TUGAS TUGAS
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN HIPERTENSIHIPERTENSI
Disusun Oleh : Disusun Oleh : YUNA MUSTAFA YUNA MUSTAFA 2120101855 / 3C 2120101855 / 3C
AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA YOGYAKARTA
2013 2013
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI PADA LANSIA LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI PADA LANSIA
A.
A. KoKonsnsep dep dasaasar lanr lansisiaa 1.
1. PePengngerertitian Lan Lanansisiaa
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65-75 tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang 65-75 tahun (Potter, 2005). Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua
anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).(Nugroho, 2008).
Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, Penuaan adalah suatu proses yang alamiah yang tidak dapat dihindari, berjalan
berjalan secara secara terus-manerus, terus-manerus, dan dan berkesinambungan berkesinambungan (Depkes (Depkes RI,RI, 200
2001). 1). MenMenuruurut t KelKeliat iat (19(1999) 99) daldalam am MaryMaryam am (20(2008)08), , UsiUsia a lanlanjutjut dik
dikatakatakan an sebsebagaagai i tahtahap ap akhakhir ir perperkemkembanbangan gan padpada a daudaur r kehkehiduidupanpan manusia sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun manusia sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No.13 Tahun 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang 1998 Tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Penuaan yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008). Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai diramalkan dan terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006).
usia tahap perkembangan kronologis tertentu (Stanley, 2006). 2.
2. KlKlasasififikikasasi Lai Lansnsiaia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia. Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia. a.
a. PrPralalanansia sia (p(prarasensenililis) is) yayaititu u sesseseoeoranrang g yayang ng beberurusia sia anantartara a 4545-5-599 tahun.
tahun. b.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. c.
c. LanLansia Resisia Resiko Tinko Tinggi yaiggi yaitu seseotu seseoranrang yang berg yang berusiusia 70 tahua 70 tahun ataun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
kesehatan (Depkes RI, 2003). d.
d. LaLansnsia ia PoPotetensnsiaial l yayaititu u lalansnsia ia yayang ng mamasisih h mamampmpu u memelalakukukakann pekerjaan
pekerjaan dan/atau dan/atau kegiatan kegiatan yang yang dapat dapat menghasilkan menghasilkan barang/jasabarang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
3. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008). 4. Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan. b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008). 5. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun. b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya. d. Mempersiapkan kehidupan baru.
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai.
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan (Maryam, 2008).
B. Konsep dasar Hipertensi 1. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001) Menurut WHO tekanan darah sama dengan atau diatas 160 / 95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
2. Klasifikasi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas : (Darmojo, 1999) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90
mmHg.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
3. Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan perubahan pada :
1. Elastisitas dinding aorta menurun.
2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer.
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a. Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ) b. Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
c. Kebiasaan hidup
d. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
e. Konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ) f. Kegemukan atau makan berlebihan
g. Stress h. Merokok i. Minum alcohol
j. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin ) Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah :
1. Ginjal ; Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut dan Tumor.
2. Vascular ; Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli kolestrol, dan Vaskulitis.
3. Kelainan endokrin ; DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidismed
4. Saraf ; Stroke, Ensepaliti.
5. Obat – obatan ; Kontrasepsi oral, Kortikosteroid 4. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2001). Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu” disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : 1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh
dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu : Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas, Gelisah, Mual Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.
6. Pemeriksaan penunjang 1. Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel – sel terhadap volume cairan ( viskositas ) dan dapat mengindikasikan factor – factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2. BUN: memberikan informasi tentang perfusi ginjal. 3. Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi ) dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi. 5. Kolesterol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler).
6. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi. 7. Urinalisa
Darah, protein, glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
8. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi Steroid urin.
9. Foto dada
Menunjukkan obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung.
10. CT scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopat. 11. EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
7. Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : 1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
b. Penurunan berat badan c. Menghentikan merokok d. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.
Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu.
2. Edukasi Psikologis a. Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
b. Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut. 3. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
1. Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor.
2. Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
Dosis obat pertama dinaikkan, Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama.
Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika, beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin,
vasodilator. 3. Step 3
Alternatif yang bisa ditempuh.
Obat ke-2 diganti Ditambah obat ke-3 jenis lain. 4. Step 4
Alternatif pemberian obatnya, Ditambah obat ke-3 dan ke-4 Re-evaluasi dan konsultasi, Follow Up untuk mempertahankan terapi.
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.
C. Konsep dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian
a. Aktivitas
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
1) Gejala : Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup dan penyakit cebrovaskuler, episode palpitasi.
2) Tanda : Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis, kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian kapiler mungkin lambat/ tertunda.
c. Integritas Ego
1) Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple (hubungan,keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
2) Tanda : Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian, tangisan meledak,otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola bicara.
d. Eliminasi
1) Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayatpenyakit ginjal padamasa yang lalu).
e. Makanan/cairan
2) Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak sertakolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini (meningkat/turun),
Riwayatpenggunaan diuretic
3) Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
1) Gejala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi saatbangun dan menghilangkan secara spontansetelah beberapa jam), Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,epistakis).
2) Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,efek, proses piker,penurunan keuatan
genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
1) Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung), sakitkepala.
h. Pernafasan
1) Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
2) Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyinafas tambahan(krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
1) Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
b. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
c. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah
d. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output e. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
f. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.
g. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien
3. Rencana Tindakan
1) Diagnosa Keperawatan:
Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular Tujuan :
Tidak terjadi penurunan curah jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam.
Kriteria hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD 2. Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima 3. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil Intervensi :
1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer 3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
5. Catat edema umum
6. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
7. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
8. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan 9. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur.
10. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
11. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah 12. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi Kolaborasi
1. Untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi 2) Diagnosa Keperawatan:
Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan :
Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
1. Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala 2. Pasien tampak nyaman
3. TTV dalam batas normal Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
2. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan 3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
4. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
5. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala seperti kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi dan distraksi
6. Hilangkan / minimalkan vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya mengejan saat BAB, batuk panjang, membungkuk
Kolaborasi
1. Pemberian obat sesuai indikasi : analgesik, antiansietas (lorazepam, ativan, diazepam, valium )
3) Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan adanya tahanan pembuluh darah
Tujuan :
Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria Hasil :
1. Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal, haluaran urin 30 ml/ menit 2. Tanda-tanda vital stabil
Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring
2. Tinggikan kepala tempat tidur
3. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
4. Ambulasi sesuai kemampuan; hindari kelelahan 5. Amati adanya hipotensi mendadak
6. Ukur masukan dan pengeluaran
7. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai program 8. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai program 4) Diagnosa Keperawatan
Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output Tujuan :
Tidak terjadi intoleransi aktifitas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Meningkatkan energi untuk melakukan aktifitas sehari – hari Menunjukkan penurunan gejala – gejala intoleransi aktifitas
Intervensi :
1. Berikan dorongan untuk aktifitas / perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi.
2. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
3. Instruksikan pasien tentang penghematan energy 4. Kaji respon pasien terhadap aktifitas
5. Monitor adanya diaforesis, pusing 6. Observasi TTV tiap 4 jam
7. Berikan jarak waktu pengobatan dan prosedur untuk memungkinkan waktu
8. istirahat yang tidak terganggu, berikan waktu istirahat sepanjang siang atau sore
5) Diagnosa Keperawatan
Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala Tujuan :
Tidak terjadi gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
1. Mampu menciptakan pola tidur yang adekuat 6 – 8 jam per hari 2. Tampak dapat istirahat dengan cukup
3. TTV dalam batas normal Intervensi :
1. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman 2. Beri kesempatan klien untuk istirahat / tidur
3. Evaluasi tingkat stress
5. Lengkapi jadwal tidur secara teratur
6. Berikan makanan kecil sore hari dan / susu hangat 7. Lakukan masase punggung
8. Putarkan musik yang lembut 6) Diagnosa Keperawatan
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.
Tujuan:
Perawatan diri klien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil :
1. Mampu melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kemampuan 2. Dapat mendemonstrasikan tehnik untuk memenuhi kebutuhan
perawatan diri Intervensi :
1. Kaji kemampuan klien untuk melakukan kebutuhan perawatan diri
2. Beri pasien waktu untuk mengerjakan tugas
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri
4. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukan klien / atas keberhasilannya
7) Diagnosa Keperawatan
Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang diderita klien
Tujuan:
Kecemasan hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 Jam
Kriteria hasil :
1. Klien mengatakan sudah tidak cemas lagi / cemas berkurang 2. Ekspresi wajah rilek
Intervensi :
1. Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku misalnya kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasinya
4. Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan beri dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan 5. Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup 6. Kaji tingkat kecemasan klien baik secara verbal maupun non
verbal
7. Observasi TTV tiap 4 jam
8. Dengarkan dan beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya
9. Berikan support mental pada klien
10. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan dukungan pada klien
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta: EGC.
Darmojo Boedi, Martono Hadi. 1999. Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Marilynn E Doenges, dkk., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, Dan Praktik. Edisi 4.Volume 1. Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.
Jakarta : EGC.
Rokhaeni, dkk, (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovasculer. Edisi I . Bidang Pendidikan & Pelatihan Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional ”Harapan Kita”
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Stanley, M., & Beare, P. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik . Jakarta: EGC.
Wahjudi, Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik . Jakarta: EGC
Ny A usia 78 tahun mengeluhkan sering merasa pusing ketika kecapekan, nyeri kepala, terasa berdenyut skala nyeri 5 dan badannya terasa lemah. Ketika kecapekan Ny A sering mengalami mata berkunang-kunang ketika bangun dari duduk dan dadanya sering terasa sesak. Sejak 14 tahun yang lalu Ny A mengalami hipertensi dan mengatakan ingin mengurangi konsumsi garam dan makanan berlemak, tetapi tetap saja masih sering mengkonsumsi makanan yang mengandung garam dan berlemak. Ny A sering kontrol ke Dokter dan mendapat Bisprolol fumarate 1x1tab dan Adelat1x1 tab. Tekanan darahnya 160/100 mmHg, Nadi 96x/menit, Suhu 36,80C. RR 22x/menit.
