• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Telaah Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah) Oleh: Muhlison Efendi *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peran Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Telaah Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah) Oleh: Muhlison Efendi *"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

(Telaah Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah)

Oleh: Muhlison Efendi*

Abstrak

Peningkatan mutu pendidikan harus bertumpu pada lembaga pendidikan itu sendiri untuk secara terus menerus dan berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasinya guna untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam hal ini kepala madrasah merupakan salah satu pihak yang paling berkompeten dalam peningkatan mutu pendidikan. Kepemimpinan kepala sekolah/madrasah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah/madrasah untuk dapat mewujudkan visi, misi, dan tujuan dan sasaran sekolah/madrasahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah/madrasah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah/madrasah. Dalam implementasi manajemen berbasis sekolah, kepala

sekolah/madrasah harus mampu berperan sebagai educator, manajer, administrator,

supervisor, leader, innovator, dan motivator.

Kata kunci:kepemimpinan kepala madrasah, mutu pendidikan, MBS

A.Pendahuluan

Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompetensi, baik kompetensi akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, yang secara menyeluruh disebut sebagai kecakapan hidup (life skill). Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang bermutu, baik quality in fact maupun quality in perception.1 Untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan, maka sekolah harus dapat melaksanakan pengelolaan yang didasarkan pada peningkatan mutu pendidikan sekolah.

Dalam meningkatkan mutu pendidikan, Bennet mengidentifikasi prinsip-prinsip mendasar tentang mutu, yaitu: (1) definisi kualitas lebih mengacu pada konsumen, bukan pada pemasok, (2) konsumen adalah

*Penulis adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)

Ponorogo Jawa Timur.

1H. Suderadjat, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Bandung: CV. Cipta

(2)

seseorang yang memperoleh produk atau layanan, seperti mereka yang secara internal dan eketernal terkait organisasi dan bukannya yang hanya hanya menjadi “pembeli” atau “pembayar”, (3) mutu harus mencukupi persyaratan kebutuhan dan standar, (4) mutu dicapai dengan mencegah kerja yang tidak memenuhi standar, bukannya dengan melacak kegagalan melainkan dengan peningkatan layanan dan produk yang terus menerus, (5) peningkatan mutu dikendalikan oleh manajemen tingkat senior, namun semua yang terlibat di dalam organisasi harus ikut bertanggung jawab, mutu harus dibangun di dalam setiap proses, (6) mutu diukur melalui proses statistik., (7) alat yang paling ampuh untuk menjamin terjalinnya mutu adalah kerjasama (tim) yang efektif, dan (8) pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang fundamental terhadap organisasi yang bermutu.2

Peningkatan mutu harus bertumpu pada lembaga pendidikan untuk secara terus menerus dan berkesinambungan meningkatkan kapasitas dan kemampuan organisasinya guna untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Dalam manajemen peningkatan mutu terkandung upaya: (1) mengendalikan proses yang berlangsung di lembaga pendidikan, baik kurikuler maupun administrasi, (2) melibatkan proses diagnose dan proses tindakan untuk menindak lanjiti diagnose, (3) peningkatan mutu harus di dasarkan atas data dan fakta, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, (4) peningkatan mutu harus dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan, (5) peningkatan mutu harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada dilembaga pendidikan, dan (6) peningkatan mutu memiliki tujuan yang menyatakan bahwa sekolah atau madrasah dapat memberikan kepuasan kepada peserta didik, orang tua dan masyarakat.3 Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, jelas bahwa kepala madrasah merupakan salah satu pihak yang paling berkompeten dalam peningkatan mutu pendidikan. Dengan demikian, peran dan fungsi kepala madrasah hendaknya benar-benar dimaksimalkan dan dioptimalkan sehingga akan terwujud pendidikan yang bermutu.

B. Kepemimpinan Kepala Madrasah 1. Pengertian Kepemimpinan

2N. Bennet, Crawford, M., & Riches, C., Managingange in Education: Individual and

Organization Perspectives, (London: Paul Chapman Publishing Co, 1992).

3W. Mantja, Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran, (Malang: Wineka Media,

(3)

Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu, yaitu tujuan bersama. Kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan tertentu. Lebih lanjut dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan ialah suatu ilmu dan seni mempengaruhi orang atau kelompok untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.4

Pengertian kepemimpinan dapat ditelaah dari berbagai segi, hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Prajudi Atmosudirdjo seperti yang dikutip oleh Ngalim Purwanto sebagai berikut:

1) kepemimpinan dapat dirumuskan sebagai suatu kepribadian (personality) seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk mencontohnya atau mengikutinya, yaitu yang memancarkan suatu pengaruh yang tertentu, suatu keikutan atau wibawa, yang demikian rupa sehingga membuat sekelompok orang-orang mau melakukan apa yang dihendakinya.

2) kepemimpinan dapat pula dipandang sebagai penyebab dari pada kegiatan-kegiatan, proses atau kesediaan untuk mengubah pandangan atau sikap (mental/fisik) dari pada kelompok orang-orang, baik dalam hubungan organisasi formal maupun informal.

3) kepemimpinan dapat pula diartikan suatu seni (art), kesanggupan

(ability) atau teknik (technique) untuk membuat sekelompok orang

bawahan dalam organisasi formal atau para pengikut atau simpatisan dalam organisasi informal mengikuti atau menaati segala apa yang dihendakinya, membuat mereka begitu antusias atau bersemangat untuk mengikutinya, atau bahkan mungkin berkorban untuknya.

4) kepemimpinan dapat pula dipandang sebagai suatu bentuk persuasi suatu seni pembinaan kelompok orarig-orang tertentu, biasanya melalui “human relations” dan motivasi yang tepat, sehingga mereka tanpa adanya rasa takut mau bekerja sama dan membanting tulang untuk memahami dan mencapai segala apa yang menjadi tujuan-tujuan organisasi.

5) kepemimpinan dapat pula dipandang sebagai suatu sarana, suatu instrumen atau alat, untuk membuat sekelompok orang-orang mau bekerja sama dan berdaya upaya menaati segala peraturan untuk

4Depdikbud, Panduan Manajemen Sekolah, (Jakarta: Direktorat Jendral Dikdasmen,

(4)

mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini, kepemimpinan dipandang sebagai dinamika suatu organisasi yang membuat orang-orang bergerak, bergiat, berdaya upaya suatu “kesatuan organisasi” untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.5

Berdasarkan pandangan di atas dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta merasa tidak terpaksa.

Dalam praktik organisasi kata memimpin, mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan, memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya. Kata “memimpin” mempunyai arti memberikan bimbingan, menuntun, mengarahkan dan berjalan di depan. Pemimpin berperilaku untuk membantu organisasi dengan kemampuan maksimal dalam mencapai tujuan.6

Sekolah/madrasah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian, secara sederhana kepala sekolah/madrasah dapat didefinisikan sebagai “seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah/madrasah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran”.7

2. Fungsidan Peran Pemimpin

Dalam hal ini Wahyosumidjo menguraikan, ada empat macam fungsi pokok seorang pemimpin, yaitu: pertama, mendefinisikan misi dan peranan organisasi (involves the definition of the institutional organizational mission and role).

Misi dan peranan organisasi hanya dapat dirumuskan atau didefinisikan dengan sebaik-baiknya, apabila seorang pemimpin memahami lebih dahulu asumsi struktural sebuah organisasi, yaitu: keberadaan organisasi terutama untuk mencapai tujuan yang telah

5Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2003), p. 25.

6Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah. (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2005), p. 18.

7Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Perum Balai Pustaka, 1998), p.

(5)

ditetapkan; dalam kehidupan suatu organisasi terdapat satu struktur yang tepat untuk tujuan, lingkungan, teknologi dan peserta/anggota; organisasi dapat bekerja paling efektif, apabila lingkungan pemegang jabatan dan pilihan pribadi dari para peserta/anggota didukung dengan norma-norma yang rasional; spesialisasi memungkinkan lingkup keahlian yang lebih tinggi dan penampilan pribadi; koordinasi dan pengendalian dicapai paling baik melalul pelaksanaan otoritas dan peraturan-peraturan yang impersonal; struktur dapat dirancang secara sistematik dan tepat dilaksanakan; problem organisasi biasanya mencerminkan adanya struktur yang tidak tetap dan dapat dipecahkan melalui rancangan dang reorganisasi; dan merupakan pengejawantahan tujuan organisasi (the

institutional embodiment of purpose). Dalam fungsi ini pemimpin harus

menciptakan kebijaksanaan ke dalam tatanan atau keputusan terhadap sarana unluk mencapai tujuan yang direncanakan.

Tujuan suatu organisasi adalah untuk menghasilkan suatu barang atau pelayanan. Merupakan proyeksi dari apa yang diinginkan, dicapai, dihasilkan dan diraih oleh suatu organisasi. Fungsi pengejawantahan tujuan organisasi berarti seorang pemimpin di samping paham tujuan dibentuknya organisasi juga memahami ciri-ciri organisasi sebagai sistem terbuka. Organisasi sebagai sistem terbuka atau sebagai sistem sosial, berarti organisasi melibatkan orang yang pada akhirnya organisasi ini bergantung kepada usaha orang-orang itu untuk tampil atau berperilaku.

Kedua, mempertahankan keutuhan organisasi (to defend the

organization's integration). Pemimpin mewakili organisasi kepada umum dan

kepada para stafnya, seperti halnya pemimpin, mencoba untuk mengajak para bawahan mengikuti keputusannya agar fungsi tersebut dapat dilaksanakan, ada beberapa asumsi pokok yang perlu dipahami oleh setiap pemimpin, yaitu: (a) organisasi diadakan untuk membantu kebutuhan kemanusiaan, dan manusia ada bukan untuk nmembantu keperluan otganisasi; (b) organisasi dan manusia saling memerlukan. Organisasi perlu pemikiran, gagasan, energi, dan yang diberikan oleh manusia. Sedang manusia perlu karier, gaji, kesempatan kerja yang diberikan oleh organisasi; (c) apabila keadaan yang sesuai yang diharapkan antara individu dan organisasi, adalah tidak baik (poor), satu di antaranya akan menderita. Akibatnya individu akan dieksploitasi, atau sebaliknya bergerak untuk mengeksploitasi organisasi, atau bisa kedua belah pihak saling mengeksploitasi; dan (d) apabila terjadi kecocokan keadaan antara individu dan organisasi baik, kedua-duanya akan memperoleh keuntungan (benefit). Individu mampu melaksanakan pekerjaan yang penuh arti dan memuaskan, membantu berbagai macam sumber yang diperlukan organisasi dalam mencapai tujuan.

(6)

Oleh sebab itu, tanpa koordinasi dan kontrol yang tepat, organisasi akan menjadi terpecah-pecah, terpenggal-penggal (fragmented) dan tidak efektif. Karena berbagai macam perbedaan konsep tentang organisasi baik dilihat dari aspek struktur, peranan, bentuk, serta faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh, maka prinsip keterkaitan (linkages) diperlukan untuk memberikan arah ke saling ketergantungan.

Orang dan unit kerja saling bergantung satu sama lain untuk bekerja. Organisasi melakukan koordinasi dan kontrul melalui dua cara, yaitu vertikal melalui otoritas dan peraturan, serta laterally, mendatar yaitu melalui pertemuan, task force, dan koordinasi khusns terhadap berbagai peraturan. Dengan demikian, betapa pentingnya peranan seorang pemimpin untuk mempertahankan keutuhan organisasi.

