• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversitas Tenaga Kerja dan Keunggulan Kompetitif dalam Persaingan Global Oleh: Joko Setyono. Kata kunci: diversitas, keunggulan kompetitif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diversitas Tenaga Kerja dan Keunggulan Kompetitif dalam Persaingan Global Oleh: Joko Setyono. Kata kunci: diversitas, keunggulan kompetitif"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

dalam Persaingan Global Oleh: Joko Setyono∗ Abstrak

Semakin ketatnya persaingan dewasa ini memaksa organisasi mulai menyadari bahwa diversitas tidak hanya sesuatu yang harus dihadapi, tetapi lebih dari itu merupakan suatu kenyataan atau realitas untuk dikembangkan dan diberdayakan serta dikelola agar organisasi menjadi semakin kuat dan lebih kompetitif dalam menghadapi kompetisi global yang suka tidak suka harus dihadapi. Diversitas yang dikelola dengan baik dapat menciptakan keunggulan kompetitif bagi organisasi di arena persaingan global. Artikel ini akan memaparkan kerangka konseptual untuk memahami diversitas, paradigma baru dalam mengelola diversitas dan pendekatan-pendekatan dalam mengelola diversitas.

Kata kunci: diversitas, keunggulan kompetitif A. Pendahuluan

Belakangan ini, perkembangan bisnis mengarah pada globalisasi yang ditandai dengan masuknya bisnis dari suatu negara ke negara lain diseluruh dunia. Globalisasi telah menyebabkan perubahan pada komposisi tenaga kerja, dimana tidak adanya batas antar suatu negara dengan negara lain. Dengan adanya kemudahan berpindah dari suatu negara ke negara lain, menyebabkan tenaga kerja akan mencari organisasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Tenaga kerja bebas memilih tepat kerja yang dinginkan tanpa harus melihat perbedaan-perbedaan yang ada, seperti ras, jenis kelamin, suku, pendidikan, agama, budaya, dan lain-lain. Adanya perbedaan-perbedaan ini tidak akan terlepas dari konflik yang mungkin terjadi dalam sebuah organisasi karena dalam organisasi itu sendiri terdapat individu-individu yang berbeda. Dalam kenyataannya, kita sering melihat perselisihan dan perbedaan pendapat yang terjadi dalam organisasi baik antar individu maupun antara kelompok satu dengan yang lain. Ini merupakan tantangan bagi manajer, apakah manajer dapat mengelola diversitas yang ada dengan baik atau malah sebaliknya.

Diversitas terjadi apabila para anggota kelompok atau organisasi menunjukkan adanya perbedaan antara yang satu dengan yang lain dalam

Penulis adalah tenaga pengajar pada Fakultas Syari’ah Program Studi Keuangan

(2)

pengertian usia, jenis kelamin, etnis, dan atau pendidikan mereka.1 Pada masa lalu, diversitas diberlakukan terutama sebagai suatu isu legal, yaitu merupakan pelanggaran hukum untuk mendiskriminasikan wanita, minoritas, karyawan lanjut usia, dan tenaga kerja yang cacat. Saat ini, diversitas sumber daya manusia merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Organisasi harus mulai menyadari bahwa diversitas itu penting bagi organisasi apabila organisasi ingin tetap survive dan ingin tetap dapat bersaing dengan organisasi lain di arena persaingan global. Jadi, diversitas merupakan sesuatu yang tidak hanya harus dihadapi, tetapi harus dikembangkan dan dikelola dengan baik agar dapat menciptakan keunggulan kompetitif bagi oerganisasi itu sendiri.2

Dengan adaya diversitas, organisasi harus menilai bahwa keberadaan diversitas dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas organisasi. Pengelolaan diversitas yang baik dan benar akan memberikan keunggulan kompetitif bagi organisasi, sehingga tujuan organisasi akan dapat tercapai. Sebaliknya, organisasi yang tidak dapat mengelola dengan baik tidak akan mendapatkan keunggulan kompetitif, sehingga akan menimbulkan stres dan frustrasi. Dengan demikian, jelaslah bahwa diversitas menggambarkan suatu tantangan bagi manajemen organisasi yang harus disadari, dipahami, diberdayakan dan dikelola dengan baik untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan organisasi dapat menggunakan diversitas tersebut untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada dalam organisasi.