PENGKAJIAN
Data Subjektif Data Objektif
1. Ny A mengeluhkan sering merasa pusing ketika kecapekan
2. Ny A mengeluhkan Nyeri kepala, terasa berdenyut skala nyeri 5
3. Ny A mengeluhkan Badannya terasa lemah, mata berkunang-kunang dan dadanya sering terasa sesak.
4. Ny A mengatakan ingin mengurangi konsumsi garam dan makanan berlemak
1. Tekanan darahnya 160/100 mmHg, Nadi 96x/menit, Suhu 36,80C. RR
22x/menit.
2. Ny A menderita Hipertensi sejak 14 tahun yang lalu
3. Ny A sering kontrol ke Dokter dan mendapat Bisprolol fumarate 1x1tab dan Adelat1x1 tab
4. Ny A masih sering mengkonsumsi makanan yang mengandung garam dan berlemak
No Data Etiologi Masalah 1. DS :
1. Ny A mengeluhkan sering merasa pusing ketika kecapekan
2. Ny A mengeluhkan badannya terasa lemah, mata berkunang-kunang dan dadanya sering terasa sesak DO :
TD : 160 / 100 mm Hg Nadi : 96 x/ menit
Suhu 36,80C. RR 22x/menit.
Vasokontriksi Resiko penurunan curah jantung
2. DS :
Ny A mengeluhkan Nyeri kepala, terasa berdenyut skala nyeri 5 DO : TD : 160 / 100 mm Hg Nadi : 96 x/ menit Suhu 36,80C Peningkatan tekanan vaskular serebral Gangguan Rasa Nyaman Nyeri 3 DS:
Ny A mengatakan ingin mengurangi konsumsi garam dan makanan berlemak
DO:
1. Ny A menderita Hipertensi sejak 14 tahun yang lalu 2. Ny A sering kontrol ke
Dokter dan mendapat Bisprolol fumarate 1x1tab
Pola Perawatan Kesehtan Keluarga
Ketidakefetifan Manajemen Kesehatan Diri
dan Adelat1x1 tab
3. Ny A masih sering mengkonsumsi makanan yang mengandung garam dan berlemak
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Rasa Nyaman Nyeri berhubungan dengan Peningkatan tekanan vaskular serebral ditandai dengan Ny A mengeluhkan Nyeri kepala, terasa berdenyut skala nyeri 5, TD : 160 / 100 mmHg, Nadi : 96 x/ menit, Suhu
36,80C
2. Ketidakefetifan Manajemen Kesehatan Diri berhubungan dengan Pola Perawatan Kesehtan Keluarga ditandai dengan Ny A mengatakan ingin mengurangi konsumsi garam dan makanan berlemak, Ny A menderita Hipertensi sejak 14 tahun yang lalu, Ny A sering kontrol ke Dokter dan mendapat Bisprolol fumarate 1x1tab dan Adelat1x1 tab, Ny A masih sering mengkonsumsi makanan yang mengandung garam dan berlemak. 3. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan Vasokontriksi
ditandai dengan Ny A mengeluhkan sering merasa pusing ketika kecapekan, Ny A mengeluhkan badannya terasa lemah, mata berkunang-kunang dan dadanya sering terasa sesak, TD : 160 / 100 mmHg, Nadi : 96 x/ menit, Suhu 36,80C. RR 22x/menit.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1 Gangguan Rasa Nyaman Nyeri berhubungan dengan Peningkatan tekanan vaskular serebral
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Nyeri (sakit kepala) hilang atau berkurang dengan kriteria hasil:
1. Klien mengungkapkan skala nyeri berkurang 2. Klien tampak nyaman
3. Tekanan darah
mengalami penurunan (140/90 mmHg)
1. Observasi tanda-tanda vital klien 2. Kaji skala nyeri
3. Kaji tindakan yang sudah pernah dilakukan klien untuk mengurangi nyeri
4. Beri reinforcement positif terhadap tindakan yang dilakukan
5. Berikan informasi mengenai skala nyeri
6. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk manajemen nyeri dengan beristirahat 2. Ketidakefetifan Manajemen Kesehatan Diri berhubungan dengan Pola Perawatan Kesehtan Keluarga
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Ketidakefetifan Manajemen Kesehatan Diri berkurang dengan kriteria hasil:
1. Klien mampu mematuhi diit rendah garam
2. Keluarga mampu mendukung manajemen Kesehatan Diri Klien
1. Kaji pengetahuan klien tentang Hipertensi
2. Bantu Keluarga menyiapkan diit rendah garam untuk klien
3. Beri penyuluhan pada klien dan keluarga mengenai hipertensi 4. Berikan informasi mengenai Diit
Rendah Garam 3 Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan Vasokontriksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Resiko penurunan curah jantung berkurang dengan
kriteria hasil:
1. Mempertahankan TD
1. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
2. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah pengunjung.
dalam rentang yang dapat diterima (120/80 mmHg) 2. Memperlihatkan irama
dan frekuensi jantung stabil
3. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi
4. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan 5. Pantau respon terhadap obat
untuk mengontrol tekanan darah 6. Berikan pembatasan cairan dan
diit natrium sesuai indikasi
7. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi