• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH RELAKSASI AUTOGENIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI Lily Marleni 1, Jessy Haryani 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH RELAKSASI AUTOGENIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI Lily Marleni 1, Jessy Haryani 2"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan |184 PENGARUH RELAKSASI AUTOGENIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN

DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI Lily Marleni1, Jessy Haryani2

Program Studi DIII Keperawatan STIK Siti Khadijah Palembang1 Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Siti Khadijah Palembang2

Lily_marleni@stik-sitikhadijah.ac.id1

Jessyharyani@gmail.com2 ABSTRAK

Latar belakang: Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau

tekanan diastolic 90 mmHg (Nurarif & Kusuma, 2015). Hipertensi merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik muda maupun tua. Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik secara lambat atau mendadak (akut). Seiring berubahnya gaya hidup mengikuti era globalisasi, kasus hipertensi terus meningkat, hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Tujuan: pengaruh relaksasi autogenik terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang Tahun 2018. Metode: Disain penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment pretest and post test control group desain.. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian adalah seluruh penderita hipertensi sebanyak 21 responden dengan teknik purposive sampling. Jenis analisa data dalam penelitian ini yaitu menggunakan uji wilcoxon. Hasil: Berdasasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata tekanan darah sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik sebesar 150.00/100.00 dengan standar deviasi 7.400/5.115. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan 95% di yakini bahwa rata-rata tekanan darah sistol sebelum di berikan terapi relaksasi autogenik di antara 146.16 sampai dengan 152.89 dan rata-rata tekanan darah diastol sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik diantara 92.91 sampai dengan 97.57. Saran:Diharapkan bagi petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan tentang cara mencegah terjadinya hipertensi, bagaimana gaya hidup yang sehat dan sebagainya, mulai untuk mencoba pengobatan non-farmakologi seperti terapi relaksasi autogenic.

Kata kunci: Hipertensi, Relaksasi Autogenik

ABSTRACT

Background: Hypertension is an increase in systolic blood pressure of at least 140 mmHg or diastolic

pressure of 90 mmHg (Nurarif & Kusuma, 2015). Hypertension is a disease that can affect anyone, both young and old. Hypertension or high blood pressure is a condition when a person experiences a rise in blood pressure either slowly or suddenly (acute). As lifestyle changes follow the era of globalization, cases of hypertension continue to increase, hypertension is one of the deadliest diseases in the world. Objective: the effect of autogenic relaxation on the reduction of blood pressure in hypertensive patients in Bhayangkara Palembang Hospital in 2018. Method: The research design used was a quasi-experimental pretest and post test control group design. The samples to be used in the study were 21 hypertensive patients. respondents with purposive sampling technique. The type of data analysis in this study is using the Wilcoxon test. Results: Based on the results of the study it was found that the average blood pressure before being given autogenic relaxation therapy was 150.00 / 100.00 with a standard deviation of 7,400 / 5,115. From the results of interval estimation, it can be concluded that 95% are believed that the average systolic blood pressure before autogenic relaxation therapy is given between 146.16 to 152.89 and the average diastolic blood pressure before being given autogenic relaxation therapy between 92.91 and 97.57. Conclusions: There were differences in blood pressure before and after autogenic relaxant therapy was given at Bhayangkara Palembang Hospital (ρ = 0.001). Suggestion: It is expected that health workers to provide counseling on how to prevent the occurrence of hypertension, how a healthy lifestyle and so on, start to try non-pharmacological treatments such as autogenic relaxation therapy

(2)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan |185 PENDAHULUAN

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolic 90 mmHg (Nurarif & Kusuma, 2015). Hipertensi merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik muda maupun tua. Hipertensi atau penyakit darah tinggi merupakan kondisi ketika seseorang mengalami kenaikan tekanan darah baik secara lambat atau mendadak (akut). Seiring berubahnya gaya hidup mengikuti era globalisasi, kasus hipertensi terus meningkat, hipertensi merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia (Pudiastuti, 2013).

