• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERIZINAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU KAPUR DI KAWASAN HUTAN OLEH PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO) TBK.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERIZINAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN PERTAMBANGAN BATU KAPUR DI KAWASAN HUTAN OLEH PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO) TBK."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERIZINAN DAN PELAKSANAAN KEGIATAN

PERTAMBANGAN BATU KAPUR DI KAWASAN HUTAN

OLEH PT. SEMEN INDONESIA (PERSERO) TBK.

Danu Ega Tri Hayati

Program Studi Ilmu Hukum, Kekhususan Hukum tentang Hubungan Negara dan Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Abstrak

Skripsi ini membahas mengenai perizinan dan pelaksanaan kegiatan pertambangan batu kapur di kawasan hutan oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Tipe penelitian yang digunakan menurut jenisnya adalah penelitian yuridis normatif dan menurut tujuannya adalah penelitian problem solution. Simpulan dari penelitian ini ialah kebijakan kegiatan pertambangan pada kawasan hutan Indonesia saat ini telah diatur oleh masing-masing sektor, yaitu pertambangan dan kehutanan, serta berdasarkan kewenangan pemerintah daerah dalam pemberian perizinan pertambangan legalitasnya sudah ada kepastian hukum. Akan tetapi PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. pada prakteknya masih menghadapi beberapa kendala perizinan. Hasil penelitian menyarankan kedepannya diharapkan penerapan pola perizinan sebagai pola pengusahaan pertambangan, seharusnya di tunjang oleh administrasi pemerintahan dan pelayanan publik yang baik dan lebih memberikan kepastian hukum.

Kata Kunci:

Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan; Perizinan; Pertambangan; Semen Indonesia

Abstract

This mini thesis discusses about the licensing and implementation of limestone mining in forest areas by PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. This type of research is used by species normative research and according to the research purpose is problem solution. The conclusion of this study is, mining policy in Indonesia’s forest area has been regulated by each sector which is mining sector and forestry sector, and by the authority of the local government in granting mining licenses legally existing rule of law. However PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. in practice still faces some obstacles, especially in the mining permitting. The results suggest the future is expected adoption pattern as patterns mining business licenses, should be supported by public administration and better public services and more legal certainty.

Keywords:

(2)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Batu Kapur yang tergolong dalam klasifikasi pertambangan mineral merupakan kekayaan alam yang perlu dikelola dengan baik sesuai amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena Batu Kapur termasuk dalam kekayaan alam mineral golongan c yang sifatnya tidak terbarukan, sehingga dalam pengelolaanya perlu dilakukan secara hati-hati, berasaskan efisiensi, transparan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan serta berkeadilan agar diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan dalam artian untuk masa sekarang dan generasi yang akan datang. Indonesia merupakan negara kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian ini dikuasai oleh negara. Hak penguasaan Negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan bahan galian, serta berisi kewajiban untuk mempergunakannya sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Penguasaan oleh negara di selenggarakan oleh pemerintah.1

Dalam pengusahaan bahan galian (tambang), pemerintah dapat melaksanakan sendiri dan/atau menunjuk kontraktor. Apabila usaha pertambangan dilaksanakan oleh kontraktor, kedudukan pemerintah adalah memberikan izin kepada kontraktor yang bersangkutan. Izin yang diberikan oleh pemerintah berupa kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian pengusahaan pertambangan batubara, kontrak production sharing dan Izin Usaha Pertambangan. Terkait dengan Perusahaan tambang yang melakukan kegiatan pertambangan batu kapur di kawasan hutan dengan sistem izin pinjam pakai, maka salah satu contoh yang paling tepat untuk menggambarkan proses perizinan tersebut dapat ditemui di PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Walaupun saat ini sudah banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pertambangan khususnya di kawasan hutan, namun dalam prakteknya masih ditemui kendala di lapangan, terutama apabila melihatnya dari sudut pandang Hukum Administrasi Negara. Berdasarkan penelitian terkait dengan perizinan izin pinjam pakai di kawasan                                                                                                                          

1 Salim HS., Hukum Pertambangan Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008),

(3)

hutan Kabupaten Tuban yang dilakukan oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. saja ditemukan beberapa kendala pemberian izin pinjam pakai di kawasan hutan.

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk menelaah lebih dalam mengenai perizinan dan pelaksanaan kegiatan pertambangan di kawasan hutan yang dijalankan oleh perusahaan tambang yaitu PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Oleh karena itu, penulis akan melakukan penelitian berdasarkan hal tersebut dan mengambil judul “Perizinan dan Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Batu Kapur Di Kawasan Hutan Oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk.”

B. Permasalahan

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan pertambangan di kawasan hutan Indonesia saat ini? 2. Bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam pemberian perizinan

pertambangan?

