• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kumpulan Sajak Emha Ainun Nadjib

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kumpulan Sajak Emha Ainun Nadjib"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Kumpulan Sajak Emha Ainun Nadjib

Lautan Jilbab

Para malaikat Allah tak bertelinga, tapi mereka mendengar suara nyanyian beribu-ribu jilbab.

Para malaikat Allah tak memiliki mata, tapi mereka menyaksikan derap langkah beribu jilbab.

Para malaikat Allah tak punya jantung, tapi sanggup mereka rasakan degub kebangkitan jilbab yang seolah berasal dari dasar bumi.

Para malaikat Allah tak memiliki bahasa dan budaya, tapi dari galaksi mereka seakan-akan terdengar suara: Ini tidak main-main! Ini lebih dari sekedar kebangkitan sepotong kain!

Para malaikat Allah seolah sedang bercakap-cakap di antara mereka Kebudayaan jilbab itu, bersungguh-sungguhkah mereka?

O, amatilah dengan teliti: ada yang bersungguh-sungguh, ada yang akan bersungguh-sungguh, ada yang tidak bisa tidak bersungguh-sungguh. Sedemikian pentingkah gerakan jilbab di negeri itu?

O, sama pentingnya dengan kekecutan hati semua kaum yang tersingkir, sama pentingnya dengan keputusasaan kaum gelandangan, sama pentingnya dengan kematian jiwa orang-orang malang yang dijadikan alas kaki sejarah. Bagaimana mungkin ada kelahiran di bawah injakan kaki Dajjal? Bagaimana mungkin muncul kebangkitan dari rantai belenggu kejahiliyahan?

O, kelahiran sejati justru dari rahim kebobrokan, kebangkitan yang murni justru dari himpitan-himpitan Alamkah yang melahirkan gerakan itu atau manusia?

O, alam dalam diri manusia. Alam tak boleh benar-benar takluk oleh setajam apapun pedang peradaban manusia, alam tak diperkenankan sungguh-sungguh tunduk di bawah kelicikan tuan-tuannya.

Apakah burung-burung Ababil akan menabur dari langit untuk menyerbu para gajah yang durjana?

O, burung-burung Ababil melesat keluar dari kesadaran pikiran, dari dzikir jiwa dan kepalan tangan.

Para malaikat Allah yang jumlahnya tak terhitung, berseliweran melintas-lintas ke berjuta arah di seputar bumi.

Para malaikat Allah yang amat lembut sehingga seperjuta atom tak sanggup menggambarkannya.

(3)

Para malaikat Allah yang besarnya tak terkirakan oleh matematika ilmu manusia sehingga seluruh jagat raya ini disangga di telapak tangannya .Tergetar, tergetar sesaat, oleh raungan sukma dari bumi

Para malaikat Allah seolah bergemeremang bersahut-sahutan di antara mereka

Apa yang istimewa dari kain yang dibungkuskan di kepala?

O, hanya ketololan yang menemukan jilbab sekedar sebagai pakaian badan Lihatlah perlahan-lahan makin banyak manusia yang memakai jilbab, lihatlah kaum lelaki berjilbab, lihatlah rakyat manusia berjilbab, lihatlah ummat-ummat berjilbab, lihatlah siapapun saja yang memerlukan perlindungan, yang

memerlukan genggaman keyakinan, yang memerlukan cahaya pedoman, lihatlah mereka semua berjilbab

Adakah jilbab itu semacam tindakan politik, semacam perwujudan agama, atau pola perubahan kebudayaan?

Para malaikat Allah yang bening bagai cermin segala cermin, seolah memantulkan suara-suara:

JILBAB INI LAGU SIKAP KAMI, TINTA KEPUTUSAN KAMI, LANGKAH-LANGKAH DINI PERJUANGAN KAMI

JILBAB INI SURAT KEYAKINAN KAMI, JALAN PANJANG BELAJAR KAMI, PROSES PENCARIAN KAMI

JILBAB INI PERCOBAAN KEBERANIAN DI TENGAH

PENDIDIKAN KETAKUTAN YANG TERTATA DENGAN RAPI JILBAB INI PERCIKAN CAHAYA DARI TENGAH KEGELAPAN, ALOTNYA KEJUJURAN DI TENGAH HARI-HARI DUSTA JILBAB INI EKSPERIMEN KELEMBUTAN UNTUK MELADENI JAM-JAM BRUTAL DARI KEHIDUPAN

JILBAB INI USAHA PERLINDUNGAN DARI SERGAPAN-SERGAPAN

Dunia entah macam apa, menyergap kami Sejarah entah ditangan siapa, menjaring kami

Kekuasaan entah dari napsu apa, menyerimpung kami

Kerakusan dengan ludah berbusa-busa, mengotori wajah kami

Langkah kami terhadang, kaki kami terperosok di pagar-pagar jalan protokol peradaban ini

Buku-buku pelajaran memakan kami Tontonan dan siaran melahap kami

(4)

Iklan dan barang jualan menggiring kami

Panggung dan meja-meja birokrasi mengelabui kami Mesin pembodoh kami sangka bangku sekolah

Ladang-ladang peternakan kami sangka rumah ibadah Mulut kami terbungkam, mata kami nangis darah Hidup adalah mendaki pundak orang-orang lain Hari depan ialah menyuap, disuap, menyuap, disuap Kalau matahari terbit kami sarapan janji

Kalau matahari mengufuk, kami dikeloni janji Kalau pagi bangkit, kami ditidurkan

Ketika hari bertiup, kami dininabobokan

Kaum cerdik pandai suntuk mencari permaafan atas segala kebobrokan Kaum ulama sibuk merakit ayat-ayat keamanan

Para penyair pahlawan berkembang menjadi pengemis

Tidak ada perlindungan bagi kepala kami yang ditaburi virus-virus Tak ada perlindungan bagi akal pikiran kami yang dibonsai

Tak ada perlindungan bagi hati nurani kami yang dipanggang diatas tungku api congkak kekuasaan

Tungku api kekuasaan yang halus, lembut dan kejam

Tak ada perlindungan bagi iman kami yang dicabik-cabik dengan pisau-pisau beracun

Tak ada perlindungan bagi kuda-kuda kami yang digoyahkan oleh keputusan sepihak yang dipaksakan

Tak ada perlindungan bagi akidah kami yang ditempeli topeng-topeng, yang dirajam, dimanipulir oleh rumusan-rumusan palsu yang memabukkan Tak ada perlindungan bagi padamnya matahari hak kehendak kami yang diranjau

Maka inilah jilbab. Inilah Jilbab!

Ini FURQAN, pembeda antara HAQ dan BATHIL Jarak antara keindahan dengan kebusukan Batas antara baik dan buruk, benar dan salah Kami menyarungkan keyakinan dikepala kami

Menyarungkan pilihan, keputusan, keberanian dan ISTIQAMAH, dinurani dan jiwaraga kami

Ini jilbab Ilahi Rabbi, jilbab yang mengajarkan ilmu menapak dalam irama Ilmu untuk tidak tergesa, ilmu tak melompati waktu dan batas realitas

(5)

Ilmu bernapas setarikan demi setarikan, selangkah demi selangkah, hikmah demi hikmah rahasia demi rahasia, kemenangan demi kemenangan

Para malaikat Allah yang lembut melebihi kristal, para malaikat Allah yang suaranya tak bisa didengarkan oleh segala macam telinga, berbisik-bisik di antara mereka

Wahai! Anak-anak tiri peradaban! Anak-anak jadah kemajuan dan perkembangan!

Anak-anak yatim sejarah, sedang menghimpun akal sehat

Menabung hati bening, menerobos ke masa depan yang kasat mata

Lautan Jilbab! Lautan Jilbab! Gelombang perjuangan, luka pengembaraan, tak mungkin bisa dihentikan

Wahai! Sunyi telah memulai bicara! Sajak Luka Menganga

Saudara-saudaraku puisi adalah bau anyir keringat Berjuta rakyat,puisi adalah kehidupan

Mereka yang a lot dan berat, adalah pikiran Dan tenaga mereka yang sekarat, puisi Adalah darah luka mereka yang muncrat

Saudara-saudaraku,puisi bukanlah sejenis pakaian Sore atau pakaian pesta yang terpampang

Di kaca etalase, hasil desainer-desainer Kebudayaan

Saudara-saudaraku setidaknya puisi bisa mengajari Kita untuk berkata : T I D A K !

(Emha Ainun Najib) Kubuang Buang Sudah kubuang-buang tuhan Agar sampai ke yang tak terucapkan Namun tak sekali ia sedia tak hadir

Terus mengada mengada bagai darah mengalir Sajakku beranak pinak

(6)

Perih cintaku berteriak-teriak Takut ditolak keabadian Sudah kubuang-buang tuhan Sudah kulupa-lupakan Sampai ingat dan lupa Lenyap jaraknya

Sampai tahu tak atau menjelma Baginya tak beda

Sampai gugur mainan ada tiada Yang menghimpitku di tengahnya Sudah kubuang-buang

Sudah kubuang-buang Ia makin saja tuhan Makin saja tuhan 1986

Penyair Pun Bukan Penyair pun bukan

Aku hanya tukang Mengembarai hutan Menggergaji kayu Bikin ragangan

Mainan pesanan Tuhan Penyair pun bukan Aku hanya pelayan Meladeni cara Meracik kata Mengais rahasia Agar tak mati fana Penyair pun bukan Aku hanya penyelam Menukiki samudera Pulang ke permukaan

(7)

Membawa batu purba Untuk melempari cakrawala 1986

Kau Pandang Aku kau pandang aku batu

...kau gempur dengan peluru ...padahal aku angin

kau pandang aku badai

...kau tahankan baja dan mantra ...padahal aku gunung membisu kau pandang aku raja

...kau tinggalkan singgasana ...padahal aku pemabuk kau pandang aku ngemis ...kau taburkan mutiara ...padahal aku bumi kau pandang aku perampok ...kau picis kau picis

...padahal aku tak darah daging kau pandang aku penderma agung ...kau jilati

...padahal aku papa tiada kau pandang aku boneka ...kau sandangkan sutera ...padahal aku jiwa

kau pandang aku ruh perutusan ...kau ikut masuk hutan ...padahal aku gila

kau pandang aku penuh kasih ...kau damba kau damba ...padahal aku cuma pinjam kau pandang aku pisau tajam ...kau meronta kau meronta ...padahal aku cinta

(8)

Aku Mabuk Allah aku mabuk allah

semata-mata allah segala-galanya allah tak bisa lain lagi aku mabuk allah

lainnya tak berhak dimabuki lainnya palsu, lainnya tiada nyamuk tak nyamuk

kalau tak mengabarkan allah langit tak langit

kalau tak menandakan allah debu tak debu

badai tak badai

kalau tak membuktikan allah kembang tak mekar

api tak membakar kalau tak allah

mabuklah aku mabuk allah tak bisa lihat tak bisa dengar cuma allah cuma allah kalau matahari memancar siapa sebenarnya yang menyinar kalau malam legam

siapa hadir di kegelapan kalau punggung ditikam siapa merasa kesakitan mabuklah aku mabuk allah kalau jantung berdegup siapa yang hidup kalau menetes puisi siapa yang abadi allah semata allah semata lainnya dusta 1986

(9)

Antara Tiga Kota di yogya aku lelap tertidur angin di sisiku mendengkur

seluruh kota pun bagai dalam kubur pohon-pohon semua mengantuk di sini kamu harus belajar berlatih tetap hidup sambil mengantuk kemanakah harus kuhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga ? Jakrta menghardik nasibku

melecut menghantam pundakku tiada ruang bagi diamku

matahari memelototiku

bising suaranya mencampakkanku jatuh bergelut debu

kemanakah harus juhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga surabaya seperti ditengahnya tak tidur seperti kerbau tua tak juga membelalakkan mata tetapi di sana ada kasihku yang hilang kembangnya jika aku mendekatinya

kemanakah haru kuhadapkan muka agar seimbang antara tidur dan jaga ? 1997

Begitu Engkau Bersujud

Begitu engakau bersujud, terbangunlah ruang yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid Setiap kali engkau bersujud, setiap kali pula telah engkau dirikan masjid

(10)

telah kau bengun selama hidupmu? Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu

meninggi, menembus langit, memasuki alam makrifat Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika bernama masjid, begitu engkau tempati untuk bersujud Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk

cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara adzan Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang Allah, engkaulah kiblat

Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang didengar Allah, engkaulah tilawah suci

Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai Allah, engkaulah ayatullah Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,

karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud menjadilah engkau masjid

1987

Dari Bentangan Langit Dari bentangan langit yang semu Ia, kemarau itu, datang kepadamu

Tumbuh perlahan. Berhembus amat panjang Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan menyapu hutan !

Mengekal tanah berbongkahan ! datang kepadamu, Ia, kemarau itu dari Tuhan, yang senantia diam

dari tangan-Nya. Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa yang senyap. Yang tak menoleh barang sekejap.

(11)

1997

Ditanyakan Kepadanya

Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga Tak demikian Allah menata

Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya Tak demikian sunnatullah berkata

Maka cerdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas

Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya Menjadi kacaulah sistem alam semesta

Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya sapakah penindas Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota Dilanggarnya tradisi alam dan manusia Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan Ialah burung terbang tinggi menuju matahari Burung Allah tak sedia bunuh diri

Maka berdusta ia

Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar Ialah air yang mengalir ke angkasa

Padahal telah ditetapkan hukum alam benda Maka berdusta ia

(12)

Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang Orang wajib menebangnya

Agar tak berdusta ia

Kemudian siapakah orang lemah perjuangan Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan Orang harus menggertak jiwanya

Agar tak berdusta ia

Kemudian siapakah pedagang penyihir Ialah kijang kencana berlari di atas air Orang harus meninggalkannya Agar tak berdusta ia

Adapun siapakah budak kepentingan pribadi Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya Agar tak berdusta ia

Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau Nyanyikan puisi di telinganya

Agar tak berdusta ia

1988

Doa Sehelai Daun Kering Janganku suaraku, ya 'Aziz

Sedangkan firmanMupun diabaikan Jangankan ucapanku, ya Qawiy Sedangkan ayatMupun disepelekan Jangankan cintaku, ya Dzul Quwwah Sedangkan kasih sayangMupun dibuang Jangankan sapaanku, ya Matin

Sedangkan solusi tawaranMupun diremehkan

Betapa naifnya harapanku untuk diterima oleh mereka Sedangkan jasa penciptaanMupun dihapus

Betapa lucunya dambaanku untuk didengarkan oleh mereka Sedangkan kitabMu diingkari oleh seribu peradaban

(13)

Sedangkan rahman rahimMu diingat hanya sangat sesekali Betapa tak masuk akal keinginanku untuk tak mereka sakiti Sedangkan kekasihMu Muhammad dilempar batu

Sedangkan IbrahimMu dibakar

Sedangkan YunusMu dicampakkan ke laut Sedangkan NuhMu dibiarkan kesepian Akan tetapi wahai Qadir Muqtadir Wahai Jabbar Mutakabbir

Engkau Maha Agung dan aku kerdil Engkau Maha Dahsyat dan aku picisan Engkau Maha Kuat dan aku lemah Engkau Maha Kaya dan aku papa Engkau Maha Suci dan aku kumuh

Engkau Maha Tinggi dan aku rendah serendah-rendahnya Akan tetapi wahai Qahir wahai Qahhar

Rasul kekasihMu maíshum dan aku bergelimang hawaí

Nabi utusanmu terpelihara sedangkan aku terjerembab-jerembab Wahai Mannan wahai Karim

Wahai Fattah wahai Halim

Aku setitik debu namun bersujud kepadaMu

Aku sehelai daun kering namun bertasbih kepadaMu

Aku budak yang kesepian namun yakin pada kasih sayang dan pembelaan-Mu

1999

Ikrar Di dalam sinar-Mu

Segala soal dan wajah dunia Tak menyebabkan apa-apa

Aku sendirilah yang menggerakkan laku Atas nama-Mu

Kuambil siakp, total dan tuntas maka getaranku

Adalah getaran-Mu lenyap segala dimensi

baik dan buruk, kuat dan lemah Keutuhan yang ada

(14)

Terpelihara dalam pasrah dan setia Menangis dalam tertawa

Bersedih dalam gembira Atau sebaliknya

tak ada kekaguman, kebanggaan, segala belenggu Mulus dalam nilai satu

Kesadaran yang lebih tinggi Mengatasi pikiran dan emosi menetaplah, berbahagialah Demi para tetangga

tetapi di dalam kamu kosong

Ialah wujud yang tak terucapkan, tak tertuliskan Kugenggam kamu

Kau genggam aku Jangan sentuh apapun Yang menyebabkan noda

Untuk tidak melepaskan, menggenggam lainnya Berangkat ulang jengkal pertama

1997

Ketika Engkau Bersembahyang Ketika engkau bersembahyang

Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan Partikel udara dan ruang hampa bergetar Bersama-sama mengucapkan allahu akbar Bacaan Al-Fatihah dan surah

Membuat kegelapan terbuka matanya Setiap doa dan pernyataan pasrah Membentangkan jembatan cahaya

Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri Kemudian mim sujudmu menangis

(15)

Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup Ilmu dan peradaban takkan sampai

Kepada asal mula setiap jiwa kembali

Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya Sembahyang di atas sajadah cahaya

Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang

Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan

1987

Cahaya Maha Cahaya

Usiaku enam hari

Enam hari yang menakjubkan: Tuhan bermain

ruang

…..waktu di tangannya, bisa kau bayangkan?

