• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PELAKSANAAN RAWAT GABUNG DENGAN KEBERHASILAN MENYUSUI DI RB GRIYA HUSADA NGARAN, POLANHARJO, KLATEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN PELAKSANAAN RAWAT GABUNG DENGAN KEBERHASILAN MENYUSUI DI RB GRIYA HUSADA NGARAN, POLANHARJO, KLATEN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PELAKSANAAN RAWAT GABUNG DENGAN KEBERHASILAN MENYUSUI DI RB GRIYA HUSADA

NGARAN, POLANHARJO, KLATEN

Wiwin Rohmawati 1), Nur Aini Rahmawati 2), Eka Palupi Kartiningsih3)

Abstrak : Selama ini banyak tempat pelayanan kesehatan yang masih menerapkan ruangan khusus untuk bayi, terpisah dari ibunya. Padahal makin sering ibu kontak fisik langsung dengan bayi akan membantu menstimulasi hormon prolaktin dalam memproduksi ASI. Karena itu tahun 2005, American Academy of Pediatrics (AAP) mengeluarkan kebijakan agar ibu dapat terus bersama bayinya di ruangan yang sama dan segera menyusui bayinya kapanpun sang bayi menginginkannya.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan menyusui di RB Griya Husada, Ngaran, Polanharjo, Klaten.

Metode penelitian adalah deskriptif analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah semua ibu post partum yang baru saja melahirkan bayinya dengan selamat pada tanggal 6 April – 30 Mei 2009. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Instrumen yang digunakan yaitu lembar observasi. Data dianalisa menggunakan chi square dengan taraf signifikan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden di RB Griya Husada, Ngaran, Polanharjo, Klaten terdapat 20 orang (57,1%) yang melakukan rawat gabung. Responden yang berhasil menyusui sebanyak 16 orang (45,7%).

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan pelaksanaan rawat gabung setelah 2 jam persalinan dengan keberhasilan menyusui di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten tahun 2009 yakni ditunjukkan dengan harga chi square (X2) hitung 5,874 sedangkan harga chi square (X2) tabel pada db=2-1:1, pada taraf signifikan 0,05 adalah 3,481, hal ini berarti bahwa X2 hitung > X2 tabel.

(2)

PENDAHULUAN

Selama ini banyak tempat pelayanan kesehatan yang masih menerapkan ruangan khusus untuk bayi, terpisah dari ibunya. Namun riset terakhir menunjukkan bahwa jika tidak ada masalah medis, tidak ada alasan untuk memisahkan ibu dari bayinya. Bahkan makin sering ibu melakukan kontak fisik langsung dengan bayi akan membantu menstimulasi hormon prolaktin dalam memproduksi ASI. Karena itu pada tahun 2005, American Academy of Pediatrics (AAP) mengeluarkan kebijakan agar ibu dapat terus bersama bayinya di ruangan yang sama dan mendorong ibu untuk segera menyusui bayinya kapanpun sang bayi menginginkannya (Marasco, 2005).

Berdasarkan data di Departemen Kesehatan Indonesia, pada tahun 2006 tercatat 149 rumah sakit melaksanakan program rumah sakit sayang ibu bayi, yang mencakup pelayanan asuhan antenatal, pertolongan persalinan sesuai standar, pelayanan nifas, rawat gabung ibu dan bayi, pemberian ASI eksklusif, pelayanan KB, dan imunisasi. Organisasi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) pun juga turut berperan, dengan standarisasi

pelayanan pertolongan persalinan yaitu melaksanakan inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif 6 bulan. Standarisasi IBI tersebut didasarkan pada masalah yang timbul dalam menyusui, antara lain putting susu lecet, payudara bengkak, mastitis dan sebagainya. Sedangkan masalah pada bayi umumnya bayi bingung putting dan sering menangis, sehingga diinterpretasikan oleh ibu dan keluarga bahwa ASI tidak tepat untuk bayinya. Oleh karena itu dengan IMD dan pemberian ASI eksklusif 6 bulan diharapkan angka kematian bayi akibat penyakit infeksi jauh berkurang, angka bayi kurang gizi juga berkurang (Rusli, 2001)).

