• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lumpur Pemboran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lumpur Pemboran"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III TEORI DASAR

Penggunaan Lumpur sebagai fluida pemboran sangat besar peranannya dalam menentukkan keberhasilan suatu pemboran, sehingga perlu diperhatikan sifat kimia dan fisik Lumpur tersebut. Penggunaan Lumpur pemboran didasarkan pada kondisi suatu sumur yang berbeda-beda, untuk itu diperlukan pengamatan tersendiri terhadap jenis-jenis Lumpur yang sesuai dengan kondisi pemboran. Dalam bab ini akan dibahas mengenai fungsi Lumpur, komposisi Lumpur, sifat fisik Lumpur serta jenis Lumpur dalam oil base mud.

3.1. Fungsi Lumpur Pemboran

Tujuan utama penggunaan Lumpur pemboran adalah agar dalam operasi pemboran tidak mengalami banyak kesulitan. Dalam hal ini lumpur yang dipilih diharapkan dapat memenuhi fungsi-fungsi sebagai berikut :

3.1.1. Mengangkat Cutting ke Permukaan

Serbuk bor yang dihasilkan dari pengiskisan formasi oleh pahat sebaiknya secepatnya diangkat ke permukaan, yang mempunyai pertimbangan effisiensi dan rate penetrasi. Keefektifan dari pengangkatan cutting ini tergantung dari faktor-faktor yaitu : Kecepatan fluida di annulus, Densitas, dan Viskositas.

3.1.2. Membentuk Mud cake yang tipis dan licin

Lumpur akan membuat lapisan zat padat tipis (mud cake) di permukaan formasi yang permeable (tembus air). Pembentukan mud cake ini akan menyebabkan tertahannya aliran yang masuk ke formasi (adanya aliran yang masuk, yaitu cairan plus padatan yang menyebabakan padatan tertinggal dan tersaring). Cairan yang masuk kedalam formasi disebut filtrat. Mud cake di kehendaki yang tipis karena dengan demikian lubang bor tidak terlalu di persempit dan cairan tidak banyak yang hilang.

(2)

3.1.3. Mengontrol Tekanan Formasi

Tekanan fluida formasi umumnya adalah sekitar 0.465 psi/ft kedalaman. Pada tekanan yang normal, air dan padatan di pemboran telah cukup untuk menahan tekanan formasi ini. Untuk tekanan lebih kecil dari normal (subnormal), densitas lumpur harus diperkecil agar lumpur tidak masuk hilang ke formasi. Sebaliknya untuk tekanan yang lebih besar dari normal (lebih dari 0.465 psi/ft, abnormal pressure), maka barite kadang-kadang perlu ditambahkan untuk memperberat lumpur.

Tekanan yang diakibatkan oleh kolom lumpur pada kedalaman D ft dapat dihitung dengan rumus :

Ph = 0.052 ρD 33 . 8 D x 0.433 x ρ ... (3-1) Dimana :

Ph = tekanan hidrostatis lumpur

 = densitas lumpur, ppg D = kedalaman, ft

Tekanan pada formasi yang diakibatkan oleh fluida saat mengalir (rumus diatas) adalah tekanan yang dihitung dengan rumus diatas ditambah dengan pressure loss (kehilangan tekanan) pada annulus diatas formasi yang bersangkutan.

3.1.4. Cutting Suspension

Suspensi serbuk bor merupakan kemampuan lumpur untuk menahan cutting selama sirkulasi lumpur dihentikan, terutama dari gel strenth. Cutting perlu ditahan agar tidak turun kebawah, karena jika mengendap kebawah akan mengakibatkan akumulasi cutting dan pipa akan terjepit selain juga akan memperberat rotasi permulaan dan kerja pompa untuk memulai sirkulasi kembali. Gel yang terlalu besar dapat memperburuk kondisi lumpur bor yaitu tertahannya pembuangan cutting ke permukaan (selain pasir). Penggunaan alat-alat seperti desander dapat membantu pengambilan cutting/pasir dari lumpur di permukaan.

(3)

Pasir harus dibuang dari aliran lumpur, karena sifatnya yang sangat abrasive (mengikis) pipa pompa, fitting dan bit. Untuk ini biasanya kadar pasir maksimal yang diperbolehkan adalah 2 %.

3.1.5. Mendinginkan dan Melumasi Pahat dan Rangkaian Pipa

Dalam proses pemboran, panas dapat timbul karena gesekan antara pahat dan rangkaian pipa yang kontak dengan formasi. Konduksi formasi umumnya kecil, sehingga sukar untuk menghilangkan panas yang timbul ini. Tetapi umumnya dengan adanya aliran lumpur maupun panas jenis (spesific heat) lumpur telah cukup untuk mendinginkan dan melumasi sistem sehingga peralatan tidak menjadi rusak dan memperpanjang umur pahat.

3.1.6. Menahan Sebagian Berat Drillstring dan Casing

Pada saat memasukkan atau mencabut rangakain pipa bor, demikian pula saat memasukkan casing ke dalam lubang bor yang berisi lumpur, sebagian berat rangkaian pipa bor atau casing akan ditahan oleh gaya ke atas dari lumpur yang sebanding dengan lumpur yang dipindahkan. Bertambah dalamnya formasi yang dibor, maka rangkaian pipa bor serta casing yang di perlukan juga bertambah banyak sehingga beban rangkaian pipa bor serta casing semakin berat.

Berat rangkaian pipa dalam lumpur akan berkurang sebesar gaya keatas yang ditimbulkan lumpur yang bersangkutan, hal ini disebabkan berlakunya hukum hidrolika, sehingga rangkaian pipa bor didalam lumpur dapat dihitung sebagai berikut :

W2 = W1 – (B x L x ) ... (3-2)

Dimana :

W2 = berat pipa bor dalam lumpur, lb

W1 = berat pipa bor diudara, lb

B = Bouyancy factor, gal/ft L = panjang pipa bor, ft

(4)

3.1.7. Mencegah Gugurnya Dinding Lubang Bor

Lumpur pemboran dapat menahan dinding lubang bor agar tidak mudah runtuh, sebab jika lubang bor itu kosong maka ada kemungkinan dinding lubang bor tersebut akan runtuh. Adanya kolom lumpur pada lubang bor akan memberikan tekanan hidrostatik yang mampu menahan gugurnya dinding lubang bor, terutama untuk formasi yang tidak kompak.

3.1.8. Media Logging

Pelaksanaan logging selalu menggunakan lumpur sebagai media penghantar arus listrik dilubang bor. Selain itu juga peralatan logging selalu diturunkan saat lubang bor terisi oleh lumpur. Penerapan penggunaan jenis lumpur ditentukan dari kebutuhan di lapangan. Dari jenis-jenis logging yang ada (log listrik, log radio aktif maupun log suara), maka lumpur sangat berperan pada penggunaan log listrik.

3.1.9. Mendapatkan Informasi Sumur

Pada operasi pemboran, lumpur biasanya dapat dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya kandungan Hidrokarbon (HC) berdasarkan mud log. Selain itu juga dilakukan analisa cutting untuk mengetahui jenis formasi apa yang sedang dibor.

Fungsi-fungsi lumpur diatas memperhatikan bahwa lumpur mempunyai peranan yang sangat penting terhadap tercapainya suatu operasi pemboran yang optimum. Jika salah satu fungsi lumpur diatas tidak berjalan semestinya, maka kemungkinan operasi pemboran akan mengalami suatu hambatan sangat besar.

3.1.10. Meneruskan tenaga hidrolik ke pahat

Disini lumpur berfungsi sebagai sarana untuk mengangkat serbuk bor tersebut ke permukaan. Kemampuan untuk membersihkan serbuk bor dari pahat itu di dapat karena adanya tenaga hidrolik (hydraulic horsepower) yang tersedia harus disalurkan dari permukaan menuju ke pahat lewat media lumpur yang akan disebut sebagai Bit Hydraulic Horsepower. Faktor-faktor yang mempengaruhinya

(5)

adalah berat jenis lumpur, kekentalan, ukuran nozzle dan kecepatan aliran lumpur. Secara umum bit hydraulic horsepower dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran nozzle, kekentalan atau memperbesar kecepatan aliran fluida.

3.1.11. Membatasi Korosi Terhadap Pipa Bor dan Casing.

Sifat korosi dalam lumpur pemboran biasanya disebabkan karena adanya pencemaran CO2, H2S, O2 dan bakteri-bakteri (dalam keadaan diam) terhadap

lumpur. Bersifat lebih korosif daripada lumpur air tawar. Lumpur minyak adalah jenis lumpur yang tidak korosif sama sekali.

Untuk menghindari hal-hal tersebut diatas, kedalam lumpur dapat dimasukkan/ditambahkan bahan-bahan pencegah korosi dan diusahakan untuk mencegah pencemaran-pencemaran tidak bersifat korosif.