Hari pertama cahaya maha cahaya

Cahaya maha cahaya tak bisa dikisahkan

Bisa, mungkin. Tapi kita ini dungu

Ilmu kita tingkat serdadu

Hari kedua kegelapan tiada tara

Beberapa kata mulai bisa mengucap, karena

…..rahasia mulai berlaku di depanmu sebagai

(16)

…..rahasia

Hari ketiga kau adalah aku, aku masih aku

Baru kelak tuhan, semua kita nangis cengeng

Kita melempari galaksi supaya bintang runtuh, kita

…..mengais-ais bumi mencari emas permata untuk

…..kita kunyah-kunyah demi mengisi hari dengan

…..ketololan

Di hari keempat engkau adalah dunia ini

Kalau kau gembira bukanlah kau yang bergembira

…..sebab sesungguhnya tak kau perlukan

…..kegembiraan

Kalau kau bersedih kehidupanlah yang bersedih

…..sebab kesedihan tak sanggup menyentuh jiwamu

Kau tak membutuhkan suka duka, harta atau

…..kepapaan, kau tak terikat oleh penjara atau

…..kemerdekaan, kau lebih perkasa dari ketakutan

…..atau keberanian, kau lebih tinggi dari derajat

…..atau kehinaan, kau lebih besar dari kehidupan

…..atau maut

Di manakah engkau bersemayam kiranya?

Hari keempat telah senja dan fajar hari kelima

…..mulai menyiapkan pemenuhan janjinya

Hari keliga gelap gulita

Hari di mana engkau sirna, di mana engkau tak

…..engkau

Hari yang menjelmakanmu kembali menjadi cahaya

Menyati ke hari keenam cahaya maha cahaya

1988

Kita Masuki Pasar Riba Kita pasar r iba

Medan perang keserakahan Seperti ikan dalam air tenggelam T

(17)

Tak tahu langit

Ke kiri dosa ke kanan dusta Bernapas air

Makan minum air Darah riba mengalir Kita masuki pasar riba Menjual diri dan Tuhan

Untuk membeli hidup yang picisan Telanjur jadi uang recehan

Dari putaran riba politik dan ekonomi Sistem yang membunuh sebelum mati Siapakah kita ?

Wajah tak menentu jenisnya Tiap saat berganti nama Tegantung kepentingannya apa Tergantung rugi atu laba Kita pilih kepada siapa tertawa

1987

Kudekap Kusayang-sayang

Kepadamu kekasih kupersembahkan segala api keperihan di dadaku ini demi cintaku kepada semua manusia

Kupersembahkan kepadamu sirnanya seluruh kepentingan diri dalam hidup demi mempertahankan kemesraan rahasia, yang teramat menyakitkan ini, denganmu

Terima kasih engkau telah pilihkan bagiku rumah

persemayaman dalam jiwa remuk redam hamba-hambamu Kudekap mereka, kupanggul, kusayang-sayang, dan ketika mereka tancapkan pisau ke dadaku, mengucur darah dari mereka sendiri, sehingga bersegera aku mengusapnya, kusumpal, kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku

(18)

Kemudian kudekap ia, kupanggul, kusayang-sayang, kupeluk,

kugendong-gendong, sampai kemudian mereka tancapkan lagi pisau ke punggungku, sehingga mengucur lagi darah batinnya, sehingga aku bersegera mengusapnya,

kusumpal,

kubalut dengan sobekan-sobekan bajuku, kudekap, kusayang-sayang.

1994

Memecah Mengutuhkan Kerja dan fungsi memecah manusia Sujud sembahyang mengutuhkannya Ego dan nafsu menumpas kehidupan Oleh cinta nyawa dikembalikan Lengan tanganmu tanggal sebelah Karena siang hari politik yang gerah

Deru mesin ekonomi membekukan tubuhmu Cambuk impian membuat jiwamu jadi hantu Suami dan istri tak saling mengabdi

Tak mengalahkan atau memenangi

Keduanya adalah sahabat bergandengan tangan Bersama-sama mengarungi jejeak Tuhan Kalau berpcu mempersaingkan hari esok Jangan lupakan cinta di kandungan cakrawala Kalau cemas karena diiming-imingi tetangga Berkacalah pada sunyi di gua garba rahasia

1987

Sepenggal Puisi Cak Nun sayang sayang kita tak tau kemana pergi tak sanggup kita dengarkan suara yang sejati

(19)

yang bisa kita pandang hanya kepentingan sendiri loyang disangka emas emasnya di buang buang kita makin buta yang mana utara yang mana selatan yang kecil dibesarkan yang besar di remehkan yang penting disepelekan yang sepele diutamakan Allah Allah betapa busuk hidup kami

dan masih akan membusuk lagi betapa gelap hari di depan kami mohon ayomilah kami yang kecil ini

Seribu Masjid Satu Jumlahnya Satu

Masjid itu dua macamnya Satu ruh, lainnya badan Satu di atas tanah berdiri Lainnya bersemayam di hati Tak boleh hilang salah satunyaa Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu

Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu Dua

Masjid selalu dua macamnya Satu terbuat dari bata dan logam Lainnya tak terperi

Karena sejati Tiga

Masjid batu bata Berdiri di mana-mana

Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya Timbul tenggelam antara ada dan tiada Mungkin di hati kita

Di dalam jiwa, di pusat sukma Membisikkannama Allah ta’ala Kita diajari mengenali-Nya Di dalam masjid batu bata

Kita melangkah, kemudian bersujud

(20)

Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna Empat

Sangat mahal biaya masjid badan

Padahal temboknya berlumut karena hujan Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan Masjid badan gmpang binasa

Matahari mengelupas warnanya

Ketika datang badai, beterbangan gentingnya Oleh gempa ambruk dindingnya

Masjid ruh mengabadi

Pisau tak sanggup menikamnya Senapan tak bisa membidiknya Politik tak mampu memenjarakannya Lima

Masjid ruh kita baw ke mana-mana Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala

Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya Sebab majid ruh adalah semesta raya

Jika kita berumah di masjid ruh Tak kuasa para musuh melihat kita

Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya Mereka menembak hanya bayangan kita Enam

Masjid itu dua macamnya Masjid badan berdiri kaku Tak bisa digenggam

Tak mungkin kita bawa masuk kuburan

Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita Melampaui ujung waktu nun di sana

Terbang melintasi seribu alam seribu semesta Hinggap di keharibaan cinta-Nya

(21)

Tujuh

Masjid itu dua macamnya

Orang yang hanya punya masjid pertama Segera mati sebelum membusuk dagingnya Karena kiblatnya hanya batu berhala

Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua Berkeliaran sebagai ruh gentayangan

Tidak memiliki tanah pijakan Sehingga kakinya gagal berjalan Maka hanya bagi orang yang waspada Dua masjid menjadi satu jumlahnya Syariat dan hakikat

Menyatu dalam tarikat ke makrifat Delapan

Bahkan seribu masjid, sjuta masjid Niscaya hanya satu belaka jumlahnya Sebab tujuh samudera gerakan sejarah Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah Sesekali kita pertengkarkan soal bid’ah Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah Itu sekedar pertengkaran suami istri Untuk memperoleh kemesraan kembali Para pemimpin saling bercuriga Kelompok satu mengafirkan lainnya

Itu namanya belajar mendewasakan khilafah Sambil menggali penemuan model imamah Sembilan

Seribu masjid dibangun Seribu lainnya didirikan

Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun Tagihan masa depan kita cicilkan

Seribu orang mendirikan satu masjid badan Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan Hadir engkau semua menyodorkan kawruh Seribu masjid tumbuh dalam sejarah Bergetar menyatu sejumlah Allah

(22)

Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan Melainkan dengan hikmah kepemimpinan Allah itu mustahil kalah

Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya ‘Alal Falah!

