• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN. 4.1 Metode Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN. 4.1 Metode Penelitian"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Dalam rangka mengkaji secara mendalam tentang pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan dilakukan dengan Metode Studi Kasus. Metode Studi Kasus adalah metode yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan terhadap suatu kesatuan sistem, baik berupa program, kegiatan, pristiwa, atau sekelompok individu yang terikat oleh tempat ataupun waktu (Sevilla et al. 1993). Metode studi kasus merupakan salah satu dari jenis-jenis penelitian deskriptif. Studi kasus dalam penelitian ini adalah pengelolaan mangrove di Desa Pabean Udik. Metode Studi Kasus dilaksanakan untuk mendeskripsikan kegiatan dan kesatuan sistem mengenai ekosistem mangrove yang terdapat di Desa Pabean Udik secara berkelanjutan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pabean Udik, Kecamatan Indramayu, Propinsi Jawa Barat (Lampiran 1). Pertimbangan dalam pemilihan Desa Pabean Udik sebagai lokasi penelitian karena masyarakatnya memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadap ekosistem mangrove (Dinas Kehutanan Indramayu, 2013). Keberadaan ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik tahun 1990 sudah mengalami kerusakan akibat dikonversi menjadi budidaya udang dan bandeng. Namun kemudian pada tahun 2002 masyarakat desa memperbaiki dengan melakukan program rehabilitasi dan konservasi. Perkembangan tersebut menunjukkan adanya prospek pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan di wilayah pesisir yang penduduknya sangat bergantung pada sumberdaya mangrove. Pengambilan data dilapang dilakukan selama dua bulan yaitu bulan September sampai Nopember 2013. Analisis data dan penulisan tesis dilakukan bulan desember 2013 sampai bulan September 2014.

4.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Responden adalah nelayan jaring udang, nelayan penangkap ikan belanak, nelayan penangkap kerang dan kepiting, anggota Kelompok Tani Jaka Kencana serta beberapa stakeholder yaitu kepala Bappeda, kepala Dinas Kehutanan dan staf, Kepala DKP dan staf, Kepala DLH dan staf.

(2)

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Dinas Kelautan, Dinas Kehutanan, Bappeda, laporan studi penelitian dan publikasi ilmiah. Jenis dan sumber data secara rinci disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian

No Tujuan Penelitian Data yang

dibutuhkan

Jenis Data Sumber Data Metode

Analisis Data 1. Mengidentifikasi

keterkaitan ekonomi ekosistem mangrove dengan produksi udang di Desa Pabean Udik.

Produksi udang (ton) Jumlah jaring udang Jumlah trip Luas mangrove (ha) Effort Indeks Harga Konsumen Data Sekunder DKP Indramayu Monografi Desa Pabean Udik BPS Jakarta Analisis ekonomi keterkaitan ekosistem mangrove dengan produksi udang 2. Mengestimasi nilai

ekonomi total dari ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik.

Produksi belanak Produksi kerang Produksi kepiting Produksi sirop Biaya menangkap ikan belanak, kerang, dan kepiting Biaya untuk membuat sirop Harga pasar ikan

belanak, kerang, kepiting, dan sirop Bahan dan biaya untuk membuat pemecah gelombang Panjang pantai untuk pembangunan pemecah gelombang Nilai biodiversity ekosistem mangrove Luas mangrove (ha) Harga 1 $ dalam rupiah Data Primer Data Sekunder Hasil wawancara dengan nelayan penangkap ikan belanak, kerang, dan kepiting Hasil wawancara dengan anggota Jaka Kencana Valuasi ekonomi ekosistem mangrove 3. Menentukan status

keberlanjutan Indikator dan skor keberlanjutan ekosistem mangrove Data Primer Data sekunder Hasil wawancara dengan pakar Informasi Jurnal, FAO, LEI and CIFOR dan laporan ilmiah tentang

Analisis Rap_ Mforest

(3)

No Tujuan Penelitian Data yang dibutuhkan

Jenis Data Sumber Data Metode

Analisis Data analisis keberlanjutan 4. Menentukan optimasi dinamik pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik

Luas mangrove (ha)

Nilai ekonomi total ekosistem mangrove Laju pertumbuhan luas mangrove Laju penurunan luas mangrove PDRB sektor perikanan Data sekunder DKP Indramayu BPS Indramayu Analisis Dinamik 5. Alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan di Desa Pabean Udik. Nilai perbandingan menurut pakar berdasarkan struktur AHP Data

Primer Hasil wawancara dengan pakar

Analytical Hierarchy Process

(AHP)

4.4 Metode Pengambilan Contoh

Penentuan responden dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling), yaitu metode penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut mencakup sifat spesifik responden/sampel seperti menjalankan kegiatan sesuai dengan kajian, mampu berkomunikasi dengan baik, memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai masalah yang dimaksud, serta memiliki keterlibatan langsung dalam kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan ekosistem mangrove.