3.2. Komposisi Lumpur Pemboran

Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran cutting. Kemudian dengan berkembangnya sistem pemboran, lumpur mulai digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat, dan zar-zat kimia yang ditambahkan dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap bertahan.

Secara umum lumpur pemboran dapat di pandang sebagai tiga komponen atau fasa, yaitu:

1. Komponen cair. 2. Komponen Solid.

a. Reaktif solids. b. Inert solids. 3. Additive.

Ketiga kelompok ini dicampurkan sedemikian rupa sehingga didapatkan lumpur pemboran yang sesuai dengan keadaan formasi yang akan ditembus.

(6)

3.2.1. Komponen Cair

Zat cair dari lumpur bor merupakan komponen dasar dari lumpur yang mana dapat berupa air atau minyak ataupun keduanya yang disebut dengan emulsi. Emulsi ini dapat terdiri dari dua jenis emulsi minyak didalam air atau emulsi air di dalam minyak.

3.2.1.1. Air

Lebih dari 75 % lumpur pemboran menggunakan air, disini air dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air tawar dan air asin, sedangkan air asin dapat dibagi menjadi dua, yaitu : air asin jenuh dan air air asin tak jenuh. Untuk pemilihan air hal ini perlu disesuaikan dengan lokasi setempat, manakah yang mudah didapat dan juga disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.

3.2.1.2.Emulsi

Invert emulsion adalah pencampuran minyak dengan air dan mempunyai kompisisi minyak 50 – 70 % (sebagai komponen yang kontinyu) dan air sebanyak 30 – 50 % (sebagai komponen diskontinyu), emulsi terdiri dari dua macam, yaitu : Oil In Water Emulsion dan Water In Oil Emulsion

1. Oil In Water Emulsion

Disini air merupakan komponen yang kontinyu dan minyak sebagai komponen teremulsi. Air bisa menacapai sekitar 70 % volume, sedangkan minyak sekitar 30 %

2. Water In Oil Emulsion

Disini yang merupakan komponen kontinyu adalah minyak, sedangkan komponen yang teremulsi adalah air. Minyak bisa mencapai sekitar 50 –70 %, sedangkan air 30 – 50 %.

3.2.1.3.Minyak

Lumpur dengan komponen minyak dikembangkan untuk menanggulangi sifat-sifat Lumpur dasar air ( water base mud) yang tidak di inginkan. Untuk itu digunakan Lumpur dasar minyak ( oil base mud ) yang mempunyai keuntungan antara lain : mempunyai sifat lubrikasi yang baik, stabilitas temeperatur yang tahan sampai 500 oF, corrosion resistance, meminimalisasi kerusakan formasi, dan mencegah terjadinya shale problem.

(7)

3.2.2. Komponen Solid.

Komponen padatan disini merupakan komponen pembentuk campuran lumpur berupa padatan reaktif (reaktif solid) dan padatan tidak reaktif (inert solid).

3.2.2.1.Reaktif Solid

Reaktif solid adalah padatan yang apabila bereaksi dengan fasa cair akan membentuk sifat koloidal pada Lumpur. Salah satu dari material ini adalah bentonite, dimana bila bentonite dicampur dengan air akan menyebar (terdispersi) karena muatan negatif pada permukaan plat-plat materialnya akan saling tolak-menolak dan pada saat itu akan menyerap air sehingga membentuk koloid (suspensi) yang lunak dan volumenya membesar (swelling). Kenaikan volume ini bisa mencapai 10 kali lipat atau lebih.

3.2.2.2.Inert solid

Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi dengan zat-zat cair lumpur bor. Dalam kehidupan sehari-hari pasir yang diaduk dengan air dan kita diamkan beberapa saat, akan turun kedasar bejana dimana kita mengaduknya. Disini pasir disebut inert solid. Didalam lumpur bor inert solid berguna untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari formasi.

Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang dibor dan terbawa oleh lumpur seperti chert, pasir atau clay-clay non swelling, padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan densitas lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (dapat menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa).

Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam lumpur bor, adalah :

Barite (BaSO4)  Oksida Besi (Fe2O3)

 Kalsium Karbonat (CaCO3)  Galena (PbS)

Barite yang digunakan harus memenuhi standard API, yaitu harus mempunyai berat minimum sebesar 4,2 gr/cc dan penambahan bahan tersebut

(8)

terbatas sampai berat tertentu yang di kehendaki. Maka yang harus diperhatikan adalah pengendalian kandungan padatan inert lainnya, seperti pasir, silt maupun serbuk bor baik secara pengenceran artinya menambah jumlah cairan maupun dengan cara-cara mekanikal. Kandungan bahan inert yang berlebihan akan menyebabkan kenaikan densitas, kerusakan pompa dan problem lain nya yang mana akan membutuhkan biaya yang besar untuk memperbaikinya. Hubungan antara barite-lempung-berat lumpur serta kandungan solid dapat dilihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1.

(9)

3.2.3. Additive.

Additive merupakan material atau bahan kimia yang ditambahkan kedalam lumpur pemboran dan digunakan untuk mengontrol sifat-sifat lumpur secara fisik maupun kimia seperti kekentalan, air tapisan, serta mengontrol adanya flokulasi (penggumpalan partikel clay), dispersi (penyebaran partikel-partikel clay).

Banyak sekali additive yang dapat digunakan untuk menurunkan viscositas, mengurangi water-loss, mengontrol fasa koloid (disebut surface active agent = surfactant). Additive-additive tersebut antara lain :

 Phospate

 Sodium Tannate (kombinasi caustic soda dan tannium)  Surfactant

 Lignosulfonate dan lignite  CMC serta Starch (Thinner)

3.3. Sifat Fisik Lumpur Pemboran

Semua fungsi Lumpur pemboran dapat berlangsung dengan baik apabila sifat-sifat Lumpur tersebut selalu dijaga dan selalu diamati secara kontinyu dalam setiap operasi pemboran.

Untuk mempermudah pengertian, maka terdapat tiga fisik lumpur pemboran yaitu densitas (berat jenis), viskositas dan gel stregth serta filtration loss. Selain itu terdapat pula sifat lumpur pemboran yang lain, seperti pH lumpur bor, Cl content, sand content serta resisvity lumpur bor.

3.3.1. Berat Jenis

Lumpur pemboran sebagai benda cair mempunyai berat jenis. Berat jenis suatu benda adalah berat benda dibagi volumenya pada temperatur dan tekanan tertentu. Satuan (Dimensi) yang dipakai adalah kg/l, gr/cc dan lb/gal. Berat jenis lumpur pemboran diukur dengan alat timbangan lumpur (mud balance) yaitu semacam alat penimbang yang disatu ujungnya berskala dan ujungnya yang lainnya terdapat mangkuk tempat akan ditentukan densitasnya. Kalibrasi alat tersebut dapat dilakukan dengan air biasa harus menunjukkan angka 8,33 lb/gal

(10)

(ppg), 62,4 lb/cuft, 1 spesifik gravitasi dan 433 psi/1000 ft. Hasil pengukuran yang lengkap dicatat dalam satuan-satuan tersebut diatas.

Berat jenis lumpur harus dikontrol agar dapat memberikan tekanan hidrostatik yang cukup untuk mencegah masuknya cairan formasi kedalam lubang bor, tetapi tekanan tersebut jangan terlalu besar sehingga menyebabkan formasi pecah dan lumpur hilang ke formasi. Oleh karena itu berat jenis lumpur pemboran perlu direncanakan sebaik-baiknya dan disesuaikan dengan keadaan tekanan formasi.

Tekanan hidrostatik lumpur didasar lubang adalah fungsi dari berat jenis lumpur itu sendiri dan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Ph = 0,052 .ρ.D 33 . 8 D x 0.433 x ρ ... (3-3) Dimana :

Ph = tekanan hidrostatis lumpur

 = densitas lumpur, ppg D = kedalaman, ft

Tekanan hidrostatik lumpur didasar lubang akan mempengaruhi kemampuan daripada formasi dibawahnya yang akan dibor. Semakin besar Ph atau semakin mampat sehingga merupakan hambatan tambahan terhadap kemampuan pahat untuk mengoreknya, sehingga kemajuan pahat akan semakin lambat. Hubungan antara kecepatan pemboran dengan tekanan hidrostatik lumpur di dasar lubang dapat dilihat dengan grafik di bawah ini (gambar 3.2).

3.3.2 Viskositas.

Viskositas suatu cairan adalah ukuran tahanan dalamnya terhadap aliran suatu gerakan. Viskositas dapat pula didefinisikan sebagai perbandingan antara shear stress (tekanan penggeser) dan shear rate (laju penggeseran). Untuk cairan yang termasuk Newtonian seperti air, perbandingan shear rate dengan shear stress ini sebanding dan konstan, sedangkan lumpur pemboran adalah termasuk cairan Non-newtonian dimana perbandingan shear stress dengan shear rate tidak

(11)

konstan, disebut viskositas semu (appearent viscosity) serta memberikan hubungan variasi yang luas (gambar 3.3)

Gambar 3.2.

