor di seputaran desa Temberun). Adapun yang menjadi kegiatan pelayanan Gereja setiap harinya yakni persekutuan kategorial (kaum ibu, kaum bapak, lansia, anak-anak sekolah minggu, pemuda), kebaktian keluarga (perpulungen jabu-jabu), belajar katekisasi, perkunjungan rumah tangga, dan ibadah minggu.36

Data Informan Pelayan Khusus

Pelayan Khusus GBKP terdiri dari Pendeta (disingkat Pdt), Penatua (disingkat Pt) dan Diaken (disingkat Dk). Pendeta, Penatua dan Diaken (pelayan khusus) di dalam penelitian ini yang akan menjadi informan untuk menjelaskan sejauh mana pemahaman mereka sebagai Majelis dalam Gereja tentang pelayanan

35Darma Tarigan (Penatua)., wawancara, desa Tiganderket, Selasa, 28 Mei 2019. 36Sri Nova Br Tarigan (Pendeta), wawancara., desa Tiganderket, kamis, 30 juni 2019.

No. Jlh KK Per

Sektor

PT/DK SEKTOR Anggota

PT DK Sidi Tidak Sidi

1. Sektor 1 38 KK 2 1 62 26 2. Sektor 2 33 KK 2 1 50 20 3. Sektor 3 30 KK 2 1 45 18 4. Sektor 4 24 KK 2 1 36 12 5. Sektor 5 36 KK 2 1 45 22 6. Sektor 6 30 KK 2 1 55 28 7. Sektor 7 27 KK 2 1 55 25 8. Sektor 8 31 KK 2 1 50 19

(32)

19

pastoral dan bagaimana pelaksaannya di dalam melakukan pelayanan pastoral tersebut serta apa yang menjadi faktor penghambat tidak melakukan pelayanan pastoral.

Jenis-jenis pelayanan di GBKP Runggun Tiganderket

Di dalam suatu Gereja tentu melakukan yang dinamakan pelayanan pastoral didalam jemaat. Tentu dari pelayanan yang dilakukan tersebut bermacam-macam jenis-jenis pelayanan yang dilakukan dan tentu ada perbedaan dan ada juga persamaan satu dengan yang lainnya. Termasuk GBKP Runggun Tiganderket, ada jenis-jenis pelayanan pastoral di dalam jemaat yang dilakukan oleh majelis di Gereja ini, yakni: visitasi, visitasi yang dilakukan di Gereja ini dilakukan 2 kali dalam sebulan. Visitasi ini dilakukan dengan mengunjungi anggota jemaat yang sudah lama tidak hadir kedalam persekutuan baik itu persekutuan di ibadah minggu, persekutuan rumah tangga, persekutuan kategorial jika dia seorang ibu dinamakan PA Moria

(kaum ibu), jika dia seorang bapak PA Mamre (kaum bapak) dan lain sebagainya.37Perkunjungan orang sakit, tidak dilihat sakit apa yang dialami, baik itu menginap di rumah sakit atau di rumah, menjenguk dia, berdoa baginya, dan memberi nasihat seperlunya.38Perkunjungan khusus anggota baru, kelahiran seorang bayi, memasuki rumah baru, perselisihan di dalam rumah tangga, pernikahan, yang memperoleh hal-hal istimewa.39Melakukan katekisasi bagi anak-anak atau orang dewasa yang akan menerima babtisan sidi.40 Pelayanan seperti ini yang sudah dilakukan oleh Penatua, Diaken dan Pendeta (pelayan khusus) sejauh ini.

Pemahaman Majelis Mengenai Tugas Pelayanan Pastoral GBKP Runggun Tiganderket.