Ketiga, mengendalikan konflik internal yang terjadi di dalam organisasi (the ordering of internal conflict). Dalam kehidupan organisasi modern, konflik tidak bisa dihindarkan. Organisasi yang didefinisikan sebagai hal yang bersifat kolektif, dibentuk untuk mencapai sasaran yang spesifik.

Di samping sifat-sifat yang spesifik, organisasi juga memiliki berbagai macam fungsi, antara lain “organisasi sebagai alat perubahan”. Peranannya sebagai alat perubahan, berarti organisasi mempunyai pengaruh kuat terhadap tatanan sosial, dan berpengaruh pula terhadap para anggota organisasi. Akibatnya organisasi mendorong para anggotanya berbuat aktif dalam proses perubahan sosial.

Konflik timbul dapat bersumber pada faktor internal, seperti struktur organisasi yang tidak tepat, sumber daya manusia dan sebagainya, di samping faktor eksternal, yaitu adanya macam-macam perubahan dan perkembangan, seperti lingkungan, teknologi, organisasi, suasana politik, dan kepemimpinan.

Untuk itu seorang pemimpin harus berusaha untuk mengerti dan mempelajari segi-segi yang berkaitan dengan konflik, seperti proses terjadinya konflik, ciri-ciri konflik, sumber konflik, tingkat konflik, gaya manajemen konflik, serta peranan kepemimpinan dalam mengatasi konflik.

Konflik terjadi melalui suatu proses kondisi yang mendahului, konflik yang dapat dirasakan, konflik yang dapat diamati, konflik timbul, penyelesaian atau tekanan, dan akibat penyelesaian atau tekanan, dan akibat penyelesaian konflik.8

Dalam kaitannya dengan peran seorang pemimpin, Ngalim Purwanto menyimpulkan menjadi 13 macam, yaitu:

(7)

1) sebagai pelaksana (executive). Seorang pemimpin tidak boleh hanya memaksakan kehendak sendiri terhadap kelompoknya. la harus berusaha menjalankan/memenuhi kehendak dan kebutuhan kelompoknya, juga program atau rencana yang telah ditetapkan bersama.

2) sebagai perencana (planner). Seorang pemimpin yang baik harus pandai membuat dan menyusun perencanaan sehingga segala sesuatu yang diperbuatnya bukan secara ngawur saja, tetapi segala tindakan diperhitungkan dan bertujuan.

3) sebagai seorang ahli (expert), la haruslah mempunyai keahlian, terutama keahlian yang berhubungan dengan tugas jabatan kepemimpinan yang dipegangnya.

4) mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group

re-presentative), la harus menyadari bahwa-baik-buruk tindakannya di luar

kelompoknya mencerminkan bait-buruk kelompok yang dipimpinnya. 5) mengawasi hubungan antar anggota kelompok, (controller of internal

relationship). Menjaga jangan sampai terjadi perselisihan, dan berusaha

membangun hubungan yang harmonis dan menimbulkan semangat bekerja kelompok.

6) bertindak sebagai pemberi ganjaran/pujian dan hukuman (purveyor of

rewards and punishments). Ia harus dapat membesarkan hati

anggota-anggota yang giat bekerja dan banyak sumbangannya terhadap kelompoknya, dan berani pula menghukum anggota yang berbuat merugikan kelompoknya.

7) bertindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator, and mediator) Dalam menyelesaikan perselisihan ataupun menerima pengaduan-pengaduan' di antara anggota-anggotanya, ia harus dapat bertindak tegas, tidak pilih kasih ataupun mementingkan salah satu golongan.

8) merupakan bagian dari kelompok (exemplar). Pemimpin bukanlah seorang yang berdiri di luar atau di atas kelom-poknya. la merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kelompoknya. Dengan demikian, segala tindakan dan usahanya hendaklah dilakukan demi tujuan kelompoknya.

9) merupakan lambang kelompok (symbol of the group). Sebagai lambang kelompok, ia hendaknya menyadari bahwa baik-buruknya kelompok yang dipimpinnya tercermin pada dirinya.

10) pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya (surrogate for

individual responsibility), ia harus bertanggung jawab terhadap

(8)

11) sebagai pencipta/memiliki cita-cita (ideologis). Seorang pemimpin hendaknya mempunyai suatu konsepsi yang baik dan realistis sehingga, dalam menjalankan kepemimpinannya; mempunyai garis yang tegas menuju arah yang telah dicita-citakan.

12) bertindak sebagai seorang ayah (father figure). Tindakan pemimpin terhadap anak buah/kelompoknya hendaklah mencerminkan tindakan seorang ayah terhadap anak-anak/anggota keluarganya.

13) sebagai “kambing hitam” (scape goat). Seorang pemimpin haruslah menyadari bahwa dirinya merupakan tempat melemparkan kesalahan/keburukan yang terjadi di dalam kelompoknya. Oleh karena itu, dia harus pula mau dan berani turut bertanggung jawab tentang kesalahan orang lain/anggota kelompoknya.9

Oleh karena itu, dalam Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah

dinyatakan bahwa kinerja kepemimpinan madrasah adalah segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala madrasah dalam mengimplementasikan MBM untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Sehubungan dengan itu, kepemimpinan kepala madrasah yang efektif dapat dianalisis berdasarkan kriteria berikut ini: (a) mampu memberdayakan pendidik dan tenaga kependidikan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik, lancar, dan produktif; (b) dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan secara tepat waktu dan tepat sasaran; (c) mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan madrasah dan pendidikan; (d) mampu menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan pendidik dan tenaga kependidikan lain di madrasah; (e) bekerja secara kolaboratif dengan tim manajemen; dan (f) berhasil mewujudkan tujuan madrasah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.10

C.Peran Kepala Sekolah/Madrasah dalam Implementasi MBS

Kepala sekolah/madrasah adalah pimpinan tertinggi di sekolah/madrasah, di mana di dalamnya terdapat beberapa komponen antara lain: guru, siswa, staf personal lainnya, dan sebagainya. Sejalan dengan hal tersebut kepemimpinan kepala sekolah/madrasah dapat diartikan sebagai: “cara atau usaha kepala sekolah/madrasah dalam mempengaruhi, mendorong, membimbing, mengarahkan dan menggerakkan guru, staf, siswa, orang tua sisva dan pihak lain yang terkait,

9Ngalim Purwanto, Administrasi, pp. 65-66.