Responden dalam penelitian ini adalah nelayan yang menangkap udang dan para pemanfaat ekosistem mangrove. Nelayan yang menjadi responden sebagian besar adalah nelayan yang menjadi anggota kelompok tani Jaka Kencana. Jumlah responden terhitung 70 orang terdiri dari 30 orang nelayan yang menangkap udang, 10 orang nelayan ikan belanak, 10 orang nelayan yang menangkap kerang, 10 orang nelayan yang menangkap kepiting dan 10 orang yang memproduksi sirop mangrove. Responden pakar adalah sebanyak 11 orang yang terdiri dari kalangan akademisi, peneliti, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan institusi pemerintahan, rincian responden dapat dilihat pada Lampiran 2.

(4)

4.5 Metode Analisis Data

4.5.1 Analisis ekonomi keterkaitan antara mangrove dan udang

Berdasarkan Barbier dan Ivar (1998), pendugaan keterkaitan mangrove dan perikanan, secara matematis dapat dituliskan seperti persamaan berikut:

h = qαEM - q2/r E2 ...(1)

diasumsikan stok udang konstan dengan X1 = X1+1 = X akan digunakan sebagai kondisi steady state. Y = aEM – bE2 a=qα ; b= - q2/r, sehingga b1=qα ; b2 = - q2/r Sehingga: ...(2) MPM= ∂h/∂M...(3) Eoptimal = ∂h/∂M=0 Eopt = qα...(4) MPE= ∂h/∂E= qαM – 2E...(5) Moptimal= ∂h/∂E = 0 Mopt = 2E/qα...(6) dan dhA = dM...(7) pdhA = dM...(8) Keterangan :

b1 = Mangrove area (M) x Effort (E) b2 = Effort Squared (E2)

q = Koefisien penangkapan M = Luas mangrove (ha)

E = Effort (Upaya Penangkapan) r = tingkat pertumbuhan intrinsik

MPM = Marginal produktifitas dari area mangrove

MPE = Marginal produktifitas dari upaya penangkapan

(5)

pdhA = Perubahan keseimbangan harga 4.5.2 Valuasi Ekonomi

Identifikasi manfaat dan fungsi ekosistem mangrove di Pabean Udik, Indramayu, nilai-nilai yang diidentifikasi adalah:

a. Nilai Manfaat Langsung

Nilai manfaat langsung (direct use value) adalah barang dan jasa yang terkandung dalam suatu sumberdaya yang secara langsung dapat dimanfaatkan. Harga pasar dari suatu sumberdaya akan digunakan untuk menghitung nilai guna langsung dari ekosistem mangrove. Harga pasar adalah harga penjualan lokal untuk produk yang dipasarkan dengan menggunakan harga bersih. Berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup, 2010 nilai guna langsung diformulasikan sebagai berikut:

DUVi= (HPi x Pi x JNi) – BPi...(1) Keterangan:

DUVi = Direct Use Value komoditi i (Rupiah) Hpi = Harga pasar komoditi i (Rupiah/kg) Pi = Produksi komoditi i (kg/per tahun/ orang) Jni = Jumlah nelayan komoditi i (populasi)

Bpi = Biaya produksi komoditi i untuk semua nelayan (Rupiah)

I = Jenis komoditi yang terdiri dari udang, ikan belanak, kerang, kepiting dan sirop mangrove

Nilai manfaat langsung dari ekosistem mangrove di Pabean Udik dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

DUV = Direct Use Value DUV1 = Udang (Rupiah)

DUV2 = Ikan Belanak (Rupiah)

DUV3 = Kepiting (Rupiah)

DUV4 = Kerang (Rupiah)

(6)

b. Manfaat tidak langsung (Indirect Use Value)

Nilai tidak langsung adalah barang dan jasa yang ada karena keberadaan suatu sumberdaya yang tidak secara langsung dapat diambil dari sumberdaya alam tersebut. Adapun manfaat tidak langsung di Desa Pabean Udik terdiri dari:

Pemecah Gelombang

Nilai manfaat pemecah gelombang dihitung dengan pendekatan replacement cost, yaitu biaya yang diperlukan untuk membuat tanggul sebagai pengganti fungsi ekosistem mangrove untuk pemecah gelombang, formulasi replacement cost adalah:

IUV1 = Bpg x Mpg ...(3) Keterangan:

IUV1 = Nilai pemecah gelombang (Rupiah)

Bpg = Biaya pembuat pemecah gelombang (Rupiah)/ m

Mpg = Panjang tanggul yang dibuat sebagai pemecah gelombang (m)

Tempat Pemijahan

Manfaat tidak langsung kedua adalah sebagai tempat pemijahan dengan tingkat mortalitas benih udang sebesar 20 % dengan menggunakan rumus:

NTP = ((g x h) + h) x Pu x M ...(4) Keterangan =

NTP = Nilai ekosistem mangrove sebagai tempat pemijahan (Rupiah) g = Tingkat mortalitas benih udang (persen)

h = Produksi udang dari hasil model regresi dengan menggunakan model Barbier dan Ivar tahun 1998 (kg)

