• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KADAR LAKTAT ANTARA PROPOFOL-FENTANIL DENGAN ISOFLURAN-FENTANIL PADA OPERASI KRANIOTOMI CEDERA OTAK SEDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN KADAR LAKTAT ANTARA PROPOFOL-FENTANIL DENGAN ISOFLURAN-FENTANIL PADA OPERASI KRANIOTOMI CEDERA OTAK SEDANG"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN KADAR LAKTAT ANTARA

PROPOFOL-FENTANIL DENGAN ISOFLURAN-FENTANIL PADA OPERASI KRANIOTOMI CEDERA OTAK SEDANG

COMPARISON OF LACTATE VALUE BETWEEN

PROPOFOL-FENTANIL WITH ISOFLURANE-FENTANIL DURING CRANIOTOMY MODERATE TRAUMATIC BRAIN INJURY

Harsakti Rasyid1, Husni Tanra1, Syafruddin Gaus1, Ilhamjaya P.2

1

Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,Universitas Hasanuddin, Makassar

2

Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat korespondensi: dr. Harsakti Rasyid Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar, 90233 HP: 085299093477 Email: harsakti_hs@yahoo.com

(2)

Abstrak

Cedera otak menimbulkan gangguan beberapa sistem tubuh dan sering menyebabkan iskemia. Laktat terbentuk dari metabolisme anaerob glukosa otak akibat kurangnya oksigen. Penelitian ini bertujuan membandingkan kadar laktat antara propofol-fentanil dengan isofluran-fentanil pada operasi kraniotomi cedera kepala sedang. Dilakukan penelitian eksperimental secara acak tersamar tunggal terhadap 42 pasien yang menjalani prosedur kraniotomi cedera kepala sedang. Subyek penelitian dibagi dalam dua kelompok, pertama yang mendapat pemeliharaan anestesi propofol 6 mg/kgBB/jam dan fentanil 1 mcg/kgBB/jam (n=21) dan kelompok kedua mendapat pemeliharaan isofluran 1 vol% dan fentanil 1 mcg/kgBB/jam (n=21). Dilakukan pemeriksaan kadar laktat vena pra bedah, setelah intubasi, setelah kraniotomi, dan setelah ekstubasi. Data diuji berdasarkan Shapiro Wilk, bila distribusi data normal diuji dengan independent T test dan bila distribusi tidak normal dilakukan transformasi data dengan fungsi log. Tingkat kepercayaan 95% dengan kemaknaan p<0,05. Hasil penelitian menunjukkan kadar laktat pada pemeliharaan anestesi propofol 6 mg/kgBB/jam dan fentanil 1 mcg/kgBB/jam lebih rendah setelah intubasi, setelah kraniotomi, dan setelah ekstubasi dan secara statistik bermakna (p<0,05) jika dibandingkan dengan pemeliharaan isofluran 1 vol% dan fentanil 1 mcg/kgBB/jam.

Kata kunci : Laktat, propofol, isofluran, kraniotomi, cedera otak sedang

Abstract :

Traumatic brain injury usually as a multiple system disorder causes ischemia. Anaerobic metabolism of glucose produce lactate as a result of lack of oxygen. This study aimed to compare lactate value between propofol-fentanil with isoflurane-fentanil during craniotomy moderate traumatic brain injury. Conducted an experimental study of single-blind randomized 42 patients undergo craniotomy moderate traumatic brain injury. Subjects were divided into two group, first received propofol 6 mg/kgBB/h and fentanyl 1 mcg/kgBB/h (n=21) as a anesthetic maintenance and the second received isoflurane 1 vol% and fentanyl 1 mcg/kgBB/h (n=21). Blood sampling of lactate vein underwent pra surgery, after intubation, after craniotomy, and after extubation. Data were tested with Shapiro Wilk, normally distribution data were tested with independent T test and abnormally distribution data transformed with log function. 95% confidence level with a significance p <0.05. The result showed lactate value of anesthesia maintained by propofol 6 mg/kgBB/h and fentanyl 1 mcg/kgBB/h lower than isoflurane 1 vol% and fentanyl 1 mcg/kgBB/h at the time after intubation, after craniotomy, and after extubation where statistically significant (p<0,05)

(3)

PENDAHULUAN

Peningkatan angka insidensi cedera otak di negara berkembang antara lain karena meningkatnya kuantitas sarana transportasi tanpa disertai peningkatan kualitas dan kurangnya disiplin pengguna jalan itu sendiri. Cedera otak akibat kecelakaan lalu lintas pada umumnya berupa multiple system disorders sehingga penanganannya harus secara holistik. Pemahaman menyangkut variabilitas luaran cedera otak membutuhkan kajian yang cermat dan mendalam untuk mengungkapkan hubungan antara beratnya cedera awal dan luaran, serta pemahaman bahwa cedera otak merupakan awal dari suatu proses yang bersifat dinamis (Adhimarta dkk., 2009).

