• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV KONSEP PERANCANGAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

KONSEP PERANCANGAN

4.1 Konsep Perancangan 4.1.1 Konsep Gaya

Arsitektur modern adalah sebuah perkembangan dalam arsitektur dimana ruang menjadi objek utama untuk diolah. Jika pada masa sebelumnya arsitektur lebih memikirkan bagaimana cara mengolah fasad, ornamen, dan aspek-aspek lain yang sifatnya kualitas fisik,maka pada masa arsitektur modern kualitas non-fisik lah yang lebih dipentingkan.

Ciri-ciri Arsitektur Modern

Berikut adalah karakteristik dari bangunan bergaya Arsitektur Modern (Brunner T. DKK,2013) :

• Satu gaya Internasional atau tanpa gaya(seragam), merupakan suatu arsitektur yang dapat menembus budaya dan geografis. • Penggunaan material dan bahan pada bangunan arsitektur

modern tidak terlepas dari unsur fungsional, dimana bahan dan material yang digunakan harus mendukung fungsi bangunan secara keseluruhan.

• Bentuk mengikuti fungsi, sehingga bentuk menjadi monotone karena tidak diolah.

• Anti ornamen, menganggap orname nyang ada pada bangunan tidak memiliki fungsi baik secara struktur maupun nonstruktur, sehingga ornamen dihilangkan dan dianggap suatu kejahatan dalam desain.

• Penekanan elemen vertikal dan horizontal masih berhubungan dengan penggunaan ornamen yang diangggap sebagai suatu kejahatan, maka bangunan-bangunan dengan langgam

(2)

Arsitektur Modern menggunakan penekanan elemen vertikal dan horizontal pada bangunannya sebagai pengganti ornamen, guna menambah estetika dan keindahan bangunan

• Ekspresi terhadap struktur sebagai elemen arsitektur yang memberikan bentuk kepada tampak bangunan,sehingga menciptakan ruang pada kulit bangunan. Hal ini lebih dikenal dengan istilah Skin and Bone. Skin and bone merupakan salah satu ide desain dari langgam Arsitektur Modern yang mengedepankan kepolosan dan kesederhanaan dalam olah bentuk bangunan dengan cara menonjolkan struktur bangunan. • Semakin sederhana merupakan suatu nilai tambah terhadap

arsitektur tersebut.

• Tidak memiliki suatu ciri individu dari seorang arsitek, sehingga tidak dapat dibedakan antara arsitek yang satu dengan yang lainnya.

• Jenis bahan/material yang digunakan diekspos secara polos, ditampilkan apa adanya. Terutama bahan yangdigunakan adalah beton, baja dan kaca.

• Nihilism, penekanan perancangan padaspace, maka desain menjadi polos,simple, bidang-bidang kaca lebar. Tidak ada apa-apanya kecuali geometri dan bahan aslinya.

• Menyederhanakan bangunan sehingga format detail menjadi tidak perlu.

• Bangunan Arsitektur Modern menganut paham form follow function dimana bentuk yang dihasilkan mengikuti fungsi dari bangunan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kolonial adalah sesuatu yang bersifat jajahan. Dari pengertian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Arsitektur Kolonial adalah suatu karya

(3)

arsitektur yang berkembanga pada masa penjajahan. Dalam konteks yang lebih sempit, yaitu kolonial Belanda.Ciri –ciri :

1. Denah Simetris dengan satu lantai atas dan ditutup dengan atap perisai

2. Terbuka, pilar di serambi depan dan belakang, di dalam terdapat serambi tengah yang menuju ke ruang tidur dan kamar–kamar lainnya.

