• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 9 November 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 9 November 2016"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KOPI DARAT

Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat

9 November 2016

Topik #28

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Bidang Pendidikan di Indonesia

Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sudah terintegrasi ke dalam hampir semua aspek kehidupan modern. TIK mengubah bagaimana orang bekerja, bersosialisasi dan berkomunikasi, termasuk mempengaruhi praktik pembelajaran di kelas.

TIK pada bidang pendidikan berpotensi mendukung proses mengajar dan belajar. Contohnya, jejaring sosial dapat dimanfaatkan secara kreatif untuk meningkatkan mutu pembelajaran, misalnya beberapa guru menggunakan Facebook untuk menghidupkan tokoh-tokoh yang ada dalam novel dan puisi, guru lain bahkan ‘memutarbalikkan kelas’ yaitu dengan menyampaikan pelajaran lewat internet atau siaran televisi pada sore hari agar dapat meluangkan waktu di siang hari untuk mengerjakan tugas sekolah bersama anak-anak.

Mengajar dengan menggunakan TIK juga memastikan bahwa murid memiliki pengetahuan dan keterampilan digital yang mereka butuhkan pada abad ke-21. Keterampilan komputer adalah yang paling utama dicari oleh perusahaan Indonesia, namun kurang dimiliki oleh lulusan. Menurut Economist Intelligence Unit pada 2014, guna mencapai rencana revitalisasi industri TIK di tanah air, Indonesia perlu mencetak lulusan yang memiliki keterampilan komputer. Selanjutnya, TIK berpotensi mengurangi ketimpangan yang diakibatkan oleh tingkat ekonomi dan posisi geografis. Sekolah kerap menjadi akses bagi anak-anak yang kurang mampu, yang tidak menggunakan TIK di rumah. Selain itu, sumber daya pendidikan yang terbuka dan platform jaringan online terbukti mampu meningkatkan akses ke bahan belajar dan membantu pengembangan guru pada setiap jenjang pendidikan. Universitas Terbuka (UT) dan Kursus Online Terbuka Besar-besaran/Massive Open Online Courses juga terbukti membantu memperluas cakupan pendidikan tinggi.

Meski demikian, terdapat berbagai tantangan untuk memadukan TIK dalam bidang pendidikan. Terlepas dari potensinya, guru-guru dan murid-murid di seluruh dunia dilaporkan sangat kurang menggunakan TIK selama pelajaran dibandingkan di luar sekolah. Bahkan guru-guru umumnya lebih banyak menggunakan TIK untuk hal-hal yang bersifat administratif dibandingkan untuk pelajaran. Selain kendala universal, Indonesia juga menghadapi tantangan unik dalam memasukkan TIK ke dalam kelas, antara lain karena letak geografis yang rumit, demografi yang beragam dan meningkatnya kebutuhan akan tenaga listrik.

TIK di Bidang Pendidikan di Indonesia

Pada tahun 1978, Indonesia membentuk Pustekkom (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan) yang bertujuan untuk mempercepat penyampaian bahan pendidikan TI di sekolah. Meskipun fokus awalnya adalah pada audio, radio, video, film dan televisi, Pustekkom kini bertanggung jawab atas penggunakan teknologi berbasis web untuk mengajar dan belajar, termasuk membangun jaringan dan konektivitas guru dan sekolah. Pustekkom yang berbasis di Jakarta di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) turut bertanggung jawab atas pengembangan profesi tenaga pengajar dan penyampaian jasa mengajar dan belajar online seperti via Portal Rumah Belajar, pembelajaran profesional dan menghubungkan sekolah ke internet via Jardiknas dan School Net.

Salah satu prakarsa Pustekkom adalah Rumah Belajar, yang dikembangkan agar guru dan murid dapat mengakses bahan digital untuk kegiatan pembelajaran di gawai. Rumah Belajar diciptakan dengan mengadaptasi bahan-bahan

(2)

mata pelajaran yang digunakan di televisi, tetapi ukuran file bahan pelajaran yang besar menjadi tantangan di daerah yang jaringan selularnya tidak kuat, khususnya di daerah pedesaan.