B. Konsep Diversitas

Kebanyakan organisasi menyadari bahwa saat ini diversitas ditempat kerja cenderung meningkat dan organisasi mulai mempertimbangkan pendekatan-pendekatan terbaik dalam mengembangkan dan mengelola diversitas. Alasan-alasan meningkatnya diversitas ditempat kerja disebabkan antara lain karena populasi penduduk pada negara industri relatif stabil dibanding negara berkembang yang cenderung meningkat, sehingga akan mempercepat migrasi dari negara berkembang ke negara industri; buruknya lingkungan yang akan memaksa terjadinya migrasi antar negara; perubahan dalam proses produksi pada abad 21 akan akan melibatkan diversitas yang ekstrim sehingga akan memerlukan tempat kerja yang berbeda; dan perpindahan dari bidang manufaktur ke bidang

1 F. Luthans, Organizational Behavior, Seventh Edition, (ttp.: McGraw-Hill Inc.,

1995), p. 51.

(3)

jasa dan informasi.3 Sedangkan menurut Luthans diversitas muncul karena terjadinya perubahan demografis (usia, jenis kelamin, etnis, dan tingkat pendidikan), peraturan dan perundang-undangan, tekanan persaingan, dan cepatnya perkembangan bisnis.4 Alasan-alasan diatas dapat menyebabkan tenaga kerja dan tempat kerja di masa-masa yang akan datang sangat beragam.

Dalam memahami diversitas, tidak terlepas dari pemahaman adanya perbedaaan budaya. Budaya dalam hal ini terdiri dari cara menerima, berfikir, memutuskan apa yang dilakukan dimasa lalu dan telah diinstitusionalkan dalam prosedur, adat-istiadat, tulisan, dan unstated assumtions yang standar yang menunjukkan perilaku. Budaya ini dibedakan dalam 3 (tiga) dimensi, yaitu compexity versus simplicity, tigthness versus looseness, dan hirarchy versus equality.5 Selain ketiga dimensi budaya tersebut, ada

dimensi lain yang dipertimbangkan dalam budaya, yaitu collectivism and individualism, dimana dapat dianalisa ke dalam 3 (tiga) dimensi dasar dari complexity tighness, dan hierarchy. Budaya merupakan komponen atau elemen utama terciptanya diversitas tenaga kerja, dengan demikian manajemen perlu memahami dan memperhatikan perbedaan budaya yang ada dalam organisasi agar pengelolaan diversitas berjalan dengan baik. Berhubungan dengan diversitas, ada 2 (dua) pandangan atau philosofi yang saling bertentangan, yaitu:6

1. Melting Pot Conception

Berpendapat bahwa negara yang terbaik mempunyai satu budaya yang homogen. Orang-orang dari budaya yang berbeda dianjurkan untuk menyerahkan perbedaan yang dimiliki orang-orang tersebut, seperti bahasa, norma, etika kerja, dan sebagainya untuk membentuk satu budaya.

2. Multiculturism

Berasumsi bahwa masing-masing kelompok budaya dapat memelihara budaya asli mereka sendiri tanpa campur tangan the smooth functioning dari masyarakat. Saat ini, pergerakan diversitas di Amerika menimbulkan suatu perpindahaan dari melting pot metaphor ke pandangan multikultural atau dikenal dengan istilah “ salad bowl” metaphor.

Menurut Bhawuk, diversitas merupakan perbedaan dalam etnis, ras, jenis kelamin, agama, orientasi seksual, ketidakmampuan, status veteran,

3 D. P. S. Bhawuk, dan H. C. Triandis, "Diversity in Workplace: Emerging

Corporate Strategies", Applied Cross-Cultural Psycology, 1990, p. 85-98.

4 Luthans, F. Organizational…, p. 51.

5 Kumalaningrum, M. P., "Multicultural Organization: Strategi Mengelola

Keberagaman Tenaga Kerja", Usahawan, No 2 TH XXVIII, Februari, 1999, p. 17-25.

(4)

umur, kebangsaan, dan perspektif kulturaldan personal.7 Diversitas ini perlu dipahami dan dikelola dengan baik untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Dengan perbedaan yang ada ini, akan memberikan keuntungan bagi organisasi, misalnya kreatifitas yang tinggi dalam kelompok kerja yang beranekaragam karena setiap orang mempunyai ide atau pendapat yang berbeda yang kemudian ide-ide tersebut ditampung dan akhirnya menghasilkan suatu kesepakatan untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan kerugian dari diversitas adalah komunikasi yang kurang karena kendala bahasa, sukar mengkoordinasi perbedaan-perbedaan yang ada, dan banyak menimbulkan stres karena kurangnya kemampuan. Untuk meminimalkan kelemahan-kelemahan itu, maka manajemen perlu mengelola diversitas agar organisasi mendapatkan keunggulan kompetitif diarena persaingan global.