Hubungan Tekanan Hidrostatik Lumpur vs Laju Pemboran7)

Gambar 3.3.

Kurva Aliran Fluida Newtonian dan Non Newtonian6)

Pada fluida Non-Newtonian fluida mempunyai viskositas tidak konstan, dimana viskositasnya tergantung pada besarnya shear rate yang terjadi. Pada setiap shear rate tertentu fluida mempunyai viskositas yang disebut appearent

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 0 1 2 3 4 5 Dr il li ng ra te fe e t/h ou r

Hydrostatic pressure - 190 psi

Sh

ear

str

ess

Shear rate or velocity gradient Bingham Plastic Newtonian Dilatant Pseudoplastic Slope=a

(12)

viscosity pada shear rate tersebut. Contoh dari fluida ini adalah lumpur dan semen.

Fluida non newtonian terdiri dari tiga model, yaitu bingham plastic, power law, dan modified power law.

a. Bingham Plastic

Umumnya fluida pemboran dapat dianggap bingham plastic, dalam hal ini sebelum ada aliran harus ada minimum shear stress yang disebut yield point (y). setelah yield point terlampaui maka setiap penambahan shear rate sebanding dengan plastic viscosity (p) dari pada model ini.

Secara matematis dapat dinyatakan :

) / ( gc p y) -(    dVr dr ... (3-4) Dimana : y = yield point, lb/100 ft2

p = viskositas plastic, lb/sec-ft

Penentuan Plastic viscosity (p)

Penentuan plastic viscosity menggunakan persamaan Bingham Plastic dengan menghitung perbandingan antara shear stress () dengan shear rate (). Agar harga viskositas nantinya diperoleh dalam satuan centipoises (cp), harga shear stress dan shear rate dibuat persamaan sebagai berikut :

 = 1,067 x C ... (3-5)

 = 1,704 x RPM ... (3-6) Dimana :

= shear stress ,dyne/sq-cm

= shear rate , second-1

C = dial reading Fann VG meter, derajat RPM = putaran per menit dari rotor

Dari persamaan diatas , menurut model bingham plastic diturunkan persamaan sebagai berikut :

(13)

p = 600 300 300 600       ... (3-7) Dengan menggunakan persamaan (3-5) dan persamaan (3-6) kedalam persamaan (3.7) maka diperoleh persamaan sebagai berikut :

p = C600 – C300 ... (3-8)

Penentuan Yield Point

Dari persamaan (3-5) dan persamaan (3-6) diatas untuk yield point (y) dapat juga diturunkan persamaan Bingham Plastic, yaitu :

y = C300 - p ... (3-9) Dimana :

p = Plastic viscosity, cp

C600 = dial reading pada 600 RPM, derajat C300 = dial reading pada 300 RPM, derajat

b. Power Law Fluida

Fluida power law ini menunjukkan sifat shear stress yang akan naik sebagai fungsi pangkat “n” dari shear rate.secara matematik dinyatakan :

 = k(-dVr/dr)n ... (3-10) Dimana :

k = Indeks konsisitensi yang merupakan tetapan kekentalan dari fluida n = power indeks yang nilainya adalah : 0-1

Untuk harga :

0<n<1 : disebut fluida pseudoplastic n>1 : disebut fluida dilatant

c. Modified Power law

Pada jenis fluida ini berlaku persamaan :

 = y + k(-dVr/dr)n ... (3-11) Viskositas yang terlalu tinggi akan menyebabkan :

Penetration rate turun

(14)

Pressure surges yang berhubungan dengan Lost circulation dan swabbing yang berhubungan dengan blow out.

Sukar melepaskan gas dan cutting dari lumpur dipermukaan Viscositas yang terlalu rendah menyebabkan :

Pengangkatan cutting tidak baik

 Material-material pemberat lumpur diendapkan

Dalam pemboran, viskositas lumpur dapat naik karena dua hal :  Flokulasi

Pada flokulasi gaya tarik antara partikel-partikel clay terlalu besar dan akan menggumpal clay-nya, dengan terjebaknya air bebas oleh partikel-partikel clay sehingga system kekurangan air bebas sehingga viskositas naik. Penggumpalan tadi dapat dikarenakan oleh kenaikan jumlah partikel-partikel padat (jarak antara plat-plat lebih kecil).

 Terlalu Banyak Padatan

Untuk mencegahnya digunakan dengan cara pengenceran yang efektif atau dengan penurunan viskositas secara efektif.

Peralatan yang digunakan untuk mengukur viskositas adalah sebagai berkut : Marsh Funnel, Fann VG Meter, Stormer Viscometer.

3.3.3. Gel Strength

Di waktu lumpur bersirkulasi yang berperan adalah viskositas. Sedangkan diwaktu sirkulasi berhenti yang memegang peranan adalah gel strength. Lumpur akan menjadi agar atau menjadi gel apabila tidak terjadi sirkulasi, hal ini disebabkan oleh gaya tarik-menarik antara partikel-partikel padatan lumpur. Gaya menjadi agar inilah yang disebut gel strength.

Di waktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai gel strength yang dapat menahan cutting dan material pemberat lumpur agar jangan turun. Akan tetapi kalau gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan terlalu berat kerja pompa lumpur pemboran untuk memulai sirkulasi kembali.

Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh memompakan lumpur dengan daya yang besar, karena formasi bisa pecah.

(15)

Misalnya sirkulasi berhenti untuk penggantian bit. Agar formasi tidak pecah didasar lubang bor, maka sirkulasi dilakukan dengan secara bertahap, dan sebelum melakukan sirkulasi, rotary table diputar terlebih dahulu untuk memecah gel.

Gel Strength yang terlampau kecil akan menyebabkan terendapnya cutting/pasir pada saat sirkulasi lumpur berhenti, sedangkan gel strength yang terlampau tinggi mempersulit usaha pompa untuk memulai sirkulasi lagi.

Gel strngth jangan dikacaukan dengan pengertian Yield Point (minimum Shear stress yang harus dilampaui sebelum ada geseran) walaupun yield point yang tinggi berhubungan dengan gel strength yang tinggi.

Walupun seharusnya gel strength pada saat nol menit setelah agitasi harus sama dengan yield point, pada kenyataannya tidaklah demikian, hal ini karena :

1. Pada Shear rate yang rendah, lumpur tidak benar-benar bersifat plastic (Bingham)

2. Kesalahan pengukuran dimana tidak mungkin memulai pengukuran pada waktu nol sebenarnya.

Sifat Yield point adalah sifat dinamis (ada aliran,gerak) sedangkan sifat gel strength adalah sifat statis (tidak ada gerakan).

Seperti apa yang telah dapat diduga sebelumnya, viskositas yang tinggi berhubungan dengan gel strength yang tinggi pula (pada umumnya), hal ini dikarenakan baik sifat viskositas maupun gel strength dengan sifat tarik menarik plate-plate pada clay.

3.3.4. Filtration loss

Lumpur pemboran itu terdiri dari komponen padat dan komponen cair. Karena pada umumnya dinding lubang sumur mempunyai pori-pori, komponen Cair dari lumpur akan masuk kedalam dinding lubang bor. Zat cair yang masuk ini disebut filtrat. Padatan dari lumpur akan menempel pada permukaan dinding lubang. Bila padatan dari lumpur yang menempel ini sudah cukup menutupi pori-pori dinding lubang, maka cairan yang masuk kedalam formasi juga berhenti.

Cairan yang masuk ke formasi pada dinding lubang bor akan menyebabkan akibat negatif, akibat-akibat itu antara lain, sebagai berikut :

(16)

a. Dinding lubang akan lepas atau runtuh.

Bila formasi yang dimasuki oleh zat yang masuk tersebut adalah air, maka ikatan antara partikel formasi akan melemah, sehinga dinding lubang cenderung untuk runtuh.

b. Menyalahi interpretasi dari logging.

Electric logging atau resistivity log mengukur resistivity dari formasi cairan atau fluida yang dikandung oleh formasi tersebut. Kalau filtration loss banyak, maka yang diukur alat logging adalah resistivity dari filtrat.

c. Water blocking

Filtrat yang berupa air akan menghambat aliran minyak dari formasi kedalam lubang sumur jika filtrat dari lumpur banyak.

d. Differential sticking

Seiring dengan banyaknya filtration loss maka mud cake dari lumpur akan tebal. Diwaktu sirkulasi berhenti ditambah lagi dengan berat jenis lumpur yang besar, maka drill collar yang terbenam didalam mud cake serta lumpur akan menekan dengan tekanan hidrostatik yang besar ke dinding lubang. e. Channeling pada semen.