3. Pilarnya menjulang ke atas (bergaya Yunani).

4. Barisan kolom gaya Doric yang menjulang tinggi di depan dengan ”mahkota”.

Gambar 4.1 Penerapan Gaya Modern pada Interior (Sumber : http://prodezign.web.id/?p=292 di akses bulan Mei 2016)

Gambar 4.2 Penerapan Gaya Kolonial pada Interior

(Sumber :http://www.ideaonline.co.id/iDEA2013/Interior/Ruang-Makan/Gaya-Kolonial-yang-Homy Di akses Bulan Mei 2016)

(4)

4.1.2 Konsep Tema

Pengertian Friendly adalah ramah dan bersahabat dimana desain ruangan yang dirancang pada Museum kebudayaan ini dapat menciptakan kesan hangat, akrab, nyaman dan fungsional serta menghilangkan suasana asing dan menyeramkan pada citra museum pada umumnya, dan berfungsi untuk mengoptimalkan kenyamanan pengunjung dan memaksimalkan penerapan elemen-elemen interior pada fasilitas yang ada. sesuai dengan image museum itu sendiri.

Warna yang mendukung dalam penerapan interior bernuansa kolonialisme adalah warna putih, putih gading, beige, krem muda dan warna yang mengandung unsur terang atau cerah.Beberapa elemen warna diatas mendukung terbentuknya suasana dan nuansa interior yang bergaya kolonial. Motif atau corak yang umum digunakan pada style kolonial adalah floral, burung, mawar, dll.

(5)

4.2 Citra Ruang

Citra ruang yang ingin diangkat pada Museum Kebudayaan Betawi di Setu Babakan ini adalah edukasi, selain mengedukasi masyarakat tentang kebudayaan betawi, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang sejarah panjang perjalanan Jakarta maupun betawi serta mengedukasi masyarakat bagaimana dan apa yang akan terjadi pada perkembangan Jakarta dan betawi di masa yang akan dating. Pengertian Edukasi itu sendiri adalah Proses pengajaran yang dilakukan baik secara formal maupun non formal kepada seseorang atau lebih dari satu orang baik secara bersama – sama maupun secara individu

4.3 Konsep Warna

Konsep warna yang diterapkan pada interior museum Kebudayaan Betawi ini adalah pewarnaan yang diambil dari unsur Modern dan Kolonial, yakni pewarnaan netral seperti Putih, cream, abu – abu hingga hitam. Pewarnaan netral inipun agar tidak bertabrakan dengan unsur warna khas betawi yang sudah ada pada objek pamer, sehingga focus pada objek pamer pun bias terjaga. Warna – warna khas betawi terkenal dengan pewarnaan yang sedikit mencolok seperti hijau, kuning , biru, merah hingga coklat. Hal tersebut perlu diimbangi dengan warna netral yang akan digunakan pada interiornya.

(6)

Gambar 4.1 Konsep Warna Interior Kolonial dan Interior Modern

Gambar 4.1 Konsep Warna Tradisional Betawi

Sumber : http://berlinhappens.com/contoh-gambar-desain-rumah-adat-betawi-modern/ di akses bulan mei 2016

(7)

4.4 Konsep Material 4.4.1 Dinding

Dinding tetap akan mempertahankan eksisting bangunan yang ada, hanya saja penambahan profil distiap sudut yang dibutuhkan untuk memberikan kesan colonial sebagai ciri khas kolonial yang ditampilkan serta membuat buka – bukaan serta kolom – kolom besar untuk memaksimalkan masuknya pencahayaan alami.

4.4.2 Plafon

Material yang akan digunakan pada plafon (ceiling) adalah material Gypsum yang akan digunakan hampir pada semua ruang, karena keuntungan yang di dapat dari Gysum yaitu tahan terhadap api, mudah dibentuk, ringan serta mampu meredam suara yang dapat dijadikan sebagai sumber peredam suara dan sumber akustika ruang yang baik.

Gambar 4.5 Pengolahan Dinding pada Konsep Kolonial

(8)

Penggunaan Gyspum yang mudah dibentuk juga dapat dimanfaatkan untuk penggunaan jenis – jenis ceiling yang akan digunakan seperti drop ceiling dan up ceiling untuk memberikan kesan estetika pada ruang.

