2
PENGARUH PEMBERIAN AIR REBUSAN DAUN BELIMBING WULUH
TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA PENDERITA
HIPERTENSI
Arimina Hartati Pontoh*
*Akademi Kebidanan Griya Husada, Jl. Dukuh Pakis Baru II no.110 Surabaya
Email : admin@akbid-griyahusada.ac.id
ABSTRAK
Pendahuluan : Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 di Indonesia. Berdasarkan survey
awal di wilayah kerja puskesmas balongsari-surabaya tahun 2014, prevalensi hipertensi pada lansia
bulan maret terdapat 40 lansia dan yang mengalami hipertensi sebanyak 19 orang. Tujuan penelitian
ini adalah mengetahui pengaruh pemberian air rebusan daun belimbing wuluh terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas balongsari-surabaya tahun
2014. Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian pre eksperimen dengan
pendekatan One Grup Pre Test Post Test Design. Populasi dalam penelitian ini adalah Lansia yang
mempunyai tekanan darah tinggi dengan jumlah 19 orang. Dengan tehnik pengambilan sampel adalah
total sampling. Pengumpulan data menggunakan data primer dan hasil penelitian di analisis dengan
menggunakan uji Wilcoxon. Hasil : Hasil penelitian yang dilakukan menunjukan tekanan darah
sebelum pemberian air rebusan daun belimbing wuluh 160-179/100-109 mmHg sedangkan sesudah
pemberian nilai rata-rata tekanan darah 140-159/90-99 mmHg, dengan demikian tekanan darah
systole dan diastole setelah pemberian air rebusan daun belimbing mengalami penurunan. Nilai yang
didapatkan yaitu ρ-value=0,000 dan ρ-value=0,001, hal ini menunjukan bahwa H0 ditolak dan H1
diterima,jadi kesimpulannya terdapat penurunan tekanan darah systole dan diastole sebelum dan
sesudah diberikan air rebusan daun belimbing wuluh. Diskusi : Responden dapat mengkonsumsi air
rebusan daun belimbing wuluh sebagai terapi non farmakologi yang dapat menurungkan tekanan
darah pada lansia di wilayah kerja puskesmas Balongsari Surabaya Tahun 2014.
Kata kunci: hipertensi, air rebusan daun belimbing wuluh, lansia
PENDAHULUAN
Pemerintah telah mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang dalam Pembangunan Nasional, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolongi, terutama dibidang medis dan ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusi. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat (Bandiyah, 2009). Peningkatan jumlah lansia ini tentunya berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan, dan munculnya penyakit degeneratif akibat proses penuaan tersebut (Azizah, 2011).
Permasalahan lanjut usia menjadi perhatian baik pemerintah,lembaga masyarakat, maupun masyarakat itu sendiri. Untuk mengatasi masalah kesehatan lansia tersebut, perlu upaya pembinaan kelompok lansia melalui puskesmas dengan didirikan posyandu lansia. Posyandu khusus lanjut usia (lansia) atau biasa disebut posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu yang dimaksud yaitu pelayanan yang sudah disepakati dan digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia juga merupakan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta lansia, keluarga, tokoh masyarakat, dan organisasi sosial (Kemenkes,2010).
Perlunya upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia dengan membentuk posyandu lansia tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 139 yang menyatakan bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lansia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis. Sehingga diharapkan dengan terbentuknya Posyandu lansia dapat meningkatkan kemudahan bagi para lansia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan maupun pelayanan lainnya yang dilaksanakan oleh berbagai unsur terkait. Hal ini mengidikasikan bahwa pemerintah mengharapkan terjadinya perubahan perilaku kesehatan dari lansia dengan memanfaatkan pelayanan yang ada (komnas lansia,2010).