Di waktu penyemenan, mud cake yang tebal kalau tidak dikikis akan menyebabkan ikatan antara semen dengan dinding lubang tidak baik.

Alat untuk mengukur filtration loss dan mud cake yang umum adalah standar filtration press, terdiri dari :

1. Mud cup 2. Gelas ukur

3. Tabung sumber tekanan 4. Kertas saringan

Filtrat loss yang besar mempunyai efek buruk terhadap formasi maupun lumpurnya, karena dapat menyebabkan terjadinya formation damage (pengurangan permeabilitas efektif minyak/gas) dan lumpur akan kehilangan banyak cairan.

(17)

Filtrat loss yang besar dalam lumpur dapat dicegah dengan penambahan : 1. Koloid (bentonite)

2. Starch, CMC – Driscose

3. Minyak (buruk terhadap dynamic loss)

4. Q – Broxin (baik untuk dinamik maupun statistik loss)

Dengan mengetahui bagaimana terjadinya filtration loss dan akibatnya bagi suatu pekerjaan pemboran, maka dapatlah ditemukan cara untuk mengurangi filtration loss tersebut. Untuk mengurangi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Pengaturan komposisi lumpur. 2. Pengaturan tekanan.

Dalam hal pengaturan komposisi lumpur, terjadinya filtration loss yang besar buruk efeknya terhadap formasi maupun lumpurnya, karena dengan besarnya filtration loss akan terjadi filtration damage ( pengurangan permaebilitas efektif minyak/gas ) dan lumpur akan kehilangan cairan.

Dalam perubahan ini, invasi filtrat yang masuk ke dalam formasi produktif dapat menyebabkan produktivitas sumur tersebut menurun. Untuk itu perlu adanya pengaturan terhadap laju filtrasi, maka diperlukan :

1. Membatasi jumlah cairan yang masuk kedalam formasi.

2. Laju filtrasi dapat mempengaruhi ketebalan serta sifat-sifat mud cake.

3.3.5. Derajat Keasaman (pH)

pH lumpur pemboran dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur bor. pH dari lumpur yang dipakai berkisar antara 8,5 sampai 12 jadi lumpur pemboran yang digunakan adalah dalam suasana basa. Kalau lumpur bor dalam suasana asam maka cutting yang keluar dari lubang bor akan halus atau hancur, sehingga tidak dapat ditentukan batuan apakah yang ditembus oleh mata bor. Dengan kata lain sulit untuk mendapatkan informasi dari cutting. Selain dari pada itu peralatan-peralatan yang dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi mudah berkarat. Kalau lumpur bor terlalu basa juga tidak baik, karena akan menaikkan viskositas dan gel strength dari lumpur.

(18)

Alat yang digunakan untuk mengukur pH lumpur adalah sebagai berikut : a. pH indikator, Sering juga dikatakan kertas lakmus atau pH paper.

b. pH meter, dengan mencelupkan alat pH meter maka akan diketahui berapa pH dari lumpur tersebut.

3.3.6. Fasa padatan-cairan (% volume)

Kandungan padatan dan cairan harus dikontrol setiap saat untuk memperoleh sistem lumpur yang optimal.

3.3.7. Cation Exchange Capacity (ppb eq bentonite)

Mengukur padatan yang aktif didalam sistem lumpur bor. Penting didalam mengontrol sifat padatan dan perawatan lumpur. Semua padatan ini harus diukur dengan kontinyu dan akurat, setiap persoalan pemboran yang berhubungan dengan lumpur dapat segera diatasi jika data-data sifat lumpur yang tersedia selalu baru, sehingga dapat cepat diketahui penyebabnya dan tindakan apa yang harus diambil.

3.3.8. Cl Content

Kandungan Cl ditentukan untuk mengetahui kadar garam dari lumpur. Kadar garam dari lumpur akan mempengaruhi interpretasi logging listrik. Kadar garam yang besar akan menyebabkan daya hantarnya besar pula. Pembacaan resistivity dari cairan formasi akan terpengaruh. Naiknya kadar garam dari lumpur disebabbkan cutting garam yang masuk kedalam lumpur disaat menembus formasi yang mengandung garam. Dengan kata lain lumpur terkontaminasi oleh garam.

3.3.9. Sand Content

Yang dimaksud dengan sand content adalah kadar pasir didalam lumpur bor. Pasir tidak boleh terlalu banyak didalam lumpur bor, karena dapat merusak peralatan yang dilaluinya pada saat sirkulasi, dan akan menaikkan berat jenis dari lumpur bor itu sendiri. Maksimal yang diperbolehkan adalah 2% volume.

(19)

3.3.10. Cation Exchange Capacity (meq/100 gram clay)

Untuk mengetahui tingkat kereaktifan dari pada clay dilakukan pengukuran dengan Methylene Blue Test. Besarnya penyerapan clay terhadap larutan Methhylene blue disebut Cation Exchange Capacity (CEC) dengan satuan milli equivalent methylene blue per 100 gram clay.

3.4. Penggunaan Lumpur Pemboran Yang Berkaitan Dengan Shale Problem Shale adalah batuan sedimen yang terjadi dari endapan-endapan lempung (clay). Pengembangan mineral clay sebagai akibat terjadinya invasi fasa cair dari Lumpur ke dalam formasi yang mengandung clay reaktif terhadap air. Lempung (clay) merupakan batuan sedimen klastik yang berasal dari pelapukan batuan beku atau metamorf. Ukuran clay lebih kecil 1/256 mm menurut skala Wentworth. Mineral calay merupakan campuran matrix dan semen, serta kadang-kadang mendominasi batuan sebagai batu lempung (clay stone).

Sifat kimia mineral clay yang paling penting adalah kemampuan penyerapan anion dan kation tertentu yang kemudian merubahnya ke lain anion dan kation dengan pereaksi suatu ion di dalam air (Ionic Exchange Capacity). Reaksi pertukaran tejadi disekitar sisi luar dari unit struktur silica alumina. Kemampuan suatu kation menggantikan kation lain dapat diurutkan sebagai berikut:

H+ > Al+3 > Ca+2 > Mg+2 > Rb+ > K+ > Na+ > Li+

Artinya setiap kation di sebelah kiri dapat menggantikan yang berada disebelah kanannya.

Ada beberapa hal yang menyebabkan clay memiliki kemampuan melakukan pergantian kation antara lain adalah :

1. Adanya ikatan yang terputus di sekeliling sisi unit silica alumina yang menimbulkan ketidakseimbangan muatan sehingga menyeimbangkannya ia harus bervalensi rendah.

2. Adanya substitusi aluminium bervalensi tiga di dalam kristal untuk silicon quadrivalent, serta ion-ion bervalensi rendah.

(20)

Reaksi pergantian kation ini terjadi di dalam media air dan akan diikuti dengan pengembangan clay (swelling). Bila terjadi kontak antara permukaan clay dengan air dan bila dianggap bahwa satu plate clay terpisah dari matriknya, maka kation akan meninggalkan plate tersebut. Karena molekul air adalah polar, maka air akan tertarik baik oleh kation yang terlepas maupun oleh plate clay, demikian seterusnya sehingga clay akan mengembang (gambar 3.4).

Gambar 3.4.

(21)

Sedangkan penyebab terjadinya pergantian anion adalah :

1. Adanya rantai ikatan yang terputus di tepi partikel clay. Rantai yang putus ini akan menyediakan tempat untuk muatan negatif sebanyak tempat muatan positif di sekeliling mineral clay.

2. Perpindahan ion hidroksil pada permukaan partikel clay.

Kemampuan terjadinya pertukaran mineral clay dapat disebabkan oleh penarikan dan pertukaran kation. Permukaan koloid mineral yang bermuatan negatif akan menarik kation-kation membentuk lapisan atau medan yang disebut “diffuse ion layers”. Interaksi diffuse ion layers pada partikel yang berdekatan memberikan petunjuk mengenai sifat-sifat swelling clay, plasticity dan konsentrasi kandungan air dalam clay.

Ketidakstabilan lubang bor pada formasi umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu imbibisi dengaan konsekuensi swelling dan penutupan lubang bor. Sedangkan penyebab kedua adalah faktor mekanisme yang disebabkan oleh rotasi drill string dan aliran fluida pemboran di annulus yang akan menggerus dinding lubang bor sehingga akan mengganggu kestabilan lubang bor.

Imbibisi air adalah hal yang paling umum dan hal ini terjadi karena dua hal yaitu : Crystalin Hydrational Force dan Osmotic Hydrational Force. Crystalin Hidrational force adalah gaya-gaya yang berasal dari substitusi elemen di lapisan tengah clay. Gaya ini sangat sulit diatasi, karena air di ekstrasikan kemuka plate yang sama besarnya dengan arah ke sisi plate. Osmotic hydrational force terjadi bila terjadi perbedaan konsentrasi ion antara formasi dengan fluida pemboran, dimana air akan tertarik dari lumpur ke dalam formasi.