Prakarsa lain dari Pustekkom adalah Jejaring Pendidikan Nasional atau Jardiknas, yang bertujuan untuk mengembangkan jaringan yang terdiri dari sekolah, lembaga pendidikan dan lembaga pemerintahan. Sebagai media komunikasi utama antara Dinas Pendidikan, sekolah, universitas dan lembaga pendidikan tinggi lainnya, Jardiknas telah mendiseminasi sumber daya pembelajaran, meningkatkan akses ke materi di Rumah Belajar dan menyediakan materi pengembangan profesi guru secara online, khususnya terkait kurikulum. Jardiknas juga mengembangkan layanannya untuk daerah terpencil seperti di Papua. Pada 2013, sekitar 300 SD, SMP dan SMA di Papua terhubung melalui Jardiknas.

Universitas Terbuka atau UT dibentuk 32 tahun lalu di Indonesia guna menyediakan pembelajaran terbuka dan pembelajaran jarak jauh. UT melayani kurang lebih 300.000 mahasiswa, di seluruh Indonesia, termasuk yang tinggal di 28 negara, dan menyediakan layanan pembelajaran seperti bimbingan online, perpustakaan digital, ruang baca maya/virtual, bahan-bahan digital, kursus TV dan radio, kursus berbasis online dan sumber daya pendidikan terbuka atau open educational resources (OER) untuk akses mudah ke materi pendidikan.

Tingkat penggunaan TIK yang efektif di sekolah-sekolah masih bervariasi. Sebuah tinjauan pendidikan di Indonesia pada 2015 menunjukkan, bahwa sejumah SMK telah memiliki TIK yang direncanakan dan didanai dengan baik, sementara di sekolah-sekolah lainnya, sumber dayanya langka dan berjuang untuk mengikuti laju perkembangan teknologi. Pada salah satu sesi KOPI DARAT ACDP tentang perluasan SMK, terungkap bahwa sebuah SMK yang bertanggung jawab melatih calon pekerja listrik tidak dilengkapi tenaga listrik di sekolahnya.

Indonesia memiliki tantangan untuk meningkatkan penggunaan TIK di sekolah. Tantangan terbesarnya masih pada penyediaan tenaga listrik untuk lebih dari 6.000 pulau yang berpenghuni dan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Meski Indonesia diberkati dengan cadangan minyak bumi terbesar di dunia, tetapi negara ini masih berjuang menyiasati kekurangan energi, dengan jaringan listrik terendah di daerah dan kebutuhan nasional akan tenaga listrik yang meningkat rata-rata 9% setiap tahunnya. Untuk mengatasi permasalahan dan menangani isu ini, Indonesia perlu terus mereformasi sektor energi-nya sembari mencari solusi jangka pendek untuk menyalurkan listrik secara lebih baik ke sekolah-sekolah.

Tantangan lainnya adalah koneksi internet. Pada 2014, Indonesia menempati peringkat kedua terendah di wilayah Asia Pasifik untuk kecepatan rata-rata koneksi internet (sekitar 1.5 Mbps), dan kebanyakan penduduk menuntut akses yang lebih cepat dan lebih baik. Anggaran sekolah yang menyasar TIK juga diperlukan, termasuk biaya terkait TIK seperti infrastruktur jaringan, peralatan digital, pelatihan dan kegiatan pembelajaran profesional, platform untuk berbagi praktik baik, dukungan teknis dan pemeliharaaan, juga keamanan dan pengamanan.

Guru

Memasukkan TIK ke dalam pendidikan lebih dari sekadar menaruh komputer di dalam kelas. Guru dituntut untuk mengajar TI kepada murid dan menggunakannya untuk mengajar mata pelajaran lain, namun mereka sendiri sering kali kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Baru-baru ini sebuah survei di Eropa mengungkapkan bahwa rasa percaya diri seorang guru atas kemampuan digitalnya menjadi lebih penting dalam mengajar TIK secara efektif, dibandingkan ketersediaan infrastruktur dan akses TIK yang memadai.