1987

Tahajjud CIntaku

Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya takditerima Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya

1988

Nocturno

Tuhan si anak kenangan berbaring di cakrawala selatan Tuhan si anak kenangan berloncatan di atas bintang-bintang Tuhan si anak kenangan berebut masuk keluar pernapasan Tuhan si anak kenangan tak meleleh di pucuk dendam Tuhan si anak kenangan terjatuh!

: dalam bayang bayang

(23)

O, si buah angan Selamat malam!

O, si Anak Hilang!”

1975

Sajak jatuh CInta Karena ini bunga

Maka ciumlah dengan bening jiwa

Karena ini sajak

Maka terimalah dengan mripat kanak-kanak

Gugusan mendung yang ranum Menggugurkan hujan ke bumi

Dari langit jauh Engkau bagai telah turun Pada air, tanah, serta pada sunyi

Kemudian senyap sesaat Tuhan melintaskan syafaat Kemudian daun-daun bersijingkat Dalam pesona memikat

Karena ini bunga, dik

Maka ciumlah dengan bening jiwa

Karena ini sajak, dik

Maka terimalah dengan mripat kanak-kanak

1975

Lagu Sangatlah nyaman Serta penuh kekhusyukan Bersahabat dengan angin Dan matahari pagi

Wajah gadisku yang membayang Mengajakku sejenak berpejam

(24)

Tunduk kepala, dan Menggumamkan salam

Dan embun menguap Setelah semalaman - bagai peristiwa cinta - Membungkus dedaunan lelap

O, biru langit! O, bukit-bukit!

Saksikanlah bahwa merdeka Sangatlah mengikat

Bahwa jiwa

Butuh saat-saat alpa Di mana roh diguncang

Tercampak dari tanya dan pikiran

Gadisku! Wahai gadisku! Sangatlah nyaman

Bersetia kasih dengan Alam

Dan di bawah Iman-Nya: kita tenggelam

1975

Sajak

Demi rembulan yang Engkau ciptakan Khusus untuk memulangkan diriku

Kepada kumandang tangis bayi, yang telanjang Yang hening lagunya bergaung

Ke ladang-ladang jiwa Yang meripatnya bening Dan yang semua geraknya Dibimbing

Oleh kegaiban

Demi rembulan di larut malam Yang bagai kereta kencana Ditarik oleh kuda siluman

(25)

Yang bangkit dari cakrawala Yang bangkit begitu saja Berderap

Perlahan

Dan menciptakan gemuruh Dalam kediaman

Demi rembulan yang Engkau ciptakan

Untuk mengusap kening jiwa yang berabad menangis Jiwa Adam

Rintih kerinduan

Yang mencegatnya di ujung jalan Dan yang mencegatku kini Dalam derita dan keasingan Yang terus menjelma

Yang mengawali setiap pekik kelahiran Dan yang terus berkembang dalam kenangan

Demi rembulan yang bagai pejalan sunyi Menjelajah seluruh malam

Sehingga terciptalah dunia dan kehidupan Dari angin, embun dan dedaunan

Yang berkilat Karena cahayanya

Yang seakan mengisyaratkan harapan Bagi kerinduanku nantinya

Ah, Tuhan!

Demi rembulan yang Engkau ciptakan Buat menggoda!

Di semak-semak ini

Di hutan gelap yang tercipta Dalam gaung jiwa

Dalam gelegak samudera Dalam gelegak darahku Yang letih

Dan maya

(26)

ke dadaku! (terimalah semangatku reguklah cintaku!) 1975

Apakah Puisi-Puisi Ini Apakah puisi-puisi ini

Jelmaan roh-Mu, Tuhanku Sehingga aku merasa bahagia Jika bergaul dengannya

Ia selalu membuka ruang

Hingga aku setia pada kemungkinan Ia adalah sembahyang

Yang penuh kemerdekaan

Tuhan, di antara sekian cara hidup Agama dan peraturan-peraturan Puisi memberi keikhlasan

Kepada apa pun yang Kaulakukan

1977

Prambanan

Kenapa aku tak bisa diam sepertimu Diam pada angin

Pada hujan, pada lindu Dan langit yang semu

Apa benar hidup lebih baik Dari yang disebut mati Seperti lukisan air mukamu Seperti sikap diammu

(27)

Sedang kita terus berlari keras dan gila Mengejar-ngejar apa

Tak ketemu jua

Kenapa aku tak bisa diam sepertimu Diam pada angin, langit, Tuhan ...

1977

Di Depan Patung Budha Kau ada

Aku pun ada Tapi kau bahagia Aku tidak

Apa kerna ada nyawa Maka tak bahagia Sedang dengan nyawa Orang ingin bahagia

Kukira salah mulanya Adam dilempar dari surga Mengapa harus kembali ke sana Mengapa tak ke Tiada

19 77

Aku Ini Termasuk Orang Yang Sukar Berbahagia Aku ini termasuk orang yang sukar berbahagia

Sebab makin banyak memandang adegan kehidupan Makin bertumpuk pula pertanyaan kepada Tuhan

Hidup ini ruwet seperti lingkaran setan

Seperti perang brubuh yang tak bisa diuraikan

Serta penuh benturan yang seperti sengaja diciptakan

Ah, tetapi mudah saja jika Tuhan mau mengubah semuanya Atau menghapusnya lantas menciptakan lagi dunia

(28)

Tetapi kukira itu tak mungkin terlaksana

Sebab siapa tahu Tuhan merasa asyik dengan kekonyolan kita Dan agar tak kehilangan permainan: kita terus saja dipelihara

1977

Kosong

Kenapakah kadang-kadang

Demikian kosong hidup ini, Tuhanku Segala keramaian di sekelilingku Lalu lalang pikiran dan hasrat kehidupan Yang menggoreskan seribu warna peradaban Segala apa pun yang dikurung langit-Mu Segala apa pun yang di bilikku

Telapak tanganku yang tiba-tiba kuamati

Bahkan wajahku yang dipantulkan oleh cermin ini Kurasakan amat kosong dan sunyi

Tetapi di dalam dadaku Tetapi di dalam jiwaku Ada bergaung suara-suara

Ada tekanan-tekanan yang asing rasanya Seperti jeritan

Seperti teriakan dalam diam Seperti diam dalam teriakan Seperti dendam

Seperti kerinduan Atau pusaran permainan Yang tak bisa aku hindarkan

Tuhanku, apakah perasaan yang semacam ini juga Yang mendorong-Mu untuk menciptakan manusia Dan semesta yang fana?

1977

Takut Pada Matamu Kekagumanku kepada Tuhan Membuat aku takut pada matamu

(29)

Apakah engkau sendiri mengerti, kekasihku Apa gerangan yang memancar dari matamu itu?

Bertahun-tahun kita hanya berpandangan saja Engkau bisu

Dan aku tuli

Karena sangat tidak mengerti

Bola matamu yang bening Adalah ruang yang tiada terbatas

Tetapi jika pun engkau kelak menjadi wanitaku Akan bisakah kumasuki ruang itu?

1977

Dari Bukit Kotamu

sekali waktu ingin kuajak engkau kemari, kasihku untuk melihat lampu-lampu kotamu yang berdebu berdiri di sini bagai berada di luar kehidupan jika kita bergoyang-goyang ditimang tangan Tuhan

apa salahnya beberapa saat kita istirah pasrah diri kepada kelam yang jauh

apa salahnya sejenak alpa pada luka yang dalam dan hati yang robek di dalam pergulatan

sekali waktu ingin kuajak kau bersandar di pohon ini, kasihku untuk menghela napas panjang, melepas keletihan

meredakan segenap dendam, meniti masa silam dan bersiap, melayani hari-hari esok yang panjang

1977

Sajak Orang Tua Seribu Bapakku satu

Ibuku satu

Orang tuaku seribu

(30)

Lainnya nyuruh edan

Yang satu ngasih kitab Qur’an Lainnya menyodorkan minuman Yang satu berkhotbah kebaikan Lainnya mendorong ganggu istri orang Lainnya lagi penuh kebajikan

Sekaligus bajingan

Langit muntah Hujan tumpah

Mancur ke tenggorokan bumi Membanjirkan sampah kotoran Dari selokan dan kali-kali

Bapakku satu Ibuku satu

Orang tuaku misteri Hiruk pikuk yang sunyi Satu wajah

Ganti beribu kali

Ibu hamil karena Tuhan

Lahir aku tercampak di air pasang Yang bergerak menyeret tanpa ampunan Yeaahh!

