78
ANALISIS EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR (IPAL) RUMAH SAKIT TINGKAT III ROBERT WOLTER MONGISIDI MANADO Ellys D. Siagian*, Bobby Polli*, Veronica Kumurur*
*Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK
Setiap hari rumah sakit menggunakan sejumlah besar volume air, dan menghasilkan air yang tercemar dengan sejumlah besar bahan infeksious dan berbahaya yang dibuang ke saluran pembuangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas pengolahan air limbah (IPAL) di Robert Rumah Sakit Monginsidi Wolter, Manado. Jenis penelitian ini adalah penelitian laboratorium dan observasi mendalam. Pada penelitian ini, sampel yang diambil adalah limbah cair yang terdapat pada bagian inlet (sebelum air limbah diolah di IPAL) dan outlet (sesudah air limbah di olah di IPAL). Sampel diambil secara berturut-turut setiap pagi dan siang hari dengan menggunakan botol sampling selama 5 (Lima) hari. Sampel dianalisis di laboratorium Water Laboratory Nusantara (WLN) Manado untuk pemeriksaan kadar BOD, COD,TSS dan Bakteri Coliform total. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan BOD, COD, TSS dan bakteri coliform total pada limbah Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado sebelum pengolahan (inlet) memiliki nilai rata-rata yaitu 125,2 mg/L, 196,2 mg/L, 53 mg/L dan 24.200 MPN dan sesudah pengolahan (outlet) memiliki nilai rata-rata yaitu 5 mg/L, 15 mg/L, 1 mg/L dan 18.300 MPN; Efektivitas IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado dalam menurunkan kadar BOD pada limbah cair sebesar95,82%, kadar COD pada limbah cair sebesar 92,37%, kadar TSS pada limbah cair sebesar 97,19% dan bakteri coliform total pada limbah cair sebesar 24,37%. Sebagai kesimpulan, kandungan BOD, COD, TSS sesudah pengolahan (outlet) masih memenuhi syarat baku mutu namun kandungan bakteri coliform total sesudah pengolahan (outlet) sudah berada diatas syarat baku mutu.
Kata Kunci: Instalasi Pengolahan Limbah Cair
ABSTRACT
Hospitals consume an important volume of water a day, and generate multiple amounts of infectious and hazardous polluted discharge water to the drain. The aim of the study is to analyse the effectiveness of waste water treatment plant (WWTP) in Robert WolterMonginsidi Hospital, Manado.This research is a research laboratory and in-depth observation. In this study, samples taken are contained in the liquid waste inlet section (before the waste water is treated in WWTP) and outlet (after wastewater processed in the WWTP). Samples were taken successively every morning and afternoon with a bottle sampling for 5 (five) days. Water samples are analyzed atNusantara Water Laboratory (WLN) Manado for examination BOD, COD, TSS and total coliform bacteria. The results showed that the content of BOD, COD, TSS and total coliform bacteria in the waste Robert Wolter Monginsidi Hospital, Manado.before processing (inlet) has an average value of 125.2 mg/L, 196.2 mg/L, 53 mg/L and 24,200 MPN and after processing (outlet) has an average value which is 5 mg/L, 15 mg/L, 1 mg/L and 18,300 MPN; Effectiveness WWTP Hospital Level III R.W. Monginsidi Manado in lowering levels in the effluent BOD amounted to 95.82%, COD levels in wastewater amounted to 92.37%, levels of TSS in wastewater amounted to 97.19% and total coliform bacteria in wastewater amounted to 24.37%.In conclusion, the content of BOD, COD, TSS after treatment (outlet) still qualify but the content quality standards total coliforms bacterial after treatment (outlet) still above the quality standard requirements.
79
PENDAHULUANRumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat
diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan.
Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang
bermutu, membuat semakin
kompleksnya permasalahan dalam
rumah sakit (Himpunan Peraturan
Perundang-undangan Republik
Indonesia tentang Rumah Sakit, 2010). Rumah Sakit sebagai institusi
pelayanan kesehatan dimana di
dalamnya terdapat bangunan, peralatan,
manusia (petugas, pasien dan
pengunjung) dan kegiatan pelayanan kesehatan, selain dapat menghasilkan dampak positif berupa produk pelayanan kesehatan yang baik terhadap pasien dan memberikan keuntungan retribusi bagi pemerintah dan lembaga pelayanan itu sendiri, rumah sakit juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa pengaruh buruk kepada manusia, seperti sampah dan limbah rumah sakit yang
dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan, sumber penularan penyakit dan menghambat proses penyembuhan
serta pemulihan penderita. Sumber pencemaran rumah sakit yang perlu mendapat perhatian adalah adanya pencemaran air (air limbah).
Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa organik yang cukup tinggi, juga mengandung senyawa-senyawa
kimia lain serta mikroorganisme
patogen yang dapat menyebabkan
penyakit terhadap masyarakat
sekitarnya. Kadar Biological Oxygen
Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Suspended Solid (TSS) adalah sebagian parameter
yang dijadikan patokan untuk menilai pencemaran terhadap air. Kadar yang sangat tinggi berpotensi mencemari air buangan, dan selanjutnya berdampak
terhadap kesehatan masyarakat
(Anonimus, 2006). Oleh karena
potensi dampak air limbah rumah sakit terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit diharuskan mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang berlaku (Soedjarwo, 2003).
Suatu pengolahan limbah cair yang baik melalui pengoperasian IPAL sangat dibutuhkan dalam mendukung hasil kualitas effluent sehingga tidak melebihi syarat baku mutu yang
80
ditetapkan oleh pemerintah
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya peraturan yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus mengolah air limbah sampai standar/baku mutu yang
diijinkan, maka kebutuhan akan
teknologi pengolahan air limbah
rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu dikembangkan (Widayat, 2005). Air limbah rumah sakit yang tidak diolah dengan baik
akan menimbulkan pencemaran
lingkungan hidup. Pencemaran
lingkungan hidup adalah
dimasukannya makhluk hidup, Zar, Energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup (UU 32 Tahun 2009).
Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Mongisidi Manado merupakan Rumah Sakit TNI-AD di wilayah Sulawesi Utara. Rumah sakit ini mampu
memberikan pelayanan kedokteran
spesialis dan subspesialis terbatas. Rumah sakit ini tersedia 190 tempat tidur inap. Jumlah dokter yang tersedia ada 85 orang. Limbah cair yang dihasilkan oleh Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado berasal dari
WC, wastafel, kamar mandi, laundry, dapur dan laboratorium. Limbah cair dialirkan ke instalasi pengolahan air
limbah (IPAL) untuk mengalami
pengolahan. Sistem pengoperasian IPAL yaitu limbah cair yang dihasilkan dari ruangan ditampung di bak kontrol dialirkan ke bak inlet dan dari bak inlet masuk ke dalam bak pengolahan yang menggunakan mesin biodetox. Hasil pengolahan limbah cair dialirkan ke bak
outlet dan dari bak outlet
dibuang/dialirkan ke lingkungan.
Limbah cair yand dihasilkan oleh
Rumah Sakit Tingkat III R.W.
Mongisidi Manado harus diperhatikan
kualitasnya, karena Rumah Sakit
Tingkat III R.W. Mongisidi Manado merupakan rumah sakit yang besar dan terletak ditengah pemukiman. IPAL rumah sakit ini harus dijalankan secara optimal dan baik sehingga menghasilkan limbah cair yang sesuai dengan baku mutu dan tidak mencemari lingkungan.
Hasil penelitian Sudarmaji
(2013) tentang efektivitas sistem
pengolahan limbah cair dan keluhan kesehatan pada petugas IPAL di RSUD
Dr. M Soewandhie Surabaya,
menyimpulkan bahwa sistem
pengolahan air limbah yang selama ini di jalankan di RSUD Dr. M Soewandhie masih belum berjalan secara optimal dan baik dilihat dari kandungan BOD,COD dan bakteri coliform total pada limbah
81
cair yang belum memenuhi syarat walaupun sudah mengalami proses pengolahan pada IPAL. Pada penelitian Kerubun (2014) tentang kualitas limbah cair di rumah sakit umum daerah Tulehu menyimpulkan bahwa hasil pengolahan air limbah rumah sakit belum efektif
dalam menurunkan kadar bakteri
coliform total.