10Depag RI, Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan

(9)

untuk bekerja/berperan-serta guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan”.11

Dengan demikian, kepala sekolah/madrasah sebagai seorang pemimpin harus mampu mendorong timbulnya kemauan yang kuat dengan penuh semangat dan percaya din para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing; dan memberikan bimbingan dan mengarahkan para guru, staf dan para siswa serta memberikan dorongan memacu dan berdiri di depan demi kemajuan dan memberikan inspirasi sekolah/madrasah dalam mencapai tujuan.

Soebagio Atmodowirio mencatat, bahwa studi keberhasilan kepala sekolah/madrasah menunjukkan bahwa kepala sekolah/madrasah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah/madrasah. Bahkan lebih jauh studi tersebut menyimpulkan bahwa keberhasilan sekolah/madrasah adalah keberhasilan kepala sekolah/madrasah. Beberapa di antara kepala sekolah/madrasah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa, kepala sekolah/madrasah adalah merska yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah/madrasah mereka.12

Dengan demikian, kepemimpinan kepala sekolah/madrasah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah/madrasah untuk dapat mewujudkan visi, misi, dan tujuan dan sasaran sekolah/madrasahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah/madrasah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah/madrasah.13

Wahyosumidjo mencatat, sedikitnya ada lima sasaran pokok yang harus selalu dibina oleh setiap kepala sekolah/madrasah, yaitu: program pengajaran, kelompok guru, laboran, pustakawan dan tenaga administratif, kelompok siswa (kesiswaan), sarana, fasilitas dan prasarana, serta hubungan kerja sama antar sekolah dan masyarakat.14

Adapun kategori kepemimpinan kepala sekolah/madrasah diklasifikasikan ke dalam empat macam kategori pokok. Pertama, masalah kepemimpinan dan organisasi yang ditinjau dari kaidah-kaidah teoretik.

11Depag, Manajemen Madrasah, (Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, Proyek Pembinaan

Perguruan Agama Islam Tingkat Menengah, 2001), p. 9.

12Soebaggio Atmodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: Ardadizya Jaya,

2000), p. 82.

13Depag, Manajemen, p. 13.

(10)

Kedua, profil kepala sekolah yang dirraikan menurut tugas dan fungsi, serta keberadaan sekolah sebagai birokrasi, sistem sosial, sistem terbuka, agen perubahan, dan sekolah sebagai wawasan wiyatamandala. Ketiga, mengungkap tanggung jawab kepala sekolah dalam pembinaan terhadap program pengajaran, kesiswaan, staf, anggaran belanja, sarana dan prasarana sekolah, serta pembinaan hubungan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat. Keempat, usaha pembinaan kualitas kepemimpinan kepala sekolah.15 Adapun tesis ini hanya menfokuskan studi kepemimpinan kepala sekolah/madrasah pada klasifikasi yang pertana, yakni studi kepemimpinan kepala sekolah/madrasah ditinjau dari kaidah-kaidah teoretik manajemen.

Dari apa yang telah diuraikan tentang pendekatan kepemimpinan, menjadi makin jelas bagi kita betapa banyak gaya kepemimpinan yang dapat timbul oleh adanya beberapa macam pendekatan yang berbeda. Dalam hubungannya dengan kepemimpinan pendidikan, penulis berpendapat bahwa ketiga macam pendekatan-pendekatan sifat, perilaku, dan situasional, sangat diperlukan. Ketiga-tiganya merupakan variabel pokok yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan ketidakberhasilan dalam kepemimpinan pendidikan.

Pendekatan sifat-sifat sangat diperlukan dalam kepemimpinan pendidikan, mengingat bahwa kepala sekolah/madrasah dan guru-guru ataupun para pendidik lainnya perlu memiliki sifat-sifat yang baik yang sesuai dengan norma-norma yang dituntut oleh pendidikan. Sebagai pendidik, guru dan pendidik lainnya diharapkan dapat menjadi suri teladan, dapat memberikan contoh perilaku yang baik kepada anak-anak didiknya. Kepala sekolah/madrasah dituntut agar memiliki sifat-sifat yang baik untuk dapat memberikan bimbingan dan sekaligus memberi contoh kepada guru-guru dan para siswanya.

Pendekatan perilaku merupakan konsep kepemimpinan yang sesuai dengan prinsip-prinsip mendidik. Tidak seorang pun akan mengingkari bahwa salah satu fungsi pendidikan adalah mengubah tingkah laku, apakah itu tingkah laku siswa ataupun tingkah laku subjek didik lainnya. Setiap pendidik di dalam melakukan tugasnya perlu memperhatikan dan menyesuaikan diri dengan perilaku subjek didiknya, baik perilaku sebagai individu maupun perilaku kelompok.

Pendekatan situasional dalam kepemimpinan pendidikan tidak pula kalah pentingnya. Para pemimpin pendidikan, termasuk kepala sekolah/madrasah dan guru-guru, perlu menyadari bahwa tiap lembaga pendidikan memiliki situasi yang berbeda-beda sehingga memerlukan

(11)

perilaku kepemimpinan yang berbeda pula. Setiap guru yang berpengalaman akan mengetahui, bahwa setiap kelas memiliki semangat dan suasana yang berlain-lainan. Maka dengan demikian diperlukan cara pelayanan dan cara mengajar yang bervariasi.

Dengan mengetahui berbagai model dan gaya kepemimpinan, diharapkan para pemimpin pendidikan, khususnya kepala sekolah/madrasah, dapat memilih dan menerapkan perilaku kepemimpinan mana yang dipandang lebih efektif berdasarkan sifat-sifat, perilaku kelompok, dan kondisi serta situasi lembaga yang dipimpinnya.