C. Keunggulan Kompetitif dari Diversitas

Trend bisnis pada era globalisasi, yang ditandai dengan persaingan ketat dan perubahan yang sedemikian cepat tidak disadari oleh organisasi telah menciptakan diversitas tenaga kerja ditempat kerja. Masyarakat dunia mempunyai berbagai macam etnis, agama, dan golongan. Disini manajer mendapat tantangan untuk mengelola diversitas tersebut. Dengan adanya diversitas , disatu sisi akan menimbulkan berbagai masalah sosial seperti konflik dan masalah disintegrasi dalam organisasi, sedangkan sisi lain diversitas dapat dijadikan sebagai arena pemberdayaan sumberdaya manusia yang akan menciptakan keunggulan kompetitif suatu organisasi. Keberhasilan dan efektifitas organisasi akan tercapai apabila manajemen dapat mengelola diversitas tersebut dengan baik. Pengelolaan diversitas yang baik dan tepat akan dapat menghasilkan keunggulan kompetitif

dalam jangka panjaang.8 Berkaitan dengan keunggulan kompetitif dan

diversitas ini, Cox and Blake juga menyatakan bahwa terdapat 6 (enam) keunggulan kompetitif yang akan didapatkan terhadap apresiasi diversitas, yaitu:9

1. Cost

Biaya merupakan komponen yang krusial dan merupakan persoalan dari diversitas yang tidak dapat dihindari oleh semua organisasi. Diversitas dalam suatu organisasi harus ditangani dengan cepat dan

7 D.P.S. Bhawuk, "Diversiti in Workplace…, p. 85-98.

8 T.H. Cox, dan S. Blake, “Managing Cultural Diversity: Implications for

Organizational Competitivenees, Academy of Management Executive, Vol. 5, No. 3, 1991, p. 49.

(5)

tepat agar tenaga kerja merasa aman dan puas terhadap organisasi, sehingga tingkat absensi dan turnover dapat berkurang. Jika tingkat turnover berkurang, maka organisasi akan menghemat biaya turnover tenaga kerja. Selain itu, diversitas harus ditangani dengan cepat dan tepat karena jika diabaikan maka akan berakibat pada menurunnya kinerja organisasi, karena organisasi tidak efektif. Dengan demikian, organisasi harus cepat untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik, kondusif, dan aman dimana semua personal dapat mengembangkan kemampuannya dengan baik dan dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi organisasi.

2. Resource Acquisition

Perolehan sumber daya juga merupakan persoalan dari diversitas yang tidak dapat dihindarkan. Organisasi akan bersaing dalam mendapatkan tenaga kerja yang berpotensi tinggi. Jika organisasi dapat mengelola atau menangani diversitas dengan baik maka organisasi akan dapat mempertahankan tenaga kerja berpotensi tinggi yang berasal dari kelompok demografis yang berbeda. Tenaga kerja cenderung akan bekerja pada organisasi yang dapat memberikan kepuasan dan dapat meningkatkan pengembangan karir mereka. Jadi, hanya organisasi yang terbaiklah yang akan dicari dan dipilih oleh tenaga kerja yang berpotensi tinggi.

3. Marketing

Dalam era globalisasi, dimana jarak antar negara seperti tanpa batas mengakibatkan pasar menjadi sama beragamnya dengan angkatan kerja. Tenaga kerja yang mempunyai latar belakang berbeda akan mempunyai nilai tambah pada proses organisasi. Selain itu, tenaga kerja yang berbeda ini akan memberikan pengalaman yang luas dalam hal perilaku konsumen. Tenaga kerja akan suka bekerja pada organisasi atau perusahaan yang tidak diskriminatif, sehingga konsumenpun akan suka untuk membeli barang dari organisasi atau perusahaan yang tidak diskriminatif. Organisasi juga harus sadar bahwa setiap individu atau kelompok yang berasal dari latar belakang yang berbeda akan memberikan informasi yang penting tentang perilaku konsumen, sehingga pasar sasaran akan terbuka lebar dan efektifitas organisasi akan tercapai yang akhirnya organisasi akan mendapatkan keunggulan kompetitif.

4. Creativity

Manajemen harus mengakui bahwa tenaga kerja dengan latar belakang berbeda mempunyai kreativitas yang berbeda pula. Dilihat dari tingkat kemampuan, anggota tim kerja yang beragam akan mempunyai kreativitas yang tinggi bila dibandingkan dengan tim kerja yang sama.