Menurut World Health Organization

(WHO) prevalensi hipertensi di dunia tahun 2015 pada penduduk umur diatas 18 tahun mencapai 1 miliar orang, Prevalensi hipertensi tertinggi di Benua Afrika yaitu 46% dan prevalensi terendah yaitu 35% ditemukan di Amerika. Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Sebanyak 1 milyar orang didunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini. Diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar pada tahun 2025 (Pudiastuti, 2013).

Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa penderita hipertensi yang berusia diatas 18 tahun mencapai 25,8% dari jumlah keseluruhan penduduk indonesia (Anies, 2018). Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2017) menyatakan prevalensi masyarakat Indonesia dengan hipertensi sebesar 30,9% (Saundari, et. al. 2018), Prevalensi tertinggi di Bangka Belitung 30,9%, diikuti Kalimantan Selatan 30,8%, Kalimantan Timur 29,6%, Jawa Barat 29,4%, dan Gorontalo 29,4% (Riskesdas, 2013).

Data hipertensi dari Sumatera Selatan tiga tahun berturut-turut mengalami kenaikan pada tahun 2015 berjumlah 20.848 jiwa dan pada tahun 2016 berjumlah 21.499 jiwa dan pada tahun 2017 berjumlah 25.900 jiwa (Dinkes, 2017).

Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang, penyakit hipertensi termasuk 10 penyakit terbesar dan pada urutan kedua di kota Palembang dengan penderita pada tahun 2016 berjumlah 16.940 jiwa dan mengalami peningkatan pada tahun 2017 berjumlah 17.550 jiwa (Profil Dinkes, 2017).

Berdasarkan data yang di peroleh dari medical record di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang, bahwa data hipertensi di Poli Penyakit Dalam pada

(3)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan |186 tahun 2015 sebanyak 2.581 jiwa (13.4%),

pada tahun 2016 sebanyak 3.133 jiwa (23.4%), pada tahun 2017 sebanyak 7.701 jiwa (57.4%) dan prevalensi pasien hipertensi pada tahun 2018 selama tiga bulan terakhir yaitu pada bulan Januari sebanyak 359 jiwa (21.7%), pada bulan Februari sebanyak 350 jiwa (23.0%), dan pada bulan maret sebanyak 381 jiwa (26.8%).

Hipertensi secara umun dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah usia, keturunan, jenis kelamin, faktor olahraga, pola makan, minuman beralkohol, dan stress (Anies, 2018). Gaya hidup gemar makanan fast

food yang kaya lemak, asin, malas

berolahraga dan mudah tertekan ikut berperan dalam menambah jumlah penderita hipertensi (Pudiastuti, 2013).

Hipertensi tidak secara langsung membunuh penderitanya, akan tetapi hipertensi memicu munculnya penyakit lain yang mematikan. Laporan Komite Nasional pencegahan, Deteksi, dan Penanganan Hipertensi bahwa tekanan darah yang tinggi dapat meningkatkan resiko serangan jantung, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Penanganan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah

140/90 mmHg. Dalam penatalaksanaan hipertensi ada 2 cara yaitu pengobatan farmakologi dengan obat anti hipertensi dan terapi non farmakologi dengan cara terapi relaksasi salah satunya adalah dengan relaksasi autogenik (Padila, 2013).

Watanabe (2016) mengatakan relaksasi autogenik merupakan suatu metode yang bersumber dari diri sendiri

dan kesadaran tubuh dengan

mengendalikan ketegangan otot dan hati untuk perbaikan tekanan darah tinggi yang diakibatkan terutama oleh stress. Relaksasi autogenik akan membantu tubuh untuk membawa perintah melalui auto sugesti

untuk rileks sehingga dapat

mengendalikan tekanan darah, denyut jantung dan suhu tubuh. Sensasi tenang, ringan, hangat yang menyebar ke seluruh tubuh merupakan efek yang bisa di rasakan dari relaksasi autogenik. Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi dan efek menenangkan yang ditimbukan oleh relaksasi ini mengubah fisiologi dominan simpatis menjadi dominan sistem parasimpatis (Dermawan & Nugroho, 2015).