Dalam kaitannya dengan peran kepemimpinan kepala sekolah/madrasah, Wahyosumidjo mencatat ada delapan rangkaian peran kepemimpinan kepala sekolah/madrasah, yaitu adil, memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan, sebagai katalisator, menciptakan rasa aman, sebagai wakil organisasi, sumber inspirasi, dan yang terakhir bersedia menghargai.

Pertama, dalam kehidupan sehari-hari kepala sekolah akan dihadapkan kepada sikap para guru, staf dan para siswa yang mempunyai latar belakang kehidupan kepentingan serta tingkat sosial budaya yang berbeda sehingga tidak mustahil terjadi konflik antar individu bahkan antar kelompok. Dalam menghadapi hal semacam itu kepala sekolah harus bertindak aril, bijaksana, adil, tidak ada pihak yang dikalahkan atau dianakemaskan. Dengan kata lain, sebagai seorang pemimpin kepala sekolah harus dapat memperlakukan sama terhadap orang-orang yang menjadi bawahannya, sehingga tidak terjadi diskriminasi, sebaliknya dapat diciptakan semangat kebersamaan di antara mereka yaitu guru, staf dan para siswa (arbritrating).

Kedua, sugesti atau saran sangat diperlukan oleh para bawahan dalam melaksanakan tugas. Para guru, staf dan siswa suatu sekolah hendaknya selalu mendapatkan saran, anjuran dari kepala sekolah sehingga dengan saran tersebut selalu dapat memelihara bahkan meningkatkan semangat, rela berkorban, rasa kebersamaan dalam melaksanakan tugas masing-masing (suggesting).

Ketiga, dalam mencapai tujuan setiap organisasi memerlukan dukungan, dana, sarana dan sebagainya. Demikian pula sekolah sebagai suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah digariskan memerlukan berbagai dukungan. Kepala sekolah bertanggung jawab untuk memenuhi atau menyediakan dukungan yang diperlukan oleh para guru, staf, dan siswa, baik berupa dana, peralatan, waktu, bahkan suasana yang mendukung. Tanpa adanya dukungan yang disediakan oleh kepala sekolah, sumber daya manusia yang ada tidak mungkin melaksanakan tugasnya dengan baik (supplying; objectives).

(12)

Keempat, kepala sekolah berperan sebagai katalisator, dalam arti mampu menimbulkan dan menggerakkan semangat para guru, staf dan siswa dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Patah semangat, kehilangan kepercayaan harus dapat dibangkitkan kembali oleh para kepala sekolah (catalysing). Sesuai dengan misi yang dibebankan kepada sekolah, kepala sekolah harus mampu memb«rwa perubahan sikap perilaku, intelektual anak didik Sesuai dengan tujuan pendidikan.

Kelima, rasa aman merupakan salah satu kebutuhan setiap orang baik secara individu maupun kelompok. Oleh sebab itu, seorang kepala sekolah sebagai pemimpin harus dapat menciptakan rasa aman di dalam lingkungan sekolah, sehingga para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugasnya merasa aman, bebas dari segala perasaan gelisah, kekhawatiran, serta memperoleh jaminan keamanan dari kepala sekolah (providing security).

Keenam, seorang kepala sekolah selaku pemimpin akan menjadi pusat perhatian, artinya semua pandangan akan diarahkan ke kepala sekolah sebagai orang yang mewakili kehidupan sekolah di mana, dan dalam kesempatan apa pun. Oleh sebab itu, penampilan seorang kepala sekolah harus selalu dijaga integritasnya, selalu terpercaya, dihormati baik sikap, perilaku maupun perbuatannya (representing).

Ketujuh, kepala sekolah pada hakikatnya adalah sumber semangat bagi para guru, staf dan siswa. Oleh sebab itu, kepala sekolah harus selalu membangkitkan semangat, percaya diri terhadap para guru, staf dan siswa, sehingga mereka menerima dan memahami tujuan sekolah secara antusias, bekerja secara bertanggungjawab ke arah tercapainya tujuan sekolah (inspiring).

Kedelapan, setiap orang dalam kehidupan organsisasi baik secara pribadi maupun kelompok, apabila kebutuhannya diperhatikan dan dipenuhi. Untuk itu kepala sekolah diharapkan selalu dapat menghargai apa pun yang dihasilkan oleh para mereka yang menjadi tanggungjawabnya. Penghargaan dan pengakuan ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti kenaikan pangkat, fasilitas, kesempatan mengikuti pendidikan dan sebagainya (praising).

Di samping itu, seorang kepala yang ingin mendapat pengakuan sebagai pemimpin haruslah menjalankan fungsi-fungsi pemimpin yang lain, seperti tidak hanya bertanggungjawab terhadap pihak ketiga/atasannya, tetapi juga bertanggungjawab terhadap kelompoknya. Dia harus benar-benar merasa dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kelompoknya. Dia berusaha memperoleh kepercayaan dan

(13)

pengakuan kelompoknya, bertindak atas nama dan demi kepentingan/kebutuhan kelompok yang dipimpinnya.16

Menurut pandangan kepemimpinan yang kuno, yang dipilih sebagai pemimpin ialah orang yang memiliki segala kelebihan dari orang-orang yang lain, seperti orang yang terkuat, paling pemberani, terpandai, paling banyak makan garam, dan sebagainya. Pemimpin dianggap orang yang terpandai tentang segala sesuatu yang ada hubungannya dengan kebutuhan kelompok, dan pemimpin itu sendiri harus pandai melakukannya (pandai berburu, cakap dan berani berperang, pandai mengemudikan perahu layar, dan lain-lain).