UNESCO telah mengembangkan Kerangka Kompetensi TIK atau ICT Competency Framework bagi guru guna menunjukkan, bahwa murid belajar dan beradaptasi dengan TIK secara bertahap, sama seperti literasi/keaksaraan. Kerangka UNESCO ini telah diadaptasi oleh Kemendikbud dan dimasukkan ke dalam Peraturan Menteri No. 16 Tahun 2007 tentang Kompetensi Guru. Ketiga tahapan untuk mengajar keterampilan TIK kepada murid adalah sebagai berikut:

(3)

Literasi teknologi: mengajar murid menggunakan TIK secara efisien;

Pendalaman pengetahuan: membangun keterampilan TIK murid dan membantu mereka menggunakannya untuk mendalami pengetahuan dan menerapkannya pada masalah sehari-hari;

Menciptakan pengetahuan: memberdayakan murid untuk menciptakan pengetahuan baru dengan menggunakan TIK guna berkontribusi secara memuaskan terhadap kesejahteraan masyarakat, baik sebagai warga negara maupun sebagai pekerja.

Guru juga dapat menggunakan TIK untuk membangun jaringan dan berbagi sumber ajar serta praktik baik dengan guru lainnya di sekolah mereka, secara regional maupun global. SEA Edu-Net merupakan sebuah jaringan dan repositori Asia Tenggara dimana guru dapat berbagi materi. Perkembangan terkini, SEA Edu-Net telah menjadi platform kelas virtual bagi guru untuk mendorong komunikasi dan pembelajaran interaktif.

Pelatihan guru harus lebih dari sekedar membekali guru dengan kompetensi TIK, namun lebih jauh perlu membimbing mereka untuk menjadi mahir dalam menggunakan berbagai pendekatan pedagogis untuk membantu siswa menjadi kreatif, terampil dalam memecahkan masalah serta menjadi peserta didik yang kolaboratif, yang dipersiapkan dengan baik untuk hidup dan bekerja di dunia modern. Guru tanpa keterampilan digital mungkin merasa sulit untuk mulai menggunakan TIK dalam kelas, sehingga pelatihan guru harus mendukung mereka dengan memperkenalkan jenis instruksi-instruksi yang dibutuhkan. Saat ini, hanya terdapat sedikit pelatihan TIK di perguruan tinggi guru di Indonesia.

Untuk memperbarui keterampilan guru dan pemimpin sekolah, lembaga pelatihan guru diperlukan untuk menyediakan pembelajaran TIK profesional dan keterampilan pedagogis yang terintegrasi ke dalam kurikulum. Komunitas dapat dibentuk di sekolah-sekolah untuk memberikan dukungan berkala bagi guru dalam mengembangkan keterampilan dan pengetahuan TIK dan memungkinkan diskusi praktek pedagogis yang efektif. Lembaga pendidikan guru di daerah terpencil seperti Papua akan perlu mempersiapkan guru untuk beradaptasi dengan kondisi daerah yang unik.

Kesenjangan Regional

TIK dapat mengurangi kesenjangan dengan meningkatkan akses terhadap pendidikan dan sumber belajar. Namun, masalah infrastruktur mengakibatkan siswa di daerah pedesaan masih tertinggal dalam celah digital ini.

Infrastruktur telekomunikasi merupakan salah satu tantangan utama di lokasi terpencil, dimana umumnya tidak tersedia atau hanya sedikit akses terhadap telepon dan layanan Internet. Studi ACDP pada tahun 2015 menunjukkan bahwa hanya terdapat sekitar 30% elektrifikasi di Papua, dimana energi yang tersedia di daerah perkotaan dan pinggiran kota tidak stabil. Dimana 78% dari sekolah dasar dan 8% dari sekolah menengah dalam studi tersebut bergantung pada generator diesel untuk digunakan pada malam hari.