Pu = Harga benih udang (Rupiah per kg) M = Luas hutan mangrove (ha)

Penyimpan Karbon

Nilai penyimpan karbon diformulasikan sebagai berikut:

IUV2= JK x HK x LH...(6)

Keterangan:

IUV2 = Nilai penyimpan karbon

JK = Jumlah karbon (per ha per tahun), (benefit transfer Suparyogi, 2012 yaitu sebesar 46.67 ton per ha per tahun)

(7)

HK = Harga karbon (rupiah), (FAO, 2012) yaitu $ 6.1 per ton LH = Luas hutan mangrove (ha)

Jumlah karbon yang terkandung di dalam ekosistem mangrove menggunakan hasil penelitian Suprayogi (2012) di Propinsi Pantai Timur Kota Banda Aceh yaitu sebesar 46.67 ton per ha per tahun. Asumsi bahwa ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik dan Pantai Timur Kota Banda Aceh diasumsikan memiliki kesamaan karakteristik. Kondisi mangrove pada tahun 2013 di Desa Pabean Mudik merupakan mangrove alami yang begitu juga ekosistem mangrove yang ada di Banda Aceh. Ekosistem mangrove di kedua tempat ini sudah mengalami kerusakan akibat dikonversi menjadi budidaya udang dan bandeng.

Nilai total dari manfaat tidak langsung dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

IUV = Indirect Use Value IUV1 = Pemecah Gelombang

IUV2 = Tempat Pemijahan

IUV3 = Penyimpan Karbon c. Non Use Value

Nilai non guna adalah nilai yang dirasakan oleh individu atau masyarakat terhadap SDAL yang independen terhadap pemanfaatan saat ini maupun mendatang (Fauzi, 2014). Nilai biodiversity dihitung dengan metode benefit transfer. Nilai yang digunakan merupakan hasil penelitian Ruitenbeek tahun 1992 di Irian Jaya, yaitu US $ 15/ha/tahun. Nilai biodiversity di Irian Jaya dilakukan tahun 1992, sehingga perlu dilakukan compound ke tahun 2013 dengan rumus sebagai berikut:

V2013= V 1992 (1 + i)t...(7)

Keterangan:

V = Nilai biodiversity ekosistem mangrove Irian Jaya i = Tingkat suku bunga

t = Banyaknya waktu (tahun)

Nilai compound tersebut perlu disesuaikan karena daya beli dan harga-harga di Pabean Udik, Kabupaten Indramayu berbeda dengan di Irian Jaya, penyesuaian

(8)

menggunakan pendekatan dengan mengalikan nilai biodiversity yang sudah di compound dikalikan dengan luas ekosistem mangrove dan dikalikan dengan proporsi UMK Indramayu dibagi UMK Irian Jaya. Rumus nilai biodiversity ekosistem mangrove Pabean Udik tahun 2013 adalah:

(8) Keterangan:

N = Nilai biodiversity ekosistem mangrove di Pabean Udik tahun 2013 V = Nilai biodiversity ekosistem mangrove Irian Jaya

M = Luas ekosistem mangrove (ha) UMK = Upah Minimum Kota (Rupiah)

Total Economic Value (TEV) diformulasikan sebagai berikut: TEV= DUV + IUV + NUV

Keterangan :

DUV = Direct Use Value IUV = Indirect Use Value NUV = Non Use Value

4.5.3 Analisis keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove

Dalam menggambarkan keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik digunakan pendekatan Rap-Mforest untuk penilaian keberlanjutan sistem pengelolaan hutan mangrove, (Pattimahu, 2010) yang terdiri dari tahapan sebagai berikut:

1. Tahap penentuan indikator-indikator ekosistem hutan mangrove secara berkelanjutan untuk masing-masing dimensi (ekologi, ekonomi, dan sosial) dan multidimensi.

2. Tahap penilaian setiap indikator dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan untuk setiap faktor dan analisis ordinasi yang berbasis metode multidimensional scaling (MDS).

3. Tahap penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove berkelanjutan di Desa Pabean Udik, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Propinsi Jawa Barat.

(9)

Kemudian dilanjutkan dengan skoring, yang didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan rapfish. Setelah itu, dilakukan MDS untuk menentukan posisi relatif dari perikanan terhadap ordinasi good dan bad. Untuk setiap indikator pada masing-masing dimensi diberikan skor yang mencerminkan kondisi keberlanjutan dari dimensi yang dikaji. Rentang skor ditentukan berdasarkan kriteria yang dapat ditemukan dari hasil pengamatan dan analisis data sekunder. Rentang skor berkisar antara 1-3, tergantung pada keadaan masing-masing indikator yang diartikan mulai dari buruk sampai baik. Nilai buruk mencerminkan kondisi paling tidak menguntungkan bagi pengelolaan ekosistem hutan mangrove berkelanjutan, sebaliknya nilai baik mencerminkan kondisi paling menguntungkan.