Di zaman modern seperti sekarang ini, tidak mungkin lagi seorang kepala atau pemimpin menjalankan semua peranan yang diperlukan oleh kelompoknya. Kecakapan seorang pemimpin pada dewasa ini terutama terletak pada kecakapan memilih pembantu-pembantu (orang yang mempunyai keahlian tertentu sehingga dapat menjalankan peranan tertentu dalam rangka keseluruhan, kecakapan membentuk suatu tim berkeahlian tertentu, yang dapat memenuhi kebutuhan anggota-anggota kelompoknya.

Mulyasa menyatakan bahwa kepala sekolah/madrasah merupakan "the key person" keberhasilan peningkatan kualitas pendidikan di sekolah/madrasah. la adalah orang yang diberi tanggungjawab untuk mengelola dan memberdayakan berbagai potensi masyarakat serta orang tua untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan pendidikan Islam di sekolah/madrasah. Oleh karena itu, kepala sekolah/madrasah harus memiliki visi, misi, dan wawasan yang luas tentang sekolah/madrasah yang efektif serta kemampuan profesional dalam mewujudkannya melalui perencanaan, kepemimpinan, managerial, dan supervisi pendidikan. Ia juga dituntut untuk menjalin kerjasama yang harmonis dengan berbagai pihak yang terkait dengan program pendidikan di sekolah/madrasah.

Singkatnya, dalam implementasi MBS kepala sekolah/madrasah harus mampu berperan sebagai educator, manajer, administrator, supervisor,

leader, innovator, dan motivator. Masing-masing peran ini dapat dijelaskan

sebagai berikut:

a. Kepala sekolah/madrasah sebagai educator (pendidik)

Dalam melakukan fungsinya sebagai educator, kepala sekolah/madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di lingkungannya. Menciptakan iklim sekolah/madrasah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah/madrasah, memberikan dorongan kepada si tenaga kependidikan,

(14)

serta melaksanakan model pelajaran yang menarik, seperti team teaching,

moving class, mengadakan program akselerasi (acceleration) bagi peserta didik

yang cerdas di atas normal.

Sebagai educator, kepala sekolah/madrasah harus senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Dalam hal ini faktor pengalaman akan sangat nempengaruhi profesionalisme kepala sekolah/madrasah, terutama dalam mendukung terbentuknya pemahaman tenaga kependidikan terhadap pelaksanaan tugasnya. Pengalaman semasa menjadi guru, menjadi wakil kepala sekolah/madrasah, atau menjadi anggota organisasi kemasyarakatan sangat mempengaruhi kemampuan kepala sekolah/madrasah dalam melaksanakan pekerjaannya, demikian halnya pelatihan dan penataran yang pernah diikutinya.

Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0296/U/1996, merupakan landasan penilaian kinerja kepala sekolah. Kepala sekolah/madrasah sebagai educator harus memiliki kemampuan untuk membimbing guru, membimbing tenaga kependidikan non-guru, membimbing peserta didik, mengembangkan tenaga kependidikan, mengikuti perkembangan iptek dan memberi contoh mengajar.17

b. Kepala sekolah/madrasah sebagai manajer

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai: manajer, kepala sekolah/madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan dalam berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah/madrasah.

Pertama; memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama atau kooperatif dimaksudkan bahwa dalam peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah harus mementingkan kerjasama dengan tenaga kependidikan dan pihak lain yang terkait dalam melaksanakan setiap kegiatan. Sebagai manajer kepala sekolah/madrasah harus mau dan mampu mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah/madrasah dalam rangka mewujudkan visi, misi dan mencapai tujuan. Kepala sekolah/madrasah harus mampu bekerja melalui orang lain (wakil-wakilnya), serta berusaha untuk senantiasa mempertanggung-jawabkan setiap tindakan. Kepala sekolah/madrasah harus mampu menghadapi berbagai persoalan di sekolah/madrasah, berpikir secara analitik dan konseptual, dan harus

(15)

senantiasa berusaha untuk menjadi juru penengah dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi oleh para tenaga kependidikan yang menjadi bawahannya, serta berusaha untuk mengambil keputusan yang memuaskan bagi semua.

Kedua, memberi kesempatan kepada para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, sebagai manager kepala sekolah/madrasal harus meningkatkan profesi secara persuasif dari hati ke hati. Dalam hal ini, kepala sekolah/madrasah harus bersikap demokratis dan memberikan kesempatan kepada seluruh kependidikan untuk mengembangkan potensinya secara. Misalnya memberi kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan profesinya melalui berbagai penataran dan lokakarya sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Ketiga, mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan, dimaksudkan bahwa kepala harus berusaha untuk mendorong keterlibatan semua tenaga kependidikan dalam kegiatan di sekolah/madrasah (partisipatif). Dalam hal ini, kepala sekolah/madrasah bisa berpedoman pada asas tujuan, asas keunggulan, mufakat, asas kesatuan, asas persatuan, asas empiris, asas keakraban, dan asas integritas.18

c. Kepala sekolah/madrasah sebagai administrator

Kepala sekolah/madrasah sebagai administrator memiliki hubungan yang sangat sangat erat dengan berbagai aktivitas pengolahan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan dan pendokumenan seluruh program sekolah/madrasah. Secara spesifik, kepala sekolah/madrasah harus memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi peserta didik, mengelola administrasi personalia, mengelola administrasi sarana dan prasarana, mengelola administrasi kearsipan, dan mengelola administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah/madrasah. d. Kepala sekolah/madrasah sebagai supervisor

Kegiatan utama pendidikan di sekolah/madrasah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah/madrasah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah/madrasah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.

Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah/madrasah; agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih unik pada

(16)

orang tua peserta didik dan sekolah/madrasah, serta berupaya menjadikan sekolah/madrasah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif.

Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah/madrasah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi pendidikan modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independen, dan dapat meningkatkan objektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugasnya.