Pelayanan Pastoral merupakan pelayanan yang sangat penting dilakukan di dalam jemaat, karena dapat membantu jemaat misalnya di dalam bertukar pikiran menolong jemaat di dalam membantu proses kehidupannya, misalnya di dalam kedukaan, dengan kehadiran Gereja memberi kata penguat atau penghiburan sangat

37 Sri Nova Br Tarigan (Pendeta), wawancara, desa Tiganderket, Kamis, 30 Mei 2019. 38 Sehati Br Purba (Diaken), wawancara, desa Tiganderket, selasa,28 mei 2019. 39

Esterlina Br Singarimbun (Penatua), wawancara, desa Tiganderket, kamis 30 mei 2019.

(33)

20

dapat membantu jemaat untuk lebih kuat di dalam keadaan duka yang dialami tidak berlarut dalam kesedihan. Tugas pelayanan pastoral konseling ini juga salah satu tugas Pendeta, Penatua, dan Diaken (pelayanan khusus) yang tertulis di dalam tata Gereja GBKP. 41 Penatua Darma Tarigan menegaskan bahwa Pelayanan pastoral adalah pelayanan yang sangat penting dilakukan di dalam Gereja karena mengingat kehidupan jemaat beragam keperluan dan pergumulannya. Melalui pelayanan pastoral yang dilakukan Gereja (Majelis jemaat) jemaat dapat tertolong dengan tekanan hidup yang dialami, mengingat pelayanan mimbar dan ibadah persekutuan dan lain sebagainya sangat terbatas.42

Peran Majelis (Pelayan Khusus) di dalam Pelaksanaan Pelayanan Pastoral. Peran majelis disaat melakukan pelayanan pastoral dapat menjadi penguat bagi jemaat, disaat jemaat mengalami tekanan batin atas segala pergumulan yang dialaminya dan majelis sendiri mampu mendengarkan dan memberi solusi.43Disaat melakukan pelayanan pastoral majelis juga berperan menjadi penolong jemaat disaat kehadiran majelis bersedia menjadi tempat curahan hati jemaat.44Kehadiran majelis melakukan pelayanan pastoral juga dapat membantu iman jemaat semakin bertumbuh disaat mengalami tekanan hidup dia tidak hanya bisa pasrah dan stress tetapi dengan kehadiran majelis di saat melakukan pelayanan pastoral jemaat mampu mensyukuri yang terjadi dihidupnya dan mempunyai semangat hidup disaat memiliki pergumulan.45

Pelaksanaan Majelis di Dalam Pelayanan Pastoral GBKP Runggun Tiganderket Penatua, dan Diaken GBKP Tiganderket di dalam pelaksanaan pelayanan pastoral ini hanya dilakukan di setiap sektor masing-masing, misalnya GBKP Runggun Tiganderket terdiri dari 8 sektor, di dalam setiap sektor memiliki 1 Diaken dan 2 Penatua. Di dalam pelaksanaan pelayanan pastoral konseling yang dilakukan Jika ada di dalam sektornya yang perlu dikunjungi di dalam sektornya saja yang

41Herminawati Br Milala (Diaken), wawancar, desa Tiganderket, minggu 2 juni 2019. 42Darma Tarigan (Penatua), wawancara, desa Tiganderket, selasa, 28 mei 2019 43 Periwet Sembiring (Penatua), wawancara, desa Tiganderket, rabu 29 mei 2019. 44

Akor Singarimbun (Penatua), wawancara, desa Tiganderket, rabu 29 mei 2019.

(34)

21

dikunjungi sedangkan di luar dari sektornya yang perlu dikunjungi tidak dikunjungi. Bahkan ada juga Penatua dan Diaken yang jika di sektornya pun yang perlu dikunjungi beliau tidak datang mengunjungi. Pelaksanaan seperti ini dilakukan hanya inisiatif Penatua dan Diaken karena pelaksanaan seperti ini tidak ada diputuskan di dalam sidang Runggun. Keputusan sidang Runggun diputuskan bahwa tugas pelayanan ini menjadi tanggungjawab semua Penatua dan Diaken (pelayan khusus). Tetapi fakta yang terjadi adalah Penatua dan Diaken tidak melakukan sesuai keputusan sidang Runggun, tetapi melakukan dengan kehendak sendiri.46