Hasil yang diperoleh berdasarkan data profil kota di Jawa Tengah tahun 2007 ini rata-rata adalah 27,49% terjadi peningkatan ibu menyusui bila dibandingkan dengan tahun 2006 yang mencapai 20,18%. Namun pencapaian dirasakan masih sangat rendah sekali bila dibandingkan dengan target yang diharapkan 80% bayi yang ada mendapat ASI eksklusif. Dengan demikian tingkat pencapaian program ASI eksklusif ini harus mendapatkan perhatian yang khusus serta tindakan Wiwin Rohmawati, Nur Aini R, Eka Palupi K, Hubungan Pelaksanaan Rawat … 61

(3)

nyata yang harus dilakukan provider di bidang kesehatan dan semua komponen masyarakat dalam rangka penyampaian informasi maupun sosialisasi guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat (Dinkes Jateng, 2007).

Menurut Sensus Dasar Kesehatan Indonesia, inisiasi ASI kurang dari 1 jam pada tahun 1997 sebesar 8 % dan turun jadi 3,7% tahun 2003. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada 1997 sebesar 42,4% turun jadi 39,5% tahun 2003. Sementara pemakaian susu botol meningkat dari 10,8% tahun 1997 menjadi 32,4% pada 2003. "Padahal pemberian ASI secara eksklusif sangat bermanfaat bagi bayi dan mengurangi risiko terkena kanker payudara pada ibu" kata Prof. Dr. Rulina Suradi SpA(K) IBCLC dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM (Depkes, 2006).

Didalam masyarakat masih berkembang pemahaman bahwa susu yang keluar pertama kali adalah “susu basi” atau susu kotor sehingga harus dibuang terlebih dahulu sebelum penyusuan. Praktek ini tentunya secara ilmiah salah dan harus dihindari. Segera setelah dilahirkan, bayi harus

segera disusukan atau dikenal dengan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) untuk mendapatkan kolustrum ini. Sebuah slogan kampanye global bahwa “Menyusu pada 1 jam pertama kehidupan (bayi) dapat menyelamatkan 1 juta nyawa/tahun”. Hal tersebut didukung oleh Peraturan Daerah Kabupaten Klaten No.7 Tahun 2008 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu Eksklusif dalam pasal 5, ayat 3, BAB III. Di Klaten tepatnya tanggal 5 Agustus 2008 di Kemalang yang bertepatan dengan Peringatan Pekan ASI se-dunia, Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial (DKKS) Kabupaten Klaten menggelar kegiatan Fun Outbond Gathering bagi kader ASI dan launching Peraturan Daerah Kabupaten Klaten. Pada acara tersebut dikemukakan bahwa data di DKKS Kabupaten Klaten menunjukkan adanya peningkatan cakupan ASI dari 3,17% (tahun 2005) menjadi 22,4% (tahun 2007) (Anamwati, 2008).

Keberhasilan menyusui tidak dapat terlepas dari program pelaksanaan rawat gabung. Dulu RB Griya Husada belum merawat bayi baru lahir berdekatan dengan ibunya. Berbagai alasan diajukan yaitu karena 62 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 60-72

(4)

rasa kasihan karena ibu masih capai setelah melahirkan, ibu belum mampu merawat bayinya sendiri, adanya kekhawatiran pada jam kunjungan, bayi mudah tertular penyakit yang mungkin dibawa oleh para pengunjung, selain itu klinik ingin memberikan pelayanan sebaik-baiknya. Namun setelah menyadari akan keuntungannya, pelaksanaan program rawat gabung di RB Griya Husada kini dilakukan rutin oleh bidan kepada ibu-ibu postpartum primipara maupun multipara yang memenuhi persyaratan untuk tindakan rawat gabung. Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah ada hubungan pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan menyusui di RB Griya Husada, Ngaran, Polanharjo, Klaten”.

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitik dan dengan pendekatan cross sectional.

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan

oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2002).