Indikator-indikator dan skor yang akan digunakan untuk menilai kondisi keberlanjutan sistem pengelolaan hutan mangrove di Desa Pabean Udik diperoleh dari studi pustaka CIFOR dan LEI menyangkut sustainable forest management (SFM), serta berdasarkan pengamatan di lapangan sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Indikator-indikator dan skor keberlanjutan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Indikator-indikator dan skor keberlanjutan ekosistem mangrove Dimensi dan Indikator Skor Baik Buruk Keterangan A Dimensi Ekologi

1 Perubahan keragaman habitat 1;2;3 3 1 (1) Banyak;

(2) Sedikit; (3) Tidak ada

2 Struktur Relung Komunitas 1;2;3 3 1 (1) Banyak;

(2) Sedikit Perubahan; (3) Tidak Menunjukkan Perubahan

3 Ukuran Populasi dan Struktur

Demografi ekosistem mangrove 1;2;3 3 1 (1)Sangat Berubah; (2) Sedikit Berubah; (3) Tidak Berubah

4 Tingkat Keragaman Hutan

Mangrove 1;2;3 3 1 (1)Tidak beragam; (2) Cukup Beragam; (3) Sangat Beragam

5 Perubahan Kualitas Air 1;2;3 3 1 (1)Banyak; (2) Sedikit; (3)

Tidak Ada

6 Rantai Makanan dan Ekosistem 1;2;3 3 1 (1) Banyak terkontaminasi;

(2) Sedikit

Terkontaminasi; (3) Tidak Terkontaminasi

7 Rehabilitasi Ekosistem

Mangrove 1;2;3 3 1 (1) Ada, (2) Sedang, (3) Banyak

B Dimensi Ekonomi

1 Pemanfaatan Mangrove oleh

masyarakat 1;2;3 3 1 (1) Rendah; (2) Sedang; (3) Tinggi

(10)

Dimensi dan Indikator Skor Baik Buruk Keterangan

Ekosistem Mangrove Tersedia

3 Keuntungan dari pemanfaatan

ekosistem mangrove 1;2;3 3 1 (1) Ada; (2) Sedang; (3) Banyak 4 Zonasi Pemanfaatan Lahan

ekosistem mangrove 1;2;3 3 1 (1)Tidak tersedia; (2) Tersedia, tapi belum dipatuhi; (3) Tersedia dan dipatuhi

5 Pendapatan Masyarakat dari pemanfaatan ekosistem mangrove

1;2;3 3 1 (1) Tidak ada; (2) Sedikit; (3) Banyak

6 Hasil Inventarisasi pemanfaatan

ekosistem mangrove 1;2;3 3 1 (1) Tidak Tersedia; (2) Tersedia 7 Peran mangrove terhadap

pembangunan wilayah 1;2;3 3 1 (1) Kecil; (2) Sedang; (3) Besar 8 Marjinal produktivitas dari area

mangrove (MPM) 1;2;3 3 1 (1) Rendah-tidak berkelanjutan, (2) Sedang-kurang berkelanjutan, (3) Tinggi-berkelanjutan C Dimensi Sosial

1 Kebijakan dan Perencanaan pengelolaan ekosistem mangrove

1;2;3 3 1 (1) Tidak Ada; (2) Ada tapi tidak dilaksanakan; (3) ada dan dilaksanakan 2 Koordinasi Antar Lembaga 1;2;3 3 1 (1) Tidak Ada; (2) Ada

tapi tidak dilaksanakan; (3) ada dan dilaksanakan 3 Akses masyarakat lokal

terhadap hutan mangrove 1;2;3 3 1 (1) Tidak punya sama sekali; (2) Rendah; (3) Tinggi

4 Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya ekosistem

mangrove

1;2;3 3 1 (1) Rendah; (2) Sedang; (3) Tinggi

5 Tingkat Pendidikan Masyarakat 1;2;3 3 1 (1) Di bawah rata-rata nasional; (2) Sama dengan rata-rata nasional; (3) Di atas rata-rata nasional 6 Kerusakan ekosistem mangrove

oleh masyarakat 1;2;3 3 1 (1) Besar; (2) Sedang; (3) Kecil 7 Pola Hubungan Antar

Stakeholder

1;2; 3 1 (1) Tidak saling

menguntungkan; (2) Saling menguntungkan

8 Pengetahuan Masyarakat

tentang hutan mangrove 1;2;3 3 1 (1) Rendah; (2) Sedang; (3) Tinggi 9 Peran Serta Masyarakat dalam

pengelolaan hutan mangrove 1;2;3 3 1 (1) Rendah; (2) Sedang; (3) Tinggi

D Dimensi Hukum/Kelembagaan

1 Ketersediaan peraturan formal dan informal pengelolaan Ekosistem Mangrove

0;1 1 0 Susilo (2003), Trimulyani (2013):

(0) Tidak ada, (1) Ada 2 Ketersediaan personel penegak

hukum di lokasi atau lembaga pengawas lokal

0;1;2 2 0 Susilo (2003) : (0) Tidak ada,

(11)