Operasi pemboran yang menembus lapisan shale akan mempunyai permasalahan tersendiri. Permasalahan tersebut meliputi penjagaan agar shale tetap stabil, tidak longsor atau runtuh. Beberapa akibat yang dapat ditimbulkan dengan runtuhnya shale tersebut didalam lubang bor diantaranya adalah :

1. Terjadinya pembesaran lubang bor.

2. Terjadinya permasalahan dalam pembersihan lubang bor. 3. Rangkaian pipa bor terjepit.

(22)

5. Kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan logging, bridges dan fill up.

Shale biasanya terdiri dari lumpur, silt dan clay (lempung) yang merupakan hasil endapan didalam marine basin. Shale dalam bentuknya yang lunak atau bercampur dengan air disebut clay. Dan apabila clay yang terjadi terletak pada suatu kedalaman tersebut terdapat tekanan dan temperatur yang tinggi, maka endapan clay tersebut akan mengalami perubahan bentuk ini disebut shale. Perubahan bentuk yang lain, misalnya karena metamorfosa yang disebut slate, phylite atau mika schist. Berdasarkan kandungannya, apabila shale tersebut mengandung banyak pasir disebut dengan carbonaceous shale. Shale juga mengandung berbagai jenis clay mineral dimana sebagian diantaranya berdehidrasi tinggi. Sedangkan pengaruh dehidrasi yang tinggi tersebut disebabkan karena shale mengandung banyak mineral montmorillonite. Shale yang berdehidrasi tinggi ini biasanya terdapat dalam formasi yang relatif dangkal atau tidak dalam.

Gejala-gejala problem shale dapat dilihat sebagai berikut :

1. Di atas shale-skakus terdapat banyak runtuhan-runtuhan shale yang berasal dari dinding lubang bor.

2. Kenaikan pada tekanan pompa karena di annulus diisi oleh banyak runtuhan-runtuhan shale.

3. Kenaikan torsi (torqoe) dan drag, biasanya diikuti dengan tig conection. Hal ini dapat menyebabkan terjepitnya pipa karena saat pompa dihentikan reruntuhan shale akan jatuh ke bawah dan terkumpul di sekitar drill collars.

3.4.2. Type-Type Shale 3.4.2.1. Gas Bearing Shale

Lapisan shale yang mengandung “lensa” (sandy shale), mempunyai takanan gas yang tinggi. Bila lapisan ini dibor dengan Lumpur yang bertekanan hidrostastiknya lebih kecil dari tekanan formasi, maka akan terjadi longsoran (sloughing) dan runtuhan (caving), selanujtnya akan terjadi gas cut di flow line.

Penanggulangan terhadap problem ini adalah menaikkkan berat jenis Lumpur sehingga tekanan hidrostatiknya akan melebihi formasi.

(23)

Gambar 3.5.

Struktur mineral kaolinite montmorillonite dan Illite7)

3.4.2.2. Bentonic Shale

Shale jenis ini mengandung colloidal clay yang kemampuan hidrasinya menyerupai bentonic. Hidrasi ini akan menyebabkan bentonic mengembang didalam lubang bor sehingga mengakibatkan penyempitan lubang bor (tight spot). Hal ini ditandai dengan naiknya viscositas dan kadang-kadang turunnya water loss, biasanya dengan kenaikan torque, drag, dan bit balling.

Untuk mengurangi hidrasi dari bentonic shale ini dapat dilakukan dengan menurukan water loss.

(24)

3.4.2.3. Fractured Brittle Shale

Shale jenis ini sangat rapuh, serta mempunyai rekahan (fracture) yang miring, lapisan shale ini mudah runtuh kedalam lubang bor.

Penanggulangan terhadap problem ini dengan jalan menurunkan water loss dan bila mungkin menaikkan tekanan hidrostatik Lumpur.

3.4.3. Faktor-faktor Ketidakstabilan Shale

Faktor-faktor yang menyebabkan ketidakstabilan shale antara lain : 1. Hidrasi

Hidrasi Clay sangat tergantung dari jenis fluida yang digunakan (air tawar atau air asin) dan jenis mineral clay nya. Berdasarkan strukturnya ada beberapa macam mineral clay, yaitu dapat mengembang dan sedikit mengembang. Shale biasanya disusun oleh sejumlah fraksi clay dalam bermacam-macam komposisi. Clay yang paling sensitive terhadap air adalah monmoriilonite yang dapat mencapai kira-kira 80 % berat total shale. Mineral-mineral diatas mampu menyerap air terutama air tawar dalam jumlah yang besar sehingga volumenya akan membesar secara keseluruhan (swelling), lihat (gambar 3.6). Karena adanya ion Na+, maka jika mineral ini kena air akan mengurangi dan air akan diserap kepermukaan

Tabel 3-1.

Klasifikasi problem shale1)

Class Characteristics Clay Content

1 Soft, hight dispersion Hight in montmorillonite, some illite.

2 Soft, fairly hight dispersion Fairly hight in montmorillonite, hight in illite.

3 Medium hard, moderate

dispersion, sloughing tendencies

Hight in interlayered clays, hight in illite, chlorite

4 Hard, little dispersion, sloughing tendencies

Moderate illite, moderate chlorite 5 Very hard, brittle, no significant

dispersion, caving tendencies

(25)

Gambar 3.6.

Hidrasi air pada Kalsium dan Natrium Montmorillonite7)

2. Dispersi cutting shale

Selama terjadi kontak antara permukaan shale dengan water base mud, disamping akan berakibat swelling juga terjadi dispersi partikel-partikel clay dengan cepat. Derajat dispersi merefleksikan jumlah air yang diserap dimana mengakibabtkan swelling. Efek disipersi terhadap muka dinding sumur ditandai dengan kondisi sloughing.

3. Tekanan Abnormal.

Ketika batuan sedimen dimampatkan, fraksi fluida keluar dari formasi lalu masuk kedalam zona porous sand oleh tekanan overburden yang akan menyebabkan fluida didalam shale akan dimampatkan. Jika kecepatan penimbunan melebihi kecepatan fluida dikeluarkan maka tekanan akan bertambah.

(26)

3.4.4. Konsentrasi CaCl2 dalam lumpur Oil Base Mud

CaCl2 dalam emulsi lumpur akan menimbulkan proses osmose untuk

mendehidrasi shale. Kandungan CaCl2 dalam butir-butir air yang di emulsikan

dalam minyak mempunyai tekanan osmose tertentu, seperti terlihat pada Tabel 3-2. Tekanan osmose ini bertugas mengimbangi kekuatan hidrasi shale (sebagai akibat hilangnya tekanan overburden oleh adanya pemboran) untuk menarik air formasi agar di sekitar lubang bor menjadi kering.

Tabel 3-2.

Tekanan Osmostik Dari Berbagai Konsentrasi Garam3)

Konsentrasi Jenis Garam Terlarut (ppm) Tekanan Osmotik (atm) Calcium Chloride : 52600 100.000 182.000 250.000 307.000 357.000 400.000 456.000 (jenuh) 500 1.100 3.000 5.800 9.400 13.000 16.100 24.400 Sodium Chloride : 55.000 105.000 149.000 189.000 226.000 268.000 (jenuh) 670 1.400 2.200 3.200 4.300 5.800

3.4.4.1. Mekanisme Hidrasi Shale

Clay yang terkandung dalam shale merupakan sumber yang menyebabkan shale mamapu meyerap air dan sekitarnya. Daya serap shale terhadap air yang disebabkan oleh kandungan clay bisa jauh lebih kuat dibandingkan dengan tekanan yang mendorong filtrat Lumpur ke formasi oleh perbedaan tekanan dan tekanan formasi.

3.4.4.2. Kekuatan Hidrasi Shale

Penarikan air filtrat disebabkan oleh dua faktor, yang pertama oleh adanya hidrasi permukaan (surface hydration) karena kompaksi/ pemampatan shale yang

(27)

menjadi bebas oleh terbentuknya lubang pada saat pemboran berlangsung. Yang kedua oleh adanya peristiwa Osmose (Osmotic Hydration) dimana air mengalir melalui membran semi permeable ke larutan dengan kadar garam yang lebih tinggi. Apabila kadar garam dalam Lumpur lebih tinggi dari kadar garam air formasi (shale), maka air dari formasi (shale) akan tertarik ke dalam lumpur, atau sebaliknya.