3. Apa saja kendala yang dihadapi oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. dalam proses perizinan dan pelaksanaan kegiatan pertambangan batu kapur di kawasan hutan dan solusi penyelesaiannya?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi bagaimana pengaturan pertambangan di kawasan hutan Indonesia saat ini.

2. Mendeskripsikan kewenangan pemerintah daerah dalam pemberian perizinan pertambangan.

3. Menganalisis tentang apa saja kendala yang dihadapi oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. dalam proses perizinan dan pelaksanaan kegiatan pertambangan batu kapur di kawasan hutan dan solusi penyelesaiannya.

(4)

TINJAUAN TEORITIS

Ilmu Administrasi tumbuh di Indonesia sejak 1965. Apabila dilihat dari studi dan pendidikan akademis Ilmu Administrasi Negara adalah:2

Administrasi dari pada negara sebagai organisasi dan administrasi dari pada unit-unit organisasi yang mengejar tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat kenegaraan, artinya tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh atau dengan Undang-Undang (UU).

Dalam bentuk perwujudan sosialnya, negara adalah organisasi yang memiliki berbagai kekuasaan.3 Dalam setiap negara yang menjalankan berbagai kekuasaan tersebut terdapat administrasi negara, yang keberadaannya tidak dapat dielakkan oleh masyarakat. Setiap warga masyarakat tidak dapat menghindari dan mengelak dari kewenangan administrasi negara tersebut.4

Dengan dianutnya welfare state di berbagai negara, menyebabkan semakin besarnya kewenangan dan peran administrasi negara. Hukum Administrasi Negara memfasilitasi makin besarnya peranan administrasi negara tersebut. Administrasi negara berperan bukan hanya penegakan hukum dan ketertiban, tetapi juga di dalam sektor sosial dan ekonomi masyarakat.

Menurut pendapat Prayudi Atmosudirdjo, Administrasi Negara mempunyai arti sebagai aparatur negara yang dikepalai dan digerakan oleh pemerintah, yang dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah Presiden sebagai kepala pemerintahan. Tugas dari Presiden adalah untuk menyelenggarakan kebijakan-kebijakan dan kehendak-kehendak pemerintah. Arti yang kedua administrasi negara sebagai fungsi atau aktivitas yang menyelenggarakan undang atau melaksanakan ketentuan Undang-undang secara konkret, kasual dan individual. Sebagai aktivitas, administrasi negara adalah kegiatan daripada aparatur negara. Arti yang ketiga, administrasi                                                                                                                          

2 S. Prajudi Atmosudirdjo, Dasar-dasar Ilmu Administrasi, cet. 2, (Jakarta: Cipta Karya,

1976), hlm. 126.

3 J.H.A. Logemann, Over de theorie van een stellig staatsrecht, (Amsterdam:

Mahabarata, 1955), hlm. 84.

4 Gerarld E. Caiden, The Dynamics of Public Administrations in Theory and Practice,

(5)

negara adalah sebagai suatu proses tata kerja penyelenggaraan atau sebagai suatu proses teknis. Dalam rangka pengertian administrasi sebagai suatu proses teknis ini terdapat tata usaha. Tata usaha adalah suatu sistem informasi dan merupakan esensi daripada pekerjaan kantor. Termasuk di dalamnya pengertian pencatatan, penyimpanan secara sistematis serta pertanggunggjawaban dari surat-surat, dokumen-dokumen, uang-uang, bahan-bahan dan alat-alat perlengkapan yang digunakan sehari-hari. Tata usaha merupakan bagian dan aspek yang vital daripada administrasi.5

Van der Pot sebagaimana dikutip oleh Hagenaars - Dankers mengemukakan bahwa terdapat berbagai bentuk (species) perizinan dalam kajian hukum administrasi negara yang dapat dikelompokkan dalam tiga bentuk, yaitu: (a) izin (vergunning), (b) dispensasi (dispensatie), (c) konsesi (concessie).6

Bentuk pertama, izin (vergunning)93 adalah keputusan (beschikking) yang diberikan pada suatu kegiatan (aktivitas) berdasarkan peraturan perundang-undangan (algemene verbindende voorschriften) yang mengharuskan prosedur tertentu guna pelaksanaan aktivitas dimaksud. Pada umumnya aktivitas dimaksud tidak dilarang namun secara prosedural mengharuskan prosedur administratif, tanpa izin aktivitas dari padanya dilarang.

Bentuk kedua, dispensasi (dispensatie)7 adalah keputusan (beschikking) yang membebaskan sesuatu perbuatan dari pelarangan Undang-undang. Jadi pada hakikatnya menolak perbuatan yang diharuskan oleh Undang-undang atas izin Pemerintah. Misalnya dispensasi diberikan kepada seorang anak perempuan untuk kawin di bawah batas usia tertentu.