Dimensi dan Indikator Skor Baik Buruk Keterangan

lokasi

(2) Ada, selalu berada di lokasi

3 Keterlibatan Stakeholder 0;1;2 2 0 RapMangrove :

(0) Tidak ada (1) Ada

(2) Ada-Sedikit terlibat 4 Peranan kelembagaan formal

yang mendukung pengelolaan ekosistem mangrove

0;1;2 2 0 (0) tidak ada

(1) ada, tidak berperan (2) ada, berperan 5 Ketersediaan peraturan

informal pengelolaan ekosistem mangrove

0;1 1 0 (0) tidak ada

(1) ada 6 Ketersediaan dan peran tokoh

masyarakat local 0;1;2 2 0 (0) tidak ada (1) ada, tidak berperan (2) ada, berperan 7 Peranan kelembagaan lokal

(informal) yang mendukung pengelolaan sumberdaya Mangrove

0;1;2 2 0 RapMangrove :

(0) tidak ada

(1) ada, tidak berperan (2) ada, berperan 8 Manfaat aturan formal untuk

pemanfaat ekosistem mangrove 0;1;2 2 0 RapMangrove : (0) tidak ada

(1) ada, tidak bermanfaat (2) ada, bermanfaat

Sumber: FAO (1999); LEI dan CIFOR (1999); Kavanagh (2001); Pitcher dan Preiskhot (2001); ;Susilo (2003): Hermawan (2006): Pattimahu (2010), dan Trimulyani (2013)

Selanjutnya nilai skor dari masing-masing indikator dianalisis secara multidimensional untuk menentukan posisi keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove yang dikaji relatif terhadap dua titik acuan titik baik (good) dan buruk (bad), untuk memudahkan visualisasi posisi ini digunakan analisis ordinasi. Proses ordinasi Rap-Mforest ini menggunakan perangkat lunak modifikasi Rapfish (Kavanagh, 2004). Proses algoritma Rap-Mforest juga pada dasarnya menggunakan teknik yang disebut Multidimensional Scaling (MDS). Obyek atau titik yang diamati dipetakan di dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga obyek atau titik tersebut diupayakan sedekat mungkin terhadap titik asal. Dengan kata lain, dua titik atau obyek yang sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan (Fauzi dan Anna, 2005). Teknik ordinansi (penentuan jarak) dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance dalam ruang yang berdimensi n. Konfigurasi atau ordinasi dari suatu obyek atau titik di dalam MDS kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak Euclidien (dij) dari titik ke i ke titik ke j dengan titik asal (dij) dituliskan dalam persamaan berikut (Pattimahu, 2010):

(12)

Dij = a + bdij +e...(8) Selanjutnya digunakan algoritma ALSCAL yang merupakan metode yang sesuai untuk Rapfish dan mudah tersedia pada hampir setiap software statistika (SPSS dan SAS). Metode ALSCAL mengoptimasi jarak kuadrat terhadap data kuadrat dalam tiga dimensi. Perangkat lunak Rapfish merupakan pengembangan MDS yang terdapat di dalam SPSS, untuk proses rotasi, kebalikan posisi dan beberapa analisis sensitivitas yang telah dipadukan menjadi satu perangkat lunak. Melalui MDS ini posisi titik keberlanjutan tersebut dapat divisualisasikan dalam dua dimensi (sumbu horizontal dan vertikal). Untuk memproyeksikan titik-titik tersebut pada garis mendatar dilakukan proses rotasi dengan titik ekstrim buruk dengan nilai skor 0 % dan titik ekstrem baik dengan nilai skor 100 % (Pattimahu, 2010). Posisi status keberlanjutan sistem yang dikaji akan berada diantara dua titik ekstrem tersebut. Nilai ini merupakan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem hutan mangrove pada saat ini. Ilustrasi hasil ordinasi nilai index berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Posisi titik keberlanjutan

Skala nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem ekosistem mangrove mempunyai rentang 0 % sampai 100 %. Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai lebih dari 50 % maka sistem tersebut dikategorikan berkelanjutan (sustainable). Jika dimensi yang dinilai dengan nilai indeksnya berada di bawah 50 persen maka mempunyai nilai kurang berkelanjutan. Dalam penelitian ini disusun empat kategori status keberlanjutan berdasarkan skala dasar (0 – 100) (Tabel 3).

Tabel 3. Kategori status keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove berdasarkan nilai indeks hasil analisis rap-mforest

Nilai Indeks Kategori

< 25 Tidak berkelanjutan

25 < x < 50 Kurang berkelanjutan

50 ≤ x ≤ 75 Cukup berkelanjutan

75 ≤ x ≤ 100 Berkelanjutan

Sumber: Fauzi dan Anna (2010)

Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi indikator yang sensitif dalam memberikan kontribusi terhadap Mforest di lokasi penelitian. Pengaruh dari setiap indikator dilihat dalam bentuk perubahan “root mean square”

B uruk

0 % 50% 100%

B aik

(13)

(RMS) ordinasi, khususnya pada sumbu x atau skala sustainabilitas. Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu indikator tertentu, maka semakin besar pula peranan indikator tersebut dalam pembentukan nilai Mforest pada skala sustainabilitas, atau dengan kata lain semakin sensitif indikator tersebut dalam keberlanjutan pengelolaan hutan mangrove di lokasi penelitian.