A. Surface Hydration

Suatu lapisan pada kedalaman tertentu mengalami tekanan kompaksi oleh timbunan lapisan diatasnya. Kesetimbangan tekanan terhadap suatu lapisan shale dapat dituliskan sebagai berikut:

S = s + P atau s = S – P ... (3-12) dimana :

s = matrix stress = tegangan matrix (psi) S = Tekanan overburden (psi)

P = Tekanan formasi/pore pressure (psi)

Karena adanya tekanan timbunan (overburden pressure), maka shale mengalami kompaksi dan air terperas keluar dari shale. Bila lapisan ini di bor dan terbentuk lubang, maka tekanan kompaksi ini hilang. Akibatnya timbul tenaga hydrasi (surface hydration force) yang sama besarnya dengan tekanan yang hilang tersebut (gambar 3.7). Permukaan shale pada dinding lubang bor akan menghisap air dengan kekuatan (surface hydration) sebesar tekanan kompaksi atau matrix stress (s).

Gambar 3.7.

(28)

B. Hydrasi Osmotis

Salah satu syarat terjadinya hydrasi osmotis yaitu adanya dinding yang semi permeabel (tembus air tetapi tidak tembus oleh ion-ion garam). Lapisan emusifier yang membungkus butir-butir air dalam minyak pada oil base mud merupakan selaput semi permeabel yang menimbulkan tekanan osmose.

Apabila salinitas butir-butir air tersebut lebih tinggi dibanding salinitas air formasi, maka air formasi akan tertarik masuk ke dalam oil base mud, sehingga lubang bor akan lebih stabil. Dengan water base mud tujuan ini tidak dapat sepenuhnya tercapai karena selaput semi permeabel yang baik tidak ada, meskipun kadar garam dalam lumpur dibuat tinggi dari kadar garam air formasi. 3.4.4.3. Mengatur Kadar Garam Dalam Oil Base Mud

Untuk mendehidrasi shale, diperlukan kadar garam dalam oil base mud yang lebih tinggi dari kadar garam air formasi. Besarnya perbedaan kadar garam ini harus di perhitungkan agar cukup untuk menstabilkan formasi shale atau setidak-tidaknya agar air dalam shale tidak bertambah. Jadi kadar garam dalam oil base mud harus mampu melawan hydrasi permukaan (hubungannya dengan matrix stress) serta hydrasi osmotis (hubungannya dengan kadar garam air formasi). Untuk mendapatkan kadar garam (salinitas) lumpur oil base mud agar mampu melawan hydrasi permukaan dan hydrasi osmose digunakan (gambar 3.8). Caranya:

(a) Salinitas air formasi struktur sangatta 270000 ppm – 300000 ppm. maka diambil garis NaCl 300000.

(b) Misalkan harga matrix stress yang diperoleh dari dalam perhitungan adalah 1303,68 psi

(c) Potong garis sampai memotong dari garis Intersitial water salinity-fresh water (point A)

(d) Tarik kebawah sebagai pembacaan salinitas dari lumpur minyak, yaitu 302000 ppm (CaCl2) lihat point B.

(29)

Gambar 3.8.

Cara memperoleh salinitas lumpur minyak dari salinitas air7)

3.4.5. Kandungan Clay yang Reaktif.

Seperti yang diketahui bahwa formasi shale mengandung mineral clay. Clay bersifat expanding dan non expanding bila bertemu air. Untuk mengetahui tingkat reaktif clay dapat dilakukan pengujian dengan Methylene Blue Test (MBT), X-Ray Diffraction dan Scanning Electron Microscope.

Methylene Blue Test (MBT)

Untuk mengetahui tingkat kereaktifan clay juga dapat dilakukan pengujian dengan menggunakna Methylene Blue Test (MBT). Besarnya penyerapan clay terjadap larutan MBT disebut “Cation Exchange Capacity (CEC)” dengan satuan milli equivalent Methylene Blue per seratus gram clay.

Karena di dapat data MBT dalam satuan pound per barrel (ppb) maka harga MBT dapat dikonversikan ke dalam meq/100 gr clay. Bila 1 ppb = 2.85 kg/m3, misal besarnya MBT adalah  ppg maka CEC-nya sebesar :

 MBT = 2.85 kg/m3 = 2.85 x 10-3 gr/cm3

(30)

jika (1 cm3 = 0.01 meq) :  MBT = 2.85 x 10-3 gr/10-2 meq MBT = meq/gr ) 0.285 x Y ( 1

Untuk setiap 100 gr clay memberikan CEC :

MBT = meq/100gr ) 0.285 x Y ( 100 1x X-Ray Diffraction

X-Ray Diffraction adalah suatu metode untuk mengetahui tingkat kereaktifan shale dengan menggunakan sinar X. dari hasil penyinaran sinar X dapat diketahui prosentase kandungan beberapa mineral yang terdapat didalam shale. Kemudian dari hasil tersebut dapat dikorelasikan dengan tabel X-Ray Diffraction, yang mengklasifikasikan shale berdasarkan kandungan mineralnya.

Tabel 3-3.

X-Ray Diffraction Shale7)

Content A B C D Wyoming Bentonite

Quartz 49 59 63 44 7 Feldspar 4 6 3 Trace 15 Calcite 15 Siderite 2 Gypsum 4 1 Kaolinite 12 7 Illite 18 6 Chlorite 15 8 2 Montmorillonite 15 55 78 Mixed Layer Illite/Monmorillonite 12 MBT value Lb/100lb 10.5 15 24 31.5 80

Scanning Electron Microscope

Setelah diketemukannya elektron yang juga memiliki sifat gelombang dan juga memiiliki energi serta daya tembus yang lebih dibandingkan dengan sinar-X

(31)

maka kemudian dalam perkembangannya dilakukan gabungan antara elektron dengan mikroskop yaitu Scanning Electron Microscope (SEM). SEM memiliki keunggulan antara lain :

 Pembesaran obyek yang tinggi (± 80.000 kali obyek, untuk buatan)

 Daya tembusnya dan daya pisahnya besar sehingga memungkinka dilakukan analisis permukaan.

Dengan SEM yang mempunyai pembesaran puluhan ribu kali dapat di peroleh informasi yang lebih banyak mengenai matrik dan geometrik pori batuan. Elektron yang ditembakan ke obyek akan memantul dengan membawa informasi seperti jenis unsur-unsurnya, distribusi maupun bentuk permukaannya. Dengan melihat perbedaan morfologi mineral lempung di dalam batuan reservoir di peroleh 4 macam grup yaitu : Kaolinit, Illit, Klorit, dan Montmorillonite.

3.4.6. Klasifikasi Shale dan Sifat-sifatnya

Perkiraan jenis shale dan karakteristiknya didasarkan dari data CEC shale dan solid content-nya. Dari data ini kemudian ditentuakan jenis shale dengan tabel 3-4.

Tabel 3-4.

Klasifikasi Umum Shale dan Karakteristiknya5)

Class Texture MBT capacity (meg/100gr) Water content Weight water (%)

Clay content Weight

clay

(%)

Density gr/cc

A Soft 20-40 Free and

Bound

25-70 Monmorillite

and Illite

20-30 1.2-1.5

B Firm 10-20 Bound 15-25 Illite and

mixed layer Monmorillite

Illite

20-30 1.5-2.2

C Hard 3-10 Bound 5-15 Trace of

Monmorillite height in

Illite

20-30 2.2-2.5

D Brittle 0-3 Bound 2-5 Illite,

Kaoilin Chloiride

5-30 2.5-2.7

E Firm

Hard

10-20 Bound 2-10 Illite and

Mixed layer Monmorillite

Illite

(32)

3.5. Sistem Lumpur Pemboran Oil Base Mud

Oil base mud adalah lumpur yang terdiri dari minyak sebagai fasa dasarnya dan dicampur dengan zat kimia lainnya. Bahan dasar ini dapat berupa solar, Non-Toxic Oil, maupun fish/vegetable oil. Dari ketiga bahan dasar ini, masing-masing memiliki tingkat aromatik yang berbeda, sebagai berikut :

Oil Base Mud Aromatik

 Solar/Diesel Oil  Non-Toxic Oil  Fish/Vegetable Oil 35% 10-15% 2-5%

Semakin rendah tingkat aromatiknya, maka semakin kecil tingkat keracunannya terhadap lingkungan. Sedangkan air sebagai bahan yang teremulsi dan kadar air yang teremulsi dan kadar air yang digunakan dalam lumpur tergantung berat jenis yang dipakai.

3.5.1. Bahan Pembuat Oil Base Mud

Pada sumur minyak KT-AEO mengunakan Sintetic Oil Base Mud (SOBM). SOBM merupakan Lumpur pemboran yang berbahan dasar saraline, minyak dasar dengan prosentase aromatic 0,1%. Dengan kondisi tersebut, tingkat toxity SOBM sangat rendah sehingga ramah lingkungan. Sebagai pembanding, prosentase aromatic minyak diesel sekitar 35%.