Cedera otak dapat menyebabkan pengaruh langsung (cedera primer) dan tidak langsung (cedera sekunder). Cedera sekunder terjadi setelah trauma yang dsebabkan karena efek sistemik (hipoksemia, hiperkapnia, hipotensi, anemia, hipoglikemia, hiponatremia, hipertermi, sepsis, koagulopati, dan hipetensi) dan intrakranial (epidural/subdural hematom, kontusio, peningkatan tekanan intrakranial [TIK], edema serebral, vasospasme, infeksi intrakranial, hiperemia, dan epilepsi post trauma) (Bisri, 2012).

Trauma sendiri dapat memicu kaskade molekuler yang menimbulkan kematian sel. Trauma juga menimbulkan iskemia karena peningkatan TIK, kolaps kardiovaskuler, hipoksia, dan hal-hal yang menyebabkan tidak adekuatnya Tekanan Perfusi Otak (TPO=CPP [Cerebral Perfution Pressure]) (Bisri, 2012). Iskemia mengurangi produksi energi akibat penghambatan fosforilasi oksidasi. Sehingga glikolisis terjadi secara anaerobik yang mengubah piruvat menjadi laktat. Proses ini juga menghasilkan ion hidrogen (H+) yang menyebabkan asidosis intraselluler (Kass dkk., 2010). Aktivitas pompa ion tergantung ATP berkurang, natrium (Na+) dan kalsium (Ca++) intrasel meningkat, sedangkan kalium (K+) intrasel berkurang. Hal ini menyebabkan neuron depolarisasi dan mengeluarkan glutamate (Bisri, 2012).

Mengendalikan TIK dan volume otak, melindungi jaringan saraf dari iskemia dan cedera, serta mengurangi perdarahan merupakan tujuan Ahli Anestesi (Bisri, 2012). Efek obat terhadap Aliran Darah Otak (ADO=CBF [Cerebral Blood Flow]),

(4)

Volume Darah Otak (VDO=CBV[Cerebral Blood Volume]), TIK, Cairan Serebro Spinal (CSS=CSF[Cerebro Spinal Fluid]), dan autoregulasi harus diperhatikan. Agen anestesi pada bedah saraf yang ideal memiliki kerakteristik dapat mengatur interaksi ADO dan metabolisme, autoregulasi serebrovaskuler intak, tidak meningkatkan VDO atau TIK, bersifat proteksi otak, dan dapat mencegah kejang (Engelhard dkk., 2006).

Anestesi inhalasi memiliki dual effect pada pembuluh darah serebral. Pada konsentrasi rendah bersifat vasokonstriksi dan peningkatan konsentrasi akan menimbulkan efek vasodilatasi sehingga meningkatkan ADO dan VDO dan meningkatkan TIK (Bisri, 2012). Anestesi intravena seperti propofol menurunkan ADO, TIK, dan CMRO2 (Kass dkk., 2010). Selama kraniotomi reseksi tumor otak,

TIK lebih rendah pada propofol-fentanil dibandingkan dengan isofluran-fentanil atau sevofluran-fentanil (Engelhard dkk., 2006)

Pengelolaan anestesi untuk pasien bedah saraf berdasarkan pada pengetahuan efek obat pada fisiologi sistem saraf pusat (SSP). Gabungan obat anestesi tertentu mempunyai pengaruh pada hemodinamik serebral, metabolisme serebral, dan TIK untuk memberikan kondisi operasi yang baik serta meningkatkan luaran(Bisri, 2012). Peranan laktat sebagai prediktor luaran cedera otak tertutup telah banyak diteliti. Penelitan mengungkapkan dinamika gula darah, laktat, dan Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) serum menggambarkan perubahan dinamis pada metabolisme otak, berkurangnya laju metabolisme dan timbulnya krisis energi (Widodo dkk., 2010). Peningkatan laktat sebagai gambaran cedera hipoksia-iskemia akan memberikan gambaran klinik kejang dan fungsi neurologis abnormal (Makaroff dkk., 2005).