4.4.3 Lantai

Penggunaan Lantai Granit dan Marmer akan diterapkan pada area hall dan lobby museum untuk memberikan kesan mewah bagi pengunjung dengan warna pastel untuk menyelaraskan dengan warna dinding. Pada bagian ruang pamer dan ruang audiovisual akan menggunakan kayu parket untuk memberikan sentuhan hangat bagi para pengunjung.

Pada beberapa area khususnya pada area pamer on the floor akan menggunakan split level, dimana area akan ditinggikan 10-20 cm untuk memberikan kesan perbedaan fungsi ruang dengan area

Gambar 4.7 Penggunaan Material Granit dan Parket pada interior Gambar 4.6 Pengaplikasian Gypsum pada Ruang

(9)

disekitarnya atau memberikan kesan perbedaan ruang antara ruang yang satu dengan ruang yang lainnya.

4.5 Konsep Furniture

Konsep Perancangan furniture mengikuti bentuk dari konsep Modern dengan terlebih dahulu mempertimbangkan fungsi yang sesuai dengan kebutuhannya. Sebagian besar dari furniture yang dirancang akan dibuat secara Custom terlebih pada ruang pamer dimana desain dari furniture akan disesuaikan dengan Konsep pada ruang pamer beserta kebutuhannya.

Beberapa jenis furniture yang akan dibuat secara Custom antara lain :

1. Vitrin

digunakan untuk meletakan benda-benda koleksi

yang umumnya tiga dimensi dan relatif bernilai tinggi serta mudah dipindahkan. Vitrin dibagi menjadi dua yaitu vitrin tunggal yang hanya dipakai untuk pajang saja dan vitrin ganda sebagai tempat pajang dan menyimpan koleksi.

(10)

2. Panel

digunakan untuk menggantung atau menempelkan

koleksi yang bersifat dua dimensi dan cukup dilihat dari sisi depan.

(11)

3. Pedestal

digunakan untuk meletakkan koleksi berbentuk

tiga dimensi. Jika koleksi yang diletakkan bernilai tinggi dan berukuran besar maka perlu mendapat ekstra pengamanan, yaitu diberi jarak yang cukup aman dari jangkauan pengunjung.

(12)

4.6 Konsep Pencahayaan

Tujuan utama dari pencahayaan museum ini adalah untuk mengesankan tercapainya hubungan visul yang ingin disampaikan antara objek yang dipamerkan dengan pengunjung museum. Pada pencahayaan ruangan museum yang harus disampaikan yakni benda yang dipamerkan harus lebih menarik dibandingkan dengan ruangan atau objek disekitarnya, untuk itu pencahayaan pada museum ini sangat penting untuk diperhatikan. Focus utama dari pencahayaan pada museum ini tidak hanya pada pencahanyaan buatan, akan tetapi factor pencahayaan alami juga merupakan hal yang penting untuk diperhatikan pemanfaatannya.

4.6.1 Jenis Pencahayaan

Jenis Pencahayaan yang dapat digunakan pada perancangan museum ini dapat dibagi dalam 2 jenis, yakni pencahayaan buatan serta pencahayaan alami :

1. Pencahayaan Buatan

a. Down Light (arah cahaya ke bawah)

• Untuk memberikan cahaya pada objek dibawahnya • Untuk memberikan kesan dekoratif seperti

pencahayaan yang diarahkan ke dinding untuk memperlihatkan texture dan warna yang lebih menonjol.