Pelaksanaan seperti ini bukan atas kehendak semua Penatua dan Diaken tetapi hanya beberapa Penatua dan Diaken saja yang mengingini seperti itu, ada juga Penatua dan Diaken yang lain kecuali Pendeta dan Kabid Diakonia Gereja (dimanapun yang perlu dikunjungi pasti hadir jika tidak ada halangan) biarpun tidak di dalam sektornya tetap melakukan pelayanan tidak memandang sektor siapa tetap dikunjungi. Pelaksaan seperti ini hanya kehendak masing-masing Penatua dan Diaken.47

Pelaksaan seperti ini berlangsung sejak 5 tahun belakangan ini. Karena tahun-tahun sebelumnya semua Penatua dan Diaken tidak ada pelayanan hanya di dalam sektornya saja tetapi kedelapan sektor yang ada di GBKP Tiganderket semua Penatua dan Diaken bertanggungjawab melayani. Pelaksanaan seperti ini muncul di tahun-tahun belakangan ini. Tidak bisa dipungkiri karena GBKP Runggun Tiganderket jemaat bertambah setiap tahunnya maka lebih baik pelayanan dilakukan per sektor masing-masing Penatua dan Diaken yang ada agar pelayanan lebih maksimal.48 Dengan pelaksaan yang dikehendaki oleh Penatua dan Diaken seperti yang sudah dipaparkan diatas juga banyak Penatua dan Diaken yang tidak melakukan pelayanan pastoral kepada jemaat, tentu banyak faktor-faktor yang membuat tidak aktifnya Penatua maupun Diaken tidak melakukan pelayanan pastoral.

46 Sehati Br Purba (Diaken), wawancara, desa Tiganderket, selasa, 28 Mei 2019. 47

Akor Singarimbun (Penatua), wawancara, desa Tiganderket, rabu, 29 Mei 2019.

(35)

22

Faktor-faktor membuat beberapa Penatua dan Diaken di GBKP Tiganderket tidak terlibat aktif di dalam pelaksanaan pelayanan pastoral.

Adapun yang menjadi faktor yang membuat beberapa Penatua dan Diaken di GBKP Tiganderket tidak terlibat aktif didalam pelayanan pastoral adalah pertama

malas. Malas datang karena capek sebelumnya melakukan pekerjaan di ladang dan aktivitas lainnya sehingga sudah malas melakukan pelayanan dan malas karena di dalam melakukan pelayanan tersebut juga orang-orangnya itu-itu saja yang melakukan pelayanan sehingga muncul di dalam hati rasa malas, yang datang terus datang dan yang tidak datang tetap tidak datang.49Kedua jenuh, jenuh karena di dalam melakukan pelayanan seperti ini jika setiap hari dilakukan dan dihadiri maka membuat kejenuhan pada diri-sendiri terlalu banyak pekerjaan yang dilakukan di GBKP Tiganderket ini karena sudah lumayan banyak jemaat maka hampir setiap hari ada pelayanan yang harus dilakukan terutama jemaat berbeda-beda masalah yang dihadapi. Munculnya jenuh juga dikarenakan kurang tegasnya Gereja di mana di dalam melakukan pelayanan dan yang hadir hanya itu-itu saja sedangkan yang tidak datang tetap dipelihara, bagi pelayan yang tidak melakukan pelayanan tidak ada aksi atau solusi yang dilakukan Gereja misalnya tidak ada evaluasi mengapa tidak hadir dan lain sebagainya selain kata persinget (hanya peringatan) agar jangan lupa dikerjakan.50

Selain itu beberapa Penatua dan Diaken (pelayan khusus) juga tidak menganggap pelayanan ini pelayanan bersama dan tidak memiliki beban pelayanan. Jika memang memiliki beban pelayanan dan menganggap pelayanan ini pelayanan bersama maka tidak ada alasan untuk tidak melakukan pelayanan tersebut karena ini sudah merupakan tugas dan tanggungjawab setiap pelayan di Gereja.51 Sebelum terjun dalam pelayanan konseling pastoral tersebut Gereja mengadakan pembekalan berupa seminar yang menjelaskan bagaimana menjadi seorang konselor yang baik dalam pelayanan pastoral konseling dan praktek bagaimana proses konseli dilakukan

49Ngawin Br Ginting (Diaken), wawancara, desa Tiganderket, jumat, 31 mei 2019. 50

Esterlina Br Singarimbun (Penatua), wawancara, desa Tiganderket, kamis, 30 Mei 2019.