Supervisi pembinaan profesional guru dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru dalam melaksanakan tugas pokoknya sehari-hari di sekolah/madrasah, yaitu mengelola proses belajar-mengajar dengan segala aspek pendukungnya sehingga berjalan dengan baik supaya tujuan pembelajaran khususnya dan tujuan pendidikan dasar umumnya tercapai secara optimal.

Pada prinsipnya setiap tenaga kependidikan (guru) harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah/madrasah dapat meminta bantuan wakilnya atau guru senior untuk membantu melaksanakan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah/madrasah sebagai supervisor antara lain dapat ditunjukkan oleh (1) meningkatkan kesadaran tenaga kependidikan (guru) untuk meningkatkan kinerjanya, dan (2) meningkatnya keterampilan tenaga kependidikan (guru) dalam melaksanakan tugasnya.19

e. Kepala sekolah/madrasah sebagai leader

Kepala sekolah/madrasah sebagai leader harus mampu memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo mengemukakan bahwa kepala sekolah/madrasah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah/madrasah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah/madrasah, kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan berkomunikasi. Kepribadian kepala sekolah/madrasah sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat: jujur, percaya diri, tanggung jawab, berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil, dan teladan.

Pengetahuan kepala sekolah/madrasah terhadap tenaga kependidikan akan tercermin dalam kemampuan: memahami kondisi tenaga kependidikan (guru dan non-guru), memahami kondisi dan

(17)

karakteristik peserta didik, menyusun program pengembangan tenaga kependidikan, dan menerima masukan, saran dan kritikan dari berbagai pihak untuk nreningkatkan kepemimpinannya.

Pemahaman terhadap visi dan misi sekolah akan tercermin dari kemampuannya untuk: mengembangkan visi sekolah, mengembangkan misi sekolah/madrasah, dan melaksanakan program untuk mewujudkan visi dan misi ke dalam tindakan.

Kemampuan mengambil keputusan akan tercermin daya kemampuannya dalam mengambil keputusan bersama tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, mengambil keputusan untuk kepentingan internal sekolah/madrasah, dan mengambil keputusan untuk kepentingan eksternal sekolah/madrasah.

Kemampuan berkomunikasi akan tercermin dari kemampuannya untuk (1) berkomunikasi secara lisan dengan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, (2) menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, (3) berkomunikasi secara lisan dengan peserta didik, (4) berkomunikasi secara lisan dengan orang tua dan masyarakat sekitar lingkungan sekolah/madrasah.

Dalam impelementasinya, kepala sekolah/madrasah sebagai leader

dapat dianalisis dari tiga sifat kepemimpinan, yakni demokratis, otoriter,

laissez-faire. Ketiga sifat tersebut sering dimiliki secara bersamaan oleh

seorang leader, sehingga dalam melaksanakan kepemimpinannya, sifat-sifat tersebut muncul secara situasional. Oleh karena itu, kepala sekolah/madrasah sebagai leader mungkin bersifat demokratis, otoriter, dan mungkin bersifat laissez-faire.

Meskipun kepala sekolah/madrasah ingin selalu bersifat demokratis, namun seringkali situasi dan kondisi menuntut untuk bersikap lain; misalnya harus otoriter. Dalam hal tertentu sifat kepemimpinan otoriter lebih cepat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan.

Dengan dimilikinya ketiga sifat tersebut oleh seorang kepala sekolah/madrasah sebagai leader, maka dalam menjalankan roda kepemimpinannya di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah dapat menggunakan strategi yang tepat, sesuai dengan tingkat kematangan para tenaga kependidikan, dan kombinasi yang tepat antara perilaku tugas dan perilaku hubungan. Strategi tersebut dapat dilaksanakan dalam gaya mendikte, menjual, melibatkan, dan mendelegasikan.

Lebih lanjut Mulyasa menjelaskan bahwa kepala sekolah/madrasah sebagai leader harus rnampu memberikan petunjuk, dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi dua

(18)

arah dan mendelegasikan tugas.20 Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah/madrasah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap kependidikan, visi dan misi sekolah/madrasah, kemampuan mengambil keputusan dan kempuan berkomunikasi.21

f. Kepala sekolah/madrasah sebagai innovator

Dalam rangka melakukan peran dan fungsinya sebagoi innovator, kepala sekolah/madrasah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan sekolah/madrasah, dan mengembangkan model-model pembelajari yang inovatif.

Kepala sekolah/madrasah sebagai innovator akan tercermin daril cara-cara ia melakukan pekerjaannya secara konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin, serta adaptabel dan fleksibel.

1) konstrukstif, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah harus berusaha mendorong dan membina setiap tenaga kependidikan agar dapat berkembang secara optimal dalam melakukan tugas-tugas yang diembankan kepada masing-masing tenaga kependidikan.

2) kreatif, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah harus berusaha mencari gagasan dan cara-cara baru dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini dilakukan agar para tenaga kependidikan dapat memahami apa-apa yang disampaikan oleh kepala sekolah/madrasah sebagai pimpinan, sehingga dapai mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi sekolah/madrasah.

3) delegatif, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah harus berupaya mendelegasikan tugas kepada tenaga kependidikan sesuai dengan deskripsi tugas, jabatan serta kemampuan masing-masing.

4) integratif, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah harus berusaha mengintegrasikan semua kegiatan sehingga dapat menghasilkan sinergi untuk mencapai, tujuan sekolah/madrasah secara efektif, efisien dan produktif.

20E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah/madrasah. (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2003), p. 115.

(19)

5) rasional dan objektif, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah harus berusaha bertindak berdasarkan pertimbangan rasio dan objektif.

6) pragmatis, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah harus berusaha menetapkan kegiatan atau target berdasarkan kondisi dan kemampuan nyata yang dimiliki oleh setiap tenaga kependidikan, serta kemampuan yang dimiliki sekolah/madrasah.

7) keteladanan, dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, kepala sekolah/madrasah harus berusaha memberikan teladan dan contoh yang baik.