Bentuk ketiga, konsesi (concessie) sebenarnya merupakan bentuk khusus dari beschikking merupakan sebuah izin yang diberikan kepada pada suatu aktivitas                                                                                                                          

5 Atmosudirdjo, Op. Cit., hlm.50.

6 Van der Pot, Nederlands Bestuursrecht, (WF Prins – R Kosim Adisapoetra, 1983), hlm.

72-73.

7 D.L.T.M. Hageenaars, Dankers, Op het Spoor van de Concessie – een onderzoek Naar

Het Rechtscharacter Van de Concessie in Nederland en in Frankrijk, (Jurisdische Bibliothek Universiteit Utrect, 2000), hlm. 14.

(6)

yang pada umumnya terpaut dengan kepentingan umum (publik) dan orang banyak, namun diberikan kepada swasta atau BUMN/BUMD. Pada dasarnya tindakan tersebut tanpa izin akan dilarang. Menurut Van Wijk8

METODE PENELITIAN

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang menggunakan asas-asas hukum, sistematik hukum, serta dengan mensinkronisasi beberapa peraturan perundang-undangan yang ada. 9 Sedangkan dari sudut tujuannya, penelitian ini termasuk penelitian problem solution yaitu penelitian yang bertujuan memberikan jalan keluar atau saran pemecahan permasalahan10 karena dalam penelitian ini Penulis akan mengidentifikasikan penyebab terjadinya permasalahan, akibat terjadinya permasalahan serta di akhir penelitian Penulis juga akan memberikan solusi atas permasalahan tersebut. Berdasarkan ilmu penerapannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian monodisipliner yaitu penelitian yang didasarkan pada satu disiplin ilmu saja.11 Berdasarkan tempat diperolehnya data, penelitian ini

menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder yang digunakan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

PEMBAHASAN

A. Analisis Bentuk Perizinan PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Dalam Kegiatan Pertambangan

1. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.514/Menhut-II/2009 Tentang Perpanjangan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen (Batu Gamping) An. PT. Semen Gresik (Persero) Tbk.

                                                                                                                         

8Ibid., hlm. 16.

9 Sri Mamudji, et. al.,Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 9-10.

10Ibid. 11Ibid.

(7)

Keputusan Menteri Kehutanan ini dikeluarkan Pada tahun 2009 untuk memberikan perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan penambangan bahan baku semen (batu gamping) atas nama PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. yang terletak di petak 18, 19, 34, 35, 36, 37, 38, 39, dan 40 RPH Senori, BKPH Merakurak dan RPH Gaji, BKPH Kerek KPH Tuban, Desa Temandang, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur seluas 532,30 (Lima ratus tiga puluh dua dan tiga puluh perseratus) hektar.

Dari hasil penjelasan mengenai Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.514/Menhut-II-/2009 dapat diketahui bahwa bentuk perizinan tersebut berupa Keputusan Menteri yang dikeluarkan oleh Menteri dalam bentuk Surat Keputusan. Jadi Aparatur Pemberi Perizinannya yaitu Menteri Kehutanan karena perizinan ini merupakan Perpanjangan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang merupakan ranah kerja dari Kementerian Kehutanan dalam fungsingnya mengatur pemanfaatan pertambangan di kawasan hutan. Dan Bentuk Perizinan ini sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan jyang saat ini sudah berubah menjadi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Pada Pasal 11 ayat (2) Permen Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan12 dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan maka pelaku usaha pertambangan harus mengajukan izin tersebut kepada Menteri, dan dalam Peraturan tersebut yang dimaksud dengan “Menteri” adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan,13 berarti Menteri Kehutananlah yang memiliki kewenangan dalam memberikan izin pinjam pakai kawasan hutan.

Dan berdasarkan Teori Van Der Pot Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.514/Menhut-II/2009 Tentang Perpanjangan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Penambangan Bahan Baku Semen (Batu Gamping) An. PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. ini termasuk dalam bentuk perizinan yaitu Izin (vergunning), karena izin tersebut diberikan oleh Menteri berdasarkan perundang-undangan (algemene verbindende voorschriften) yang mengharuskan prosedur                                                                                                                          

12 Departemen Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan Tentang Pedoman Pinjam

Pakai Kawasan Hutan, Permen Kehutanan No. 18 Tahun 2011, Ps. 11 ayat (2).

(8)

tertentu guna pelaksanaan aktivitas dimaksud. Dan secara prosedural mengharuskan prosedur administratif yang dilakukan oleh Kementerian Kehutanan untuk mendata dan mengetahui siapa pihak yang melakukan kegiatan pertambangan dan tanpa izin yang diberikan oleh Menteri maka aktivitas pertambangan tidak dapat dilakukan dan dilarang oleh hukum.

2. Keputusan Bupati Tuban Nomor: 188.45/155 – IUP /KPTS/414.058/2012 Tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Kepada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk.