Dalam mengevaluasi pengaruh galat (error) pada proses pendugaan nilai ordinasi pengelolaan hutan mangrove digunakan analisis Monte Carlo. Analisis Monte Carlo juga berguna untuk mempelajari hal-hal berikut (Kavanagh dan Pitcher, 2004):

1. Pengaruh kesalahan pembuatan skor indikator yang disebabkan oleh pemahaman kondisi lokasi penelitian yang belum sempurna atau kesalahan pemahaman terhadap indikator atau cara pemberian skor indikator.

2. Pengaruh variasi pemberian skor akibat perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda.

3. Stabilitas proses analisis MDS yang berulang-ulang (iterasi) 4. Kesalahan pemasukan data atau adanya data hilang.

5. Tingginya nilai stress hasil analisis Rap-Mforest (nilai stress dapat diterima jika < 25 %).

Secara umum metode Rap-Mforest akan dimulai dengan mereview indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan melalui studi literatur dan pengamatan di lapangan. Tahap selanjutnya adalah pemberian skor yang didasarkan pada ketentuan yang sudah ditetapkan dalam Rap-Mforest. Setelah didapatkan hasil skoring maka setiap indikator dianalisis dengan menggunakan multidimensial scalling (MDS) guna menentukan posisi relatif dari pengelolaan hutan mangrove terhadap ordinasi good dan bad. Langkah selanjutnya menganalisis nilai stress dengan menggunakan ALSCAL logaritma. Dari hasil ordinasi dengan MDS dan nilai stress melalui alogaritma ALSCAL dilakukan rotasi untuk menentukan posisi pengelolaan ekosistem hutan mengrove pada ordinasi bad dan good. Langkah berikutnya adalah menggunakan analisis Monte Carlo untuk menentukan aspek ketidakpastian dan analisis leverage untuk menentukan aspek anomali dari indikator yang dianalisis.

4.5.4 Pemodelan sistem dinamik keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove

Pendekatan model dinamik diperlukan untuk memahami pengelolaan aspek ekonomi sumberdaya secara menyeluruh (Fauzi, 2004). Pemodelan sistem dinamik

(14)

keterkaitan sumberdaya mangrove dan perikanan dilakukan untuk melihat interaksi antar variabel dengan pertimbangan aspek waktu, sehingga dapat melihat apa yang terjadi pada tahun yang akan datang juga dapat membuat kebijakan dalam mengelola sumberdaya mangrove yang optimal dan lestari.

Model dinamik mampu menelusuri jalur waktu antar peubah-peubah model dan dapat memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata. Tahapan dalam melakukan analisis dinamik adalah:

1. Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan permulaan dalam mengkaji suatu sistem (Eriyatno 1999). Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem.

2. Formulasi permasalahan

Formulasi permasalahan merupakan rincian dari kebutuhan aktor yang saling bertentangan yang memerlukan solusi pemecahan. Munculnya pertentangan dapat disebabkan oleh adanya konflik kepentingan dari para stakeholder dan keterbatasan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan yang menimbulkan masalah dalam sistem.

3. Identifikasi dan Pemodelan Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus dipecahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan. Guna memahami struktur perilaku pada sistem dan subsistem digunakan diagram sebab-akibat (causal loop) dan diagram alir (flow chart). Diagram lingkar sebab-akibat dibuat dengan cara menentukan peubah penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke peubah akibat. Garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua peubah saling mempengaruhi. Pada sistem dinamis, diagram lingkar sebab-akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program model sistem dinamik.

Pembuatan diagram lingkar sebab-akibat adalah proses perumusan mekanisme peubah-peubah yang bekerja dalam suatu sistem ke dalam bahasa gambar sekaligus merupakan langkah awal dari identifikasi sistem yang digunakan untuk menyederhanakan kerumitan dalam rangka menciptakan sebuah konsep model. Dua

(15)

terminologi penting dalam pembuatan diagram lingkar sebab akibat adalah keadaan (level) dan proses (rate). Prinsip dasar pembuatan diagram sebab-akibat dalam penerapan berpikir sistem adalah dengan logika, yaitu proses sebagai sebab yang menghasilkan keadaan (proses keadaan) atau sebaliknya keadaan sebagai sebab yang menghasilkan pengaruh sebab-akibat yang dapat secara searah (+) maupun berlawanan (-). Causal loop pada penelitian ini akan menggambarkan sistem keberlanjutan ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu serta berbagai komponen yang terkait berikut interaksinya yang menjelaskan perilaku hubungan sebab-akibat antar komponen sistem dalam mencapai tujuan. Causal loop sistem keberlanjutan ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu pada penelitian ini disajikan pada Gambar 5.