8) adaptabel dan fleksibel, dimaksudkan bahwa dalam, meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah, kepala sekolah/madrasah harus mampu beradaptasi dan fleksibel dalam menghadapi situasi baru, serta berusaha menciptakan situasi kerja yang menyenangkan para tenaga kependidikan untuk beradaptasi dalam melaksanakan tugasnya.22

g. Kepala sekolah/madrasah sebagai motivator

Sebagai motivator, kepala sekolah/madrasah harus memiliki strategi yang epat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).

Pengaturan lingkungan fisik. Lingkungan yang kondusif akan menumbuhkan motivasi tenaga kependidikan alam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kepala sekolah/madrasah harus mampu membangkitkan motivasi tenaga kependidikan agar dapat melaksanakan tugas secara optimal. Pengaturan lingkungan fisik tersebut antara lain mencakup ruang kerja yang kondusif, ruang belajar, ruang perpustakaan, uang laboratorium, bengkel, serta mengatur lingkungan sekolah yang nyaman dan menyenangkan.

Pengaturan suasana kerja seperti halnya iklim fisik, suasana kerja yang tenang dan menyenangkan juga akan meningkatkan kinerja para tenaga kependidikan. Untuk itu, kepala sekolah/madrasah harus mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis dengan para tenaga

(20)

kependidikan, serta menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang aman dan menyenangkan.

Disiplin dimaksudkan bahwa dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah/madrasah kepala sekolah/madrasah harus berusaha menanamkan disiplin kepada semua awahannya. Melalui disiplin ini diharapkan dapat tercapai tujuan secara efektif dan efisien, serta dapat meningkatkan produktifitas sekolah/madrasah.

Dorongan; Keberhasilan suatu organisasi atau lembaga dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang datang dari dalam maupun yang datang dari lingkungan. Dari berbagai faktor tersebut, motivasi merupakan suatu faktor yang cukup dominan dan dapat menggerakkan faktor-faktor lain ke arah efektifitas kerja, bahkan motivasi sering disamakan dengan mesin dan kemudi mobil, yang berfungsi sebagai penggerak dan pengarah.23

D.Penutup

Kinerja kepemimpinan madrasah adalah segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dapat dicapai oleh kepala madrasah dalam mengimplementasikan manajemen berbasis sekolah untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam menganalisis kepemimpinan kepala madrasah yang efektif, antara lain: (a) mampu memberdayakan pendidik dan tenaga kependidikan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik, lancar, dan produktif; (b) dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan secara tepat waktu dan tepat sasaran; (c) mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujudkan tujuan madrasah dan pendidikan; (d) mampu menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan pendidik dan tenaga kependidikan lain di madrasah; (e) bekerja secara kolaboratif dengan tim manajemen; dan (f) berhasil mewujudkan tujuan madrasah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Pada tahap selanjutnya, dalam implementasi manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah/madrasah harus mampu berperan sebagai educator, manajer, administrator, supervisor, leader, innovator, dan motivator. Selain itu, dalam kaitannya dengan peran kepemimpinan kepala sekolah/madrasah, ada delapan rangkaian peran kepemimpinan kepala sekolah/madrasah, yaitu adil, memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan, sebagai

(21)

katalisator, menciptakan rasa aman, sebagai wakil organisasi, sumber inspirasi, dan yang terakhir bersedia menghargai.

(22)

Daftar Pustaka

Atmodiwirio, Soebaggio, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Ardadizya Jaya, 2000.

Bennet, N., Crawford, M., & Riches, C., Managingange in Education:

Individual and Organization Perspectives, London: Paul Chapman

Publishing Co, 1992.

Depag RI, Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Islam, 2005.

Depag, Manajemen Madrasah, Jakarta: Dirjen Binbaga Islam, Proyek Pembinaan Perguruan Agama Islam Tingkat Menengah, 2001. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Perum Balai Pustaka,

1998.

Depdikbud, Panduan Manajemen Sekolah, Jakarta: Direktorat Jendral Dikdasmen, 1998.

Mantja, W., Manajemen Pendidikan dan Supervisi Pengajaran, Malang: Wineka Media, 2002.

Mulyasa, E., Manajemen Berbasis Sekolah/Madrasah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.

Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.

Suderadjat, H., Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Bandung: CV. Cipta Cekas Grafika, 2005.

Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah/Madrasah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.

Referensi

Dokumen terkait

Biasanya dalam menuliskan network prefix suatu kelas IP Address digunakan tanda garis miring (Slash) “/”, diikuti dengan angka yang menunjukan panjang network prefix ini dalam

Setiap pendapatan investasi yang direalisasi dan yang belum direalisasi dilaporkan pada baris nomor 20, 21, dan 22 tercantum dalam Lampiran I yang merupakan

bentuk gaya bahasa asonansi dalam satu baris yang sama ditemukan dalam catatan harian Catatan Najwa karya Najwa Shihab yaitu dengan bunyi vokal /a/, /i/, dan /u/

perasaan aman, diperhatikan dan dihargai oleh orang lain akan membuat harga.. diri lansia menjadi positif, sesuai pula dengan teori yang dintiuk penulis

Aduh!” Bimo, si ketua kelas dan anak paling pandai, mendapat hukuman sebab tidak bisa menjawab pertanyaan tentang Papua dari Pak Soni. Ia pun mendapat tugas untuk menerangkan

Andiri Mata Oleo itu seorang gadis yang sejak bayi diangkat anak oleh raksasa perempuan. Gadis itu tidak menyadari bahwa dia selalu hadir dalam mimpi-mimpi seorang pemuda

Prinsip dari metode ini yaitu curah hujan pada suatu wilayah di.. antara dua Isohyet sama dengan rata-rata curah hujan dari

Anak anak yang tinggal di SOS Kinderdorf, tidak memiliki orang tua yang bisa menjadi model peran untuk mereka tiru dan yang dapat mengajarkan nilai nilai sosial pada anak anaknya,