Pada pasien dengan peningkatan TIK, propofol merupakan pilihan utama dibandingkan sevofluran. Sevofluran merupakan anestesi inhalasi terbaik untuk anestesi inhalasi bedah saraf (Engelhard dkk., 2006). Efek neuroproteksi propofol sampai tiga hari setelah iskemia (Bayona dkk., 2004). Propofol dapat menekan peningkatan glukosa darah dibandingkan isofluran sedangkan respon kortisol dan insulin tidak berbeda bermakna pada operasi kraniotomi tumor supratentorial (Cok

(5)

dkk., 2011). Peningkatan laktat arteri berhubungan dengan peningkatan ambilan laktat dan laktat serebral. Bersamaan dengan itu glukosa serebral menurun (Meierhans dkk., 2012). Dari keempat penelitian tersebut dijelaskan bahwa propofol merupakan pilihan utama pada pasien dengan TIK meningkat, mempunyai efek proteksi otak, menekan peningkatan glukosa darah.

Telah diteliti perbandingkan kadar laktat darah pasien cedera otak ringan, sedang, dan berat. Didapatkan kadar laktat rerata pada penderita cedera otak ringan 1,59 mmol/L, penderita cedera otak sedang 3,15 mmol/L, dan penderita cedera otak berat 3,25 mmol/L. Penelitian ini menyimpulkan terdapat hubungan antara kadar laktat darah dengan tingkat cedera otak, semakin berat cedera otak, kadar laktat darah akan semakin meningkat. Demikian pula hasil CT-scan kepala memperlihatkan semakin berat kerusakan parenkim otak, semakin tinggi kadar laktat darah (Arifin dkk., 2011). Tujuan penelitian ini membandingkan kadar laktat antara propofol-fentanil dengan isofluran-propofol-fentanil pada operasi kraniotomi cedera kepala sedang.

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kamar bedah RS Wahidin Sudirohusodo Makassar selama + 2 (dua) bulan (Maret 2013 - April 2013). Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar tunggal.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah pasien yang menjalani prosedur kraniotomi cedera kepala sedang di ruang bedah RS Wahidin Sudirohusodo selama masa penelitian. Sampel sebanyak 42 orang yang dipilih secara acak yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu: Pasien cedera otak sedang yang akan menjalani operasi kraniotomi, usia 18-65 tahun, PS ASA 2E, keluarga setuju ikut dalam penelitian dengan menandatangani surat persetujuan yang telah dikeluarkan oleh Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dan ada persetujuan dari dokter primer yang merawat.

(6)

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan oleh kami dibantu oleh peserta PPDS anestesiologi Unhas di RS Wahidin Sudirohusodo. Data pasien mengenai pengambilan laktat vena pada masa pra bedah, setelah intubasi, setelah kraniotomi, dan setelah ekstubasi dicatat pada lembar pengamatan selama periode pengamatan. Analisa Data

Data yang diperoleh diolah dan hasilnya ditampilkan dalam bentuk narasi, tabel atau grafik. Analisis statistik menggunakan piranti statistik elektronik. Data diuji dengan Shapiro Wilk, bila distribusi data normal diuji dengan Independent T test dan bila distribusi data tidak normal dilakukan transformasi data dengan fungsi log. Dan bila data tetap tidak normal maka akan diuji dengan Mann Withney test. Tingkat kepercayaan 95% dengan kemaknaan p<0,05.

HASIL

Karakteristik sampel

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa untuk kategori umur disajikan dalam bentuk median disertai nilai minimum dan maksimum karena sebaran data tidak normal, didapatkan nilai median umur untuk kelompok P adalah 19 tahun dengan umur minimal 18 tahun dan umur maksimal 57 tahun. Pada kelompok I median umur adalah 19 tahun dengan umur minimal 18 tahun dan maksimal 61 tahun. Dari analisa statistik Mann-Whitney tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok (p=0,404). Untuk kategori BB disajikan dalam bentuk median disertai nilai minimum dan maksimum karena sebaran data tidak normal, didapatkan nilai median BB untuk kelompok P adalah 60 kg dengan BB minimal 50 kg dan BB maksimal 75 kg. Pada kelompok I median BB adalah 60 kg dengan BB minimal 50 kg dan maksimal 75 kg. Dari analisa statistik Mann-Whitney tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok (p=0,329). Kategori jenis kelamin diuji dengan tes Fisher karena merupakan variabel ketogorikal dan tidak memenuhi syarat uji

(7)

Chi-Square. Pada kelompok P jumlah laki-laki sebanyak 17 orang (40,5%) dan jumlah perempuan 4 orang (9,5%). Pada kelompok I jumlah laki-laki 16 orang (38,1%) dan perempuan 5 orang (11,9%). Dari analisa statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok (p=1,000).