Selain saraline sebagai bahan dasar pembuatan Lumpur, maka ada beberapa material pendukung, antara lain :

 Emulsifier : - Primary (carbo-tec) - Secondary (carbo-mul)  Filtrate Reducer (carbo-trol)

 Viscosifier (carbo-gel)

 Build Up Spacer (black magic)  Conditioner (surf-cote)

(33)

Pada umumnya pembuatan SOBM dilakukan disuatu tempat dan peralatan tertentu yang disebut LMP (Liquid Mud Plant). LMP dapat juga berfungsi sebagai tempat daur ulang SOBM yang sudah terpakai atau kembali dari Rig, dan kemudian Lumpur SOBM yang sudah dibersihakn dapat digunakan kembali ke lokasi berikutnya.

Emulsifier

Emulsi adalah suatu campuran dari dua cairan dimana satu cairan yang lebih sedikit tidak melarut di dalam cairan lain yang lebih banyak, tetapi tersebar merata dan merupakan butiran-butiran halus (droplets). Ada dua jenis emulsi, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak.

Sistem emulsi minyak dalam air biasanya di jumpai dalam lumpur emulsi (emulsion mud), biasanya fasa air berjumlah 60% atau lebih. Jumlah ini tidak pasti benar karena dalam kondisi tertentu emulsi minyak dalam air dapat dibuat dengan 20 % air.

Sistem emulsi air dalam minyak juga disebut emulsi inversi (inverted emulsion), seperti umumnya lumpur dasar minyak. Dan untuk menjaga agar air tetap berujud droplets, ke dalam lumpur minyak ditambahkan emulsifier.

Carbo-tec adalah campuran emulsifier yang digunakan untuk Binding Up (mengikat) air ke dalam minyak sehingga terbentuk dan terjaga kestabilan lumpur selama operasi pemboran berlangsung. Carbo-tec merupakan komponen dasar dari sistem Oil Base Mud, pengemulsian dan kestabilan lumpur tergantung dari jumlah konsentrasi yang dipakai dari Carbo-tec.

Carbo-mul (Partial Amide of Polymide and Fatty Acid in Petroleum Solvent) terdiri dari polimide surfactant dan emulsifier untuk mengemulsi air ke dalam emulsi minyak. Dalam oil base emulsion mud, Carbo-Mul digunakan dengan Carbo-tec untuk memberikan kestabilan emulsi di dalam lumur minyak.

Kestabilan emulsi ini akan tercapai apabila :

 Tiap droplets air yang ada di dalam minyak terlapisi oleh film emulsifier, dimana proses perlapisan ini bekerja berdasarkan konsep tegangan permukaan

(34)

   cos 2 . . . gh r  ... (3-13) Dimana :

σ = tegangan permukaan, dyne r = jari-jari pelengkungan, cm ρ = densitas fluida, gr/cc

h = tinggi permukaan fluida pada solid, cm g = gaya gravitasi, cm/det

cos  = sudut kontak antara fluida dan solid

 Semakin kecil dan seragam droplets, semakin stabil emulsinya karena droplets yang besar akan lebih mudah bergabung. Untuk mendapatkan kondisi ini diperlukan adanya pengadukan (agitasi).

 Semakin besar jarak antar droplets semakin stabil emulsinya, untuk itu perlu di jaga perbandingan komposisi minyak dan airnya.

Kedua emulsi ini berupa cairan, dengan rumus umum kimia adalah : C9H12.CH4O(CH2-CH2-O).

Filtrate Reducer

Carbo-trol yang digunakan di sumur KT-AEO adalah zat organik berukuran koloid yag terdispersi didalam minyak dan digunakan pada sistem Carbo-tec sebagai pengontrol filtrasi. Carbo-trol juga membantu mencegah terjadinya gumpalan serta menjaga kestabilan lumpur minyak terhadap temperatur tinggi.

Filtrate reducer ini kemudian membentuk ampas (filter cake) pada lapisan yang porous dan permeable dan ketika droplet air yang teremulsikan didalam minyak menjadi bulatan yang keras (rigid sphere), mereka bertindak sebagai padatan dan akan tersaring oleh serat-serat filter cake sehingga filtrat yang dihasilkan hanya berupa minyak saja.

Terjadinya filter cake pada dinding lubang bor analog dengan peristiwa osmose dan secara matematis dapat dinyatakan dengan :

(35)

Dimana :

R = konstanta gas ideal T = temperatur

V = volume filtrat lumpur yang masuk

Viscosifier

Viscisifier berfungsi untuk membantu adanya viskositas yang stabil dari suatu sistem lumpur. Viscosifier yang digunakan di sumur KT-AEO adalah Carbo-gel.

Carbo-gel adalah suatu bahan campuran yang mempunyai struktur bentonite (organophilic clay) berukuran koloid yang dimaksudkan untuk membentuk kekentalan lumpur. Bahan ini memerlukan zat pelarut seperti yield yang maksimum.

Karena sistem lumpur minyak dengn dropet air yang tersebar merata mempunyai tahanan alir (resistance to flow) yang lebih besar jika dibandingkan hanya fasa kontinyu nya (minyak saja), maka viskositas akan naik dengan naiknya kadar air didalam lumpur minyak. Naiknya kadar air ini bila diikuti dengan bertambahnya konsentrasi viskosifier dapat meningkatkan harga viskositas, gel strength dan yield point dari lumpur minyak, sehingga sistem lumpur minyak dapat variasi harga viskositas, gel strength dan yield point yang lebih luas dimana berguna untuk memudahkan transportasi cutting ke permukaan, dan untuk menyangga bahan-bahan pemberat dan cutting ketika sirkulasi berhenti.

Carbo-gel mempunyai daya tahan terhadap temperatur tinggi dimana berupa bubuk dengan rumus umum kimia : (C6H10O)n.

Build Up Spacer

Black-magic adalah suatu konsentrat yang digunakan sebagai bahan utama pembuat spacer. Spacer adalah fluida yang digunakan pada saat akan mengadakan penggantian lumpur dari water base mud ke oil base mud agar tidak terjadi kontaminasi. Selain itu dapat dipakai untuk membebaskan pipa yang terjepit (pipe sticking).

(36)

Oil Mud Conditioner

Dalam sistem lumpur minyak, conditioner umumnya dipakai seperti fungsi thinner pada water base mud. Conditioner ini dapat berfungsi sebagai emulsifier, dimana tujuan umum penggunaannya adalah untuk mengkondisikan lumpur minyak sesuai dengan yang diinginkan.

Terdapat dua jenis conditioner yang dipakai di sumur KT-AEO yaitu : surf –cote dan oil mud conditioner. Surf-cote adalah cairan surfactant yang berfungsi menjaga kestabilan lumpur minyak dengan merubah sifat pembasahan (wetting properties) lumpur minyak. Dalam campurannya, Drill treat di gunakan pada konsentrasi tertentu untuk mencegah terjadinya gelembung air dalam lumpur dan menjaga padatan yang terlarutkan dalam lumpur dari sifat water wet. Surf-cote juga dipakai untuk menurunkan viscositas lumpur apabila kadar padatan yang terdapat didalam lumpur terlalu banyak. Oil mud conditioner (carbo-mix) adalah suatu campuran lumpur minyak yang berbentuk cairan yang berfungsi untuk mengurangi yield point, gel strength. Fungsinya sama seperti thinner pada water base mud. Kedua conditioner ini berbentuk cairan yang dikemas dalam drum, dan mempunyai rumus umum kimia : C9H10.C6H4O (CH2-CH2O)3OH.

Salinity Source

Pada operasi pemboran di sumur KT-AEO, CaCl2 dipilih untuk digunakan

sebagai salinity source, karena garam ini :

 Mempunyai kapasitas pergantian kation yang lebih kuat dari pada NaCl  Kadar Cl- akan menaikan salinitas lumpur dan berfungsi sebagai elektrolit

sehingga dapat menghalangi pelepasan kation-kation dari permukaan plat-plat clay dan akibatnya daya kembang mengecil.

 Mempunyai efek yang lebih kecil pada sifat rheologi dan filtrasi lumpur jika dibandingkan dengan garam NaCl.

 Menghasilkan tekanan osmotic yang lebih besar, sehingga kemampuan hidrasinya lebih baik.

Dalam jumlah yang cukup, Calcium Chloride dilarutkan dalam air, kemudian larutan tersebut dicampurkan ke dalam oil base mud sehingga

(37)

menghasilkan kekuatan osmotic yang dapat menghidrasi fluida formasi. Jadi fungsi utama dari CaCl2 adalah menghidrasi fluida formasi ke dalam sistem

lumpur sehingga lapisan tetap stabil dan relatif kering.

3.6.2. Cara pembuatan Oil Base Emulsion Mud

Pada dasarnya cara pembuatan oil base mud adalah sebagai berikut : 1. Fasa minyak, masukan sejumlah volume minyak yang telah dihitung

menurut kebutuhan ke dalam bak lumpur.