(6)

Latar belakang sikap, prespektif budaya, pengetahuan yang berbeda akan memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan kreativitas suatu tim dibandingkan dengan latar belakang yang sama atau homogen. Dengan demikian, diversitas perlu ditangani dengan baik agar suatu tim kerja mempunyai tingkat kreatifitas yang tinggi sehingga dapat memberikan nilai tambah pada pada proses organisasi. 5. Problem Solving

Dengan sejumlah keanekaragaman, suatu organisasi akan mendapatkan keunggulan bersaing melalui pengambilan keputusan yang baik karena tenaga kerja tersebut mempunyai analisis kritik dalam berbagai persoalan yang akan berguna dalam pengambilan keputusan. Kelompok-kelompok yang beragam memiliki dasar pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas sehingga memiliki potensi dalam memperbaiki pemecahan masalah dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil akan mempunyai kualitas yang baik bila dalam pengambilan keputusan itu tidak ada diversitas yang berlebihan dan juga tidak ada homoginitas yang berlebihan.

6. System Flexibility

Pengelolaan terhadap diversitas dapat meningkatkan fleksibilitas organisasi, dimana ada bukti bahwa wanita dan rasio etnik minoritas cenderung mempunyai susunan fleksibilitas kognitif yang khusus. Organisasi juga memperluas kebijakan dan prosedur untuk peduli pada wanita dan rasio etnik minoritas, sehingga organisasi mudah untuk melakukan perubahan, mudah beradaptasi, dan lebih fleksibel. Suatu implikasi dari model kultural bagi pengelolaan diversitas adalah bahwa sistem akan menjadi kurang determinan, kurang baku, dan oleh karena itu lebih cair. Peningkatan kecairan tersebut akan menciptakan fleksibilitas yang lebih besar untuk menghadapi berbagai perubahan lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian.

Menurut Cox and Blake, dengan adanya diversitas (budaya) dan demi tercapainya efektifitas manajemen dalam menciptakan keunggulan kompetitif, maka organisasi harus memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kelemahan dari adanya diversitas di tempat kerja melalui penciptaan organisasi multikultural. Organisasi multikultural merupakan suatu keadaan dimana seorang anggota dari latar belakang nontradisional dapat memberikan kontribusi dan mencapai potensi mereka paling sempurna. Ada 5 (lima) komponen yang dibutuhkan untuk merubah organisasi tradisional ke organisasi yang multikultural, yaitu :10

10 Ibid, p. 55-56.

(7)

1. Leadership

Pemimpin harus mempunyai komitmen yang kuat dan mendukung untuk melakukan perubahan, karena perubahan dimasa sekarang dan masa yang akan datang tidak hanya konstan, namun telah berubah menjadi pesat, radikal, dan persuasive. Disamping itu pemimpin harus mempunyai pendirian yang kuat dan bersungguh-sungguh untuk berubah serta mengutamakan keanekaragaman dalam melakukan strategi pemasaran.

2. Training

Organisasi sangat membutuhkan program pelatihan. Dengan dijalankannya program pelatihan, karyawan akan lebih menyadari perbedaan-perbedaan yang ada di tempat kerja. Ada 2 (dua) metode training, yaitu awareness training dan skill-building training. Yang dimaksud dengan Awareness training adalah program pelatihan yang mencoba untuk menciptakan kesadaran pada karyawan dengan timbulnya diversitas, sedangkan yang dimaksud skill-building training adalah program pelatihan untuk mendidik karyawan mengenai perbedaan kultur yang spesifik dan bagaimana merespon perbedaan tersebut di tempat kerja.

3. Research

Penelitian sangat penting bagi organisasi untuk membantu mengidentifikasi persoalan yang ditujukan pada proses pendidikan dan untuk mengevaluasi upaya perubahan. Penelitian ini juga penting untuk menganalisa tingkah laku dan persepsi karyawan serta mengamati karir karyawan yang memiliki latar belakang berbeda.

4. Culture and Management System Audit

Analisa secara umum dari sistem budaya organisasi dan sumberdaya manusia, seperti rekruitmen, penilaian kerja, penilaian potensi dan promosi, serta pengupahan harus dilakukan. Hasil audit ini harus dipindahkan kedalam agenda perubahan spesifik dalam sistem dan budaya organisasi yang mana manajemen harus menjalankannya. 5. Follow Up

Pelaksanaan ini terdiri dari perubahan monitoring, pengevaluasian hasil, dan melembagakan perubahan sebagai bagian dari proses organisasi yang dilaksanakan secara terus menerus.

Dengan demikian, suatu organisasi yang dapat memahami, memberdayakan, dan mengelola diversitas sumberdaya manusia yang dimilikinya akan mempunyai keunggulan kompetitif dalam menghadapi tantangan-tantangan dalam persaingan global sehingga akan menciptakan peluang untuk bersaing dengan organisasi lain. Keberhasilan ataupun kegagalan untuk mencapai tujuan organisasi akan tergantung pada

(8)

bagaimana organisasi mensikapi dan mengelola diversitas yang ada dalam organisasi.