Terapi relaksasi autogenik dapat menurunkan tekanan darah sistole dan diastole dengan cara meningkatkan proses pengaliran hormon-hormon baik keseluruh tubuh dan menstimulasi sistem saraf

(4)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan |187 parasimpatis yang membuat otak

memerintahkan pengaturan renin angiotensin pada ginjal, yang mengatur tekanan darah (Watanabe, 2016).

Diperlukan peran kita sebagai perawat, yaitu sebagai pemberi asuhan keperawatan dan pendidik dimana selain sebagai pemberi penyuluhan kesehatan, perawat diharapkan mampu untuk memberika intervensi yang dapat membantu klien hipertensi untuk menurunkan tekanan darah melalui penatalaksanaan nonfarmakologis. (Sasono Mardiono, 2015).

Upaya untuk menurunkan tekanan darah adalah dengan cara menghindari faktor-faktor pemicu timbulnya penyakit tersebut, oleh karena itu kita sebagai perawat berkewajiban memberikan health education atau pendidikan kesehatan tentang pencegahan yang baik (stop high blood pressure ) antara lain dengan mengurangi konsumsi garam, menghindari kegemukan, membatasi konsumsi lemak, olahraga teratur, banyak makan sayur segar, tidak merokok dan tidak minum alkohol serta pemberian relaksasi sebagai tehnik untuk mengurangi stres yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (Yulianto, et.al, 2017).

Penelitian terdahulu oleh Sasono Mardiono (2015) tentang pengaruh relaksasi autogenik terhadap penurunan tekanan darah pada klien hipertensi di

wilayah kerja puskesmas 23 ilir palembang tahun 2015. Hasil penelitian didapatkan ada pengaruh relaksasi autogenik terhadap penurunan tekanan darah pada klien hipertensi dengan p value = 0,000. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rizal dan Budi (2015) tentang pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah hipertensi di posyandu lansia desa jabon kecamatan jombang kabupaten jombang. Hasil penelitian didapatkan ada pengaruh relaksasi autogenik dengan penurunan tekanan darah sistole dan diastole dengan nilai sistole p = 0,000 dan pada diastole p = 0,027. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti tentang Pengaruh Relaksai Autogenik terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Rumah Sakit Bhayangkara Palembang Tahun 2018.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain

Quasi eksperiment pre test and post test

control group desain. Peneliti

membandingkan efektifitas terapi musik klasik dengan terapi murotal terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi pada dua kelompok independen. Desain penelitian yang digunakan yaitu quasy

eksperimental dengan pendekatan one

group pre-post test design, dan tidak menggunakan kelompok kontrol.

(5)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan |188 Sampel yang akan digunakan dalam

penelitian adalah seluruh penderita hipertensi di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Bhayangkara Palembang.

Rumus pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu :

Sp2 = (n1– 1) S12 + (n2 – 1) S22 (n1 – 1) + (n2 – 1) (50-1) 0,6872 + (50-1) 0,5932 = (50-1) + (50-1) 40.18 = 98 = 0,41 n = 2σ2(z 1-α/2 + z1-β )2 (μ1 – μ2)2 = 2×0,412 (1.96+1,28)2 (1,76 – 1,34)2 = 3,5 0,18 = 19,4 + 10% = 20,9

Besar sampel yang didapat dalam penelitian ini adalah 20,9 responden dibulatkan menjadi 21 responden.

Sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah penderita hipertensi di rumah sakit bhayangkara, pengambilan sampel di ambil secara non probability

sampling dengan teknik Purposive

sampling yakni teknik sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2016). Sehingga

sampel yang digunakan sebanyak 21 responden.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Pasien yang mengalami hipertensi stadium I.

2) Pasien yang mampu berkomunikasi dengan baik dan kooperatif.

3) Pasien yang tidak ada gangguan pendengaran.

4) Pasien yang bersedia menjadi responden.

5) Pasien tidak mengkonsumsi anti hipertensi

b. Kriteria Ekslusi

1) Pasien yang memiliki komplikasi. 2) Pasien yang mengundurkan diri

sebagai responden.