(36)

23

seperti wawancara, mendengarkan, dan memberi solusi. Adapun materi yang diberikan saat seminar yakni mengenalkan apa itu pelayanan pastoral, siapa itu konseli dan konselor, mendalami karakter seorang pelayan (psikologi). Saat dilakukan seminar ini tidak ada Penatua ataupun Diaken yang berkomentar memberi tanggapan atau pertanyaan dan lain sebagainya kepada pembicara bahkan mereka kelihatan tertarik dan antusias untuk melakukannya, tetapi fakta yang ada masih ada Penatua ataupun Diaken tidak melakukannya. Beberapa Penatua dan Diaken yang tidak aktif ini juga seperti pribahasa karo “Pahat, adi la ipekpek la muit” (kalau tidak disuruh tidak mau bergerak) kadang disuruh juga tidak dijalankan.52

Bapa Penatua Feri Suranta Singarimbun menambahkan ada faktor sakit hati dan mementingkan sektor masing-masing, sakit hati karena ada beberapa Penatua dan Diaken ini tidak pernah datang ke sektornya jadi malas datang ke sektor yang lain juga dan akhirnya mementingkan sektor masing-masing muncul pada setiap pemikiran beberapa Penatua dan Diaken dia menganggap bahwa lebih baik dikunjungi sektor sendiri saja dan tidak penting sektor yang lainnya.53

Rangkuman:

Kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya masalah. Masalah yang dihadapi setiap manusia tentu berbeda-beda satu dengan yang lainnya dan juga cara merespon disaat ada masalah juga berbeda-beda setiap orang. Demikian juga dengan jemaat yang ada di GBKP Runggun Tiganderket tentu bermacam-macam permasalahan yang dialami. Maka dengan itu sangat dibutuhkan peran selaku pelayan di dalam Gereja untuk menjamah pergumulan jemaat.

Pemahaman Majelis mengenai pelayanan pastoral adalah hal yang sangat penting dilakukan di dalam jemaat untuk membantu jemaat di dalam menjawab pergumulannya juga dapat membantu jemaat di dalam mengobati luka batin yang dialaminya. Dengan kehadiran Majelis di dalam melakukan pelayanan pastoral dapat menolong iman jemaat untuk bertumbuh.

52 Sri Nova Br Tarigan (Pendeta), wawancara , via telpon, kamis 13 Juni 2019.

(37)

24

Berdasarkan wawancara yang dilakukan Majelis sendiri mengakui bahwa pentingnya pelayanan pastoral itu dilakukan di dalam jemaat karena mengingat kehidupan jemaat beragam keperluan dan pergumulan nya melalui pelayanan pastoral salah satu jemaat dapat dibantu dan ditolong mengingat juga pelayanan mimbar dan ibadah persekutuan yang lain terbatas dilakukan.

Pengaruh majelis terhadap jemaat saat melakukan pastoral konseling jemaat kemungkinan besar mendapatkan ketenangan, kenyamanan, kelegaan saat mencurahkan isi hatinya kepada Majelis yang melakukan perkunjungan. Misalnya, saat merasa sedih, banyak tekanan jika kedatangan Majelis melakukan pelayanan pastoral bercerita, bernyanyi berdoa, bersama maka jemaat akan merasakan ketenangan saat itu juga, sehingga setelah ditinggalkan mereka sudah dapat berfikir dengan baik dan dapat melakukan kegiatan yang positif dan membangun kehidupan mereka dengan baik sehingga mampu mensyukuri setiap hari-hari yang mereka jalani.