Berdasarkan pemaparan diatas, maka mendorong penulis untuk meneliti tentang efektivitas instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado. Ada beberapa parameter yang digunakan untuk melihat apakah limbah yang dihasilkan menimbulkan pencemaran lingkungan, yaitu secara fisik,kimia, mikrobiologi dan radioaktiv. Dalam
penelitian ini, peneliti hanya
memfokuskan pada pengukuran
parameter secara kimia khususnya parameter Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS) dan Bakteri Coliform Total.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian laboratorium dan observasi mendalam di Rumah Sakit Tingkat III Robert Wolter Mongisidi Manado Sulawesi Utara pada bulan Oktober sampai Desember 2016 dan sampel yang diambil adalah limbah cair yang terdapat pada bagian inlet (sebelum air limbah diolah di IPAL) dan outlet (sesudah air limbah di olah di IPAL) di Rumah Sakit Tingkat III R. W. Mongisidi Manado. Sampel diambil secara berturut-turut setiap pagi dan siang hari dengan menggunakan botol sampling selama 5 (Lima) hari. Analisis Data menggunakan analisis data inlet dan outlet dievaluasi, dan analisis untuk efektifitas IPAL rumah sakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kandungan Biological Oxygen
Demand (BOD) Pada Limbah Cair
di Bak Inlet dan Outlet IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado
Tabel 1. Hasil Uji Laboratorium Parameter BOD Pada Limbah Cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado
Pengamatan Hari ke- Inlet (mg/l) Outlet (mg/l) Efektivitas (%) 1 104 3 97,11 2 133 2 98,49 3 127 8 93,70 4 175 8 95,42 5 87 4 94,40 Rata-rata 125,2 5 95,82
Sumber : Hasil Uji Laboratorium Water Laboratory Nusantara (WLN) Indonesia tahun 2016
82
Dari data pada tabel 1, dapat dilihat bahwa hasil uji laboratorium sampel air limbah di bak inlet IPAL rumah sakit untuk parameter BOD mempunyai nilai rata-rata 125,2 mg/l sedangkan di bak
outlet IPAL nilai rata-rata 5 mg/l. Biological Oxygen Demand (BOD)
adalah jumlah oksigen yang diperlukan
untuk konversi mikroba atau
mengoksidasi senyawa organic dalam limbah cair oleh mikroba pada suhu
240C selama waktu inkubasi 5 hari. Nilai
BOD digunakan untuk memonitor
kualitas air dan biodegrasi senyawa organic dalam limbah cair (Suharto, 2011).
Pengambilan sampel untuk
parameter BOD pada limbah cair dilakukan selama lima hari berturut-turut. Pengambilan sampel dilakukan pada jam 8 pagi di bak inlet karena pada jam ini penghasilan limbah cair tinggi dan pada jam 2 siang di bak outlet karena pada jam ini limbah cair selesai di proses.
Hasil pengukuran parameter BOD pada limbah cair selama lima hari memiliki nilai yang bervariasi. Hari pertama di bak inlet IPAL memiliki nilai 104 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 3 mg/l. Hari kedua di bak
inlet IPAL memiliki nilai 133 mg/l
sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 2 mg/l. Hari ketiga di bak inlet
IPAL memiliki nilai 127 mg/l
sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 8 mg/l. Hari keempat di bak inlet
IPAL memiliki nilai 175 mg/l
sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 8 mg/l. Hari kelima di bak inlet IPAL memiliki nilai 87 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 4 mg/l. Bervarasinya nilai kandungan BOD pada limbah cair rumah sakit dikarenakan kandungan bahan organik pada limbah cair rumah sakit setiap harinya berbeda. Nilai BOD tertinggi terdapat pada hari keempat.
Hasil pengukuran parameter BOD pada limbah cair di bak inlet dan outlet IPAL selama lima hari mengalami penurunan. Nilai rata-rata pada bak inlet IPAL 125,2 mg/l dan pada bak outlet
IPAL 5 mg/l. Penurunan BOD
dikarenakan adanya
perlakuan-perlakuan yang dilakukan pada limbah cair, seperti praperlakuan, perlakuan primer dan perlakuan sekunder pada limbah cair. Praperlakuan pada limbah cair terdapat proses ekualisasi yang salah satu tujuan dari proses ekualisasi adalah menurunkan nilai BOD. Proses sedimentasi untuk memisahkan padatan
terlarut dalam klarifikasi primer
sehingga mampu menurunkan nilai BOD 30-75%. Perlakuan primer pada limbah cair terdapat metode adsorpsi dengan menggunakan adsorben berupa karbon aktif. Karbon aktif digunakan untuk menghilangkan pencemar organik
83
sintetik terlarut dalam limbah cair. Karbon aktif mampu mengadsorpsi pencemar organik dalam limbah cair
melalui lubang-lubang porous di
permukaan karbon aktif. Perlakuan sekunder pada limbah cair bertujuan untuk melakukan kontak perlakuan limbah cair dengan mikroba agar terjadi biodegrasi senyawa organik dalam li,bah cair menjadi produk tanpa pencemar. Pada perlakuan sekunder terdapat proses limbah cair dalam bioreaktor. Dalam bioreaktor terdapat bakteri dalam jumlah besar. Bakteri ini digunakan untuk mengonversi limbah cair yang berisi senyawa organik dan anorganik beracun (Suharto, 2011).