(13)

b. Up Light (arah cahaya ke atas)

• Memberikan cahaya dari bawah objek ke atas objek • Memberikan kesan megah, dramatis dan memunculkan

dimensi objek.

c. Back Light (arah cahaya dari belakang)

• Bertujuan untuk member kesan siluet pada objek pamer • Menimbulkan cahaya pada sisi pinggir objek

Gambar 4.11 Type pencahayaan backlight Gambar 4.10 type pencahayaan up light

(14)

d. Side Light (arah cahaya dari samping) • Memberikan aksen tertentu pada objek

• Menonjolkan nilai seni pada objek – objek seni

e. Front Light (arah cahaya dari depan) • Memberikan cahaya dari depan objek

• Digunakan pada objek seni berupa photo atau lukisan

Gambar 4.13 Type pencahayaan front light Gambar 4.12 Type pencahayaan side light

(15)

2. Pencahayaan Alami

Pencahayaan alami (daylighting) adalah penggunaan cahaya yang bersumber dari alam untuk penerangan. Sebagai sumber cahaya yang utama adalah matahari.1

Berdasarkan arah sinar langsung dan pantulannya, sinar matahari dapat diuraikan menjadi unsure – unsurnya sebagai berikut :

a. Sinar matahri langsung (sunlight)

b. Sinar matahari pemantulan cahaya di atmosfer / cahaya langit (skylight)

c. Sinar matahari refleksi luar, yaitu hasil pemantulan cahaya dari benda – benda diluar ruang/bangunan

d. Sinar matahari refleksi dalam, yaitu hasil pemantulan cahaya dari benda – benda di dalam ruang/bangunan

1 Nur Laela Latifah, ST, MT, Fisika Bangunan 1, 188 – 192

Gambar 4.14 Pemanfaatan cahaya alami pada museum (Sumber : http://jurasik.net/detailpost/museum di akses bulan mei 2016

(16)

4.6.2 Konsep Pencahayaan yang digunakan

Konsep pencahayaan yang digunakan dalam musum ini terbagi atas 2 penggunaan cahaya, yakni pencahayaan pada ruangan dan pencahayaan pada benda koleksi pamer.

1. Pencahayaan pada Ruangan

• Untuk Area Hall, yang merupakan Entrance dari museum akan menggunakan general lighting dari pencahayaan alami yang dapat dimanfaatkan sebaik – baiknya sebagai unsure utama pencahayaan. Untuk memberikan sentuhan dekoratif serta kesan hangat dapat digunakan lampu downlight dengan warna warm (kekuning – kuningan) • Pemakaian lampu downligt dengan warna warm (

kekuning – kuningan) akan digunakan hamper diseluruh ruang terutama pada ruang pamer.

• Pada ruang umum seperti toilet atau musholla akan menggunakan lampu TL berwarna putih.

2. Pencahayaan pada benda Koleksi pamer

• Untuk benda pamer berupa foto maupun lukisan yang dipajang di dinding, pencahayaan akan didukung oleh pencahayaan spotlight yang mengarah dari ceiling menuju object.

• Untuk benda koleksi yang berdiri di atas lantai (stand on floor) konsep pencahayaan yang digunakan yaitu penggunaan downlight dan uplight dari spotlight yang mengarah dari atas maupun dari bawah object.

• Untuk benda koleksi yang diletakan dalam vitrin, pencahayaan dekoratif akan diberikan melalui pencahayaan spotlight dengan tingkat luminasi yang rendah.

(17)

4.7 Konsep Penghawaan

Penggunaan penghawaan pada Museum Kebudayaan Betawi ini menggunakan sistem penghawaan buatan dengan sedikit dibantu penghawaan alami. Penggunaan sistem penghawaan buatan didasarkan pada tuntutan fungsi ruang, besaran ruang dan kebutuhan udara bersih dan kelembaban udara. Penggunaan penghawaan buatan tiap unit masa bangunan berbeda-beda. Dalam Museum ini, sistem penghawaan buatan akan menggunakan dua macam sistem. Kedua sistem tersebut adalah: a. Sistem unit

Penghawaan dengan sistem unit dipergunakan untuk ruangruang pendukung. Penggunaan sistem unit ini, menggunakan AC tipe AC Window dengan tujuan agar pemasangan dan perawatan lebih mudah dilakukan.

b. Sistem central

Penghawaan dengan sistem central dipergunakan hanya untuk ruang pameran, perpustakaan, dan pagelaran Wayang 138 Kulit. Penghawaan dengan sistem central ini menggunakan alat pendingin yang disebut dengan chiller. Penggunaan chiller diletakkan secara terpisah di suatu ruang khusus.