Dari hasil penjelasan mengenai Keputusan Bupati Tuban Nomor : 188.45/1155 – IUP / KPTS/414.058/2012 Tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Kepada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. dapat diketahui bahwa bentuk perizinan tersebut berupa Keputusan Bupati/Walikota yang dikeluarkan oleh Bupati/Walikota dalam Bentuk Surat Keputusan. Jadi Aparatur Pemberi Perizinannya yaitu Bupati Tuban karena perizinan ini merupakan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang merupakan ranah kerja dari Pemerintah Kabupaten Tuban dalam fungsinya mengatur segala kegiatan pertambangan dan juga operasi produksi di kawasan Kabupaten Tuban. Dan Bentuk Perizinan ini sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Izin Usaha Pertambangan.

Pada Pasal 31 Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Izin Usaha Pertambangan, disebutkan bahwa IUP Operasi Produksi diajukan secara tertulis kepada Bupati.14 Dari Pasal tersebut dapat diketahui bahwa Untuk Mendapatkan IUP Operasi Produksi maka pelaku usaha pertambangan harus mengajukan izin tersebut kepada Bupati Tuban, berarti Bupati Tubanlah yang memiliki kewenangan dalam memberikan IUP Operasi Produksi.

Dan berdasarkan Teori Van Der Pot Keputusan Bupati Tuban Nomor : 188.45/1155 – IUP / KPTS/414.058/2012 Tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Kepada PT. Semen Gresik (Persero) Tbk. ini termasuk dalam bentuk perizinan yaitu Izin (vergunning), karena izin tersebut diberikan oleh Bupati berdasarkan perundang-undangan (algemene verbindende voorschriften) yang mengharuskan prosedur tertentu guna pelaksanaan aktivitas dimaksud. Dan secara prosedural                                                                                                                          

14 Daerah Kabupaten Tuban, Peraturan Daerah Kabupaten Tuban, Tentang Izin Usaha

(9)

mengharuskan prosedur administratif yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tuban untuk mendata dan mengetahui siapa pihak yang melakukan kegiatan pertambangan dan tanpa izin yang diberikan oleh Menteri maka aktivitas pertambangan tidak dapat dilakukan dan dilarang oleh hukum.

B. Analisis Kewenangan Perizinan Terkait Peran Pemerintah Daerah

Dalam membahas pelaksanaan otonomi daerah bidang pertambangan umum terlebih dahulu akan diuraikan pengertian dan kedudukan otonomi daerah, penerapan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang pertambangan umum melalui pembentukan dinas-dinas pertambangan di daerah. Pemerintah pusat dalam penyelenggaran pemerintahan menggunakan asas desentralisasi dan tugas pembantuan, dekonsentrasi sesuai peraturan perundang-undangan, dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara diatur mengenai peran Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan memberikan izin Usaha Pertambangan. Penerapan asas desentralisasi dalam penyelengaraan tugas pemerintahan bidang pertambangan umum adalah penyerahan administrasi pengelolaan sumber daya alam bidang pertambangan umum kepada pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya diatur dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.

Sehingga dengan melihat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah terlihat bahwa kedua peraturan perundang-undangan tersebut selaras dalam mengatur mengenai kewenangan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan memberikan izin dan juga mengatur administrasi dalam pengelolaan sumber daya alam bidang pertambangan umum di daerah pemerintahannya masing-masing.

(10)

C. Analisis Kendala-kendala Izin Pinjam Pakai Di Kawasan Hutan Kabupaten Tuban yang Dihadapi Oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. Dan Solusi Penyelesaiannya

1. Kompensasi Lahan

Terkait kompensasi lahan yang diminta oleh Pemerintah Kabupaten Tuban kepada PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. yaitu seluas dua kali lipat lahan yang akan ditambang dan kompensasi lahan harus berada di wilayah Kabupaten Tuban. Maka harus dimulai dengan membahas mengenai kompensasi lahan di dalam proses izin pinjam pakai kawasan hutan. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan yaitu mengenai kompensasi lahan.

Kompensasi lahan sendiri diatur dalam Pasal 1 ayat (9) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan15 dari Pasal tersebut dapat terlihat bahwa kompensasi lahan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. apabila ingin mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan.

Dan alasan mengapa PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. harus memenuhi syarat-syarat kompensasi lahan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Tuban karena di dalam Permohonan Izin pinjam pakai kawasan hutan pemohon harus memenuhi 2 persyaratan yaitu persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.16 Dan pada persyaratan administrasi terdapat salah satu syarat yaitu mendapatkan surat rekomendasi dari Bupati/Walikota untuk pinjam pakai kawasan hutan bagi perizinan di luar bidang kehutanan.17 Karena izin pinjam pakai kawasan hutan yang diajukan oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. adalah untuk kegiatan di luar bidang kehutanan yaitu bidang pertambangan maka PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. harus mendapatkan surat rekomendasi dari

                                                                                                                         

15 Departemen Kehutanan, Peraturan Menteri Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan

Hutan, Op. Cit., Ps. 1 ayat (9)

16Ibid., Ps. 12 ayat (1). 17Ibid., Ps. 13 ayat (1) c.