D. Paradigma Baru Pengelolaan Diversitas

Mengapa perusahaan perlu mensikapi dan memperhatikan perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam perusaahan? Saat ini, banyak manajer menjawab pertanyan tersebut dengan tegas bahwa diskriminasi adalah sesuatu yang salah, baik secara legal maupun moral. Sebagian besar manajer berpendapat bahwa semakin banyak perbedaan dalam ketenagakerjaan, maka akan meningkatkan efektifitas organisasi. Perbedaan itu akan mengangkat moral, membawa akses yang lebih besar pada segmen pasar baru, dan meningkatkan efektifitas. Dengan demikian diversitas itu akan memberikan dampak positif dan menguntungkan bagi organisasi.

Banyak orang berasumsi bahwa diversitas ditempat kerja adalah mengenai peningkatan rasial, kebangsaan, jenis kelamin, atau kelompok pekerja. Dalam mengelola diversitas biasanya organisasi menentukan satu dari dua jalur pengelolaan diversitas, yaitu dalam pengertian equalitas atau kesamaan dan keadilan dimana tenaga kerja mondorong wanita dan orang-orang untuk bersatu dan tidak memandang perbedaan sebagai suatu pemicu permusuhan. Perusahaan atau organisasi mulai berfikir mengenai diversitas secara keseluruhan yang berasumsi bahwa diversitas secara sederhana berhubungan dengan bagaimana orang melihat diversitas itu atau dari mana diversitas itu muncul. Pengelolaan diversitas sumberdaya manusia secara tepat dimulai dengan paradigma yang tepat terhadap diversitas sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi.

Pada era terdahulu, ada 2 (dua) paradigma yang mengarahkan pada inisiatif untuk mensikapi diversitas, yaitu paradigma diskriminasi dan keadilan (discriminant and fairness paradigm) dan paradigma akses dan legitimasi (access and legitimacy paradigm). Organisasi biasanya menggunakan salah satu dari dua paradigma yang ada tersebut. Dewasa ini telah muncul metode atau pendekatan baru yang berkaitan dengan persoalan manajerial yang komplek dan pendekatan ini dianggap sebagai paradigma yang tepat untuk mengelola diversitas sumberdaya manusia, yaitu paradigma pembelajaran dan efektivitas (learning and effectiveness paradigm) dimana paradigma ini mencoba menggabungkan aspek-aspek dari ke-2 paradigma sebelumnya.11

11 Y. Iswanto, “Paradigma Baru Pengelolaan Keberagaman Tenaga Kerja”,

(9)

1. Discriminant and fairness paradigm

Paradigma ini mencoba menjelaskan sesuatu yang dominan dalam diversitas harus ditangani secara serius dan fokus oleh manajer. Dengan menggunakan paradigma discriminant and fairness, diharapkan organisasi mampu memahami hal-hal yang dominan dal;am diversitas. Pemimpin yang melihat dari sudut pandang ini biasanya memfokuskan pada kesamaan kesempatan, perjanjian yang terbuka, rekrutmen, dan mengikuti aturan federal equal employment opportunity (EEO). Perusahaan atau organisasi yang beroperasi dengan orientasi pada filosopi ini selalu menjalankan mentoring dan program pengembangan karir khususnya bagi wanita dan orang-orang dengan warna kulit berbeda. Paradigma ini menyatakan bahwa semua pekerja diberi perlakuan sejajar dan dihormati. Tema utama paradigma ini adalah asimilasi dan faham kesetaraan yang tidak melihat warna kulit dan jenis kelamin dengan tujuan untuk mencapai tenaga kerja yang representatif secara demografi dimana para anggotanya diperlakukan

secara sama.12 Keuntungan paradigma ini adalah cenderung

meningkatakan keberagaman demografik di dalam organisasi dan sering berhasil mempromosikan perlakuan yang fair. Keterbatasannya adalah bahwa kekayan yang dimiliki organisasi dari diversitas yang ada tdak dapat dimanfaatkan secara optimal. Kreativitas dan inovasi kemungkinan kecil akan tercipta dalam situasi seperti ini.