Pemahaman Majelis Terhadap Tugas Pelayanan Pastoral dan Faktor ketidakaktifan Melaksanakan Tugas Pelayanan Pastoral di Jemaat

Penulis menemukan bahwa di dalam pelaksanaan pelayanan pastoral yang dilakukan oleh Pendeta, Penatua, dan Diaken (pelayan khusus) di GBKP Runggun Tiganderket, Secara umum dapat penulis sampaikan bahwa pelayanan pastoral di GBKP Runggun Tiganderket di lakukan sesuai tata Gereja GBKP hanya saja di dalam pelaksanaannya di Gereja ini sangat berbeda dari apa yang tertera di dalam tata Gereja GBKP. Di mana di dalam tata Gereja GBKP sendiri menuliskan bahwa pelayanan pastoral merupakan salah satu tugas dan tanggungjawab para pelayan khusus dalam Gereja, tetapi fakta yang terjadi hanya beberapa pelayan khusus yang terlibat aktif di dalam pelayanan.

Penulis dapatkan, para responden sebenarnya mau di dalam melakukan sebuah pelayanan seperti pelayanan pastoral konseling ini dilakukan oleh seluruh para Penatua, Diaken dan Pendeta (pelayanan khusus) yang ada bukan hanya beberapa Penatua, Diaken saja yang terlibat aktif. Dengan kehadiran Pendeta, Penatua, dan Diaken (pelayanan khusus) hadir menggembalakan jemaat Tuhan

(38)

25

tentunya dengan semangat dari Gembala agung itu sendiri (Yesus kristus). Akan membantu menjawab setiap pergumulan jemaat Tuhan, Sehingga Kristus Yesus dapat mendarat dalam kehidupan orang percaya dan para pelayan Gereja mampu mempersiapkan diri untuk membantu jemaat Tuhan dalam bersaksi. Hal ini sejalan dengan pemikiran Bors-Strom, yakni Gembala jemaat diberikan tugas dan kepercayaan untuk mencari, mengunjungi anggota jemaat supaya mereka satu persatu dibimbing untuk hidup sebagai pengikut Kristus. Artinya seluruh Gembala jemaat di dalam Gereja wajib melakukan pelayanan Pastoral yang merupakan keutamaan bagi para Gembala baik itu Penatua, Diaken dan Pendeta (pelayan khusus) di dalam Gereja.

Dalam pelayanan yang dilakukan ini tentunya ada kendala-kendala yang dihadapi oleh para pelayan Tuhan, khususnya di GBKP Runggun Tiganderket di saat melakukan pelayanan, misalnya perkunjungan rumah tangga yang mendasar dalam apa yang menjadi pergumulan jemaat. Di saat melakukan verbatin di situ sering dijumpai kesungkanan jemaat untuk terbuka, bukan budaya mela (malu) dan sikade

kaden (kekeluargaan), takut membuka aib dan lain sebagainya, sehingga apa yang

menjadi persoalan sulit tersentuh atau didapat akar dari pergumulan yang terjadi, sehingga pelayanan pastoral membutuhkan proses dan tahapan sehingga Pendeta, Penatua, dan Diaken (pelayan khusus) di dalam pelayanan ini harus benar-benar terlibat dengan utuh mempunyai waktu untuk terus mau menggali apa yang menjadi peergumulan jemaat, mempersiap diri untuk mendengar dan mampu menjawab pergumulan jemaat.54Sejalan dengan Wiryasaputra yakni sepuluh keterampilan konselor pastoral diantaranya mendengarkan, memusatkan, memberi nasihat, dan mengajukan pertanyaan. Keterampilan ini seperti yang sudah menjadi pembekalan jemaat di dalam melakukan pelayanan pastoral di GBKP Tiganderket ini, sangat perlu ada dalam diri setiap pelayan/konselor di dalam melakukan pelayanan pastoral, sehingga proses pastoral konseling bisa berjalan secara terstruktur dan mendapatkan jawaban ataupun solusi yang tepat untuk klien di dalam dia menjalani pergumulannya dan keterampilan ini juga dapat menjawab kendala-kendala yang dihadapi di dalam

(39)

26

melakukan proses pastoral konseling seperti klien dapat terbuka dan konselor juga mendapat benang merah dari apa yang menjadi pergumulan kline atau jemaat.