(11)

Bupati Tuban selaku pemangku kewenangan dalam mengatur segala kegiatan pertambangan di kawasan Kabupaten Tuban.

Terkait besarnya lahan kompensasi yang harus disediakan oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. sebesar dua kali lipat lahan berdasarkan besaran lahan yang akan di tambang, diatur dalam Pasal 7 ayat (2) a Undang-Undang Nomor 18 tahun 2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang menyebutkan apabila izin pinjam pakai kawasan hutan pada Provinsi yang luas kawasan hutannya di bawah 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau Provinsi maka menerapkan ratio 1:2 apabila untuk tujuan komersial ditambah dengan luas rencana areal terganggu dengan kategori L3.18 Karena lokasi izin pinjam pakai kawasan hutan itu terletak di Kabupaten Tuban maka kawasan hutan Provinsi Jawa Timurlah yang digunakan sebagai perhitungan. Berdasarkan luas kawasan hutan Provinsi Jawa Timur sekitar 1.357.206,36 ha atau 28% dari luas dataran Provinsi Jawa Timur, terdiri atas beberapa jenis hutan. Hutan-hutan yang ada menurut jenisnya antara lain hutan produksi seluas 811.452,70 ha (59,79%), hutan lindung seluas 312.636,50 ha (23,04%), hutan konservasi seluas 233.117,16 ha (17,18%).19

Maka dari luas kawasan hutan di Provinsi Jawa Timur, PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. harus memberikan kompensasi lahan dengan ratio 1:2 karena luasnya hutan di Provinsi Jawa Timur yang hanya 28% dari luas dataran Provinsi Jawa Timur dan juga karena kegiatan yang dilakukan oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. di kawasan hutan Kabupaten Tuban bersifat untuk komersial yaitu kegiatan pertambangan.

Dan yang terakhir masalah lahan kompensasi harus berada di wilayah Kabupaten Tuban maka berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang menyebutkan bahwa calon lahan kompensasi wajib memenuhi beberapa persyaratan20 dan dari                                                                                                                          

18Ibid., Ps. 7 ayat (2) a.

19 “Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Timur”

http://www.indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-jawa-timur/sumber-daya-alam, diunduh 26 Maret 2013.

(12)

Pasal tersebut dapat terlihat bahwa tidak ada persyaratan di dalam Peraturan yang menyebutkan bahwa lahan kompensasi harus terletak di wilayah Kabupaten Tuban, tetapi hanya mensyaratkan terletak dalam Provinsi yang sama yaitu di Provinsi Jawa Timur. Disini terlihat bahwa persyaratan yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Tuban tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan dan Pihak PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. dapat saja menolak persyaratan yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Tuban karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai izin pinjam pakai kawasan hutan. Meskipun syarat yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Tuban memiliki alasan yang logis dan masih dalam taraf kewajaran. Memang hal tersebut tidak disalahkan oleh Departemen Kehutanan, akan tetapi bila dilihat pada sistem Hukum Administrasi Negara maka terlihat konstruksi Hukum Administrasi Negaranya itu agak berbeda fungsinya dalam hal perizinan.

Solusi yang dapat diberikan untuk menyelesaikan kendala diatas adalah:

1. Sebaiknya PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. tetap memenuhi persyaratan yang diminta oleh Pemerintah Kabupaten Tuban permasalahan kompensasi lahan, agar proses pemberian surat rekomendasi oleh Bupati sebagai syarat administrasi yang harus dipenuhi dalam proses pinjam pakai kawasan hutan ini dapat berjalan lancar.

2. Sebaiknya PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. melakukan negosiasi mengenai persyaratan yang diminta oleh Pemerintah Kabupaten Tuban dan menjelaskan bahwa di dalam Peraturan Menteri Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan tidak terdapat aturan yang mengatur bahwa lahan kompensasi harus berada di wilayah Kabupaten Tuban.

B. Perbedaan Prinsip Di Dalam Penafsiran Bupati Kabupaten Tuban

Terkait Bupati Kabupaten Tuban yang keberatan memberikan tanda tangannya atas Surat izin lokasi pinjam pakai kawasan hutan dengan alasan izin tersebut tidak dapat diberikan apabila PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. tidak                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               Hutan, Op. Cit., Ps. 32 ayat (1)

(13)

dapat menunjukkan Surat Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan. Dari kasus ini terlihat bahwa terdapat perbedaan prinsip di dalam penafsiran pihak Bupati Kabupaten Tuban dalam hal memberikan izin. Untuk mendapatkan Surat Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan pemohon harus memenuhi persyaratan administrasi dan teknis yang diatur dalam Peraturan Menteri Nomor 38 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 18 tahun 2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan21.