3
Akan tetapi dengan adanya peningkatanpelayanan kesehatan, tingkat hygiene, sanitasi lingkungan serta taraf ekonomi yang baik dan pendidikan masyarakat yang semakin maju mempunyai peranan dalam menurunkan angka kematian (mortalitas) pada beberapa penyakit kronis. Dengan adanya kemajuan era globalisasi, penurunan angka kematian tersebut tidak diikuti dengan penurunan insiden penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, rematik, jantung dan lain-lain akibat gaya hidup sedentary people dan berbagai macam polutan industry sehingga angka kesakitan-nya cenderung mengalami kenaikan (Pedersen et al,2006).
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan perhatian karena dapat menyebabkan kematian yang utama dinegara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Menurut survey yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2000, jumlah penduduk dunia yang mengalami hipertensi untuk pria sekitar 26,6% dan wanita sekitar 26,15% ,dan diperkirakan tahun 2025 jumlahnya akan meningkat menjadi 29,2%. Penderita hipertensi di Indonesia prevalensinya terus mengalami peningkatan. Untuk populasi di Indonesia, angka kejadian hipertensi itu berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) Departemen Kesehatan tahun 2007 mencapai sekitar 31% dan angkanya pun meningkat 2-3 kali lipat. Pada tahun 2010 data jumlah penderita hipertensi yang diperoleh dari dinas kesehatan provinsi jawa Timur terdapat 275.000 jiwa penderita hipertensi (Rahajeng & Tuminah,2009).
Berdasarkan survey di dinas kesehatan kota Surabaya ada sebanyak 15.062 orang, sedangkan pada survey awal yang dilakukan oleh peneliti di di wilayah kerja puskesmas balongsari kota surabaya bulan Juli 2014 terdapat 40 lansia dan yang mengalami hipertensi sebanyak 19 orang. Dari data diatas menunjukkan bahwa masih tingginya penyakit hipertensi pada lansia di wilayah kerja puskesmas balongsari kota surabaya tahun 2014.
Meningkatnya tekanan darah selain dipengaruhi oleh faktor keturunan, beberapa penelitian menunjukkan, erat hubungannya dengan perilaku responden. Kisjanto dalam penelitiannya menunjukkan, perilaku santai yang ditandai dengan lebih tingginya asupan kalori dan kurang aktivitas fisik merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung, yang biasanya didahului dengan meningkatnya tekanan darah. Perilaku santai yang digambarkan dengan adanya kemudahan akses, kurang aktifitas fisik, ditambah dengan semakin semaraknya makanan siap saji, kurang mengkonsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur, kebiasaan merokok, dan kebiasaan minum minuman beralkohol merupakan faktor resiko meningkatnya tekanan darah.
Tekanan darah mengalami fluktuasi setiap saat, hipertensi akan menjadi masalah apabila tekanan
darah tersebut persisten, karena hal ini membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah (otak dan jantung) menjadi tegang. Apabila hipertensi tidak terkontrol dengan baik dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung (Anna & Bryan, 2007).
Cara mencegah agar hipertensi tidak menyebabkan komplikasi lebih lanjut maka diperlukan penanganan yang tepat dan efesien. Penaganan hipertensi secara umum dapat dilakukan dengan cara farmakologis dan non farmakologis. Pengobatan farmakologis adalah pengobatan yang menggunakan obat-obatan modern. Pengobatan farmakologis dilakukan pada hipertensi dengan tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih. Pengobatan non-farmakologis, merupakan pengobatan tanpa obat-obatan yang diterapkan pada hipertensi. Dengan cara pengobatan non-farmakologi penurunan tekanan darah diupayakan melalui pencegahan dengan menjalani pola hidup sehat dan mengkonsumsi bahan-bahan alami seperti buah-buahan dan sayur-sayuran (Junaidi,2010).
Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan yang mengandung banyak bahan kimia secara berlebihan akan menimbulkan dampak lain dibandingkan pengobatan dengan menggunakan obat-obatan tradisional, disamping biaya pengobat-obatan tradisional lebih murah dibandingkan dengan obat-obatan yang lain. Obat tradisional dapat digunakan sebagai alternative lain dalam menurunkan tekanan darah penderita hipertensi (Anggraini, 2012).