Kadar BOD pada limbah cair sesudah pengolahan di bak outlet IPAL memiliki nilai rata-rata 5 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah cair Rumah Sakit Tingkat III
R.W. Mongisidi Manado sudah
memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yaitu kadar yang ditetapkan 50 mg/l. Hasil ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh
Alamsyah (2007) di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang. Pada penelitian ini, kadar BOD pada limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai 2,74 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah cair Rumah Sakit
Pupuk Kaltim Bontang memenuhi syarat baku mutu menurut SK Gubernur Kaltim No 26 Tahun 2002, yaitu kadar yang ditetapkan 50 mg/l. Sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2009) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Kadar BOD pada
limbah cair sesudah pengolahan
memiliki nilai 30 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah cair RSUD dr. Moewardi Surakarta memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah no. 10 Tahun 2004, yaitu 30
mg/l. Sejalan juga dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Kolibu dan Tewal (2011) di RS GMIM Bethesda Tomohon. Kadar BOD pada limbah cair sudah memenuhi syarat
baku mutu menurut KEP-
58/MENLH/12/1995, yaitu kadar yang ditetapkan 30 mg/l. Sejalan juga dengan
penelitian yang dilakukan oleh
Setyawan dan Hartini (2012) di RSUD Kelet Jepara. Kadar BOD pada limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai
rata-rata 11,7 mg/l. Nilai ini
menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah cair RSUD kelet Jepara sudah memiliki syarat baku mutu menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.10 Tahun 2004 yaitu 30 mg/l. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan Purnama (2014) di RSU Propinsi Nusa Tenggara Barat. Kadar
84
BOD pada limbah cair sesudah
pengolahan memiliki nilai 9 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar BOD pada limbah cair RSU Propinsi Nusa Tenggara Barat sudah memenuhi syarat
baku mutu menurut KEP-
58/MENLH/12/1995, yaitu kadar yang ditetapkan 30 mg/l.
2. Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair di Bak Inlet dan
Outlet IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado
Tabel 2. Hasil Uji Laboratorium Parameter COD Pada Limbah Cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado
Pengamatan Hari ke- Inlet (mg/l) Outlet (mg/l) Efektivitas (%) 1 146 15 87,72 2 347 10 97,11 3 142 13 90,84 4 229 12 94,75 5 117 10 91,45 Rata-rata 196,2 15 92,37
Sumber : Hasil Uji Laboratorium Water Laboratory Nusantara (WLN) Indonesia tahun 2016
Dari data pada tabel 6, dapat dilihat bahwa hasil uji laboratorium sampel air limbah di bak inlet IPAL rumah sakit untuk parameter COD mempunyai nilai rata-rata 196,2 mg/l sedangkan di bak
outlet IPAL nilai rata-rata 15 mg/l. Total Suspended Solid (TSS) adalah
sejumlah padatan tersuspensi (mg) dalam 1 liter air. Chemical Ovygen
Demand (COD) menggambarkan jumlah
total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable) maupun
yang sukar didekomposisi secara
biologis
(non-biodegradable)(Chandra,2012).
Pengambilan sampel untuk
parameter COD pada limbah cair dilakukan selama lima hari berturut-turut. Pengambilan sampel dilakukan pada jam 8 pagi di bak inlet karena pada jam ini penghasilan limbah cair tinggi dan pada jam 2 siang di bak outlet karena pada jam ini limbah cair selesai di proses.