Kini ambil putusan

Si Diam bergerak ke sebaliknya Balikkan badan

Curi ruang di antara ruang

Sang Maha Gunung terletak sumbernya Sampai darah kering kutatap ia!

1982

Kabut

Selalu kaupanggil-panggil namaku

Aku mengangguk dan tersenyum kepadamu Tapi sebenarnya kabutlah

(31)

Yang kaupanggil itu

Kauseret tubuhku, kaubawa ke perjalanan Kau perkenalkan kepada setiap orang Kabut pun menebal, diriku tersembunyikan

Tak kauingatkan sudah berapa topeng Yang kautempelkan di wajahku? Jadi engkau sendirilah ini, bukan aku

Tetangga, politik, dan persangkaan Nafsu, idolatri, dan kepentingan Mengepulkan debu, mengabuti sejatiku

Kita semua adalah Tuhan yang menyamar Menyiksa diri dengan sejarah yang samar-samar Kalau tak juga kautanggalkan topeng-topeng ini Kepalsuan kita panggul sampai mati

Di Atas Crete

Jauh di atas kepulauan Crete, pesawat saya

menggerunjal, seperti sedang melewati jalanan di kampungku yang penuh lobang dan batu-batu

Pilot pemandu hidup memberi peringatan tentang

cuaca amat buruk, hingga kami harus menegakkan tempat duduk dan pasang sabuk, kemudian dianjurkan untuk berdoa

Para penumpang langsung bermuka mendung, para suami istri dan pasangan kekasih pada berpegangan tangan, semua tiba-tiba ingat Tuhan dan tampil di hadapan-Nya sebagai pengemis-pengemis yang malang

Supaya tidak mengganggu lingkungan saya pun menunduk khusyu, sambil kupandangi jiwa saya yang tertawa lega bagaikan menerima lotere

(32)

tidak ingin menitipkan onggokan daging busuk ini kepada siapa pun. Kalau Engkau berkenan, biarlah sampah hina yang duduk cemas di kursi ini segera saja sirna, agar saya pun merdeka!

Tapi tak lama kemudian jiwa saya itu pun ngambeg

karena segera ada pengumuman tentang yang disebut keselamatan, dan daging-daging bau itu pun menarik nafas lega, sambil bersiap turun, berjejal-jejal

memenuhi tong-tong sampah yang bertebaran di atas dunia

1984

Pesawat Terbang

Pertama kali naik pesawat terbang, saya ingin

memasang iklan di koran nasional bahwa saya benar-benar sudah pernah naik burung ajaib yang dikagumi oleh seluruh kanak-kanak dan orang dewasa

Kali kedua pengin dishoot kamera betapa saya

memasang seat-belt segampang menelan ludah kemudian dengan lincah menggoda stewardesses

Yang ketiga saya berpikir menelusuri dari modal siapa gerangan pesawat mewah ini dibikin, bagaimana modal itu diputar di meja perjudian

ekonomi politik internasional, serta membayangkan siapa saja, yang bisa menikmatinya

Namun toh pada kali keempat saya masih saja sedikit mengagumi otak manusia penemu daya sihir burung-burung, meskipun kemudian bosan dan tidur kepala berat

Sehingga tatkala terbang kelima, keenam, ketujuh kali, di samping selalu disergap oleh ratusan pikiran murung: saya merasa pesawat terbang tak pernah membawa saya naik ke mana-mana

(33)

Ada kemungkinan para teknolog, teknokrat serta para pemakai mereka, gagal melihat mana bawah yang sebenarnya dan mana atas yang sesungguhnya

1984

Makan dan Minun 1

Selalu jiwa saya bertanya kenapa tiap hari orang mesti makan dan minum

Saya bilang itu merupakan syarat agar mereka bisa berak dan kencing

Kalau yang orang maui, kata jiwa saya, hanya buang air baik besar maupun kecil

Kenapa makanan dan minuman dibikin bermacam-macam, bertingkat-tingkat serta berhias-hias

Saya bilang karena mereka tak bisa tentukan

kualitas berak, hiasan tinja atau bau harum kencing Kalau begitu, kata jiwa saya lagi, segera

mendekatlah padaku, agar tak terlalu lama engkau dikungkung oleh tujuan hidup berak dan kencing

1984

Makan dan Minun 6

Pada mulanya, kata jiwa saya, orang pergi berburu binatang, menombak rusa atau memanah burung-burung

Akhirnya hewan menipis jumlahnya dan hutan

hanya dipenuhi manusia, maka orang menembak orang orang menggusur orang,

orang menembak orang

Sesampainya di dapur, mereka bikin sate beramai-ramai

Yang kutangisi, kata jiwa saya lagi, bahwa sesudah makan dan minum seratus kali lipat dari kapasitas perutnya, para pemenggal, penggusur dan penembak itu tidak menjadi kenyang,

(34)

melainkan justru semakin lapar

1984

Syair Maling

Perjuangan utama sebuah syair, hanyalah Untuk tak menjadi slogan

Atau kembang plastik

Dari Tuhan lahir seorang bayi

Dituding sebagai subversi, atau dipupuk Menjadi hostes para priyayi

Syair-syair diagung-agungkan Hingga menjadi barang kerajinan Yang menggelikan

Cukuplah ia – kata seorang teman Lahir dari angin

Tapi sahabat lagi mengklaim

-- syair ialah berak

Berak nasib

Orang-orang terpilin

Maka kita bertengkar Buntu dan gagap Dari hari ke hari

Sambil membiarkan maling-maling

1983

Sesobek Buku Harian Indonesia Melihat pentas-pentas drama di negeriku berjudul Pesta Darah di Jember

Menyerbu Negeri Hantu Putih di Solo Klaten, Semarang, Surabaya dan Medan Teror atas Gardu Pengaman Rakyat di Bandung Woyla.

(35)

Ah, ingat ke hari kemarin pentas sandiwara rakyat yang berjudul Komando Jihad Ingat Malari.

Ingat beratus pentas drama yang naskahnya tak ketahuan dan mata kita yang telanjang

dengan gampang dikelabui dan dijerumuskan Ah, drama-drama total

yang tanpa panggung

melainkan berlangsung di atas hamparan kepala-kepala penonton

Darah mengucur, kembang kematian. Bau busuk air liur para sutradara licik yang bersembunyi di hati mulia para rakyat. Drama peradaban yang bermain nyawa mencumbu kemanusiaan

berkelakar secara rendahan kepada Tuhan Kita orang-orang yang amat lugu dan tak tahu Pikiran disetir

Hidung dicocok dan disemprot parfum Pantat disodok dan kita meringkik-ringkik tanpa ada maknanya

Kita yang terlalu polos dan pemaaf beriuh rendah di antara kita sendiri

bagai anak-anak kecil yang sibuk dikasih petasan kemudian tertidur lelap

sesudah disuapi sepotong kue bolu dan permen karet Ah, milik siapa tanah ini

Milik siapa hutan-hutan yang ditebang

Pasir timah dan kayu yang secara resmi diseludupkan Milik siapa tambang-tambang

keputusan buat masa depan Milik siapa tabungan alam

yang kini diboroskan habis-habisan Milik siapa perubahan-perubahan kepentingan dari surat-surat keputusan Kita ini sendiri

(36)

Pernahkan kita sedikit saja memiliki lebih dari sekedar dimiliki, dan dimiliki. Pernahkan kita sedikit saja menentukan lebih dari sekedar ditentukan, dan ditentukan.