Kabel serat optik Palapa Ring Timur diharapkan dapat meningkatkan telekomunikasi untuk daerah-daerah tertentu di Papua, namun lebih dari itu masih terdapat hal-hal lain yang dapat dilakukan. Termasuk menilik lebih jauh solusi inovatif seperti "Telko dalam kotak" yang menggabungkan dan menyediakan infrastruktur yang diperlukan untuk menyuplai layanan saluran telepon kabel, telepon selular, serta dial-up dan akses internet DSL.

Tantangan lain di Papua dan daerah terpencil lainnya adalah termasuk terbatasnya perangkat keras dan perangkat lunak TIK yang tersedia. Di Papua, sebagian besar sekolah memiliki kurang dari 5 komputer dan 50%-nya hanya memiliki 1-2 komputer. Meski mata pelajaran TIK adalah wajib, siswa tidak menggunakan komputer di sekolah. Hanya 20% dari siswa menggunakan komputer setidaknya sekali seminggu, dan 73% tidak memiliki akses Internet di sekolah. TV-Edukasi, yang menyediakan pembelajaran via televisi, tampak digunakan lebih banyak siswa yaitu sekitar 30-40% dari responden, dan sebagian besar ketika guru tidak hadir. Namun, muncul pertanyaan dan keraguan tentang masa depan materi berbasis TV pada era Internet dan materi daring seperti saat ini.

(4)

Sebuah survei tentang kepala sekolah di Papua mengungkapkan bahwa anggaran untuk TIK kebanyakan berasal dari anggaran nasional, provinsi dan kabupaten. Baik sekolah swasta maupun sekolah negeri tampaknya mengakses aliran dana tersebut. Bagi sekitar 25% sekolah Papua, komite sekolah dan orang tua juga memberikan kontribusi dana untuk TIK. Hasil survei ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Pendanaan TIK: Hasil Survei Kepala Sekolah di Papua

Sumber pendanaan Ya % Tidak % TIdak tahu %

Hibah Pemerintah Indonesia 36,0 48,6 15,4

Pemda Prov. Papua, mis. BOSDA 50,7 40,0 9,3

Kabupaten 44,3 47,6 8,0

Bantuan donor, mis. UNICEF 1,0 85,2 13,8

Penelitian universitas 1,9 84,8 1,9

Yayasan 11,4 77,7 10,9

Komite sekolah/sumbangan ortu 24,8 66,4 8,9

Guru di Papua terbukti memerlukan dukungan lebih jauh dalam membangun keterampilan komputer dan menggunakan TIK dalam kelas. Meski 90% dari guru dan kepala sekolah melaporkan bahwa mereka percaya TIK memiliki manfaat untuk pembelajaran siswa dalam hal pengetahuan, kolaborasi, kreativitas dan komunikasi, 70% guru menggunakan komputer sebagian besar hanya untuk pekerjaan administrasi dan tidak di dalam kelas. Para guru yang menggunakan TIK di kelas sebagian besar bekerja bersama siswa pada tahap melek teknologi (seperti yang didefinisikan oleh UNESCO. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan untuk meningkatkan keterampilan pedagogis guru dan pemahaman tentang potensi TIK untuk digunakan oleh siswa.

Keterlibatan Sektor Swasta

Kemitraan Sektor Publik dan Swasta kerap didukung oleh Pemerintah dalam rangka mengintegrasikan TIK dalam pendidikan. Alasannya berhubungan dengan pembiayaan serta persepsi bahwa pengalaman TIK terbaik ditemukan pada sektor swasta. Sektor swasta juga mengambil manfaat terbukanya akses ke populasi masyarakat yang terdidik dan terampil serta memiliki infrastruktur telekomunikasi yang memadai. Kemitraan Sektor Publik dan Swasta telah digunakan di banyak negara untuk mengembangkan infrastruktur telekomunikasi, mempercepat akses sekolah ke perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan, serta memberikan pelatihan pendidikan dan profesional. Umumnya, kemitraan untuk mewujudkan kegiatan TIK di tingkat pendidikan dasar dipandu oleh pemerintah, seperti yang terjadi di Australia, Malaysia dan Singapura. Kemitraan yang paling umum menekankan biaya front-end dan biaya modal. Namun, yang sering diabaikan adalah total biaya kepemilikan komputer dan peralatan lainnya, yang meliputi biaya berulang seperti pemeliharaan dan peningkatan kapasitas (upgrade) perangkat keras dan perangkat lunak. Guru juga perlu mencurahkan waktu tambahan dan menunjukkan upaya lebih untuk mempelajari keterampilan baru, pengembangan konten, pendekatan pembelajaran dan metode penilaian.