Hasil pengukuran parameter COD pada limbah cair selama lima hari memiliki nilai yang bervariasi. Hari pertama di bak inlet IPAL memiliki nilai 146 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 15 mg/l. Hari kedua di bak inlet IPAL memiliki nilai 347 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki
85
nilai 10 mg/l. Hari ketiga di bak inlet
IPAL memiliki nilai 142 mg/l
sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 13 mg/l. Hari keempat di bak inlet
IPAL memiliki nilai 229 mg/l
sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 12 mg/l. Hari kelima di bak inlet
IPAL memiliki nilai 117 mg/l
sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 10 mg/l. Bervarasinya nilai kandungan COD pada limbah cair rumah sakit dikarenakan kandungan bahan organik pada limbah cair rumah sakit setiap harinya berbeda. Nilai COD tertinggi terdapat pada hari keempat.
Hasil pengukuran parameter COD pada limbah cair di bak inlet dan outlet IPAL selama lima hari mengalami penurunan. Nilai rata-rata pada bak inlet IPAL 196,2 mg/l dan pada bak outlet
IPAL 15 mg/l. Penurunan COD
dikarenakan proses aerasi yang
mempengaruhi penurunan COD, karena proses aerasi mengurangi rasa dan bau tak sedap yang disebabkan oleh senyawa organik dan juga untuk memindahkan komponen mudah menguap antara lain
senyawa organik mudah menguap
bersifat toksik. Proses sedimentasi juga mempengaruhi penurunan kandungan COD pada limbah cair. Endapan yang terjadi pada dasar tangki sedimentasi terdiri atas lumpur sehingga kandungan senyawa organik menurun dalam limbah cair. Adapun proses limbah cair dalam
bioreaktor yang mempengaruhi
penurunan COD karena adanya lumpur aktif. Lumpur aktif adalah kumpulan mikroba yang masih aktif berupa gumpalan lumpur atau menyerupai lumpur. Dalam bioreaktor, lumpur aktif mengadsorpsi senyawa organik pada tersuspensi selama waktu 20 sampai 40 menit (Suharto,2011).
Kadar COD pada limbah cair sesudah pengolahan di bak outlet memiliki nilai rata-rata 15 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar COD pada limbah cair Rumah Sakit Tingkat III
R.W. Mongisidi Manado sudah
memenuhi syarat baku mutu meurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Alamsyah (2007) di Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang. Pada penelitian ini, kadar COD limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai 20,31 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar COD pada limbah cair Rumah Sakit Pupuk Kaltim Bontang memenuhi syarat baku mutu menurut SK Gubernur Kaltim No.26 Tahun 2002, yaitu kadar yang ditetapkan 100
mg/l. sejalan juga dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh
Ayuningtyas (2009) di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Kadar COD pada
86
memiliki nilai 80 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar COD pada limbah cair RSUD dr. Moewardi Surakarta memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No.10 Tahun 2004, yaitu 80
mg/l. Sejalan juga dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Kolibu dan Tewal (2011) di RS GMIM Bethesda Tomohon memenuhi syarat
baku mutu menurut KEP-
58/MENLH/12/1995 yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. Sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyawan dan Hartini (2012) di RSUD Kelet Jepara. Kadar COD pada limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai
rat-rata 48,7 mg/l. Nilai ini
menunjukkan bahwa kadar COD pada limbah cair RSUD Kelet Jepara sudah memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No.10 Tahun 2004 yaitu 80 mg/l. Adapun penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan Purnama (2014) di RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat . Kadar
COD pada limbah cair sesudah
pengolahan memiliki nilai 29 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar COD pada limbah cair RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat sudah memenuhi syarat
baku mutu menurut KEP-
58/MENLH/12/1995, yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l.
3. Kandungan Total Suspended Solid (TSS) Pada Limbah Cair di Bak Inlet dan Outlet IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado
Tabel 3. Hasil Uji Laboratorium Parameter TSS Pada Limbah Cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado
Pengamatan Hari ke- Inlet (mg/l) Outlet (mg/l) Efektivitas (%) 1 40 1 97,50 2 37 1 97,29 3 61 1 98,36 4 111 1 99.09 5 16 1 93,75 Rata-rata 53 1 97,19
Sumber : Hasil Uji Laboratorium Water Laboratory Nusantara (WLN) Indonesia tahun 2016
Dari data pada tabel 3, dapat dilihat bahwa hasil uji laboratorium sampel air limbah di bak inlet IPAL rumah sakit untuk parameter TSS mempunyai nilai rata-rata 53 mg/l sedangkan di bak outlet
IPAL nilai rata-rata 1 mg/l. Total
Suspended Solid (TSS) adalah sejumlah padatan tersuspensi (mg) dalam 1 liter air. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang
87
bobot dan ukurannya lebih kecil dari sedimen, tidak larut dalam air, dan tidak dapat langsung mengendap.