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu post partum yang baru saja melahirkan bayinya dengan selamat, baik yang melakukan rawat gabung maupun yang tidak melakukan rawat gabung. Dari penelitian di RB Griya Husada didapatkan populasi sebanyak 35 orang.

Sampel adalah kegiatan atau wakil populasi yang di teliti (Arikunto, 2002). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling yaitu mengambil semua sampel yang ada untuk dijadikan responden dalam penelitian. Responden yang diambil yaitu semua ibu post partum yang bersalin di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 35 orang. Penelitian ini dilakukan di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten, pada tanggal 6 April – 30 Mei 2009.

(5)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Analisa ini digunakan untuk mengetahui karakteristik responden ibu, pelaksanaan rawat gabung dan keberhasilan menyusui dengan distribusi frekuesnsi. Karakteristik ibu meliputi umur, pendidikan, pekerjaan dan paritas/jumlah anak.

a. Karakteristik Responden Penelitian 1). Umur Ibu

Tabel 1. Distribusi frekuensi

karakteristik responden berdasarkan umur. No. Umur responden Frekuensi (%) 1. 2. 3. <20 tahun 20-35 tahun >35 tahun 5 21 9 14,3 60,0 25,7 Jumlah 35 100 Sumber : Data Primer (2009)

Berdasarkan tabel 1. diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden berumur antara 20-35 tahun sebanyak 21 orang (60,0%), umur < 20 tahun sebanyak 5 orang (14,3%) sedangkan umur > 35 tahun sebanyak 9 orang (25,7%).

2). Pendidikan Ibu

Tabel 2. Distribusi frekuensi

karakteristik responden berdasarkan pendidikan. No. Pendidikan responden Frekuensi (%) 1. 2. 3. 4. SD SMP SMA/SMK PT 5 9 17 4 14,3 25,7 48,6 11,4 Jumlah 35 100 Sumber : Data Primer (2009)

Berdasarkan tabel 2. diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA sebanyak 17 orang (48,6%), sedangkan SD sebanyak 5 orang (14,3%), SMP sebanyak 9 orang (25,7%) dan perguruan tinggi sebanyak 4 orang (11,4%).

3). Pekerjaan Ibu

Tabel 3. Distribusi Frekuensi

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan. No. Pekerjaan responden Frekuensi (%) 1. 2. 3. 4. IRT Buruh Swasta PNS 17 9 4 5 48,6 25,7 11,4 14,3 Jumlah 35 100 Sumber : Data Primer (2009)

Berdasarkan tabel 3. diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden ibu rumah tangga sebanyak 17 orang 64 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 60-72

(6)

(48,6%), sedangkan buruh sebanyak 9 orang (25,7%), swasta sebanyak 4 orang (11,4%) dan PNS sebanyak 5 orang (14,3%).

4). Paritas

Tabel 4. Distribusi Frekuensi

Karakteristik responden berdasarkan paritas.

No. Paritas Frekuensi (%) 1. 2. Primipara Multipara 8 27 22,9 77,1 Jumlah 35 100 Sumber : Data Primer (2009)

Berdasarkan tabel 4. diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden multipara sebanyak 27 orang (77,1%), sedangkan primipara sebanyak 8 orang (22,9%).

b. Pelaksanaan Rawat Gabung

Tabel 5. Distribusi Frekuensi

Karakteristik responden berdasarkan pelaksanaan rawat gabung.

N o Pelaksanaan rawat gabung Frekuensi (%) 1. 2. Melaksanakan rawat gabung Tidak melaksanakan rawat gabung 20 15 57,1 42,9 Jumlah 35 100

Sumber : Data Primer (2009)

Berdasarkan tabel 5. diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden melaksanakan rawat gabung sebanyak

20 orang (57,1%), sedangkan primipara sebanyak 15 orang (42,9%). c. Keberhasilan Menyusui

Tabel 6. Distribusi Frekuensi

Karakteristik responden berdasarkan keberhasilan menyusui. No Keberhasilan Menyusui Frekuensi (%) 1. 2. Berhasil menyusui Tidak berhasil menyusui 22 13 62,9 37,1 Jumlah 35 100

Sumber : Data Primer (2009)

Berdasarkan tabel 6. diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden berhasil menyusui sebanyak 22 orang (62,9%), sedangkan yang tidak berhasil menyusui sebanyak 13 orang (37,1%).