Kemudian dapat dilihat dalam alur prosedur dalam penerbitan persetujuan prinsip. Urutannya adalah pemohon melakukan pendaftaran pinjam pakai kawasan hutan, kemudian dilanjutkan oleh penilaian persyaratan administrasi dan teknis yang telah dipenuhi pemohon oleh Dirut Perum Perhutani dan Dirjen Planologi, dan setelah itu barulah dapat dikeluarkan Surat persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan.22

Sehingga dalam kasus ini dapat dilihat bahwa Pemerintah Tuban memiliki pandangan yang salah dalam hal syarat pemberian tanda tangan terkait izin lokasi pinjam pakai kawasan hutan, yaitu pemohon harus dapat menunjukkan Surat Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan. Karena izin lokasi merupakan salah satu syarat dalam mendapatkan Surat Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan Hutan. Dan untuk kasus ini Pemerintah Tuban tidak perlu menggunakan Peraturan perundang-undangan lainnya untuk memberikan izin tersebut sebagai aparatur pemberi izin, cukup seperti yang diatur dalam Undang-undang Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan saja. Dari Kasus ini dapat terlihat permasalahan dari perbedaan penafsiran antara Aparatur pemberi izin dengan pemohon/pelaku usaha.

Dalam kasus ini Bupati Tuban memiliki penafsiran yang berbeda dalam hal memberikan tanda tangan terkait izin lokasi pinjam pakai kawasan hutan yang sebenarnya berdasarkan peraturan perundang-undangan merupakan kewenangannya dalam memberikan izin tersebut. Namun dengan dalih peraturan                                                                                                                          

21 “Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Operasi Produksi

Pertambangan/Non-Tambang” http://lpp.dephut.go.id/media.php?module=detailalur&id=5, diunduh 19 Mei 2013.

(14)

perundang-undangan lainnya Bupati Tuban tidak memberikan tanda tangan tersebut dan justru mempermasalahkannya. Dan hal itu justru menjadi kendala-kendala yang sering terjadi dalam proses perizinan pertambangan terkait kewenangan aparatur pemberi izin yang melalui proses birokrasi yang rumit dan memerlukan waktu panjang, sehingga cenderung menimbulkan biaya tinggi. Solusi yang dapat diberikan untuk menyelesaikan kendala diatas adalah:

1. Sebaiknya PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. melakukan pendekatan kepada Bupati Tuban dengan menjelaskan secara lengkap proses mendapatkan surat persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan dan mengapa Bupati Tuban harus menandatangani surat permohonan izin lokasi pinjam pakai kawasan hutan tersebut tanpa menyalahi kewenangan dan aturan yang ada.

2. Dapat melibatkan pihak ketiga sebagai penengah dari kasus ini, bisa dari pihak Kementerian Kehutanan atau pihak lainnya yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perbedaan prinsip tersebut.

3. PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas tindakan yang dilakukan Bupati Tuban dengan tidak mengeluarkan keputusan sedangkan hal itu menjadi kewajibannya.

D. Analisis Terhadap Akibat-akibat yang Ditimbulkan Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Negara

Dengan dianutnya welfare state di berbagai negara, menyebabkan semakin besarnya kewenangan dan peran administrasi negara. Hukum Administrasi Negara memfasilitasi makin besarnya peranan administrasi negara tersebut. Administrasi negara berperan bukan hanya sebagai penegakan hukum dan ketertiban, tetapi juga di dalam sektor sosial dan ekonomi masyarakat. Banyak cara yang bisa ditempuh untuk mewujudkan welfare state ini, salah satunya adalah dengan menerapkan good governance.

Good governance (tatakelola kepemerintahan yang baik) adalah cara-cara penyelenggaraan pemerintahan secara efisien dan efektif. Prinsip dasar dalam konsep ini bahwa penyelenggaraan pemerintahan supaya efektif dan efisien,

(15)

melibatkan beberapa komponen kelembagaan yang disebut “stake holder” yaitu: komponen masyarakat, sektor swasta atau private dan pemerintah itu sendiri.23

Dalam praktiknya good governance ini harus didukung dengan sistem yang kuat, peraturan perundangan, sarana dan prasarana, serta aparatur birokrasi yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi. Aparatur birokrasi memegang dua peranan penting mengingat mereka adalah wakil negara yang langsung berhadapan dengan masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan. Dalam memberikan pelayanan sudah semestinya para aparatur birokrasi ini selalu mengedepankan moral dan nurani dengan selalu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat. Sehingga dalam praktik good governance, aparatur birokrasi harus mendapat perhatian yang lebih.