Yogya, 13 Maret 1982

Yogyaku

Candradimuka hanya kawah panas seribu panas

tapi Yogyaku apimu membekukan dinginmu memanggang Di kawah aku mengolah baja namun engkau menantang keabadianku di antara pijar matahari dan malaikat salju

Di pelukanmu ngantuk aku tapi jika kudengar detak jantung rahasiamu kuperoleh Tidur yang sebenarnya Tidur abadi, sunyi segala sunyi, terkatup mulutmu karena tahu sang Sutradara hanya menorehkan sepi Yogyaku senyumanmu linuhung di belakang

punggung beribu orang yang mengigau pernah ketemu dan bercakap-cakap denganmu

Anak-anak kecil yang menghiasimu dengan beratus gelar, menabur janji, menancapkan papan-papan ikrar dan menyuratkan buih-buih mimpi yang terbengkalai Kata-kata macet di tengah pidato silang tindih, nilai-nilai undur diri kepadamu di tengah program bingung dan gerak yang serba rancu, ruh anak-anakmu terguncang oleh kendaraan-kendaraan yang kesurupan di atas

danau-danau jalan rayamu

Kemudian sekian ratus di antara mereka,

mati rahasia, dan engkau tahu persis jumlahnya tanpa meraka pernah kepadamu membukakannya

Yogyaku senyuman linuhungmu mengurung bagai hamparan langit yang mahasabar, Yogyaku engkau

memaafkan para pelacur dan maling di jalan dan di singgasana Di jalan, di gang-gang sempit, engkau menanam janji sunyi, di singgasana engkau menaruh rasa iba hati, karena jika engkau dijual untuk sepiring nasi, sesungguhnya engkau tak kan pernah bisa digadaikan atau dicuri

(37)

dengan truk hari depan, Yogyaku engkau direbut dari masa datang dan tergesa dilempar ke museum ke alam abad silam, waktu tak di dalam ruang, juga tak di luarnya,

tak di sela garis batasnya ...

1984

Belajar Tidak Ajari kami

membedakan ya dan tidak tanpa embel-embel

Tuntunlah kami

bilang ya dan bilang tidak tanpa hitung untung

Tenaga apa bisa kami pakai untuk bilang ya

bagi setiap ya untuk bilang tidak bagi setiap tidak

Apa mesti pakai sukma Tuhan untuk bisa tahan

tuding tidak pada tidak karena tidak

ialah tidak

Udara sarat tidak tiap hari sibuk tidak tetapi sebab dicekik ya terpaksa bilang ya

******

Mata siapa bisa kami pinjam untuk melihat benar kehidupan

untuk menangkap setiap murni getaran Tangan siapa bisa kami ulurkan

(38)

Mau nimba ke mana Belajar kepada apa Berguru ke siapa Ilmukah atau batu Anginkah atau guru Langitkah atau suhu Mataharikah atau waktu Rohkah atau langit biru Pohonkah atau buku Gunungkah atau para biksu Pedang-pedangkah

atau primbon masa lalu Lautan katakah

atau Allah yang bisu

******* Sejuta ilmu

lupa pada yang sederhana

Hidup teramat lama

untuk tak bisa ngomong tidak Hidup terlalu sumpeg

untuk selalu tak bilang tidak Waktu terentang panjang bisa tampung berjuta tidak Irama begini sesak

untuk bilang satu saja tidak

Dinding amat tebal Ruang terbagi-bagi

Bagian-bagian terbagi-bagi tanpa pintu

Angin membusuk Pikiran meracuni jiwa Sukma tertidur

takut ngerti sampai di mana

(39)

Kata tidak menumpuk di sel-sel penjara di butir-butir darah nyangkut di mata merah

******

Ya sering nampak sebagai tidak Tidak sering seperti ya

Ya seakan-akan tidak Tidak seolah-olah ya

Ada ya yang ketidak-tidakkan Ada tidak yang keya-yaan Ya biasa disulap jadi tidak Tidak dianggap sebagai ya Orang ya terpaksa bilang tidak Orang tidak terpaksa bilang ya Segala ya jadi kuasa

Bikin setiap tidak jadi ya Asal kami bilang ya Soal jadi tak ada Tapi jika bilang tidak Hari esok bisa binasa Hukum jadi samar Benar jadi omong besar Merdeka jadi patung-patung

******

Kami inginkan ya yang lugas Tidak yang tegas

Tapi siapakah guru kami?

Para guru sangat pandai mengajarkan upaya

Pemimpin kami amat pintar membendung segala tidak dari mulut kami

yang dibilang pengkhianat

(40)

Beribu nilai tersedia

Namun kami hanya dipilihkan

Oleh suatu rangka dan susunan keadaan Kami dikepung dan dikendalikan

Kiranya guru kami ialah kata tidak itu sendiri Tidak Beratus-ratus tidak Beribu-ribu tidak Berjuta-juta tidak Kami ucapkan tiap pagi siang, sore

dan malam harinya sampai bersiap merdeka atau gila.

Yogya, 10 Juni 1982

Syair Candu 1

kalau kamu bilang agama itu candu dengarkan allah-lah candu hidupku tuak cinta maha membeningkan pikiran melempangkan yang sebenar-benarnya jalan

jika sukmaku meminumnya badan tegak dan jiwa perkasa menyingkir rasa takut dan kesedihan sehingga takkan kubatalkan pemberontakan

para peminum kesejatian

sanggup keluar dari setiap barisan yang menghardik utuhnya kemanusiaan meski ditemani oleh hanya sunyi dan kelaparan

kamu takkan tahu bau napasnya begitu merangsang menyisihkan segala yang tampak menggiurkan menjelaskan betapa remehnya godaan

(41)

serta apa pun saja yang seolah dan seakan-akan

kalau kamu bilang agama itu candu

kuperdengarkan allah dan tak ada yang selain itu firmannya merasuki darah bagai arak suci kusandang untuk menyibak zaman ini 1985

Syair Candu 5 paduka kenyataan hamba paduka juga impian hamba luka parah hamba memburunya

semesta rahasia

tak terhingga jumlah pintunya sehingga realitas terus bekerja

kenyataan tak bisa distop langkahnya sebab terangkai oleh kemungkinan yang tak tertangkap oleh kata benda

paduka aduk mitos kenyataan padaka tertawakan kenyataan mitos ketika orang membeku di salah satunya

maka terimalah hamba

ikut berdenyut di jantung paduka

mengembarai hakikat yang betapa anehnya 1985

Hijrah

mimpiku pawai burung tanpa sayap terbang ke surga mimpiku mata rabun

nyangkut di langit hampa

(42)

disetujui oleh para nabi tapi jarang kuteliti

teori mereka mengolah bumi

kemudian tiba ke khomeiny marx, fraire, dan ali syari’ati

madrasah frankfurt, ngo pinggir kali berperang brubuh di rumah sini

di wajah beberapa kawan

nama-nama itu menjelma siluman ketika tangan mereka acungkan terciptalah mesin percetakan

aku jatuh terjengkang tolol di pojok jalan

hanya sanggup berpamitan hijrah ke semesta pengembaraan 1985

Ambil SI Penari Untuk Tariannya Dzu Walayah membawaku mengembara.

Telah berulangkali kukunjungi tempat-tempat itu, namun bersamanya menjadi berubah cara berjalanku serta menjelma baru mata-pandangku. Kuajukan kepadanya beribu-ribu pertanyaan seperti Ibrahim menggalah beribu-ribu bintang, kureguk jawaban-jawabannya yang mesra bagai anak kambing menyusu puting induknya.

Namun, tentang satu hal, Dzu Walayah selalu menghindar, ialah tentang wihdatul wujud, Allah dengan hambaNya manunggal.

Tatkala kami duduk-duduk istirah di tepian pantai, ia meminta – “Ambil seciduk dua ciduk air samudera untukmu, sisakan ombaknya berikan

kepadaku.”

Ketika di malam hari aku merasa kedinginan oleh hembusan angin yang amat kencang, ia lepaskan kain sarungnya dan berkata – “Pakailah ini untuk selimutmu, tapi helai-helai benangnya biarlah untukku.”

Dan ketika di lapangan pojok dusun itu bersama-sama kami

(43)

Dzu Walayah menggamit pundakku – “Pergilah ambil penari itu untukmu, tapi terlebih dahulu berikan kepadaku tariannya.”