3. Analisa Bivariat

Analisa bivariat yaitu untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat (Sugiyono, 2006). Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan menyusui di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten tahun 2009. Data tentang hubungan pelaksanaan rawat gabung setelah 2 jam persalinan dengan keberhasilan menyusui disajikan dalam tabel 7.

(7)

Tabel 7. Hubungan pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan menyusui di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten tahun 2009.

Keberhasilan menyusui

Pelaksanaan rawat gabung

Berhasil Tidak berhasil Jumlah

f % f % f % Melaksanakan Tidak melaksanakan 16 6 45,7 17,1 4 9 11,4 25,8 20 15 57,1 42,9 Jumlah 22 62,9 13 37,1 35 100

Sumber : Data Primer (2009)

Berdasarkan tabel 7. diketahui bahwa sebanyak 20 orang yang melaksanakan rawat gabung terdapat 16 orang (45,7%) yang berhasil menyusui dan 4 orang (11,4%) yang tidak berhasil menyusui. Sedangkan

sebanyak 15 orang yang tidak melaksanakan rawat gabung terdapat 6 orang (17,1%) yang berhasil menyusui dan 9 orang (25,7%) yang tidak berhasil menyusui.

Tabel 8.Hasil analisa bivariat hubungan pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan menyusui di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten tahun 2009.

Variabel X2 hitung P OR CI 95%

Bawah Atas Pelaksanaan rawat gabung

Keberhasilan menyusui

5,874 0.015 6,000 1,331 27,047

Sumber : Data Primer (2009)

Berdasarkan hasil analisa bivariat dengan menggunakan chi square didapatkan X2 hitung=5,874, p=0,015 (p<0,05), OR=6,000 CI 95% antara 1,331-27,047. Dengan demikian ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan menyusui di RB Griya

Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten tahun 2009 yakni ditunjukkan dengan harga chi square (X2) hitung 5,874 sedangkan harga chi square (X2) tabel pada db=2-1:1, pada taraf signifikan 0,05 adalah 3,481, hal ini berarti bahwa X2 hitung > X2 tabel.

(8)

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 sebagian besar ibu yang berumur 20-35 tahun sebanyak 21 orang (60%). Menurut Wiknjosastro (2002), hal ini sesuai dengan usia reproduksi sehat. Pada umur tersebut seorang wanita telah mampu untuk hamil, bersalin dan menyusui bayinya. Pendidikan ibu berdasarkan tabel 4.2. sebagian besar adalah SMA/SMK yaitu sebanyak 17 orang (48,6%). Pekerjaan ibu berdasarkan tabel 4.3. sebagian besar adalah ibu rumah tangga sebanyak 17 orang (48,6%). Pada ibu yang tidak bekerja/ibu rumah tangga, mereka jauh bisa mengontrol serta mempunyai banyak waktu untuk mencapai keberhasilan menyusui dibanding ibu yang bekerja. Sedangkan sebagian besar ibu yang mempunyai lebih dari 1 anak berdasarkan tabel 4.4. sebanyak 27 orang (77,1%), mereka jauh lebih berpengalaman dalam merawat dan menyusui bayinya sehingga keberhasilan menyusui pun dapat tercapai.

2. Pelaksanaan Rawat Gabung Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 diperoleh bahwa sebagian

besar yang melaksanakan rawat gabung sebanyak 20 orang (57,1%). Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik responden yaitu umur, pendidikan, pekerjaan dan paritas. Misal pada ibu-ibu yang minimal pendidikan terakhir SMA/SMK, mereka jauh lebih tau dan mengerti tentang manfaat program rawat gabung dibanding ibu-ibu yang berpendidikan terakhir SD, sehingga mereka mau melakukan rawat gabung. Selain beberapa faktor diatas pelaksanaan rawat gabung juga dipengaruhi oleh peranan tata laksana RB mengenai peraturan tentang peningkatan ASI sehingga mengharuskan pelaksanaan rawat gabung bagi ibu-ibu post partum di RB tersebut, sikap petugas/bidan itu sendiri serta lingkungan keluarga.