Selain dari pengobatan bahan kimia pemanfaatan tumbuh-tumbuhan yang dipercaya berkhasiat dalam pengobatan hipertensi. Masyarakat dapat mengandalkan lingkungan sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kekayaan alam belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan dan dikembangkan. Masyarakat telah lama mengenal dan mengunakan tumbuh tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan seperti pemanfaatan daun belimbing.
Daun belimbing wuluh (averrhoa bilimbi) merupakan alternatife yang baik mengingat daun belimbing mudah didapatkan oleh masyarakat. Daun belimbing wuluh memiliki kandungan untuk menurungka tekanan darah antara lain Tanin, Sulfur, Asam format, Peroksidase, Calium oxalate, Dan kalium sitrat (junaedi & Rinata,2013)
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi.”
4
P
enelitian ini merupakan penelitian pre
eksperimental dengan pendekatan One Group
Pre Test Post Test Design yang mana peneliti
dapat menguji apakah ada perubahan yang terjadi
pada tekanan darah responden sebelum dan sesudah diberikan air rebusan daun belimbing wuluh dilaksanakan di Puskesmas Balongsari pada bulan Oktober tahun 2014.Populasi dalam penelitian ini adalah
semua lansia penderita hipertensi yang ada di
wilayah kerja puskesmas balongsari kota
surabaya tahun 2014 sebanyak 19 lansia
dengan sampel sejumlah populasi karena teknik sampling adala total sampling. Variabel dalam penelitian ini adalah pemberian air rebusan daun belimbing wuluh dan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi. Sebelum diberikan perlakuan, responden akan diukur tekanan darah kemudiandiberikan air rebusan daun
belimbing wuluh 250 cc dari 7 lembar daun
belimbing wuluh diberikan 2x sehari selama 7
hari
, kemudian dilakukan evaluasi perlakuan dengan pengukuran tekanan darah paska perlakuan. Ujia analisa menggunakan Uji Statistik T-test berpasanagan jika distribusi normal dan uji peringkat Wilcoxon jika distribusi tidak normal. Uji normalitas menggunakan Shapiro Wilk.HASIL DAN PENELITIAN
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Usia di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar
responden berusia 60-69 tahun sejumlah 12 (63,2
%).
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan
Jenis
Kelamin
di
Wilayah
Puskesmas Balongsari Tahun 2014 dapat
diinterpretasikan bahwa hampir seluruhnya dari
responden berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 16 orang 84,2%.
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar
dari responden berpendidikan sekolah menengah
yaitu sebanyak 10 orang (52,6 %).
Distribusi
Frekuensi
Responden
Berdasarkan Riwayat Hipertensi Ibu di Wilayah
Kerja Puskesmas Balongsari Surabaya tahun
2014 dapat diinterpretasikan bahwa hampir
seluruhnya dari responden tidak mempunyai
riwayat hipertensi yaitu sebanyak 16 orang (84,2
%).
Distribusi Responden Berdasarkan Tekanan
Darah Sistolik Sebelum Pemberian Air Rebusan
Daun Belimbing Wuluh di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
dapat diinterpretasikan bahwa Sebagian besar
dari responden mempunyai tekanan darah sistolik
160-179 (sedang) sejumlah 11 (57,9%).
Distribusi Responden Berdasarkan Tekanan
Darah
Diastolik
Sebelum
Pemberian
Air
Rebusan Daun Belimbing Wuluh di Wilayah
Kerja Puskesmas Balongsari Surabaya tahun
2014 dapat diinterpretasikan bahwa Sebagian
besar dari responden mempunyai tekanan darah
diastolik 100-109 (sedang) sejumlah 14 (73,7%).