2. Access and Legitimacy Paradigm

Paradigma ini muncul karena adanya penerimaan perbedaan-perbedaan. Penerimaan perbedaan ini berdasarkan pada alasan bahwa “ kita hidup dari negara-negara yang multi budaya dan kelompok etnik baru secara cepat mendapat kekuatan konsumen. Perusahaan atau organisasi kita membutuhkan angkatan kerja yang secara demografi berbeda untuk membantu kita mendapatkan jalan masuk kesegmen-segmen yang berbeda tersebut. Kita membutuhkan pekerja yang memiliki keahlian multi bahasa dalam rangka memahami dan melayani pelanggan dengan lebih baik dan untuk mendapatkan legitimasi mereka.” Organisasi yang berhasil menerapkan paradigma ini dalam rangka menaikkan perbedaan demografi adalah perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan bisnis dimana didalamnya terjadi kenaikan perbedaan diantara pelanggan-pelanggannya, kliennya, atau dalam kelompok tenaga kerja, dimana ini semua dapat

menjadi kesempatan dan ancaman bagi perusahaan.13 Masih menurut

Foster bahwa paradigma diskriminasi dan keadilan ini membawa

12 B.R. Regin, “Diversivied Mentoring Relationship in Organizations: A Power

Prospective”, Academy of Management Review, Vol. 22, No. 2, 1990, p. 490.

13 Badi G. Foster, et all, “Workforce Diversity and Business”, Training and

(10)

profesionalisme dan kesempatan manajerial untuk para wanita dan minoritas. Organisasi yang menggunakan paradigma ini cenderung menekankan hukum perbedaan budaya dalam perusahaan tanpa menganalisa secara nyata apakah perbedaan tersebut memang berdampak dalam kerja yang mereka lakukan. Selain itu, paradigma ini juga dapat membuat banyak pekerja merasa dieksploitasi.14

3. Learning and effectiveness Paradigm

Dalam paradigma ini terdapat 2 (dua) paradigma penting, yaitu fairness paradigm dan access paradigm, dimana dalam paradigma ini menjelaskan bahwa akan diberikan kesempatan yang seimbang bagi semua individu dan mengakui perbedaan kultural diantara anggota organisasi serta menyadari adanya perbedaan nilai-nilai dalam perbedaan tersebut. Organisasi yang menggunakan paradigma ini berfokus pada integrasi. Diversitas sumberdaya manusia dipelajari untuk mendapatkan cara terbaik dalam melaksanakan bisnis. Paradigma ini juga membiarkan terjadinya internalisasi organisasi dari perbedaan-perbedaan diantara karyawan sehingga mereka saling belajar dan berkembang bersama-sama. Dengan demikian, setiap anggota organisasi harus mau belajar dari keunggulan anggota lainnya tanpa memandang perbedaan latar belakang etnis dan golongan agar efektifitas organisasi tercapai.

E. Pendekatan-Pendekatan Pengelolaan Diversitas

Terdapat beberapa pendekatan dan tahap yang dapat dilakukan untuk mengelola diversitas dalam suatu organisasi.15

1. Developing the Multicultural Organization

Terdapat beberapa karakteristik bagi organisasi multi budaya, di antaranya adalah :

a. merefleksikan sumbangsih dan ketertarikan dari berbagai macam budaya dan kelompok sosial dalam menentukan misi, operasi dan produk atau jasanya.

b. Menjalankan komitmen yang kuat untuk meniadakan tekanan-tekanan sosial dalam berbagai bentuk di dalam organisasi.

c. Melibatkan dan mengikutsertakan para anggota yang berasal dari budaya dan kelompok sosial yang beranekaragam untuk berpartisipasi secara penuh, khususnya dalam pembuatan keputusan yang akan membentuk organisasi.

14 Ibid, p. 40-42.

(11)

d. Melaksanakan tanggung jawab sosial bersama-sam dengan lembaga-lembaga lainnya untuk menghilangkan berbagai bentuk tekanan sosial.

Ada beberapa tahap atau langkah yang menentukan untuk menuju sebuah organisasi yang multi budaya, yaitu exlusionary organization, club organization, compliance organization, affirmative action organization, dan multicultural organization. Dalam organisasi multi budaya, semua anggota dari budaya dan kelompok sosial yang berbeda dilibatkan dalam keputusan yang membentuk misi, struktur, teknologi, psikososial yang dinamis, dan produk atau jasa dari suatu organisasi.