3. Keberhasilan Menyusui

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 diperoleh bahwa sebagian besar yang berhasil menyusui sebanyak 22 orang (62,9%). Hal ini dipengaruhi secara langsung dengan pelaksanaan rawat gabung itu sendiri. Namun hal tersebut tidak juga terlepas dipengaruhi oleh karakteristik responden. Misal pada umur ibu yang sebagian besar adalah berumur 20-35 tahun, mereka Wiwin Rohmawati, Nur Aini R, Eka Palupi K, Hubungan Pelaksanaan Rawat … 67

(9)

jauh lebih matang baik secara fisik maupun psikologis dalam menyusui bayi dibanding umur < 20 tahun. Pada pendidikan ibu yang sebagian besar SMA/SMK, pengetahuan mereka jauh lebih luas dan lebih mengerti tentang cara-cara untuk mencapai keberhasilan menyusui dibanding dengan ibu yang berpendidikan SD maupun SMP. Pada pekerjaan yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga, perhatian mereka jauh lebih tercurah bagi bayinya terutama untuk mencapai keberhasilan menyusui dibanding ibu-ibu yang bekerja. Sedangkan pada paritas di mana sebagian besar jumlah anak lebih dari 1 mereka akan lebih berpengalaman menyusui dan lebih memungkinkan tercapai keberhasilan menyusui dibanding ibu yang baru saja melahirkan atau baru mempunyai 1 anak.

4. Hubungan Pelaksanaan Rawat Gabung dengan Keberhasilan Menyusui

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7 dari 35 responden terdapat 20 orang yang melaksanakan rawat gabung di mana 16 orang (45,7%) yang berhasil menyusui dan 4 orang (11,4%) yang tidak berhasil menyusui.

Sedangkan sebanyak 15 orang yang tidak melaksanakan rawat gabung terdapat 6 orang (17,1%) yang berhasil menyusui dan 9 orang (25,7%) yang tidak berhasil menyusui. Sehingga diperoleh hasil bahwa yang berhasil menyusui terdapat 22 orang dan 13 orang yang tidak berhasil menyusui.

Hasil analisa bivariat pada tabel 4.8 dengan menggunakan chi square didapatkan X2 hitung=5,874, p=0,015 (p<0,05), OR=6,000 CI 95% antara 1,331-27,047. Dengan demikian ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan menyusui di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten tahun 2009 yakni ditunjukkan dengan harga chi square (X2) hitung 5,874 sedangkan harga chi square (X2) tabel pada db=2-1:1, pada taraf signifikan 0,05 adalah 3,481, hal ini berarti bahwa X2 hitung > X2 tabel.

Pencapaian hasil kategori 20 orang yang melaksanakan rawat gabung yang berhasil menyusui adalah 16 orang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain umur, pendidikan terakhir, pekerjaan dan paritas ibu. Misal pada ibu-ibu yang minimal pendidikan terakhir SMA/SMK, mereka jauh lebih 68 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 60-72

(10)

tau dan mengerti tentang manfaat program rawat gabung dibanding ibu-ibu yang berpendidikan terakhir SD. Disamping itu ibu-ibu yang telah mempunyai lebih dari 1 anak, mereka jauh lebih berpengalaman dibanding ibu-ibu yang baru saja melahirkan. Selain hal tersebut diatas keberhasilan menyusui juga dipengaruhi oleh peranan tata laksana RB yang mengharuskan pelaksanaan rawat gabung bagi ibu-ibu post partum, sikap petugas/bidan itu sendiri, lingkungan keluarga, dan peraturan tentang peningkatan ASI di RB tersebut.