Ekosistem Mangrove Stok Udang Populasi Penduduk Pajak + PDB Sektor+ Imigrasi + + Volume penangkapan udang + Pendapatan penangkapan + Harga udang + + Keberlanjutan Ekologi + + Keuntungan penangkapan + Biaya total + Fixed cost + Variabel cost + Keberlanjutan ekonomi dan keberlanjutan Sosial+

Nilai ekonomi total ekosistem mangrove

+

Gambar 5. Causal loop sistem keberlanjutan ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu

Causal loop sistem keberlanjutan ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu secara makro terdiri atas keterkaitan subsistem ekologi, subsistem ekonomi, dan subsistem sosial.

4. Simulasi Model

Simulasi model adalah peniruan perilaku suatu gejala atau proses. Simulasi bertujuan untuk memahami gejala atau proses tersebut, membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses di masa depan. Guna membuat simulasi diperlukan tahapan berikut, yaitu penyusunan konsep, pembuatan model, dan simulasi dan validasi hasil simulasi. Simulasi menggunakan perangkat lunak (software), ada beberapa software yaitu Vensim, Dynamo, Ithink, Stella dan Power Simulation. Penelitian ini menggunakan Vensim.

(16)

5. Validasi Model dan Verifikasi Model

Aspek yang penting dalam pembuatan model adalah pemilihan kriteria kecocokan validasi yang mencapai kesesuaian pertukaran atau timbal balik (trade-off) antara tingkat kesesuaian sistem dan daya dukung serta kompleksitas model. Oleh karena itu diperlukan verifikasi dan validasi model. Verifikasi adalah memeriksa sintesa sistem dengan logika atau analisis secara teoritik. Verifikasi dapat dibedakan berdasarkan tahapan pemodelannya, yaitu verifikasi model konseptual dan verifikasi logis. Verifikasi model konseptual adalah pengujian relevansi asumsi-asumsi dan teori-teori yang dipegang oleh pengambil keputusan dan analisis tahap memeriksa dilibatkannya atau diabaikannya suatu variabel atau hubungan sehingga aspek yang perlu diperhatikan dalam formulasi model adalah performansi sistem.

Validasi merupakan tahap akhir dalam pengembangan pemodelan untuk memeriksa model dengan meninjau apakah output model sesuai dengan sistem nyata dengan memperhatikan konsistensi internal, korespondensi dan representasi. Tahap validasi model dilakukan untuk menjawab dua hal, yaitu (1) apakah model konsisten terhadap realitas yang digambarkannya; dan (2) apakah model konsisten dengan tujuan kegunaan dan hal yang dipermasalahkannya.

4.5.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analysis Hierarchy Process (AHP) dilakukan untuk menentukan alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan di Desa Pabean Udik. AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria. Pemberian bobot tersebut secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikontruksikan sebagai diagram bertingkat (hierarki). Hierarki persoalan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

(17)

Gambar 6. Hierarki penentuan alternatif kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan di Desa Pabean Udik

Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner. Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometric (Marimin, 2004). Rumus perhitungan rata-rata geometrik adalah:

XG = ...(9)

Keterangan:

XG = Rata-rata geometrik

n = Jumlah responden

Xi = Penilaian oleh responden ke-i

Hasil penilaian gabungan ini yang kemudian diolah dengan sofware Expert Choice. Langkah-langkah penggunaan sofware expert choice (Marimin dan Maghfiroh, 2010) yaitu:

1. Jalankan program expert choice dengan perintah: Strat/Program/Expert Choice 2000

2. Buat file brainstorming dengan perintah File/New, lalu ketik nama file setelah selesai buka file dengan perintah open.

3. Ketikkan goal atau sasaran yang ingin dicapai di kotak “goal description”.

Pertumbuhan Ekonomi Goal Faktor Aktor Tujuan Alternatif Kbijakan

Sosial Kelembagaan Peraturan Perundang-undangan Ekologi Ekonomi

Pemerintah

Daerah LSM Masyarakat Pesisir

Pengelolaan ekosistem mangrove

yang Berkelanjutan Kesejehteraan Masyarakat Pesisir

Rehabilitasi dan Pemeliharaan Pendidikan dan Pelatihan SDM Pemberdayaan Masyarakat

Konservasi Pengembangan Riset, Iptek

dan Sistem Informasi Prioritas Alternatif Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Mangrove yang Berkelanjutan

(18)

4. Buat hierarki level 2 (faktor) dengan cara klik kanan pada goal, kemudian pilih Insert Child of Current Node, ketikkan nama-nama faktor.

5. Buat hierarki level 3 (aktor) dengan cara klik kanan pada masing-masing faktor, kemudian pilih Insert Child of Current Node, ketikkan nama-nama aktor.

6. Buat hierarki level 4 (tujuan) dengan cara klik kanan pada masing-masing aktor, kemudian pilih Insert Child of Current Node, ketikkan nama-nama tujuan.

7. Buat hierarki level 5 (alternatif) dengan cara klik kiri pada tanda +A di pojok kanan

atas, kemudian masukkan nama-nama alternatif sesuai dengan hierarki. Setiap akan menambahkan alternatif, klik +A.