Dinamika kadar laktat antara kedua kelompok

Kadar laktat diukur saat pra bedah, setelah intubasi, setelah kraniotomi, dan setelah ekstubasi. Kadar laktat saat pra bedah, setelah intubasi, dan setelah kraniotomi diuji menggunakan analisa t test karena data tersebut berdistribusi normal sedangkan kadar laktat setelah ekstubasi diuji menggunakan analisa Mann-Whitney karena sebaran data tidak normal setelah dilakukan transformasi data fungsi log.

Berdasarkan tabel 3 tampak bahwa nilai rerata kadar laktat pra bedah pada kelompok P adalah 3,72 ± 0,87 mmol/L lebih tinggi dibandingkan kelompok I yaitu 3,64 ± 0,66 mmol/L. Secara statistik perbedaan ini tidak bermakna (p=0,738). Nilai rerata kadar laktat setelah intubasi pada kelompok P adalah 2,79 ± 0,72 mmol/L lebih rendah dibandingkan kelompok I yaitu 4,51 ± 1,01 mmol/L. Secara statistik perbedaan ini bermakna dengan nilai p=0,000. Nilai rerata kadar laktat setelah kraniotomi pada kelompok P adalah 2,36 ± 0,63 mmol/L lebih rendah dibandingkan kelompok I yaitu 4,72 ± 0,94 mmol/L. Secara statistik perbedaan ini bermakna dengan nilai p=0,000. Sedangkan nilai rerata kadar laktat setelah ekstubasi pada kelompok P adalah 2,08 ± 0,57 mmol/L lebih rendah dibandingkan kelompok I yaitu 4,76 ± 1,00 mmol/L. Secara statistik perbedaan ini bermakna dengan nilai p=0,000.

Pada tabel 4 terlihat jumlah kadar laktat normal pada kelompok P setelah intubasi 6, setelah kraniotomi 11, dan setelah ekstubasi 16. Pada kelompok I tidak ditemukan kadar laktat normal. Dari tabel 5 terlihat bahwa pada kelompok propofol terdapat 14 GCS meningkat dan 7 GCS tetap sedangkan pada kelompok isofluran terdapat 5 GCS meningkat dan 16 GCS tetap. Tidak ditemukan GCS yang menurun pada sampel ini. Secara statistik perbedaan tersebut bermakna (p=0,001).

(8)

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini memperlihatkan penurunan kadar laktat pada kelompok propofol sedangkan pada kelompok isofluran terjadi peningkatan kadar laktat. Kadar laktat pra bedah pada kelompok propofol lebih tinggi dibandingkan pada kelompok isofluran. Pada saat setelah intubasi kadar laktat pada kelompok propofol menurun sedangkan pada kelompok isofluran meningkat. Secara statistik perbedaan kadar laktat pada waktu pra bedah bermakna dengan p=0,738.

Penurunan kadar laktat ini juga terjadi setelah kraniotomi dan setelah ekstubasi pada kelompok propofol sedangkan pada kelompok isofluran terjadi peningkatan kadar laktat. Perbedaan ini secara statistik bermakna dengan nilai

p=0,000 baik saat setelah kraniotomi dan setelah ekstubasi.

Propofol dapat menurunkan CMRO2, ADO, dan TIK. Propofol menyebabkan

vasokonstriksi serebral yang akan mengurangi CMRO2 selanjutnya akan mengurangi

ADO. Propofol juga menurunkan TAR sehingga akan menurunkan TIK tetapi TPO harus dipantau ketat (Bisri, 2012). Penurunan ADO lebih besar dibandingkan CMRO2, hal ini menyokong bahwa propofol memiliki efek vasokonstriksi langsung

pada otak. Proses iskemia yang terjadi pada cedera kepala akan diperbaiki oleh kelebihan yang dimiliki oleh propofol tersebut. Pembentukan laktat yang terjadi oleh karena proses iskemia tersebut akan berkurang sehingga laktat akan menurun dibandingkan penggunaan isofluran (Bayona dkk., 2004).