Padatan tersuspensi merupakan
penyebab terjadinya kekeruhan air (Manik, 2003).
Pengambilan sampel untuk
parameter TSS pada limbah cair dilakukan selama lima hari berturut-turut. Pengambilan sampel dilakukan pada jam 8 pagi di bak inlet karena pada jam ini penghasilan limbah cair tinggi dan pada jam 2 siang di bak outlet karena pada jam ini limbah cair selesai di proses.
Hasil pengukuran parameter TSS pada limbah cair selama lima hari memiliki nilai yang bervariasi. Hari pertama di bak inlet IPAL memiliki nilai 40 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari kedua di bak
inlet IPAL memiliki nilai 37 mg/l
sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari ketiga di bak inlet IPAL memiliki nilai 61 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari keempat di bak inlet IPAL memiliki nilai 111 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari kelima di bak inlet IPAL memiliki nilai 16 mg/l sedangkan di bak outlet
IPAL memiliki nilai 1 mg/l.
Bervarasinya nilai kandungan TSS pada limbah cair rumah sakit dikarenakan kandungan bahan endapan pada limbah
cair rumah sakit setiap harinya berbeda. Nilai TSS tertinggi terdapat pada hari keempat.
Hasil pengukuran parameter TSS pada limbah cair di bak inlet dan outlet IPAL selama lima hari mengalami penurunan. Nilai rata-rata pada bak inlet IPAL 53 mg/l dan pada bak outlet IPAL 1 mg/l. Kadar TSS pada limbah cair sesudah pengolahan di bak outlet memiliki nilai rata-rata 1 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar TSS pada limbah cair Rumah Sakit Tingkat III
R.W. Mongisidi Manado sudah
memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yaitu kadar yang ditetapkan 30 mg/l. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kolibu dan Tewal (2011) di RS GMIM Bethesda Tomohon
kadar TSS limbah cair sesudah
pengolahan memiliki nilai 4,9 mg/l. Hasil kadar parameter TSS tersebut memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995 yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. Pada penelitian ini, sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Priska (2015) di Rumah Sakit Umum Jayapura Papua. Hasil kadar parameter TSS sesudah pengolahan memiliki nilai 15 mg/l. Hasil kadar parameter TSS tersebut memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995 yaitu kadar
88
yang ditetapkan 80 mg/l. Berbeda dengan hasil penelitian Akbar dan Sudarmadji (2013) terdapat penurunan terhadap kadar TSS dan didapatkan hasil sebesar 79 mg/L. Namun berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Limbah Cair Rumah Sakit angka keluaran limbah cair masih melebihi baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu melebihi 30 mg/L untuk kadar maksimum TSS pada limbah cair. Oleh sebab itu beban limbah cair yang dihasilkan oleh RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya, masih belum memenuhi standar baku mutu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur
Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Limbah Cair Rumah Sakit dan terbilang masih belum aman. Penyebab tingginya kandungan TSS pada air limbah adalah masih banyaknya padatan yang masih belum terendapkan pada saat proses pengolahan, hal ini dikarenakan pada saat keluar dari proses aerasi, laju aliran air limbah masih terlalu tinggi, sehingga masih ada padatan yang belum sempat
terendapkan. Untuk mengatasi hal
tersebut maka diperlukan bak
penampung sementara agar padatan yang belum terendapkan tersebut dapat mengendap.