Pemanfaatan penghawaan alami hanya sedikit digunakan dibeberapa titik pada gedung museum, seperti di Lobby, area service dan bongkar muat. Definisi Penghawaan alami atau Ventilasi alami adalah Proses untuk menyediakan dan mengganti udara dalam ruang tanpa menggunakan system mekanik.2

2

(18)

4.8 Konsep Akustika Ruang

Suara – suara yang timbul dari luar ruang yang tidak dikehendaki dapat dikendalikan dengan tiga cara, yaitu :

a. Mengendalikan dengan cara mengisolasi suara tersebut pada sumbernya.

b. Menata denah bangunan dengan sedemikian rupa, sehingga daerah yang menimbulkan suara bising diletakan sejauh mungkin dari daerah yang tenang.

c. Menghilangkan kemungkinan jalur rambatan suara, baik melalui udara ataupun melalui struktur bangunan, dimana suara bising dapat bergerak dari sumbernya di dalam ruangan.

Sumber bising dalam pengendalian kebisingan lingkungan dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

a. Bising interior

Bising yang berasal dari manusia, alat – alat rumah tangga ataupun mesin – mesin gedung yang antara lau=in disebabkan oleh radio, televise, alat – alat music dan juga bising yang ditimbulkan oleh mesin – mesin yang ada digedung tersebut seperti kipas angin, pendingin ruang, pengeras suara dan lain – lain.

b. Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi serta alat – alat konstruksi. Sifat suatu kebisingan ditentukan oleh intensitas suara, frekuensi suara dan waktu terjadinya kebisingan.

Bahan peredam suara yang dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan berupa bahan – bahan jai yang sudah ada, antara lain

(19)

adalah bahan berpori, resonator dan panel. Sementara untuk material yang sering digunakan adalah glasswool dan rockwool, namun dapat juga diganti dengan gabus maupun bahan yang berkomposisi serat (Lee, 2003)

4.9 Konsep Signage

Papan Informasi atau Signage merupakan aspek penting dalam interior museum keguanaanya sebagai petunjuk dalam ruang.

Jenis-jenis signage pada interior beranekaragam, yaitu :

1. Sebagai Informasi, kegunanaanya menyampaikan informasi tentang

layanan dan fasilitas, seperti peta, direktori, atau tanda-tanda instruksional.

2. Arah: tanda-tanda yang menunjukkan lokasi layanan, fasilitas, ruang

fungsional dan bidang utama, seperti posting tanda atau arah panah.

3. Identifikasi: tanda-tanda yang menunjukkan layanan dan fasilitas,

seperti nama dan nomor kamar, tanda-tanda toilet, atau sebutan lantai.

4. Keselamatan dan Peraturan: tanda-tanda peringatan atau memberikan

keselamatan instruksi, seperti tanda-tanda peringatan, rambu lalu lintas, tanda keluar.

(20)

Sedangkan Macam

1. Interior Signage

2. Primary Signage

3. Directional Signage

kiri/kanan/atas/bawah).

4. Secondary Signage (Plaque, panel, window, frames,

signs).

5. Desk and Counter Signs (informa

tackboards, changeable letterboards, literature organizer, perpetual calendars

Dari segi aspek

-1. Visibilitas, yaitu tingkat kemudahan sign dapat dilihat

2. Readibilitas, sign

3. Legibilitas, informasi paling

penting dalam

dapat dibaca

Penggunaan Signage Museum Kebudayaan Betawi ini didesain sentuhan modern seperti penggunaan material dan

pencahayaan yang timbul dengan pemberian bentuk yang diambil dari unsure unsure khas betawi

langkan dan lisplang yang menjadi ciri khas arsitektur

betawi

Sedangkan Macam-macam Signage pada interior terbagi menjadi 5, yaitu :

Interior Signage (Direktori, berlampu, dan tidak berlampu).