Hasil kategori 15 responden yang tidak melaksanakan rawat gabung terdapat 6 orang yang berhasil menyusui. Hal ini cenderung lebih dipengaruhi oleh pengalaman ibu-ibu post partum dalam menyusui bayinya, oleh karena ibu-ibu tersebut mempunyai lebih dari 1 orang anak. Sedangkan pencapaian hasil kategori yang tidak berhasil menyusui, baik yang melaksanakan rawat gabung maupun tidak melaksanakan rawat gabung dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya pengetahuan ibu-ibu post partum terlebih bagi ibu yang berpendidikan minimal SD dan

bekerja, mereka tidak mau melaksanakan rawat gabung dan tidak tau akan manfaat ataupun tujuan dari program rawat gabung sehingga enggan untuk melaksanakannya dan bayinya diserahkan pada nenek si bayi dan diberikan susu formula sebagai ganti ASI. Selain hal tersebut juga si ibu merasa trauma akan persalinan dan baru melahirkan pertama kalinya, sehingga ibu merasa tidak mampu merawat bayinya sendiri karena kurangnya pengalaman dalam merawat bayi.

Pencapaian hasil kategori melaksanakan rawat gabung menurut Erlina (2008) dipengaruhi oleh sosial-budaya, ekonomi, tatalaksana rumah sakit, sikap petugas, pengetahuan ibu, lingkungan keluarga, adanya kelompok pendukung peningkatan penggunaan ASI (KP-ASI) dan peraturan tentang peningkatan ASI atau pemasaran susu formula. Namun dalam penelitian ini pelaksanaan rawat gabung cenderung lebih dipengaruhi oleh umur, pendidikan terakhir, pekerjaan dan paritas ibu yang kemudian diikuti oleh peranan tata laksana RB yang mengharuskan pelaksanaan rawat gabung bagi ibu-ibu post partum, sikap Wiwin Rohmawati, Nur Aini R, Eka Palupi K, Hubungan Pelaksanaan Rawat … 69

(11)

petugas/bidan itu sendiri, lingkungan keluarga, dan peraturan tentang peningkatan ASI di RB tersebut. Sedangkan keberhasilan menyusui sangatlah dipengaruhi pelaksanaan rawat gabung itu sendiri, karena makin banyaknya program pelaksanaan rawat gabung dilaksanakan maka makin banyak pula keberhasilan menyusui akan tercapai. Makin sering ibu melakukan kontak fisik langsung dengan bayi maka akan membantu menstimulasi hormon prolaktin dalam memproduksi ASI. Hal ini diperkuat dalam kebijakan American Academy of Pediatrics (AAP) tahun 2005 serta Peraturan Daerah Kabupaten Klaten No.7 Tahun 2008 tentang Inisiasi Menyusu Dini dan Air Susu Ibu Eksklusif dalam pasal 5, ayat 3, BAB III.

Dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian oleh Rina Suparyanti (2001) dengan judul ” Pengaruh Program Rawat Gabung terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu-ibu Postpartum Primipara di RSUD dr.Sardjito Yogyakarta”, didapatkan hasil bahwa ibu-ibu post partum yang melaksanakan rawat gabung dipengaruhi oleh sikap ibu dalam

menyusui bayinya. Sedangkan pada penelitian Anis (2001) dengan judul ”Perbedaan Inisiasi Laktasi Ibu-ibu Rawat Gabung dan Non Rawat Gabung”, didapatkan hasil bahwa pogram rawat gabung sangatlah menunjang inisiasi laktasi. Dan pada penelitian Wahyuni (2006) dengan judul ” Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Praktek Ibu Menyusui di Unit Pelayanan Kebidanan Kabupaten Sukoharjo”, Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek ibu menyusui antara lain umur ibu, pendidikan, tempat tinggal, jumlah anak yang dilahirkan ibu, akses informasi pelayanan kesehatan, pengetahuan ibu serta sikap ibu terhadap petugas kesehatan. Sedangkan pada penelitian di RB Griya Husada, faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan menyusui, ditemukan pula faktor-faktor yang serupa dalam penelitian tersebut diatas. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan bahwa: 70 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 60-72

(12)

1. Responden di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten ada 20 orang (57,1%) yang melaksanakan rawat gabung dari 35 orang responden.