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan uji analisis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data, dalam penelitian ini peneliti melakukan uji normalitas secara analitik yaitu dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dan didapatkan data berdistribusi tidak normal sehingga dilakukan uji non parametrik yaitu dengan uji Wilcoxon.

HASIL PENELITIAN Analisa Univariat

Analisis univariat adalah cara analisis data dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

(6)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan |189 sebagaimana adanya tanpa membuat

kesimpulan yang berlaku untuk umum. Rerata Tekanan Darah Sebelum Diberikan Terapi Relaksasi Autogenik

Hasil penelitian menunjukkan rerata tekanan darah sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik terlihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 1.

Rerata Tekanan Darah Sebelum Diberikan Terapi Relaksasi Autogenik

Variabel Median SD Min-Maks 95% CI

Rerata tekanan darah sistol sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik

150.00 7.400 140-160 146.16-152.89

Rerata tekanan darah diastol sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik

100.00 5.118 90-100 92.91-97.57

Dari tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tekanan darah sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik sebesar 150.00/90.00 dengan standar deviasi 7.400/5.115. Tekanan darah terendah adalah 140/90 dan tertinggi 160/100, dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan 95% di yakini bahwa rata-rata tekanan darah sistol sebelum di berikan terapi relaksasi autogenik di antara 146.16

sampai dengan 152.89 dan rata-rata tekanan darah diastol sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik diantara 92.91 sampai dengan 97.57.

Rerata Tekanan Darah Setelah Diberikan Terapi Relaksasi Autogenik

Hasil penelitian menunjukkan rerata tekanan darah setelah diberikan terapi relaksasi autogenik terlihat dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.

Rerata Tekanan Darah Setelah Diberikan Terapi Relaksasi Autogenik

Variabel Median SD Min-Maks 95% CI

Rerata tekanan darah sistol setelah diberikan terapi relaksasi autogenik

140.00 11.832 120-160 134.61-145.39

Rerata tekanan darah diastol setelah diberikan terapi relaksasi autogenik

90.00 6.690 80-100 86.48-92.57

Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tekanan darah setelah

diberikan terapi relaksasi autogenik sebesar 140.00/90.00 dengan standar

(7)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan |191 deviasi 11.832/6.690. Tekanan darah

terendah adalah 120/80 dan tertinggi 160/100, dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan 95% di yakini bahwa rata-rata tekanan darah sistol setelah di berikan terapi relaksasi autogenik di antara 134.61 sampai dengan 145.39 dan rata-rata tekanan darah diastol setelah diberikan terapi relaksasi autogenik diantara 86.48 sampai dengan 92.57.

Analisa Bivariat

Dalam penelitian ini peneliti melakukan uji normalitas secara analitik yaitu dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dan didapatkan data berdistribusi tidak normal dengan nilai 0,002 sehingga dilakukan uji non parametrik yaitu dengan

uji Wilcoxon.

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat perbedaan tekanan darah sebelum dan setelah pemberian terapi relaksasi autogenik.

Tabel 4.

Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan Setelah di Berikan Terapi Relaksasi Autogenik

Variabel N Median (Min-Maks) ρ value Tekanan darah sistole pre-post 21 150 (140-160) 140 (120-150) 0.002 Tekanan darah diastol pre-post 21 100 (90-100) 90 (80-100) 0.003

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji wilcoxon didapatkan bahwa rata-rata tekanan darah sistol sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik 150 mmHg dan setelah diberikan terapi relaksasi autogenik adalah 140 mmHg dan rata-rata pada pengukuran tekanan darah diastol sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik 100 mmHg dan setelah dilakukan relaksasi autogenik didapatkan rata-rata tekanan darah 90 mmHg. Hasil uji statistik didapatkan nilai

ρ value 0,001 Karena ρ<α 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan antara tekanan darah sebelum dan setelah pemberian terapi relaksasi autogenik. PEMBAHASAN

Tekanan Darah Sebelum Diberikan Terapi Relaksasi Autogenik

Berdasasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata tekanan darah sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik sebesar 150.00/100.00 dengan standar deviasi 7.400/5.115. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan 95% di yakini bahwa rata-rata tekanan darah sistol sebelum di berikan terapi relaksasi

(8)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 191 autogenik di antara 146.16 sampai dengan

152.89 dan rata-rata tekanan darah diastol sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik diantara 92.91 sampai dengan 97.57.