4. Kandungan Bakteri Coliform Total Pada Limbah Cair di Bak Inlet dan Outlet IPAL Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado
Tabel 4. Hasil Uji Laboratorium Parameter Bakteri Coliform Total Pada Limbah Cair Rumah Sakit Tingkat III R.W. Mongisidi Manado
Pengamatan Hari ke- Inlet (MPN) Outlet (MPN) Efektivitas (%) 1 24.200 12.000 50,41 2 24.200 19.900 17,76 3 24.200 15.500 35,95 4 24.200 24.200 0 5 24.200 19.900 17,76 Rata-rata 24.200 18.300 24,37
Sumber : Hasil Uji Laboratorium Water Laboratory Nusantara (WLN) Indonesia tahun 2016
Dari data pada tabel 4, dapat dilihat bahwa hasil uji laboratorium sampel air limbah di bak inlet IPAL rumah sakit untuk parameter Bakteri Coliform Total mempunyai nilai rata-rata 24.200 MPN
sedangkan di bak outlet IPAL nilai rata-rata 18.300 MPN. Total Suspended
Solid (TSS) adalah sejumlah padatan
tersuspensi (mg) dalam 1 liter air.
89
partikel-partikel yang bobot dan
ukurannya lebih kecil dari sedimen, tidak larut dalam air, dan tidak dapat
langsung mengendap. Padatan
tersuspensi merupakan penyebab
terjadinya kekeruhan air (Manik,
2003).
Pengambilan sampel untuk
parameter TSS pada limbah cair dilakukan selama lima hari berturut-turut. Pengambilan sampel dilakukan pada jam 8 pagi di bak inlet karena pada jam ini penghasilan limbah cair tinggi dan pada jam 2 siang di bak outlet karena pada jam ini limbah cair selesai di proses.
Hasil pengukuran parameter TSS pada limbah cair selama lima hari memiliki nilai yang bervariasi. Hari pertama di bak inlet IPAL memiliki nilai 40 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari kedua di bak
inlet IPAL memiliki nilai 37 mg/l
sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari ketiga di bak inlet IPAL memiliki nilai 61 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari keempat di bak inlet IPAL memiliki nilai 111 mg/l sedangkan di bak outlet IPAL memiliki nilai 1 mg/l. Hari kelima di bak inlet IPAL memiliki nilai 16 mg/l sedangkan di bak outlet
IPAL memiliki nilai 1 mg/l.
Bervarasinya nilai kandungan TSS pada limbah cair rumah sakit dikarenakan
kandungan bahan endapan pada limbah cair rumah sakit setiap harinya berbeda. Nilai TSS tertinggi terdapat pada hari keempat.
Hasil pengukuran parameter TSS pada limbah cair di bak inlet dan outlet IPAL selama lima hari mengalami penurunan. Nilai rata-rata pada bak inlet IPAL 53 mg/l dan pada bak outlet IPAL 1 mg/l.
Kadar TSS pada limbah cair sesudah pengolahan di bak outlet memiliki nilai rata-rata 1 mg/l. Nilai ini menunjukkan bahwa kadar TSS pada limbah cair
Rumah Sakit Tingkat III R.W.
Mongisidi Manado sudah memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yaitu kadar yang ditetapkan 30 mg/l. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kolibu dan Tewal (2011) di RS GMIM Bethesda Tomohon kadar TSS limbah cair sesudah pengolahan memiliki nilai 4,9 mg/l. Hasil kadar parameter TSS tersebut memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995 yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. Pada penelitian ini, sejalan juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Priska (2015) di Rumah Sakit Umum Jayapura Papua. Hasil kadar parameter TSS sesudah pengolahan memiliki nilai 15 mg/l. Hasil kadar parameter TSS tersebut
90
memenuhi syarat baku mutu menurut KEP- 58/MENLH/12/1995 yaitu kadar yang ditetapkan 80 mg/l. Berbeda dengan hasil penelitian Akbar dan Sudarmadji (2013) terdapat penurunan terhadap kadar TSS dan didapatkan hasil sebesar 79 mg/L. Namun berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Limbah Cair Rumah Sakit angka keluaran limbah cair masih melebihi baku mutu yang telah ditetapkan, yaitu melebihi 30 mg/L untuk kadar maksimum TSS pada limbah cair. Oleh sebab itu beban limbah cair yang dihasilkan oleh RSUD dr. M. Soewandhie Surabaya, masih belum memenuhi standar baku mutu berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 61 Tahun 1999 tentang Limbah Cair Rumah Sakit dan terbilang masih belum aman. Penyebab tingginya kandungan TSS pada air limbah adalah masih banyaknya padatan yang masih belum terendapkan pada saat proses pengolahan, hal ini dikarenakan pada saat keluar dari proses aerasi, laju aliran air limbah masih terlalu tinggi, sehingga masih ada padatan yang belum sempat
terendapkan. Untuk mengatasi hal
tersebut maka diperlukan bak
penampung sementara agar padatan yang belum terendapkan tersebut dapat mengendap.