Negara Republik Indonesia adalah suatu negara hukum yang tergolong "Welfare State". Sebagai negara hukum maka tindakan alat-alat negaranya terikat kepada ketentuan Peraturan perundang-undangan yang berlaku yang melegalisasi kekuasaan pejabat-pejabat publik untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan di Daerah. Dalam hal ini maka pengertian administrasi negara termasuk apa yang disebut sebagai bestuurszorg atau public service yang berarti penyelenggaraan kepentingan umum, sehingga fungsi administrasi negara adalah sebagai penyelenggara kepentingan umum dengan suatu tata cara tertentu.

Dari hasil analisis mengenai seluruh bentuk perizinan yang dimiliki PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk., kewenangan perizinan terkait peran pemerintah daerah dan analisis terhadap kendala-kendala izin pinjam pakai di kawasan hutan Kabupaten Tuban yang dihadapi oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. beserta solusinya maka dapat dilihat bahwa dengan adanya kegiatan pertambangan di kawasan hutan yang dilakukan oleh PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. diharapkan segala proses pertambangan terutama yang dilaksanakan oleh BUMN itu mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam hal perizinan dan pelaksanaanya.

Alasan mengapa BUMN harus mendapatkan dukungan penuh dari                                                                                                                          

23 Bambang Istianto, Demokratisasi Birokrasi, cet. 2, (Jakarta: Mitra Wacana Media,

(16)

pemerintah tidak lain karena hasil dari keuntungan kegiatan usaha mereka nantinya akan diberikan kepada negara. Sehingga hal tersebut akan sesuai dengan tujuan negara untuk mencapai suatu kehidupan yang dicita-citakan, seperti yang tertuang pada alinea 4 pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni, “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”. Selain itu, juga untuk mewujudkan welfare state atau negara kesejahteraan sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sehingga kekayaan alam yang terdapat di Indonesia ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dan manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia itu sendiri. Sehingga dengan adanya amanat tersebutlah yang mengharuskan pemerintah untuk menjalankan fungsi pemerintahan dengan baik dan sesuai dengan Peraturan perundang-undangan terutama kewenangannya sebagai aparatur pemberi perizinan pada umumnya, untuk mengatur perizinan dan pelaksanaan pertambangan di Indonesia agar mencapai kesejahteraan bagi negara Indonesia.

(17)

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan kegiatan pertambangan pada kawasan hutan di Indonesia saat ini telah diatur oleh masing-masing sektor, yaitu sektor Pertambangan dan sektor Kehutanan. Pada sektor Pertambangan telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan dan terakhir telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Untuk sektor Kehutanan dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 tahun 2004 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang. Pada tataran kebijakan dibawahnya telah diterbitkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Perizinan atau Perjanjian di Bidang Pertambangan yang Berada di Kawasan Hutan serta Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan jo Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 38 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

2. Berdasarkan kewenangan Pemerintah Daerah dalam pemberian perizinan pertambangan legalitasnya sudah ada kepastian hukum, yaitu Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah terkait Desentralisasi dalam mengatur dan mengurus bidang administrasi terkait kegiatan pertambangan sumber daya alam. Sedangkan berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terkait peran Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan memberikan Izin Usaha Pertambangan. Kewenangan perizinan pertambangan diberikan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota sesuai kewenangan masing-masing, berarti disini Pemerintah Daerah memiliki kewenangan dalam pemberian perizinan pertambangan. Agar pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan Pemerintah Daerah selaku pemegang kewenangan perizinan ini berjalan

(18)

sukses, implementasi kebijakan harus dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Seluruh upaya itu harus tetap dilakukan dalam rangka mengawal agar otonomi daerah senantiasa dalam koridor yang tepat

3. PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. pada prakteknya masih menghadapi beberapa kendala perizinan pertambangan terutama dalam perizinan dan pelaksanaan kegiatan pertambangan batu kapur di kawasan hutan Kabupaten Tuban. Kendala-kendala tersebut diantaranya adalah terkait persyaratan yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Tuban terkait kompensasi lahan yang tidak sesuai dengan Peraturan perundang-undangan, bahwa semestinya lahan kompensasi tidak harus berada di wilayah Kabupaten Tuban. Dan kendala berikutnya yaitu perbedaan prinsip di dalam penafsiran Bupati Kabupaten Tuban dalam pemberian tanda tangan terkait izin lokasi pinjam pakai kawasan hutan. Dan untuk solusi terhadap kendala-kendala tersebut antara lain:

a. Sebaiknya PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. tetap memenuhi persyaratan yang diminta oleh Pemerintah Kabupaten Tuban permasalahan kompensasi lahan, agar proses pemberian surat rekomendasi oleh Bupati dapat berjalan lancar.

b. Sebaiknya PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. melakukan negosiasi mengenai persyaratan yang diminta oleh Pemerintah Kabupaten Tuban dan menjelaskan bahwa persyaratan yang diminta tidak sesuai dengan Peraturan perundang-undangan.

c. Sebaiknya PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. dapat melakukan pendekatan kepada Pemerintah Kabupaten Tuban.

d. Dapat melibatkan pihak ketiga sebagai penengah dari kasus ini, bisa dari pihak Kementerian Kehutanan atau pihak lainnya yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perbedaan prinsip tersebut.

e. PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas tindakan yang dilakukan Bupati Tuban dengan tidak mengeluarkan keputusan sedangkan hal itu menjadi kewajibannya.