Isofluran menekan metabolisme otak dan mempunyai efek proteksi otak bila insult iskemia tidak berat. Isofluran konsentrasi lebih dari 1 MAC dapat menyebabkan peningkatan TIK (Engelhard dkk., 2006). Isofluran menghambat terjadinya excitotoxicity akibat akumulasi glutamat pada ruangan ekstraselluler selama iskemia sebagai antagonisme reseptor glutamat karena itu mengurangi masuknya kalsium ke dalam sel sehingga dapat mengurangi kematian sel (Matta dkk., 1995).

Selama kraniotomi reseksi tumor otak, TIK lebih rendah pada propofol-fentanil dibandingkan dengan isofluran-propofol-fentanil atau sevofluran-propofol-fentanil (Kass dkk.,

(9)

2010). Pada pasien dengan peningkatan TIK, propofol merupakan pilihan utama dibandingkan sevofluran. Sevofluran merupakan anestesi inhalasi terbaik untuk anestesi inhalasi bedah saraf (Engelhard dkk., 2006). Efek neuroproteksi propofol sampai tiga hari setelah iskemia (Bayona dkk., 2004).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini kami dapat menarik kesimpulan bahwa kadar laktat pada operasi kraniotomi cedera otak sedang yang mendapat pemeliharaan anestesi propofol 6 mg/kgBB/jam + fentanil 1 mcg/kgBB/jam lebih rendah dibandingkan dengan yang mendapatkan isofluran 1 vol % + fentanil 1 mcg/kgBB/jam. Propofol dan fentanil dapat dijadikan pemeliharaan anestesi bedah saraf traumatik. Dibutuhkan penelitian biomarker metabolisme otak yang lain dan dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Adhimarta W. dan Islam A. (2009). Inflamation Process and Glukoneogenesis Process at Severe Head Injury. Indonesian J Med Scien. 1:368-379.

Arifin M.Z. and Widhiatmo A.O. (2011). Arterial Lactate Levels of the Patients with Mild, Moderate, and Severe Head Injuries at Hasan Sadikin Hospital in Bandung. JKM. 10(2):126-132.

Bayona N.A., Gelb A.W., Jiang Z., Wilson J.X., and Urquhart B.L., Cechetto D.F. (2004). Propofol Neuroprotection in Cerebral Ischemia and Its Effects on Low Molecular Weight Antioxidants and Skilled Motor Tasks. Anesthesiology. 100(5):1151-1159.

Bisri T. (2012). Penanganan Neuroanestesia dan Critical Care: Cedera Otak Traumatik. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Cok O.Y., Ozkose Z., Pasaoglu H., and Yardim S. (2011). Glucose Response During Craniotomy : Propofol-Remifentanil Versus Isoflurane-Remifentanil. Minerva Anestesiol. 77:1141-1148.

Engelhard K. and Werner C. (2006). Inhalational or Intravenous Anaesthetics for Craniotomies? Pro Inhalational. Curr Opin Anaesthesiol, 19:504-508.

Kass I.S. and Cotrell J.E. (2010). Brain Metabolism, the Pathophysiology of Brain Injury, and Potensial Beneficial Agents and Techniques. In: Cottrell J.E. et al. eds. Cottrell and Young`s neuroanesthesia. 5th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. p. 1-13.

Makaroff K.L., Cecil K.M., Care M., and Ball W.S. (2005). Elevated Lactate as an Early Marker of Brain Injury in Inflicted Traumatic Brain Injury. Pediatr Radiol. 35:668–676.

Matta B.F., Mayberg T.S., and Lam A.M. (1995). Direct Cerebrovasodilatory Effects of Halothane, Isoflurane, Deflurane during Propofol Induced Isoelectric Electroencephalogram in Humans. Anesthesiology. 83(5):980-985.

Meierhans R., Brandi G., Fasshauer M., Sommerfeeld J., Schupbach R., and Bechir M., et al. (2012). Arterial Lactate above 2 mM is Associated with Increased Brain Lactate and Decreased Brain Glucose in Patients with Severe Traumatic Brain Injury. Minerva Anestesiol. 78:85-93.

Widodo D., Islam A.A., dan Bahar B. (2010). Dinamika Kadar Glukosa, Laktat dan Glial Fibrillary Acidic Protein (GFAP) Serum Sebagai Prediktor Luaran Cedera Otak Tertutup (Tesis). Makassar: Universitas Hasanuddin.