2. Individual Approaches

Pendekatan secara individual dalam pengelolaan diversitas itu terdiri dari 2 (dua) interindependent paths, yaitu learning dan emphaty.

a. Learning

Pendekatan individual dalam pengelolaan diversitas melalui learning ini, manajer harus bekerja keras untuk belajar dan mencari pengalaman yang berhubungan dengan pengelolaan diversitas. Learning process ini merupakan komunikasi, sehingga manajer harus secara terbuka berkomunikasi dan berinteraksi dengan bwahannya baik itu yang muda, tua, wanita, maupun minoritas. Dalam learning process ini, manajer juga harus dapat mendorong pekerja yang beranekaragam itu untuk memberikan feedback pada manajer sehingga manajer cepat menanggapi feedback itu. feedback ini merupakan hal yang penting dalam membantu organisasi mencapai tujuan organisasi dan mengelola diversitas secara efektif.

b. Emphaty

Empati merupakan sesuatu yang penting dalam mengelola diversitas karena anggota dari kelompok yang berbeda sering merasakan bahwa hanya mereka yang benar-benar memahami tantangan atau masalah yang mereka hadapi. Empati ini juga dapat membantu manajer memahami titik pandang pekerja yang berbeda-beda itu. Dengan mempelajari bagaimana berempati dengan perasaan dan dengan memberikan dorongan dan petunjuk, manajer dapat memainkan suatu peranan individual yang penting dalam mengelola diversitas secara efektif.

3. Organizational Approaches

Metode-metode dan Pendekatan organisasional dalam mengelola diversitas meliputi berbagai teknik, yang terdiri dari testing, training, mentoring, dan penggunaan alternatif skedul kerja yang didesain untuk membantu personel menyeimbangkan pekerjaan mereka dengan kehidupan keluarga secara efektif.

(12)

a. Testing

Banyak test atau ujian yang dapat dilakukan oleh organisasi untuk penyeleksian dan penarikan tenaga kerja. Tetapi tidak jarang test yang dilakukan tersebut tidak cocok dan tidak valid bagi tega kerja yang berbeda-beda. Test yang dilakukan itu biasanya menimbulkan kerancuan. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan, salah satu cara agar hasil test itu valid bagi tenaga kerja yang berbeda-beda adalah dengan menggunakan job-specific tests dari pada dengan aptitude or knowledge tests. Disamping tidak menimbulkan kerancuan, test yang digunakan dalam mengelola diversitas secara efektif seharusnya dapat menentukan apakah calon pekerja itu mempunyai keahlian yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan itu atau tidak.

b. Training

Terdapat 2 (dua) metode dalam program pelatihan yang memainkan peranan kunci dalam mengelola diversitas. Cara pertama adalah dengan memberikan pelatiahan pada kelompok yang berbeda. Anggota dari kelompok yang berbeda-beda dilatih agar mempunyai keahlian pada waktu memasuki kerja atau agar yang dilatih tersebut secara efektif mengerjakan pekerjan yang ada atau pekerjaan dimasa yang akan datang. Dengan program pelatihan ini, maka pengelolaan diversitas akan berjalan dengan baik.

c. Mentoring

Dalam menjalankan mentoring membutuhkan seorang mentor yang handal. Seorang mentor adalah seorang konselor, pelatih atau advisor yang dipercaya untuk memberikan bantuan dan nasehat terutama pada wanita dan minoritas. Tujuan dari program mentor adalah untuk membantu anggota dari kelompok yang berbeda-beda dalam pekerjaannya, mensosialisasikan mereka pada nilai-nilai kultur organisasi, dan membantu mereka untuk berkembang dan maju. Ada sejumlah keuntungan dari adanya mentor, yaitu memberikan instruksi dalam keahlian dan pengetahuan khusus yang kritis untuk keberhasilan kinerja suatu pekerjaan, membantu memahami aturan organisasi yang tidak tertulis, menjawab pertanyaan dan memberi pandangan yang penting, memberikan dorongan emosional, bersedia sebagai seorang role model, dan menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kepercayaan diri.

d. Alternative Work Schedule

Banyak keluarga yang anggota keluarganya (ayah,ibu) bekerja. Dengan adanya keluarga karir ganda ini, maka memerlukan suatu alternatif jadwal kerja agar tercipta suatu keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga. Ada 3 (tiga) alternatif jadwal kerja yang

(13)

umum, yaitu flexitime, the compressedworkweek, dan job sharing. Dengan adanya alternatif jadwal kerja maka akan mudah untuk mengelola diversitas yang ada dalam organisasi. Tenaga kerja akan memilih organisasi yang mempunyai alternatif jadwal kerja.

F. Penutup

Globalisasi yang diikuti dengan kondisi lingkungan dan organisasional yang semakin terbuka, fleksibel, dan penuh ketidakpastian ditambah dengan kemajuan teknologi yang sedemikian pesat menyebabkan persaingan semakin ketat. Organisasi dituntut untuk selalu dapat merespon perubahan tersebut, sehingga menyebabkan perubahan pada komposisi tenaga kerja agar organisasi memiliki keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan. hal itu menyebabkan adanya kemudahan bagi tega kerja untuk berpindah dari suatu negara ke negara lain. Tenaga kerja akan memilih organisasi yang dapat mengelola diversitas dengan baik dan tepat. Hal ini akan menimbulkan persaingan antar organisasi dalam mendapatkan tenaga kerja yang berpotensi tinggi.

Pada saat ini, organisasi mulai menyadari bahwa diversitas tidak hanya merupakan sesuatu yang harus dihadapi, tetapi merupakan suatu realitas yang harus dikembangkan, diberdayakan, dan dikelola dengan baik dan benar agar organisasi dapat menjadi semakin kuat dan mendapatkan keunggulan kompetitif. Pengelolaan secara tepat tidak hanya dapat meminimumkan konflik atau akibat-akibat negatif dari diversitas tetapi juga akan memberikan keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan global.

Dari beberapa pendekatan yang berkaitan dengan pengelolaan diversitas, paradigma yang tepat untuk mengelola diversitas dewasa ini adalah learning and effectiveness paradigm. Dimana paradigma ini mencoba menyeimbangkan kesempatan setiap individu dan mengakui adanya perbedaan kultural. Organisasi yang menggunakan paradigma ini menginternalisasikan perbedaan-perbedaan yang ada sehingga organisasi mempelajari perbedaan-perbedaan yang timbul dari adanya diversitas tenaga kerja itu untuk mencari cara terbaik dalam melaksanakan proses organisasi. Selain itu, dalam mengelola diversitas tenaga kerja, organisasi harus memahami pendekatan-pendekatan yang cocok dan tepat agar tujuan pengelolaan diversitas itu tercapai dan organisasi mendapatkan keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan global.

(14)

Daftar Pustaka

Barra, H. “Race, opportunity, and Diversity of social circle in Manajerial Network”, Academy of Management Journal, Vol. 18, No. 2, 1999, p. 673-700.

Bhawuk, D.P.S., dan H.C. Triandis, “Diversity in the Workplace: Emerging Corporate Strategies”, Applied Cross-Cultural Psychology, 1990, pp. 85-98.

Cox, T.H., dan S. Blake, "Managing Cultural Diversity: Implications for Organizational Competitiveness,” Ecademy of Management Executive, Vol. 5, No. 3, 1991, pp.45-56.

Diamante, T., dan L. Giglio, ”Managing A Diverse Workforce: Training as Cultural Intervention Strategy”, Leadership and Organization Development Juornal, Vol. 15, No. 2, 1991, pp.13-17.

Badi G. Foster, et all, ”Workforce Diversity and Business”, Training and Development Journal,Vol. 42, 1988, pp.38-42..

D.T., Hall, dan V.A.Parker, ”The Roll of Workplace Flexibility in Managing Diversity”, Organizational Dinamic, Vol. 22., 1993, pp. 5-18.

Y. Iswanto, ”Paradigma Baru Pengelolaan Keberagaman Tenega Kerja”, Usahawan, No. 2 Th. XXVIII, Februari 1990, h.11-16.

Kumalaningrum, M.P., ”Multicultural Orgazation: Strategi Mengelola Keberagaman Tenaga Kerja”, Usahawan, No. 2. Th. XXVIII, Februari 1999, h.17-27.

F. Luthans, Organizasional Behavior, Seventh Edition, McGraw- Hill, Inc., 1995.

B.R. Ragins, ”Diversified Mentoring Relationship in Organizations: A Power Perspective”, Academy of Management Review, Vol. 22, N0. 2, pp.482-521.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, latihan skipping dan side hop memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan latihan konvensional terhadap

Pergerakan dalam Riedel Shear terhadap R di sebut sebagai synthetic faults yang relatif sejajar dengan patahan utam (Major Faults. R’ merupakan arah berikutnya setelah terjadi

Berdasarkan tabel 4.2 dari hasil perhitungan diatas jumlah cost of fund giro terbanyak adalah ditanggung oleh BNI karena jumlah dana giro yang dihimpun BNI lebih tinggi

Tujuan khusus pendidikan menengah kejuruan adalah sebagai berikut: (a) menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan

Nilai merupakan gagasan dalam fikiran manusia mengenai sesuatu yang dianggap baik dan buruk serta pengaruhnya terhadap kehidupan. Setiap masyarakat mempunyai tata

Di dalam mengambil keputusan, Bapak Suteja juga sangat memperhatikan informasi – informasi yang berkaitan dengan bisnis yang dijalankannya ini, seperti informasi apakah

best available rates hari libur, untuk PermataPlatinum Credit Card. Hingga 28 Februari 2017

b. bahwa sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, untuk mendukung kelancaran dan efektifitas pelaksanaan Ujian Nasional, perlu membentuk