KESIMPULAN
1. Kandungan BOD,COD,TSS dan bakteri coliform total pada limbah Rumah Sakit Tingkat III R.W.
Mongisidi Manado sebelum
pengolahan (inlet) memiliki nilai rata-rata yaitu 125,2 mg/l, 196,2 mg/l, 53 mg/l dan 24.200 MPN dan
sesudah pengolahan (outlet)
memiliki nilai rata-rata yaitu 5 mg/l, 15 mg/l, 1 mg/l dan 18.300 MPN. 2. Efektivitas IPAL Rumah Sakit
Tingkat III R.W. Mongisidi Manado dalam menurunkan kadar BOD pada limbah cair 95,82%, kadar COD pada limbah cair 92,37%, kadar TSS pada limbah cair 97,19% dan bakteri
coliform total pada limbah cair
24,37%.
3. Kandungan BOD sesudah
pengolahan (outlet) memiliki nilai rata-rata 5 mg/l , masih memenuhi
syarat baku mutu (50 mg/l).
Kandungan COD pada limbah cair
sesudah pengolahan (outlet)
memiliki nilai rata-rata 15 mg/l, masih memenuhi syarat baku mutu (80 mg/l). Kandungan TSS pada limbah cair sesudah pengolahan (outlet) memiliki nilai rata-rata 1 mg/l, masih memenuhi syarat baku mutu (30 mg/l). Kandungan bakkteri
coliform total sesudah pengolahan
(outlet) memiliki nilai rata-rata 18.300 MPN, sudah berada diatas
91
syarat baku mutu (5000 MPN/100 ml).
SARAN
1. Melakukan penanganan yang lebih baik lagi pada proses sedimentasi, filtrasi dan klorinisasi agar supaya kandungan bakteri patogen yang ada pada limbah cair akan lebih baik lagi dan memenuhi syarat sesuai baku mutu yang ditetapkan.
2. Melakukan pemantauan pada
limbah cair sesudah pengolahan
sebelum dibuang/dialirkan ke
lingkungan terlebih dahulu khusus
pada indikator pencemar
mikrobiologi (bakteri coliform
total).
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, B. 2007. Pengelolaan
Limbah Di Rumah Sakit Pupuk
Kaltim Bontang Untuk
Memenuhi Baku
Mutu,Program Pasca Sarjana Undip, Semarang.
Anggraeni P,I. 2013. Ramah
Lingkungan Dengan Green
Hospital. http //
www.google.com Juni 2013
Anonimus, 2006. Teknologi
Pengolahan Air Limbah
Rumah Sakit Dengan Sistim Biofilter Anaerob-aerob, Jakarta.
---, 2001. Sanitasi Rumah Sakit, Depkes RI, Jakarta. Arikunto S. 2002. Prosedur Penelitian,
Suatu Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta, Jakarta.
Astuti, A., Purnama, S, G, 2014. Kajian Pengelolaan Limbah di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB).
Community Health, Vol. II, No.1, Januari 20014. Hal. 12-20.
---, 2003. Manajemen
Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.
---, 2010. Keputusan Menteri
Kesehatan RI. No.
1204/Menkes/SK/X2004, Ditjen PP & PL, Kemenkes RI, Jakarta.
Ayuningtyas. R. D. 2010. Proses Pengolahan Limbah Cair Di
RSUD Dr.Moewardi
Surakarta, FK Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Chandra, B. 2012. Pengantar
Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kerubun, A. 2014. Kualitas Limbah Cair di Rumah Sakit Umum Daerah Talehu. Jurnal MKMI, Vol.10, No.3, September 2014. Hal. 180-185.
92
Kolibu,F., Tewal, F. 2011. Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit GMIM Bethesda Tomohon. Jurnal KESMAS, Vol.1, No.2, Juli 2012, hal. 6-10.
Manik, dan K. E. Sontang. 2003,
Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Djambatan, Jakarta. Suharto, I. 2011. Limbah Kimia Dalam
Pencemaran Udara dan Air. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Widayat W, Said N,I. 2005. Rancang
Bangun Paket IPAL Rumah Sakit Dengan Proses Biofilter Anaerob-aerob, Kapasitas 20-30 M3 per Hari. JAI Vol.1, no.1.