Menurut Savitri (2017), tekanan darah berarti tekanan darah pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik didalam tubuh manusia. Tekanan darah dibedakan antara tekanan darah sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah ketika jantung memompa, adapun tekanan diastolik adalah tekanan darah ketika jantung beristirahat, semakin banyak darah yang di pompa ke dalam arteria menyebabkan arteria akan lebih menggelembung dan mengakibatkan

bertambahnya tekanan darah.

Meningkatnya tekanan darah juga dapat disebabkan karena gaya hidup gemar makanan fast food yang kaya lemak, asin, malas berolahraga dan mudah tertekan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmawan dan Nugroho (2015), tentang pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah hipertensi di posyandu desa jabon kecamatan jombang kabupaten jombang, didapatkan hasil nilai rata-rata tekanan darah sebelum di berikan terapi relaksasi autogenik 170/84 mmHg. Dengan dilakukannya tehnik relaksasi otogenik diharapkan dapat membantu untuk menstabilkan tekanan darah.

Relaksasi otogenik adalah salah satu cara untuk memudahkan masyarakat untuk mengatasi tekanan darah tinggi dengan cara yang lebih efektif dan efisien menciptakan keadaan rileks dengan cara relaksasi otogenik untuk mengontrol sistem syaraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Priyo, dkk (2017), tentang terapi relaksasi autogenik untuk menurunkan tekanan darah dan kepala sakit pada hipertensi di daerah rawan bencana merapi, didapatkan nilai rata-rata tekanan darah sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik 173/95 mmHg. Pada saat melakukan terapi relaksasi autogenik keadaan fisik istirahat secara mendalam akan mengatasi respons sistem yang dirasakan. Hal ini diaktifkan oleh parasympathetic nervous system, cabang lain dari system saraf otonom. Seluruh sistem tubuh dan pikiran kembali ke keadaan harmonis dan seimbang. Detak jantung dan pernapasan menjadi lebih lambat, ketegangan otot dan tekanan darah menurun yang akan mampu menurunkan sakit kepala. Terapi autogenik akan mampu memperbaiki kersakan vaskuler pada hipertensi dengan mnurunkan resistensi pembuluh darah otak.

Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang ada dan penelitian terkait maka peneliti berpendapat bahwa hipertensi

(9)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 192 selain disebabkan karena gaya hidup juga

disebabkan karena adanya perubahan-perubahan secara biologis yang mungkin berperan pada terjadinya peningkatan tekanan darah adalah adanya perubahan curah jantung, tahanan perifer yang meningkat, aliran darah yang menurun. Tekanan Darah Setelah Diberikan Relaksasi Autogenik

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rata-rata tekanan darah setelah diberikan terapi relaksasi autogenik sebesar 140.00/90.00 dengan standar deviasi 11.832/6.690, dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan 95% di yakini bahwa rata-rata tekanan darah sistolik setelah di berikan terapi relaksasi autogenik di antara 134.61 sampai dengan 145.39 dan rata-rata tekanan darah diastol setelah diberikan terapi relaksasi autogenik diantara 86.48 sampai dengan 92.57.