2. Responden di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten ada 16 orang (45,7%) yang berhasil menyusui dari 20 orang yang melaksanakan rawat gabung.

3. Ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan rawat gabung dengan keberhasilan menyusui di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten yakni ditunjukkan dengan harga chi square (X2) hitung 5,874 sedangkan harga chi square (X2) tabel pada db=2-1:1, pada taraf signifikan 0,05 adalah 3,481, hal ini berarti bahwa X2 hitung > X2 tabel.

B. Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kepada bidan untuk dapat terus melanjutkan program rawat gabung yang telah dijalankan selama ini dan untuk meningkatkan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan dalam program pelaksanaan rawat gabung serta terus memberikan manfaat ataupun tujuan program rawat gabung demi tercapainya keberhasilan menyusui. Sehingga bidan dapat

mencapai keberhasilan menyusui lebih banyak lagi dikarenakan banyaknya pula program pelaksanaan rawat gabung tersebut dilakukan oleh ibu-ibu post partum, di mana ibu-ibu tersebut telah diberikan pengarahan terlebih dahulu oleh bidan sebelum dilakukan program pelaksanaan rawat gabung, yaitu tentang tujuan, manfaat serta pelaksanaan rawat gabung itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, O. 2008. Asuhan Persalinan Normal. JNPK. Jakarta.

Anis. 2001. Perbedaan Inisiasi Laktasi ibu-ibu rawat gabung dan non rawat gabung. UNS.

Arikunto, S. 2007. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.

Aziz, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta. Dep. Kes. Direktorat Jenderal Bina

Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat. 2006. Manajemen Laktasi, Buku Panduan Bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas. Jakarta.

DinKes Jateng. 2007. Profil Dinkes Jateng.

http://www.dinkes.org/profil2007/

bab4.htm. 5 Maret 2009. Jam 8.20.

(13)

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Pilliheri, A. 2003. The Nursing role in Cearing for the family during the postnatal period, In: Maternal child healt Nursing, 4th ed, Lippincot Williams and Wilkins. Philadelphia: 670-91.

Roesli, U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Trubus Agiwidya. Jakarta.

_______. 2001. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda. Jakarta.

_______. 2008. Manfaat ASI dan Menyusui. FKUI. Jakarta.

Suradi, R. 2004. Manajemen Laktasi. Perinasia. Jakarta.

Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. YBPSP. Jakarta. 72 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 4, No. 8, Juni 2014, 60-72

Gambar

Tabel  7.  Hubungan  pelaksanaan  rawat  gabung  dengan  keberhasilan  menyusui  di  RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten tahun 2009

Referensi

Dokumen terkait

Dengan melihat adanya beberapa permasalahan di atas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang “Analisis dan Perancangan Sistem Aplikasi Pengolahan Nilai Raport pada

Kecerdasaan spiritual yang akan menyelaraskan antara kecerdasaan intelektual dan kecerdasan emosional yang akan berpengaruh terhadap suatu perilaku etis karena kecerdasaan

Kontruksi dari kopling ini dimana poros penggerak dengan poros yang digerakan diikat dengan satu tabung pengikatnya tidak mengalami gesekan atau  poros dapat berputar

Oleh karena itu, untuk menjamin keberhasilan penggunaan sediaan radioisotop 47 Sc perlu dilakukan analisis fisiko-kimia yang meliputi kejernihan, pH, kemurnian radionuklida dan

Riri Prima Yolanda, Sp.KFR menambahkan bahwa alat bantu belajar berjalan yang dirancang oleh Mustafa (2014) sudah baik tetapi perlu dilakukan perbaikan lagi

Kesimpulan dari penelitian adalah aplikasi sistem basis data help desk support ticketing system berbasis web dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari proses bisnis

Local area network (LAN) was introduced in the early 80's in the corporate and business environment.. The sending of information indirectly from one area to another area is part

bahwa masyarakat memerlukan pembiayaan dari Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) berdasarkan pada prinsip jual beli maupun akad lain yang pembayarannya kepada LKS dilakukan secara