Dari segi pemahaman teologis, para Penatua, Diaken dan Pendeta (pelayanan khusus) di GBKP Runggun Tiganderket memahami pelayanan pastoral adalah pelayanan yang dilakukan oleh setiap majelis gereja kepada jemaat untuk menolong atau membantu serta membimbing jemaat di dalam setiap kesulitan yang dialami, setidaknya dikuatkan dengan kehadiran majelis. Dengan demikian pemahaman para Penatua, Diaken dan Pendeta (pelayan khusus) terkhususnya di GBKP Tiganderket, secara teologis memberikan suatu gambaran yang positif mengenai pelayanan pastoral dalam jemaat. Sejalan dengan Patton tentang pelayanan pastoral, menunjuk pada sikap yang memedulikan (care) dan memperhatikan (concern). Sikap ini sangatlah penting dimiliki oleh para pelayan Tuhan di dalam pelayanan pastoral, karena dengan sikap memedulikan dan memperhatikan jemaat pastinya para majelis memiliki keinginan untuk melakukan pelayanan tersebut dan menganggap bahwa pelayanan itu sudah menjadi tugas dan tanggungjawab setiap pelayan Tuhan didalam jemaat.

Konseling pastoral berfungsi sebagai penyembuhan, penopang, pembimbing, memperbaiki hubungan dan pengasuh atau pemelihara, bagi sesama tidak boleh hanya menekankan satu aspek saja, melainkan harus memperhatikan aspek-aspek yang lainnya. Karena konseling pastoral sebagai sarana untuk memperbaiki hubungan yang rusak dengan apa yang menjadi pergumulan jemaat. Berhubungan dengan permasalahan yang terjadi di GBKP Runggun Tiganderket, terhadap pelaksanaan pelayanan pastoral, menurut penulis Penatua, Diaken dan Pendeta (pelayanan khusus) perlu mengacu pada 1 Petrus 5:2-3, melalui ayat ini maka para majelis atau pelayanan Tuhan yang ada di dalam Gereja diperingatkan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab para Penatua, Diaken dan Pendeta (pelayanan khusus) sebagai pelayan yang mengacu pada Alkitab, tanpa harus mengutamakan kepentingan-kepentingan pribadi yang sebenarnya bertentangan dengan Alkitab.

(40)

27

Pelayanan pastoral (konseling pastoral dan pendampingan pastoral) sangat dibutuhkan oleh jemaat dalam Gereja khususnya jemaat yang sedang mengalami beban hidup seperti tekanan batin dan lain sebagainya. Melalui konseling pastoral dan perkunjungan pastoral para jemaat yang mengalami persoalan, akan mengalami pemulihan dan mengutuhkan kehidupan para jemaat dalam segala aspek kehidupannya, yakni fisik, sosial, mental, dan spiritualnya.

Kesimpulan

Dari uraian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa di GBKP Runggun Tiganderket ditemukan kurangnya tanggung jawab pelayanan di dalam setiap diri Penatua dan Diaken, menurut penulis hal ini disebabkan karena Gereja sendiri sudah sangat membekali para Penatua dan Diaken khususnya di dalam pelayanan pastoral, seperti melakukan seminar dan pembekalan namun, dalam praktiknya masih sangat kurang pelayanan yang terkait dengan pelayanan pastoral. Di dalam seminar juga seperti data yang sudah tertera di dalam bagian penelitian menurut penulis di dalam seminar ini sudah cukup jelas pembekalan yang dilakukan Gereja kepada setiap Penatua dan Diaken sebelum terjun ke dalam jemaat melakukan pelayanan tersebut tetapi masih banyak Penatua dan Diaken yang tidak melakukan pelayanan tersebut bahkan di saat berlangsungnya seminar tidak ada komentar atau saran serta kritikan yang diberikan oleh Penatua dan Diaken bahkan mereka sangat antusias melakukan pelayanan.