Menurut Watanabe (2016), relaksasi autogenik melibatkan berbagai daerah didalam tubuh (lengan dan kaki) efeknya menjadi hangat dan berat. Sensasi hangat dan berat ini disebabkan oleh peralihan aliran darah pusat tubuh ke daerah tubuh yang diinginkan. Tubuh merasakan hangat merupakan akibat dari arteri perifer yang mengalami vasodilatasi pembuluh darah yang dapat menurunkan tekanan darah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmawan

& Nugroho (2017), tentang pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah hipertensi di posyandu desa jabon kecamatan jombang kabupaten jombang, didapatkan nilai rata-rata setelah pemberian relaksasi autogenik 155/82 mmHg. Dengan dilakukannya tehnik relaksasi otogenik diharapkan dapat membantu untuk menstabilkan tekanan darah. Relaksasi otogenik adalah salah satu cara untuk memudahkan masyarakat untuk mengatasi tekanan darah tinggi dengan cara yang lebih efektif dan efisien menciptakan keadaan rileks dengan cara relaksasi otogenik untuk mengontrol sistem syaraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.

Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang ada dan penelitian terkait maka peneliti berpendapat bahwa penyakit hipertensi jika tidak segera ditangani maka dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang mendapatkan suplai darah seperti jantung, otak dan ginjal. Hipertensi merupakan penyebab utama penyakit stroke, serangan jantung, gagal jantung, gagal ginjal, oleh karena itu sangat penting dilakukan penatalaksanaan hipertensi salah satunya tarapi non farmakologis yaitu dengan menggunakan terapi relaksasi autogenik yang dapat menurunkan hipertensi.

(10)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 193 Perbedaan Tekanan Darah Sebelum dan

Setelah di Berikan Terapi Relaksasi Autogenik

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai ρ value = 0.001 dengan niali α 0,05 karena ρ<α 0,05 maka dapat disimpulkan ada perbedaan antara tekanan darah sebelum dan setelah pemberian terapi relaksasi autogenik, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian terapi relaksasi autogenik terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi.

Sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh Haruyama (2014), yang menyatakan bahwa relaksasi autogenik membantu tubuh untuk membawa perintah melalui auto sugesti untuk rileks sehingga dapat mengendalikan tekanan darah. Sensasi tenang, hangat yang menyebar ke seluruh tubuh merupakan efek yang bisa dirasakan dari relaksasi autogenik, perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi mempengaruhi saraf otonom.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yulianto dkk (2017), tentang pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada pasien hipertensi di UPT panti werdha mojopahit mojokerto didapatkan nilai ρ

value 0.000 (α ≤ 0.05), sehingga ada

pengaruh terapi relaksasi autogenik terhadap perubahan tekanan darah pada

penderita hipertensi. Menurut Yulianto (2017), penanganan hipertensi selain dengan terapi pengobatan juga harus didukung dengan terapi non farmakologi, sehingga penanganan hipertensi bisa lebih efektif.

Berdasarkan hasil penelitian serta teori yang ada dan penelitian terkait maka peneliti berpendapat bahwa dalam relaksasi autogenik hal yang menjadi anjuran pokok adalah penyerahan pada diri sendiri sehingga memungkinkan berbagai daerah di dalam tubuh (tangan dan kaki) menjadi hangat dan berat. Sensasi hangat dan berat ini disebabkan oleh peralihan aliran darah (dari pusat tubuh ke daerah tubuh yang diinginkan), yang menyejukkan dan merelaksasikan otot-otot di sekitarnya. Relaksasi autogenik akan membantu tubuh untuk membawa perintah melalui autosugesti untuk rileks sehingga dapat mengendalikan tekanan darah dan menurunkan tekanan darah. Tubuh merasakan hangat, merupakan akibat dari arteri perifer yang mengalami vasodilatasi, sedangkan ketegangan otot tubuh yang menurun mengakibatkan munculnya sensasi ringan. Perubahan-perubahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi mempengaruhi kerja saraf otonom. Stimulus positif dari relaksasi autogenik akan menurunkan aktivitas produksi HPA (Hipotalemik Pituitary Adrenal) Axis, yang ditandai adanya penurunan hormon