2. Komponen lain seperti emulsifier, viscosifier,alkalinity agent serta reducer melalui hopper.

3. Fasa air, campurkan air yang telah dihitung dan telah mengandung sejumlah elektrolit yang diperlukan.

4. Bahan pemberat.

Kemudian baru tambahkan bahan pemberat lumpur yang diperlukan. Pengadukan secara kontinyu dengan mud gun bisa dilakukan untuk mendapatkan emulsi yang stabil. Setelah selesai semua pencampuran, maka oil tersebut harus diperiksa apakah sudah memenuhi sifat-sifat lumpur yang dikehendaki.

Pada umumnya, cara pemeriksaan lumpur minyak sama dengan yang dilakukan pada lumpur air (water base mud). Hanya karena lumpur minyak adalah suatu emulsi, maka diperlukan suatu bahan pemecah emulsi (emulsion breaker) sehingga dapat dilakukan pemeriksaan sifat-sifat kimianya. Emulsion breaker ini antara lain adalah isoprophyl alcohol dan xylene.

Menentukan keperluan material untuk sebuah jumlah volume dari minyak, air, material pemberat dan CaCl2. Kebutuhan formulasi fluida emulsi dapat

dihitung dengan persamaan ini : 1. Perhitungan volume total dari air

) / 1 ( 2 , 4 10 ) / ( 1 ) ( 350 6         W O C C W O Do Db Dm x Vw

(38)

2. Perhitungan density dari air ) 10 ( 652 , 3 91 , 4 C6 Ds 

3. Perhitungan volume dari garam (CaCl2)

 . Vw Vs

4. Perhitungan dari jumlah air

Vs Ds P P Vw Vw' (1 ) .

5. Perhitungan dari jumlah minyak

350 . /WVw O

Vo

6. Perhitungan jumlah barite material pemberat

Db W

O Vw

Wb(350 (1 / )).

7. Perhitungan jumlah CaCl2

)) 1 ( 1 ).( . ( P P Ds Vs Ws   Dimana :

Vw = Volume air free water, bbl

Vo = Volume dari minyak

Wb = Jumlah material pemberat,lb. Ws = Jumlah garam, lb.

Dm = Densitas lumpur, gr/cc O/W = Oil water ratio

C = Salinitas air, ppm Do = Densitas minyak, gr/cc

Db = Densitas material pemberat, gr/cc P = Purity dari CaCl2, %.

(39)

3.7. Fungsi Oil base mud

Umumnya lumpur berbahan dasar minyak mempunyai beberapa fungsi khusus dibandingkan dengan water base mud, antara lain :

 Untuk menghindari terjadinya shale problem yang sensitif terhadap filtrat air  Stabilitas temperatur, sebab additive nya bersifat stabil pada high temperatur

dibandingkan additive pada water base mud.

 Pemboran pada formasi garan, gypsum, anhydrite dan lapisan yang mengandung gas CO2 dan H2S tidak menjadi masalah.

 Sebagai fluida pengintiaan (coring), penyusupan filtrat sangat sedikit.

 Mengurangi torsi, drag dan friksi pada lubang-lubang miring/berarah serta dapat mengurangi dan menanggulangi terjadinya jepitan.

 Mengurangi korosi peralatan pemboran.

 Dapat digunakan kembali (re-used) setelah dibersihkan dari sisa-sisa cutting dan kotorn lainnya.

Adapun kelemahan dari pada Oil base mud itu sendiri antara lain :  Harganya yang relatif mahal

 Perlu adanya penangganan khusus baik pada saat pembuatannya ataupun pada saat penggunaannya.

 Bahaya resiko kebakaran karena sifatnya yang mudah terbakar.  Elektrik logging tidak dapat dilakukan.

3.8. Sifat-sifat OBM

Ada tiga sifat khusus yang dimiliki oleh OBM dibandingkan dengan jenis lumpur lain, antara lain :

 Anniline Number

Anniline number adalah angka yang menunjukan kemampuan minyak untuk melarutkan karet. Makin tinggi anniline number suatu lumpur minyak, maka kemampuan melarutkan karet semakin kecil. Mengingat peralatan bemboran banyak yang terbuat dari kaet maka untuk menjaga keawetan peralatan tersebut, dibuatlah angka anniline yang tinggi pada sistem OBM.

(40)

 Flash Point

Flash point menunjukan angka dimana minyak akan menyala (mudah terbakar). Makin rendah flash point suatu minyak, maka semakin cepat terjadi pembakaran, untuk itu flash point minyak yang digunakan haruslah tinggi.

 Pour Point

Pour point adalah angka yang menunjukan pada temperatur berapa minyak akan membeku. Dalam pemboran yang menggunakan OBM, tidak diinginkan adanya bahan dasar minyak yang mempunyai pour point rendah.

3.9. Pemeliharaan kesetimbangan Oil Base Emulsion Mud

Lumpur minyak dikenal sebagai lumpur yang sangat stabil sehingga dapat dikatakan tidak memerlukan pemeliharaan yang berlebihan. Pemeliharaan lumpur minyak yang perlu diperhatikan adalah kestabilan emulsi, perbandingan air-minyak (oil water ratio) dan kandungan padatan di samping itu juga sifat-sifat fisik dasarnya (berat jenis, plastic viscosity, yield point, dan gel strength).

a. Kestabilan emulsi (Electrical Stability)

Electrical stability (ES) tester adalah alat yang digunakan untuk mengukur atau mendeteksi kestabilan emulsi. Cairan filtrat harus semua terdiri dari minyak, apabila filtratnya ada sedikit air, maka hal ini menunjukkan bahwa emulsi tidak stabil, sehingga perlu di lakukan penambahan emulsifier agar emulsi yang terbentuk tidak terlanjur terurai.

Secara fisik lumpur minyak tidak konduksi terhadap teganggan listrik. Potensial listrik akan terisolasi lumpur minyak. Untuk menstabilkan arus listrik, diperlukan jenis dan konsentrasi dari material konduktif (Conductive solid), pengemulsi air dan lainnya. Umumnya Electrical stability adalah 400 volt (minimum) diterima dalam 8 sampai 12 ppg lumpur. Pada density tertinggi, electrical stability 800 sampai 2000 volt, adalah wajar diterima oleh lumpur.

Makin tinggi electrical stability, tingkat emulsi makin sempurna. Apabila tingkat emulsi belum sempurna, barite hanya bereaksi dengan air saja sehingga

(41)

mengakibatkan gumpalan-gumpalan (koagulasi), dengan demikian tidak berperan apa-apa untuk menaikkan berat jenis lumpur.

b. Oil Water Ratio dan kandungan padatan

Oil Water Ratio sangat berpengaruh terhadap kestabilan emulsi lumpur minyak, dan kandungan padatan berpengaruh pada flow properties lumpur minyak.

c. Berat jenis lumpur

Berat jenis lumpur terutama harus mengimbangi besarnya tekanan formasi sesuai dengan kedalaman yang sedang di bor. Untuk mengatur besarnya lumpur adalah dengan mengatur keseimbangan komposisi fasa cair dan fasa padatannya. d. Plastic Viscosity

Plastic Viscosity lumpur minyak terutama dipengaruhi oleh : besarnya solid yang terdapat dalam lumpur, besarnya viscositas yang digunakan serta temperatur dari lumpur. Untuk membentuk Plastic Viscosity yang baik dapat digunakan Gel stone dan air.

e. Gelstrength

Besarnya gelstrength dari lumpur minyak tergantung dari berat lumpur yang digunakan. Untuk mengontrol gelstrength dapat ditambahkan Carbo-Mul, Carbo-trol, Drilltreat atau palm oil. Untuk menjaga kestabilan lumpur secara kontinyu, selama sirkulasi berlangsung dan terhenti, dilapangan biasanya digunakan peralatan : Agitator, Mixing Gun, Shale shaker, dan Mud Cleaner.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS STAR dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Penjualan Kembali

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa karena atas berkat dan karuniaNya, penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Praktik

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima tidak diterima dimana variabel moderasi kepemilikan negara hanya memperkuat

 Guru meminta agar murid mempelajari lagi pelajaran yang sudah dijelaskan  Guru memberi tugas untuk belajar membaca dan menulis.. Alat dan

Lembar data keselamatan bahan untuk produk-produk di dalam katalog, juga tersedia di www.merck-. chemicals.com Halaman 7

Hal ini yang menjadi ketertarikan penulis untuk melakukan analisis terkait dengan komunikasi pemasaran terpadu yang dilakukan Garuda Indonesia setelah berpindah ke media

Secara keseluruhan pelayanan yang diberikan oleh staf Front Office Department Hotel Novotel Solo telah dapat memberikan kepuasan kepada tamu, untuk. menjaga

Penambahan kadar gula terhadap berat semen dapat semakin memperlama waktu pengerasan semen hingga pada kadar tertentu (dalam penelitian ini pada kadar 0,15%),