Distribusi Responden Berdasarkan Tekanan
Darah Sistolik Setelah Pemberian Air Rebusan
Daun Belimbing Wuluh di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
dapat diinterpretasikan bahwa Sebagian besar
dari responden mempunyai tekanan darah sistolik
140-159 (ringan) sejumlah 11 (57,9%).
Distribusi Responden Berdasarkan Tekanan
Darah Diastolik Setelah Pemberian Air Rebusan
Daun Belimbing Wuluh di Wilayah Kerja
Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
dapat diinterpretasikan bahwa Sebagian besar
dari responden mempunyai tekanan darah
diastolik 90-99 (ringan) sejumlah 13 (68,4%).
Analisa Tekanan Darah Sistolik Sebelum dan Sesudah Diberikan Air Rebusan Daun Belimbing
Wuluh
Tabel 1 Distribusi Efektifitas Tekanan Darah Sistolik Sebelum Diberikan Air Rebusan Daun
Belimbing Wuluh dan Sesudah Diberikan Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh di Wilayah
Kerja Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
tekanan darah sistolik setelah perlakuan Total 120-139 (pre hipertensi) 140-159 (ringan) 160-179 (sedang) tekanan darah sistolik sebelum perlakuan 140-159 (ringan) 4 1 0 5 21,1% 5,3% 0,0% 26,3% 160-179 (sedang) 0 10 1 11 0,0% 52,6% 5,3% 57,9%
5
180-209 (berat) 0 0 3 3 0,0% 0,0% 15,8% 15,8% Total 4 11 4 19 21,1% 57,9% 21,1% 100,0% ρ-value=0,000 α=0,05 (Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2014)Berdasarkan
tabel
di
atas
dapat
diinterpretasikan bahwa Sebelum diberikan
rebusan daun belimbing wuluh sebagian besar
dari responden mempunyai tekanan darah sistolik
160-179 (sedang) sejumlah 11 (57,9%), dan
sesudah diberikan rebusan daun belimbing wuluh
sebagian besar dari responden mempunyai
tekanan darah sistolik 140-159 (ringan) sejumlah
11 orang (57,9%). Pada tabel uji statistic dengan
menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai
negative
ranks
ada
17
responden
yang
mengalami penurunan tekanan darah sistolik, dan
nilai positive ranks didapatkan tidak ada
responden yang mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik, sedangkan nilai ties didapatkan
ada 2 responden yang tekanan darah sistoliknya
tetap, maka didapatkan nilai ρ value :0,000
dimana nilai ρ<0,05 maka H0 di tolak H1
diterima. Jadi kesimpulannya didapatkan bahwa
ada pengaruh pemberian rebusan daun belimbing
wuluh terhadap penurunan tekanan darah sistolik
pada Lansia penderita hipertensi di wilayah kerja
puskesmas balongsari kota surabaya tahun 2014.
Analisa Tekanan Darah Diastolik Sebelum dan Sesudah Diberikan Air Rebusan Daun
Belimbing Wuluh
Tabel 2 Distribusi Efektifitas Tekanan Darah Diastolik Sebelum Diberikan Air Rebusan Daun
Belimbing Wuluh dan Sesudah Diberikan Air Rebusan Daun Belimbing Wuluh di Wilayah
Kerja Puskesmas Balongsari Surabaya tahun 2014
tekanan darah diastolik setelah perlakuan Total 80-89(pre hipertensi) 90-99 (ringan) 100-109 (sedang) tekanan darah diastolik sebelum perlakuan 90-99 (ringan) 1 3 0 4 5,3% 15,8% 0,0% 21,1% 100-109 (sedang) 0 9 5 14 0,0% 47,4% 26,3% 73,7% 110-119 (berat) 0 1 0 1 0,0% 5,3% 0,0% 5,3% Total 1 13 5 19 5,3% 68,4% 26,3% 100,0% ρ-value=0,001 α=0,05 (Sumber : Data Primer Penelitian Tahun 2014)