1987

Tuhan Sudah Sangat Populer Satu

Tuhan sudah sangat populer Nama-Nya dihapal luar kepala Sehingga amat jarang ada

Orang yang sungguh-sungguh mengingat-Nya

Tuhan sudah sangat populer

Seperti matahari tak pernah tak bercahaya Sehingga hanya kadang-kadang saja Orang menyadari ada dan peran-Nya

Tuhan sudah sangat populer Baik di kota maupun di desa

Kalau terasa tak ada, orang menanyakan-Nya Ketika jelas, ada orang melupakan-Nya 1987

Ajari Aku TIdur tuhan sayang ajari aku tidur

seperti dulu menemuimu di rahim ibu sesudah lahir menjadi anak kehidupan sesudah didera tatakrama, pendidikan, politik dan kebodohan

bisaku cuma tertidur tertidur

tuhan sayang tak kurang-kurang engkau menghibur tapi setiap kali badan terbujur ruhku bangkit

memekik-mekik!

hidupku jadi ngantuk, luar biasa ngantuk tanpa pernah bisa sungguh-sungguh tidur

(44)

di siang dunia berseliweran kecemasan orang-orang berburu prasangka

menumpuk salah paham terhadap kehidupan memburu dugaan, bersandar pada bayangan mengulum batu-batu akik, aku ngantuk sungguh-sungguh ngantuk

di malam segala nina bobo yang menenggelamkan tak mampu kubaringkan mati kecilku

ajari mati, ya tuhan sayang, ajari aku mati nasib sejarah menggumpal di jantungku jantung mengerjat-ngerjat

tapi tak pingsan

telah beribu kali

jantung meledak tak mati-mati tuhan sayang, ya tuhan sayang rinduku amat tua

dan sakit 1986

Membela Diri

sayang, kenapa harus membelah diri kalau sampai begini sakit

untuk menyatu kembali

merekah engkau jadi kita jadi tuan dan hamba panjang jarak tak terkira

sayang, o sayang

jangan bilang sekedar satu dua hari jangan katakan hanya sebatas matahari

sebab bergulat harus sedemikian nyeri jatuh bangun mencari

(45)

1986

Menertawakan Diri Sendiri Bermakna lebih dari segala ilmu Ialah menertawakan diri sendiri Sesudah kegagahan dipacu

Tahu langkah tak sedalam tangis bayi

Kelahiran dan maut memain-mainkan Kita jadi perlu sekeras ini bersitegang Padahal gua Ibunda tak di masa silam Dan kematian tak nunggu di usia petang

Nyembah puisi, buku dikeloni, sejarah dibongkar Kemudian sumpeg dan ngerti kita terbongkar sendiri Maka laron tahu usia tak sampai semalam

Maka kita pilih saat wajah sendiri dilecehkan

Membantu malaikat ngerjakan tugas dari Ki Dalang Melakonkan cilukba wayang pergantian siang malam Heran kenapa Chairil minta cuma seribu tahun lagi Padahal jelas jatah kita abadi

1985

Tidur Hanya Bisa Padamu Tidur hanya bisa padaMu

Ketika larut badan tak mengada Sudah khatam segala tangis rindu Tinggal jiwa kusut dan sebuah lagu

Jiwa terajah luka

Bersujud sepanjang masa Di peradaban yang sakit jiwa Hanya bisa kupeluk guling rahasia

Tidar hanya bisa padaMu

Ya kekasih, tidur hanya bisa padaMu Kalau tak kau eluskan tangan

(46)

Bangunku tetap jua ke dunia

Sejak semula telah kuikrarkan

Cuma engkau sajalah yang kudambakan Dengan sangat kumohonkan tidur abadi Agar kumasuki bangun yang sejati 1986

Sajak Garuda

SELALU TERDENGAR OLEHKU SUARA, DARI PARUH GARUDA ITU :

kalau kau hisap darah rakyatku, akan kutagih darah itu

kalau kau ambil tanah mereka, akan kusengsarakan hari tuamu kalau kau rebut hak mereka, akan kubatalkan kebahagiaanmu kalau kau rampok kenyang mereka, akan kulaparkan anak cucumu dan,

kalau kasih Tuhan kepada mereka kau halangi, mayatmu tak 'kan kuhormati

KALAU TELINGAKU KELIRU,

PASTI GARUDA HANYALAH GAMBAR DUNGU Doa Pesakitan

GUSTI,

seperti kapan saja kami para hamba

tak berada di mana-mana melainkan di hadapan Mu jua ini sangat sederhana

(47)

tetapi kami sering lupa

sebab mengalahkan musuh-musuh Mu yang kecil saja, kami tak kuasa

GUSTI,

inilah tawanan Mu

tak berani menengadahkan muka mripat kami yang terbuka

telah lama menjadi buta sebab menyia-nyiakan dirinya dengan hanya menatap hal-hal maya GUSTI,

cinta kami kepada Mu tak terperi namun itu tak diketahui

oleh diri kami sendiri maka tolong ajarilah kami

agar sanggup mengajari diri sendiri menyebut nama Mu seribu kali sehari karena meski hanya sehuruf saja dari Mu takkan tertandingi

GUSTI,

kami berkumpul disini

untuk mengukur keterbatasan kami melontarkan beratus beribu kata seperti buih-buih

melayang-layang di udara diisap kembali oleh Maha Telinga sehingga tinggal jiwa kami termangu menunggu ishlah dari Mu

agar jadi bening dan tahu malu GUSTI,

kami pasrah sepasrah-pasrahnya kami telanjang setelanjang-telanjangnya kami syukuri apapun

sebab rahasia Mu agung tak ada apa-apa yang penting

(48)

dalam hidup yang cuma sejenak ini kecuali berlomba lari

untuk melihat telapak kaki siapa yang paling dulu menginjak halaman rumah Mu

GUSTI, lihatlah

mulut kami fasih

otak kami secerdik setan jiwa kami luwes

bersujud bagai para malaikat Mu namun saksikan

adakah hidup kami mampu begitu ? langkah kami yang mantap dan dungu hasil-hasil kerja kami yang gagah dan semu arah mata kami yang bingung dan tertipu akan sanggupkah melunasi hutang kami kepada kasih cinta penciptaan Mu ? GUSTI,

masa depan kami sendiri kami bakar namun Engkau betapa amat sabar peradaban kami semakin hina namun betapa Engkau bijaksana kelakuan kami semakin nakal namun kebesaran Mu maha kekal nafsu kami semakin rakus

tapi betapa rahmat Mu tak putus-putus kemanusiaan kami semakin dangkal sehingga Engkau menjadi terlampau mahal GUSTI,

kamilah pesakitan

di penjara yang kami bangun sendiri kamilah narapidana

yang tak berwajah lagi kaki dan tangan ini kami ikat sendiri

(49)

maka hukumlah dan ampuni kami dan jangan biarkan terlalu lama menanti abracadabra kita tiarap

karena tak ada janji peluru itu tidak untuk ditembakkan ke jidat kita abracadabra kita sembunyi

karena kata merdeka masih belum selesai diperdebatkan abracadabra kita masuk liang-liang gelap

karena tak ada siapa-siapa yang menjamin apa-apa abracadabra kita cuma bisa mabuk

sehingga kita tidak tahu bahwa kita mabuk abracadabra kita semakin mabuk

karena setiap ingatan terlalu menusuk Tuhan, kamu jangan tertawa

nyawa kami tidak hilang, hanya ketlingsut entah dimana dengarkan tetap kami puja keperkasaan Mu

dalam kekaguman kami kepada diri kami sendiri yang tetap bisa hidup

tanpa hak bicara dan peluang untuk berbagi

tidakkah kamu terharu menyaksikan kepengecutan kami ? dan mungkinkah kamu mengutuk rasa takut dalam jiwa kami sedangkan ketakutan adalah anugerah Mu sendiri ?

=ABRACADABRA, KITA SEMBUNYI...=

abracadabra otak kita bercanggih-canggih mengembara

berebut thema-thema yang tak ada hubungannya dengan apa-apa abracadabra kita berjoget

karena sisa rakhmat Mu yang bisa dinikmati hanyalah situasi-situasi lupa abracadabra kita meniup balon-balon kosong

abracadabra kita menggelembungkan tahayul agama halusinasi politik dan mitos-mitos kesenian

abracadabra kita bercumbu dengan gincu ilmu omong kosong abracadabra kita jatuh

terserimpung oleh langkah kita sendiri abracadabra kita berlari ke utara tiba-tiba dihadang oleh selatan