Primary Signage (Berlampu, tanda exit yang berlampu).

Directional Signage (Contoh : simbol panah ke

kiri/kanan/atas/bawah).

Secondary Signage (Plaque, panel, window, frames, dan

Desk and Counter Signs (information display, poster holders, tackboards, changeable letterboards, literature organizer, perpetual calendars

-aspek yang menjadi syarat signage yang baik adalah: , yaitu tingkat kemudahan sign dapat dilihat

, sign tersebut dapat dimengerti oleh orang lain Legibilitas, informasi paling

penting dalam signage

dapat dibaca dengan jelas.

Penggunaan Signage pada

Museum Kebudayaan Betawi ini didesain dengan

sentuhan modern seperti penggunaan material dan

ng timbul dengan pemberian bentuk yang diambil dari unsure –

unsure khas betawi, seperti

langkan dan lisplang yang menjadi ciri khas arsitektur

Gambar 4.16 Konsep Signage

pada interior terbagi menjadi 5, yaitu :

(Contoh : simbol panah ke

dan fixture

tion display, poster holders,

tackboards, changeable letterboards, literature organizer, dan

adalah:

(21)

4.10 Zoning, Grouping, dan Blocking

Analisa Zoning, Grouping serta Blocking digunakan untuk proses awal pra-layout untuk menentukan zona, ruang serta detail posisi ruang pada setiap lantai. Analisa tersebut terdiri dari analisa alternative 1 dan alternative 2 untuk masing – masing lantai 1,2 dan 3. Untuk zoning, grouping dan blocking yang terpilih akan menjadi acuan bagi penulis untuk merancang keseluruhan dari proses Perancangan Interior Museum Kebudayaan Betawi ini.

Analisis juga mengambil pertimbangan dari analisa makro dan mikro, serta hasil studi banding museum dan studi survey yang penulis lakukan dalam tahap pengumpulan data. Semua analisa yang telah penulis lakukan menjadi acuan dalam menganalis keseluruhan pada layout museum ini.

Gambar

Gambar 4.1 Penerapan Gaya Modern pada Interior  (Sumber : http://prodezign.web.id/?p=292 di akses bulan Mei 2016)
Gambar 4.3 Motif dan corak khas kolonial
Gambar 4.4 Konsep warna khas Betawi
Gambar 4.1 Konsep Warna Tradisional Betawi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengujian hipotesis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa tingkat inteligensi siswa berpengaruh signifikan dan positif terhadap hasil belajar siswa kelas

Memiliki bandwidth yang besar: Semua intermediate node pada jalur yang aktif mengupdate routing table dan memaksimalkan penggunaan bandwidth, walaupun routing tabel

22 FITRI NOTIANINGSIH Guru Kelas SD SD NEGERI NYAEN 2. 23 ULFANINGRUM Guru

Pertanggungjawaban ini dituangkan melalui laporan keuangan yang tidak hanya dapat diperoleh oleh DPRD tetapi juga oleh publik, dalam hal ini yaitu masyarakat, Lembaga Swadaya

Metode analisis yang akan digunakan adalah uji beda t-test untuk menguji apakah ada perubahan tarif pajak penghasilan badan tahun 2008 terhadap praktik manajemen

Pola penerimaan mahasiswa baru Program Sarjana pada PTN dilakukan melalui: (1) Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang dilakukan oleh

Pada Gambar 9, Laporan buku masuk atau pengadaan buku menampilkan buku-buku yang dibeli maupun diterima dari donatur per periode tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaruh faktor luas areal, tenaga kerja, dan harga CPO terhadap