Penulis beranggapan bahwa Penatua dan Diaken perlu mengetahui tugas dan tanggung jawabnya di dalam pelayanan walaupun sangat disibukkan dengan pekerjaan lainnya tidak seharusnya melupakan tugas dan pelayanannya sebagai kawan sekerja Allah di dalam Gereja. Jika diperhatikan melalui pendapat Bors-Strom, yakni Gembala jemaat diberikan tugas dan kepercayaan untuk mencari, mengunjungi anggota jemaat supaya mereka satu persatu dibimbing untuk hidup sebagai pengikut Kristus. Artinya seluruh Gembala jemaat di dalam Gereja wajib melakukan pelayanan Pastoral yang merupakan keutamaan bagi para Gembala baik itu Penatua, Diaken dan Pendeta (pelayan khusus) di dalam Gereja. Maka tidak ada alas an seorang pelayan malas, jenuh dan lain sebagainya di dalam melakukan pelayanan.

(41)

28

SARAN

Tulisan ini menjadi evaluasi kepada seluruh Penatua, Diaken (pelayan khusus) di dalam Gereja khususnya GBKP Runggun Tiganderket untuk lebih mengembangkan kualitas hidup sebagai pelayan di dalam Gereja, untuk lebih menganggap pelayanan itu pelayanan bersama dan pelayanan itu pelayanan untuk Tuhan bukan untuk manusia, jika sudah memegang prinsip ini maka tidak ada majelis jemaat yang tidak melakukan pelayanan, khususnya pelayanan pastoral di dalam jemaat.

Saran dari penulis Gereja harus lebih menegaskan tugas tanggung jawab Penatua dan Diaken di dalam pelayanan. Jika masih tetap tidak ada perubahan perlu dilakukan tindakan yang lebih tegas misalnya melakukan evaluasi terlebih dahulu antar Pendeta, Penatua dan Diaken dan mencari jalan keluar dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Jika cara ini juga tidak terlaksana maka saran penulis, dilibatkan pengurus Klasis untuk memikirkan tindakan apa yang baik dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ini agar tidak terulang lagi untuk generasi yang akan datang karena pelayanan pastoral ini sangat dibutuhkan jemaat untuk membantu jemaat dalam menjawab pergumulan hidupnya dan seorang Majelis juga tidak cukup hanya memberikan pelayanan di dalam Gereja tetapi perlu juga menjamah setiap pergumulan jemaat melalui pelayanan pastoral tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip yang kurang lebih sama semangatnya juga menjadi patokan penyelenggaraan pemilu di Indonesia sebagaimana tercantum pada Pasal 2 UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang

Berikut settingan modem untuk trik internet gratis xl pc 2014 : Setting pilih manual proxy configuration, masukan proxy dan port di atas, Step four: Internet Gratis Telkomsel Media

bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat penguasaan konsep fisika pada siswa yang belajar menggunakan praktikum real dan praktikum virtual pada model inkuiri

Peran Lurah dalam pemberdayaan masyarakat Miskin di Kelurahan Maluhu secara umum sudah berjalan sesuai dengan tugas dan fungsi lurah, akan tetapi kurangnya perhatian

Menurut Micail Amstrong dalam (Anoki 2010) menyatakan bahwa Sumber daya manusia adalah harta yang paling penting yang dimiliki oleh suatu organisasi, sedangkan

Dari uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap lansia yang dihadapkan pada peristiwa yang pasti akan terjadi, yaitu kematian, karena kesiapan menghadapi

Berdasarkan uji koefisien determinasi simultan diperoleh besar pengaruh kebiasaan menonton televisi acara informasi dan pergaulan teman sebaya terhadap

memulakan kerja sahaja nota-nota perlindungan dan resit-resit bayaran premium adalah mencukupi. Sekiranya petender gagal mengemukakan semua polisi insurans