Perusahaan TIK yang berbasis di Singapura, Litespeed, adalah contoh dari sebuah perusahaan swasta yang bekerja sama dengan sekolah dan guru untuk mengembangkan konten e-learning yang sesuai, dan telah membuat kemitraan dengan otoritas pendidikan di Hong Kong, Malaysia dan Singapura dalam menyediakan sebuah platform e-pendidikan terpadu untuk sekolah.

India telah mengeksplorasi berbagai Kemitraan Sektor Publik dan Swasta untuk melengkapi sekolah menengah dengan laboratorium komputer dan menggunakan intervensi TIK yang menargetkan kelompok perempuan, anak-anak pedesaan, anak-anak miskin perkotaan dan anak-anak berkebutuhan khusus.

The Saksham Initiative adalah contoh kemitraan dengan Microsoft untuk memberikan pelatihan TI kepada anggota fakultas dengan latar belakang non-TI dari perguruan tinggi dan universitas.

(5)

Pelatihan daring juga disediakan oleh perusahaan India Aptech sebagai bagian dari inisiatif pemerintah untuk menyediakan desain perangkat lunak dan pelatihan aplikasi untuk peserta dari berbagai sektor termasuk pendidikan. Jordan juga dikenal dengan kemitraan strategisnya untuk mempromosikan TIK ke sekolah-sekolah. Jordan Education Initiative dimulai pada tahun 2003 dan melibatkan sejumlah kemitraan dengan sektor swasta untuk menyediakan perangkat keras dan lunak yang dibutuhkan untuk mencapai integrasi pedagogis TIK yang efektif di sekolah. Inisiatif ini dianggap berhasil dalam mempercepat konektivitas internet dan ketersediaan komputer di sekolah-sekolah sembari membangun kapasitas yang diperlukan oleh Kementerian bagi penerapan teknologi, dan di saat yang bersamaan memperkenalkan cara-cara mengajar yang baru kepada para guru.

Lembaga internasional dan LSM juga telah banyak berinvestasi dalam menyediakan TIK untuk sektor pendidikan dasar. Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia telah menerapkan inisiatif yang bertujuan mendirikan laboratorium komputer di sekolah-sekolah, dan mengembangkan e-kurikulum dengan materi pembelajaran yang sesuai. LSM yang berbasis di AS, World Links for Development bekerjasama dengan pemerintah negara bagian di India untuk melatih guru sekolah menengah di 125 sekolah India tentang aplikasi TIK di kelas.

Opsi Kebijakan

• Menginvestigasi dan mengambil tindakan/solusi bagi tersedianya energi yang berkelanjutan dan peningkatan infrastruktur telekomunikasi sembari mempertimbangkan sumber energi alternatif, dan mengembangkan solusi inovatif untuk daerah terpencil;

• Meningkatkan konektivitas internet dengan mengembangkan rencana pengadaan sumberdaya antar

Kementerian, di samping bernegosiasi dengan berbagai penyandang dana untuk memastikan anggaran yang cukup dan tertarget jelas, dengan pemantauan yang memadai;

• Mengalokasikan anggaran sekolah yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan TIK, termasuk biaya terkait

seperti penyediaan infrastruktur jaringan, perangkat digital, pelatihan dan kegiatan belajar profesional, platform untuk berbagi praktek-praktek baik, dukungan teknis dan pemeliharaan, serta penyediaan keamanan dan keselamatan;

• Membentuk lembaga pelatihan guru yang memberikan pembelajaran TIK profesional dan keterampilan

pedagogis TIK yang diintegrasikan ke dalam kurikulum, sementara juga memperbanyak lokakarya spesialisasi bagi kepala sekolah dan guru, serta mengembangkan komunitas di sekolah-sekolah untuk memberikan dukungan secara berkala bagi guru dalam hal keterampilan TIK dan praktek pedagogis yang efektif;

• Menggali lebih lanjut opsi kemitraan sektor publik dan swasta dalam menyediakan perangkat keras dan lunak TIK, yang dilengkapi dengan pelatihan guru.

Nara sumber:

- Prof. Ir. Nizam, M.Sc., PIC, Ph.D.

Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan - Dr. Ir. Ari Santoso, DEA

Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

- Dr. Ir. MM Inggriani Liem

Kelompok Keilmuan Rekayasa Perangkat Lunak & Data Sekolah Teknik Elektro & Informatika

Institut Teknologi Bandung

- Onno W. Purbo

(6)

Sumber:

- ACDP, 2015. Evaluation of ICT in Education in Papua Province.

- ACDP, 2016. “Open University Launched on Radio and TV”. ACDP Education News Monitoring Service.

https://acdpindonesia.wordpress.com/2016/09/06/open-university-launched-on-radio-and-tv/ Orignially from

www.tempo.com.

- ASEAN-EU Cooperation in Science, Technology and Innovation: Jointly tackling global challenges. https://sea-eu.net/. - Burns, Tracey, 2014. Infinite Connections: The Digital Divide.

http://oecdeducationtoday.blogspot.co.id/2014/10/infinite-connections-digital-divide.html.

- European Schoolnet, 2013. Survey of Schools: ICT in education. Benchmarking access, use, and attitudes to technology in Europe’s schools.

- Flipped Learning Global Initiative. 27 June 2016. http://flglobal.org/. - OECD, 2015. Review of Education in Indonesia:

- OECD, 2012. ICT Skills and Employment: New Competences and Jobs for a Greener and Smarter Economy.

- Patel, Sonal, 2013. “Indonesia: Energy Rich and Electricity Poor.” Power Magazine. http://www.powermag.com/indonesia-energy-rich-and-electricity-poor/?pagenum=1.

- Pillay, Hitendra and Greg Hearn, 2010. Public-Private Partnerships in ICT for Education. http://www.digital-review.org/uploads/files/pdf/2009-2010/ppp_in_ict4e.pdf.

- Selinger, Michelle. The Jordan Education Initiative. UNESCO. http://www.unesco.org/iiep/PDF/pubs/JEI.pdf.

- Schonhardt, Sara, 2014. “Indonesia’s Youth Frustrated by Slow Internet Connections.” The Wall Street Journal. http://blogs.wsj.com/indonesiarealtime/2014/08/13/indonesias-youth-frustrated-by-slow-internet-connections/.

- UNESCO, 2013. Public-Private Partnerships in ICT for education.

- University of Pennsylvania, 2013. Penn GSE Study Shows MOOCs Have Relatively Few Active Users, With Only a Few Persisting to Course End. http://www.gse.upenn.edu/news/press-releases/penn-gse-study-shows-moocs-have-relatively-few-active-users-only-few-persisting-.

- World Bank, 2010. PPPs, ICTs and Education: Lessons from India. http://blogs.worldbank.org/edutech/PPPs-India?d96a349c52fc4f68eea46a47ccb3d360

Lembar Latar Belakang ini disiapkan oleh Tim Knowledge Management, ACDP Indonesia: Hilary Saccomanno, Research Assistant, ditinjau oleh Dr. David Harding Lead Adviser, Education and Knowledge Management, diterjemahkan oleh Daniella Situmorang dan Fara Ramadhina, Tim Komunikasi dan diedit oleh Sari Soegondo, Communication Specialist.

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:

Daniella Situmorang Fara Ramadhina

[email protected] [email protected]

[email protected] [email protected]

Referensi

Dokumen terkait