(11)

LAMPIRAN :

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian

No Variabel Kelompok p P I (mean ± SD) median (min–mak) (mean ± SD) median (min–mak) 1 Umur (thn) 24,95 ± 11,25 19 (18-57) 30,57 ± 15,08 19 (18-61) 0,404* 2 BB (kg) 59,29 ± 7,95 60 (50 – 75) 61,67 ± 6,95 60 (50–75) 0,329* 3 Laktat pra bedah (mmol/L) 3,73 ± 0,87 3,8 (2,4-6,2) 3,65 ± 0,66 3,6 (2,6-4,5) 0,950* 4 Durasi operasi (mnt) 210,47 ± 36,22 227,86 ± 31,68 0,106**

*Uji Mann-Whitney, p <0,05 dinyatakan bermakna

** t test, p <0,05 dinyatakan bermakna

Tabel 2. Distribusi jenis kelamin

Jenis Kelamin Kelompok p P I n % n % Laki-laki 17 40,5 16 38,1 1,000 Perempuan 4 9,5 5 11,9 Total 21 50 21 50

(12)

Tabel 3. Perbandingan kadar laktat antara kedua kelompok

No Waktu

Kadar Laktat (mmol/L)

p P I (mean ± SD) median (min– mak) (mean ± SD) median (min–mak) 1 Pra bedah 3,72 ± 0,87 3,64 ± 0,66 0,738* 2 Setelah intubasi 2,79 ± 0,72 4,51 ± 1,01 0,000* 3 Setelah kraniotomi 2,36 ± 0,63 4,72 ± 0,94 0,000* 4 Setelah ekstubasi 2,08 ± 0,57 1,9 (1,5-3,8) 4,76 ± 1,00 4,8 (2,7-6,2) 0,000**

* t test,p <0,05 dinyatakan bermakna

** Uji Mann-Whitney, p <0,05 dinyatakan bermakna

Tabel 4. Perbandingan kategori kadar laktat normal antara kedua kelompok

NO Waktu

Kadar laktat normal (< 2,2 mmol/L) p P I n % n % 1 Pra bedah 0 0 0 0 2 Setelah intubasi 6 28,5 0 0 0,010 3 Setelah kraniotomi 11 52,3 0 0 0,000 4 Setelah ekstubasi 16 76,1 0 0 0,000

(13)

Tabel 5. Perbandingan tingkat GCS antara kedua kelompok Kelompok GCS Total p Tetap Meningkat Propofol 7 14 21 0,001 Isofluran 16 5 21 Total 23 19 42

(14)

Gambar

Tabel 1. Karakteristik sampel penelitian
Tabel 3. Perbandingan kadar laktat antara kedua kelompok
Tabel 5. Perbandingan tingkat GCS antara kedua kelompok  Kelompok  GCS  Total  p  Tetap  Meningkat  Propofol  7  14  21  0,001  Isofluran  16  5  21  Total  23  19  42

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahi robbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang

KEPALA PUSKESMAS KEMANTA NTAN N  N$m$% &amp; 44' 0'  PK.  N$m$% &amp; 44' 0' 

Membran terbaik yang dapat digunakan dalam pemisahan larutan detergen ialah pada konsentrasi NPE 5% yang memiliki nilai indeks rejeksi di atas

Pada Inpari 39 Tadah Hujan Agritan, jumlah anakan meningkat seiring dengan peningkatan dosis pupuk N dan perlakuan tadah hujan menghasilkan jumlah anakan yang lebih

Untuk mendapatkan hasil gabah terbaik pada MK 2012 dapat digunakan jarak tanam legowo 2:1 (25- 50) cm x 12,5 cm untuk varietas Inpari 17 atau Mekongga, sedangkan pada MH

Latar belakang dan arah kebijakan pembukaan serta pemanfaatan lahan rawa pada awalnya (1969- 1984) ditujukan untuk pengembangan tanaman pangan, khususnya padi seiring

Faktor lain yang juga turut berpengaruh adalah banyaknya kegiatan penelitian dan uji coba sistem pertanian modern dengan pola terpadu di lahan rawa pasang surut tipe yang

Kesimpulan : Pemberian ekstrak Eugenia polyantha dari 0,18 gr daun salam segar, 0,36 gr daun salam segar, dan 0,72 gr daun salam segar/hari selama 15 hari dapat meningkatkan