8. Penilaian perbandingan berpasangan dimulai dari level 2 yaitu level faktor. Kemudian dilanjutkan level 3, 4, dan 5.

9. Jika pakar lebih dari satu, maka penilaiannya dilakukan dengan cara: 1) klik simbol participant, 2) tambahkan participant yang akan dimasukkan dengan perintah, 3) Edit/Add N participant/masukkan jumlah participant (jika jumlah participantnya 3, maka defaultnya adalah P2, P3, P4)/OK, 4) masukkan judgement setiap participant, 5) cara mengintegrasikan pendapat pakar dengan cara: pilih combined pada pilihan participant, klik assessment/combine participant judgement/entire hirarcy.

4.5.6 Batasan dan Pengukuran

Beberapa batasan dan pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Ekosistem mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur dan pantai berpasir.

2. Pada perhitungan luas mangrove, tidak memperhitungkan kerapatan mangrove, karena yang diteliti adalah satu-satuan panjang pantai wilayah administratif di Desa Pabean Udik.

3. Analisis keterkaitan dalam penelitian ini hanya melihat keterkaitan ekosistem mangrove dengan produksi udang. Analisis simulasi dari efek kehilangan luasan mangrove pada saat ekuilibrium open access di Desa Pabean Udik pada periode 2002-2013. Asumsi dalam pengelolaan sumberdaya udang dengan menggunakan rumus Barbier dan Strand tahun 1998 adalah rezim pengelolaan Open Access (OA).

(19)

Open Access (OA) adalah kondisi setiap nelayan dapat ikut terlibat dalam memanfaatkan atau melakukan perburuan ikan atau mengeksploitasi ikan tanpa adanya kontrol atau pembatasan.

4. Harga udang nominal adalah harga rata-rata tahunan dari penangkapan udang dari tahun 2002-2013, sedangkan harga rill merupakan harga yang telah dijustifikasi dengan menggunakan indeks harga konsumen (IHK) pada periode yang sama. 5. Biaya penangkapan udang (cost per unit effort) adalah biaya total yang dikeluarkan

untuk melakukan penangkapan udang per tahun per unit effort jaring udang.

6. Dalam menghitung nilai total ekonomi ekosistem mangrove di Desa Pabean Udik hanya untuk direct use value, indirect use value dan non use value khusus untuk nilai biodiversitas. Direct use value fokus terhadap sumberdaya perikanan dan produk mangrove yaitu sirop, inderect use value hanya menghitung nilai ekonomi ekosistem mangrove sebagai pemecah gelombang, tempat pemijahan dan penyimpan karbon, sedangkan untuk non use value hanya menghitung nilai biodiversity ekosistem mangrove dengan menggunakan metode benefit tranfer. 7. Nilai pasar yaitu digunakan untuk merupiahkan komoditas-komoditas yang

langsung dapat dipasarkan. Pendekatan ini terutama untuk menilai manfaat langsung ekosistem mangrove.

8. Dalam menghitung nilai indeks keberlanjutan dengan menggunakan Rap_Mforest hanya mengggunakan empat dimensi yaitu, dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan hukum/kelembagaan.

9. Responden merupakan nelayan yang memiliki keterlibatan langsung dalam kegiatan perikanan dan ekosistem mangrove.

10. Dalam analisis dinamik menggunakan tiga sub model yaitu, sub model ekologi, sub model ekonomi, dan sub model sosial.

11. Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam perencanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak.

Gambar

Tabel 1. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian   No  Tujuan Penelitian  Data yang
Tabel 2. Indikator-indikator dan skor keberlanjutan ekosistem mangrove   Dimensi dan Indikator  Skor  Baik  Buruk  Keterangan  A  Dimensi Ekologi
Gambar  6.  Hierarki  penentuan  alternatif  kebijakan  pengelolaan  ekosistem  mangrove  berkelanjutan di Desa Pabean Udik

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengukuran geolistrik untuk air tanah dalam , akifer berada pada kedalaman 38,10 – &gt; 138,40 - 200 meter dengan tahanan jenis vertikal batuan sebenarnya

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa menurut Al-Maushuly mahar berupa mengajarkan al-Qur’an tidak diperbolehkan, karena mahar tersebut

Desain Materi pelatihan merupakan hal penting dalam sebuah pelatihan. Materi pelatihan sangat menentukan keberhasilan sebuah pelatihan karena materi pelatihan

Hal ini dimungkinkan tidak menyalahi aturan syariah Islam karena dalam fatwa Nomor 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tanggal 1 April 2000 tentang murabahah, sebagai landasan

Whistle blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya

Sebanyak 72,5% Jurusan/Prodi/ Bagian menyatakan bahwa tenaga pendidik yang dimiliki oleh jurusan/prodi/bagian sudah sesuai rasio jumlah dosen- mahasiswa yang disyaratkan oleh

Gejala dari penyakit ini yaitu adanya keluhan penderita berupa bercak dikulit kepala yang terasa gatal dan sering disertai rontoknya rambut di tempat tersebut, jadi setiap