(19)

SARAN

1. Penerapan pola perizinan sebagai pola pengusahaan pertambangan, seharusnya di tunjang oleh administrasi pemerintahan dan pelayanan publik yang baik dan lebih memberikan kepastian hukum. Kedepannya diharapkan proses perizinan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan tidak mengalami kendala dan dapat diberikan tanpa harus melewati proses perizinan yang panjang dan rumit. Dan Pemerintah sebaiknya lebih mendukung BUMN yang bergerak pada bidang pertambangan terutama dalam hal pemberian perizinannya. 2. Secara praktis disarankan agar dilakukan penataan ulang tentang

desentralisasi dalam urusan pertambangan dengan berpayungkan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 dan perlu dipikirkan penyelenggaraan dekonsentrasi dalam pemanfaatan sumber daya alam terutama terkait peran pemerintah daerah.

3. Diharapkan Pemerintah dapat menjalankan fungsi pemerintahan dengan baik dengan cara mengatur seluruh kegiatan pertambangan di Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan negara sesuai dengan amanat Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945, sehingga kekayaan alam di Indonesia dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat Indonesia.

KEPUSTAKAAN Buku

Atmosudirdjo, S. Prajudi. Dasar-dasar Ilmu Administrasi. cet. 2. Jakarta: Cipta Karya, 1976.

Caiden, Gerarld E. The Dynamics of Public Administrations in Theory and Practice. New York: Holt, Reinhart and Winston, Inc., 1971.

Hageenaars, D.L.T.M. Dankers, Op het Spoor van de Concessie - een onderzoek Naar Het Rechtscharacter Van de Concessie in Nederland en in Frankrijk, Jurisdische Bibliothek Universiteit Utrect, 2000.

H.S., Salim. Hukum Pertambangan Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

Istianto, Bambang. Demokratisasi Birokrasi, cet. 2, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011.

(20)

Logemann, J.H.A. Over de theorie van een stellig staatsrecht. Amsterdam: Mahabarata, 1955.

Mamudji, Sri. Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Pot, Van der. Nederlands Bestuursrecht, WF Prins-R. Kosim Adisapoetra, 1983.

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945.

________, Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 32 Tahun 2004.

________, Undang-Undang Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 4 Tahun 2009.

Departemen Kehutanan, Peraturan Menteri Kehutanan Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Permen Kehutanan, No. 18, Tahun 2011.

________, Peraturan Menteri Kehutanan Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Permen Kehutanan, No. 38, Tahun 2012.

Daerah Kabupaten Tuban, Peraturan Daerah Kabupaten Tuban, Tentang Izin Usaha Pertambangan, Perda Kabupaten Tuban No. 19 Tahun 2011.

Internet

“Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Untuk Kegiatan Operasi Produksi Pertambangan/Non-Tambang”

http://lpp.dephut.go.id/media.php?module=detailalur&id=5 Diunduh 19 Mei 2013.

“Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Timur”

http://www.indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-jawa-timur/sumber-daya-alam. Diunduh 26 Maret 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta berdasarkan hasil evaluasi terhadap seluruh

Pada hari ini Jum’at tanggal Dua Puluh Tiga bulan September tahun Dua Ribu Enam Belas, bertempat di Ruang Sekretariat Kelompok Kerja (Pokja) Barang/ Jasa Lainnya Pada

Kami harapkan kehadiran Saudara pada waktu yang telah ditentukan, apabila berhalangan dapat diwakilkan dengan membawa surat kuasa, dan apabila tidak hadir maka perusahaan

Hal ini tidak hanya terjadi karena tuntutan ekonomi semata, banyak anak- anak yang mengemis karena ikut-ikutan dengan dukungan kultur masyarakat sekitar, seperti halnya

Metode apa saja yang dapat digunakan dalam program pelatihan yang sasaran pembelajarannya berada di ranah kognitif!. demikian juga jika sasaran pembelajarannya

Pada hari ini Senin Tanggal dua puluh empat Bulan September Tahun dua ribu dua belas, kami yang bertanda tangan dibawah ini POKJA II BPDAS BONE BOLANGO di lingkungan Unit

penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa kelas VIII SMPN 3 X Koto Singkarak pada materi relasi dan fungsi yang paling dominan adalah karena tidak.

Perencanaan sebuah pasar yang memiliki latar belakang upaya menciptakan suatu wadah jual beli yang masih bersifat tradisional namun dalam kondisi yang baik sebagai solusi agar para