(50)

abracadabra kita terjun ke air, ternyata batu abracadabra kita mengulum api

kita tersenggak oleh asap-asap yang semakin membumbung ke ubun-ubun kita

abracadabra baru kita tahu apa yang dianggap mengganggu ketenteraman ? ialah

KEBENARAN

abracadabra gerangan apa yang bagi mereka merusak tatanan ? ialah

KEADILAN

abracadabra dan apa kiranya puncak kejahatan ? namanya

KEBEBASAN 1994

Rumah Cor Api demi keadilan

hukum disingkirkan demi kebenaran

pengabulan ganti rugi dibatalkan demi ketenteraman

air ludah harus kembali ditelan

karena cahaya kemajuan harus memancar

maka panduan dan penerangan harus luas tersebar karena program - program pembangunan harus lancar maka terkadang pasar ini dan bangunan itu harus dibakar lihatlah rumah - rumah cor api

lihatlah gedung - gedung berdiri di atas kuburan batu - batanya terbuat dari kesengsaraan dan airmata tembok - temboknya rekat oleh akumulasi ratapan

tiang - tiangnya tegak karena disangga oleh pengorbanan diseberang itu engkau memandang

rumah - rumah didirikan dekat di sisiku aku saksikan

(51)

rumah - rumah digilas dan dirobohkan nun disana engkau melihat

rumah - rumah disusun - susun nun disini aku menatap

perduduk terusir berduyun - duyun ketika engkau berdiri di depan

hamparan tanah luas yang engkau beli untuk mendirikan ratusan rumah

dan ribuan pemukiman manusia abad 21 pernahkah terlintas di kepalamu

ingatan tentang beribu - ribu saudara - saudaramu yang kehilangan tanahnya

pernahkah engkau ingat betapa beribu - ribu orang itu tak dianggap memiliki hak untuk mempertahankan tanahnya dan ketika mereka terpaksa menjualnya

mereka juga tak dianggap memiliki hak untuk menentukan harga petak - petak tanah mereka

ketika engkau menempati rumah itu

tahukah engkau, siapa nama tukang -tukang yang menumpuk bata - batanya

yang mengangkut pasir dan memasang genting - genting ketika engkau memijakkan kakiku di lantai rumahmu dan meletakkan punggungmu di kasur ranjang pernahkan engkau catat kemungkinan muatan korupsi dan kolusi di dalam proses pembuatannya sejak tahap tender

sampai pemasangan cungkup puncaknya bagi berjuta - juta saudara - saudaramu yang tak senasib dengan denganmu

yang bertempat tinggal tidak di pusat uang dan kekuasaan pernahkah engkau sekedar berdoa saja

(52)

dunia sudah amat tua

darahnya kita hisap bersama - sama kehidupan semakin rapuh

dan sakit kita tidak semakin sembuh langit robek - robek

badan kita akan semakin dipanggang hawa panas sejumlah pulau akan tenggelam

lainnya menjadi rawa - rawa anak cucumu akan hidup sengsara karena ransum alam bagi masa depan telah dihisap dengan semena - mena 1994

Tak Kunjung Datang aku nantikan

kami rindukan

telinga yang mendengarkan hati yang mengerti

di negeri ini berpuluh tahun terasa ngunngun

kami mencari dan bingung pemimpin yang paham dan melapangkan tak kunjung datang ataukah memang

tak dilahirkan oleh Tuhan aku dambakan

kami impikan

pidato yang menentramkan perlakuan sejuk dan pembebasan sekian lama

engkau janjikan horison keterbukaan

bukan penyempitan dan pengkotakan tetapi kapan ?

(53)

jaman berlalu dan menipu

kau tak belajar memahami selain mau mu sendiri tak tau beda

antara penguasa dan pemimpin bangsa

Tembok Gelombang sekuat - kuat gelombang harus lebih kuat tembok karena puncak kekuasaan adalah ideologi gembok

tembok didirikan sekukuh - kukuhnya agar gelombang terbentur sia - sia gelombang direndam

menjadi ombak semilir gelombang itu alam tembok itu teknologi

kekuasaan timbul tenggelam sedang jiwamu abadi ( 2 )

berhentilah memenjaraku

sebab jeruji besi dan sel pengurungku terletak di dalam dadamu sendiri tanpa bisa kemanapun kau pindahkan kalau kau usir

kau pikir kemana aku hendak pergi

sedang lubuk jiwamu itulah alam semestaku aku berumah di keremangan jiwamu

(54)

jadi berhentilah mendirikan tembok - tembok

karena toh aku bukan gumpalan benda yang bisa kau kurung tak usah pula repot membakar dan memusnahkanku

sebab toh hakekatku memang musnah dan tiada kau sang aku ini gerak atau semacam gerakan padahal tak kupunyai apapun yang bisa kugerakkan dan apabila kau jumpai bayangan gerak

pada yang kau sebut aku

hendaklah jelas bagimu bahwa hanya Tuhan yang sanggup memantulkan diriNya sendiri

aku membesar - besarkanmu dan kau membesar - besarkanku kita saling merasa terancam oleh enerji yang mendesak - desak padahal ia hanyalah air nuranimu sendiri yang menggelombang dan sebagaimana udara yang berhembus

ia berasal dari ruh uluhiyah kita sendiri kita saling memandang melalui metoda benda

kita saling bersentuhan lewat tahayul peristiwa - peristiwa padahal di awal dan akhir nanti akan ternyata

yang kita sangka kita bukanlah kita engkau bisa menangkap benda tapi geraknya luput dari kuasamu engkau bisa menghentikan peristiwa tetapi arusnya lolos dari cengkeramanmu engkau bisa membendung air

tapi gelombangnya melompatimu ke masa depan engkau bisa membuntu udara

tapi tenaganya memergokimu di tempat yang tak kau duga jadi sudahlah

untuk apa kau bungkam mulutku

sedangkan yang bersuara adalah mulutku untuk apa engkau stop langkahku

(55)

sedangkan yang berjalan adalah sanubarimu sendiri sedangkan yang bergema adalah pekikan hatimu sendiri bergaung melintasi segala angkasa

menembus seluruh langit

mengatasi negara - negara dan propinsi - propinsi melompati kepulauan, samudera dan benua - benua maka untuk apa engkau bungkam suaraku

karena toh kesunyian lebih berteriak dibandingkan mulutku untuk apa kau habiskan tenaga

untuk membangun pagar dan rambu - rambu sedang setiap menjelang tidur

selalu engkau diseret kembali oleh gelombang itu 1994

Kambing

kambing semacam itu pernah kau jumpaikah yakni yang menyusu ke putingnya sendiri sehingga tulang punggungnya patah dan anak-anaknya haus roboh terkulai kambing semacam itu pernah kau jumpaikah yang membuntu lobang putingnya sendiri seluruh air susu tubuhnya ia monopoli hingga akhirnya mati sendiri

hanya manusialah yang demikian

jenis hewan yang diperbudak keserakahan mencakar-cakar orang lain dengan kuku setan sesudah uzur usia baru disiksa kecemasan kata almuhammadi itulah jenis kebodohan orang tak belajar kepada zakat dan kasih makin kaya makin ditimpa kemiskinan akhirnya dari jiwanya sendiri tersisih 1986

(56)

Selamatan

telah kuikhlaskan rasa sakit itu sebelum terjadi ketika dan sesudahnya

telah kutaburkan di wajahmu wewangian kembang dan kupanjatkan doa ampunan bagimu

tapi aku tak berhak mewakili hati rakyatmu

sebab tenaga untuk menegakkan kakiku sendiri ini kupinjam dari mereka

aku tak memiliki harkat kedaulatan mereka serta tak kugenggam kuara nurani mereka yang diterima dari Tuhan

oleh karena itu

jika engkau mengharapkan keselamatan di esok hari temuilah sendiri ruh mereka

kalau matahari digelapkan kalau tanah titipan dirampas kalau udara disedot

kalau malam disiangkan dan siang dimalamkan kalau hak akal sehat dibuntu

hendaklah siapapun ingat bahwa aku tak berhak menawar apa sikap Tuhanku atas kebodohan itu

oleh karena itu

jika engkau masih mungkin percaya

bahwa engkau butuh keselamatan esok pagi ketuklah sendiri pintu Tuhan yang sejak lama mengasingkan diri dirumah nurani rakyatmu 1994

Referensi

Dokumen terkait

Sidik ragam analisis jumlah klorofil daun karet (mg/L)

Latasir adalah lapis penutup permukaan jalan yang terdiri atas agregat halus atau pasir atau campuran keduanya dan aspal keras yang dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam

This complaint belongs to blaming complaint in which Gardner uses the strategy of Explicit Condemnation of. the accused’s

Simulation means simulate a real life activity.The objectives of this research are to describe a) how the implementation of simulation in teaching speaking skill and b)

Menentukan kondisi operasi yang optimal (daya microwave , lama waktu ekstraksi, dan rasio antara bahan baku yang akan diekstrak dengan pelarut yang digunakan) dari

mendayagunakan zakat secara produktif sebagai pemberian modal usaha yang tujuannya adalah supaya zakat tersebut dapat berkembang. Zakat didayagunakan dalam rangka

Penelitian ini menghasilkan sebuah rancangan aplikasi data warehouse yang mengintegrasikan data demografi penduduk, data anggaran, data potensi dan data usulan

Posisi kurikulum di jenjang pendidikan tinggi memang berbeda dari jenjang pendidikan dasar dan menengah. Jika kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah lebih