(11)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 194 CRF (Corticotropin Releasing Factor) di

hipotalamus dan juga akan merangsang pituitary anterior untuk memproduksi ACTH menjadi menurun. Penurunan ini akan merangsang medulla adrenal untuk memproduksi hormon katekolamin dan kartisol sebagai hormon stres menjadi menurun. Penurunan ini akan menurunkan kerja syaraf simpatis, dan sebaliknya kerja syaraf parasimpatis menjadi meningkat atau dominan sehingga menyebabkan pelebaran atau vasodilatasi pembuluh darah yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. Teknik relaksasi yang dilakukan secara rutin dapat membuat peredaran darah menjadi lancar, membuat efek tenang sehingga membuat tekanan darah menjadi stabil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rerata tekanan darah sebelum diberikan relaksasi autogenik dan setelah diberikan relaksasi autogenik.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Rerata tekanan darah sebelum diberikan terapi relaksasi autogenik sebesar 150/100 mmHg dengan standar deviasi 7.400/5.115.

2. Rerata tekanan darah setelah diberikan terapi relaksasi autogenik sebesar 140/90 mmHg dengan standar deviasi 11.832/6.690.

3. Ada perbedaan tekanan darah sebelum dan setelah diberikan terapi relaksassi

autogenik di Rumah Sakit

Bhayangkara Palembang (ρ = 0.001) Saran

Diharapkan bagi petugas Rumah Sakit untuk memberikan penyuluhan tentang cara mencegah terjadinya hipertensi, bagaimana gaya hidup yang sehat dan sebagainya, mulai untuk mencoba pengobatan non-farmakologi seperti terapi relaksasi autogenik.

DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.

Brunnerdan Suddarth, 2011. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8, volume 1, EGC, Jakarta

Darmawan & Nugroho (2017), Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik terhadap Perubahan Tekanan Darah Hipertensi di Posyandu Desa Jabon Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang

Haruyama, 2014. The Miracle of Endhorpin. Bandung. Qonita PT. Mizan Pustaka

Mufidaturrohmah, 2017, Dasar-Dasar Keperawatan Buku Referensi Ilmu Keperawatan, Gava Media, Yogyakarta

(12)

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan | 195 Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan

Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Ed. 4. Jakarta: Salemba Medika

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam.Yogyakarta

Pudiastuti, Dewi Ratna. 2013. Penyakit-Penyakit Mematikan. Yogjakarta: Nuha Medika. Priyo, dkk (2017). Terapi Relaksasi Autogenik untuk Menurunkan Tekanan Darah dan Kepala

Sakit pada Hipertensi di Daerah Rawan Bencana Merapi

Udjianti, W. J.(2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika

Rendy, M.C, and TH, Margareth.(2012).Asuhan Keperawatan Medikal BedahPenyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika

Savitri, T. 2017. Parenting, Nutrisi Anak, https,// hellosehat. Com> Nutrtisi.

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik yang didapatkan pada penelitian ini yaitu adanya perbedaan yang signifikan pada kelompok eksperimen dan kontrol, sehingga dapat disimpulkan bahwa

Berdasarkan uji statistik dengan spearman rho dengan signifikan α &lt; 0,05 didapatkan hasil α = 0,000 yang nilainya lebih kecil dari α = 0,05 maka dapat

Hasil uji beda dengan uji wilcoxon didapatkan nilai p-value pada tekanan darah sistolik dan diastolik lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

HASIL PENELITIAN: Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa berdasarkan hasil uji pengaruh dengan menggunakan wilcoxon test nilai p-value tekanan sistolik sebesar

Berdasarkan hasil uji wilcoxon sign test yang dibantu dengan menggunakan SPSS dengan tingkat kemaknaan α = 0,05 didapatkan nilai asymp sig (2-tailed) &lt; 0,05 yaitu 0,000 &lt;0,05

Hasil uji beda dengan uji wilcoxon didapatkan nilai p-value pada tekanan darah sistolik dan diastolik lebih kecil dari taraf signifikansi α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

Hasil Analisis menggunakan uji MannWithney didapatkan p value = 0,030 &lt; α 0,05 maka Ho di tolak dan H1 diterima artinya ada perbedaan efektivitas pemberian

Setelah dilakukan analisis statistik dengan menggunakan uji paired t-test didapatkan nilai nilai p = 0,003 (p&lt;0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh