• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI HETEROZIGOSITAS SEBAGAI UPAYA KARAKTERISASI CALON INDUK KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes) DARI PERAIRAN KENDAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI HETEROZIGOSITAS SEBAGAI UPAYA KARAKTERISASI CALON INDUK KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes) DARI PERAIRAN KENDAL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Budidaya Perairan

179

STUDI HETEROZIGOSITAS SEBAGAI UPAYA KARAKTERISASI CALON INDUK

KERANG SIMPING (Amusium pleuronectes) DARI PERAIRAN KENDAL

Ristiawan Agung Nugroho, Ita Widowati dan Jusup Suprijanto

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-UNDIP

Abstrak

Kerang Simping (Amusium pleuronectes) memiliki potensi besar sebagai sumberdaya kelautan. Permasalahan yang timbul adalah kurangnya pengembangan di dunia budidaya yang menyebabkan produksi kerang simping hanya mengandalkan hasil tangkapan dari laut. Permasalahan tersebut terkait dengan kurangnya informasi mengenai kondisi genetika populasi kerang simping khususnya di perairan Kendal. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keragaman genetik, sebagai upaya karakterisasi calon induk kerang Simping dalam bidang budidaya laut melalui kegiatan selective breeding berdasarkan potensi sumber genetik unggulan.

Studi Keragaman Genetik Populasi dilakukan pada populasi Kerang Simping di Perairan Weleri, Kendal dan analisis molekuler dilakukan di BBRPBL Gondol Bali pada bulan Agustus 2012. Analisis menggunakan metode elektroforesis allozyme pada jaringan otot aduktor dan gonad, dengan menggunakan 5 (lima) enzim, yaitu: Mdh (Malat dehidrogenase), Gpi (Glucose phosphate isomerase), Sod (Superoksida Dismutase), Est (Esterase) dan Cah (Carbonic Anhydrase). Variabel yang diamati adalah heterozigositas teramati (Hobs) sebagai indikator keragaman genetik. Analisa data dilakukan dengan menggunakan chi-square test untuk menentukan kondisi populasi dalam kaitannya dengan hukum kesetimbangan Hardy-Weinberg.

Hasil analisis elektroforesis mendeteksi 12 lokus dan 4 diantaranya polimorfik yaitu Gpi, Mdh-1, Mdh-2, dan Mdh-3 pada otot aduktor. Populasi kerang simping pada populasi Kendal mempunyai nilai keragaman genetik yang cukup tinggi, berdasarkan nilai Heterozigositas teramati (rerata: 0,324). Hal ini berarti: intensitas perkawinan acak, pertukaran gen dan kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan lingkungan pada kerang simping populasi Weleri cukup baik. Aliran gen (gene flow) terjadi secara bebas antara populasi Weleri dan sekitarnya. Kerang Simping pada perairan Kendal berpotensi cukup baik sebagai calon induk dalam kegiatan Budidaya Laut.

(2)

180

Budidaya Perairan

Pendahuluan

Amusium sp. atau Kerang Kipas-Kipas, dikenal dengan nama lokal “Simping” memiliki beberapa keunggulan untuk dikembangkan dibandingkan jenis biota kekerangan lain. Amusium sp. cukup dikenal sebagai komoditas ekonomis penting di dunia, seperti di Kanada, Perancis, Jepang, Amerika, Spanyol, Norwegia, Australia, Amerika Latin, Jepang dan Thailand. Di pulau Jawa, khususnya pantai utara Jawa Tengah, komoditas ini banyak dihasilkan di perairan Kendal (Suprijanto, 2003 dan 2007)

Optimalisasi produksi kerang simping saat ini menghadapi beberapa kendala. Permasalahan tersebut adalah produksi yang musiman sehingga tidak stabil dan akibatnya jumlah produksi menjadi terbatas. Di sisi lain, terdapat kecenderungan penurunan produksi tangkapan simping dari tahun ke tahun di Pantura Jawa Tengah (Suprijanto, 2007). Hal tersebut terlihat dari produksi penangkapan simping pada tahun 2001 sebesar 71,5 ton, menurun pada tahun 2002 menjadi 65,5 ton, menurun pada tahun 2003 menjadi 39,5 ton dan menurun kembali pada tahun 2004 menjadi 11,1 ton (Dinlutkan Jateng, 2006). Permasalahan lain adalah kurangnya informasi mengenai faktor carrying capacity sebagai parameter kondisi lingkungan, yaitu: site dan season preferences dari kerang.

Upaya pemecahan permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui optimalisasi budidaya laut, untuk meningkatan produksi kerang simping. Optimalisasi tersebut memerlukan ketersediaan informasi-informasi keberadaan stok (populasi simping) tersebut sebagai sumber identifikasi dan karakterisasi calon-calon indukan (Beaumont and Hoare, 2003). Permasalahan genetik dalam bidang budidaya perairan yaitu sering terjadinya reduksi genetik pada turunan induk, yaitu penurunan variabilitas genetik pada anakan, diindikasikan oleh menurunnya jumlah lokus polimorf, jumlah alel per lokus dan heterozigositas. Penurunan mencapai 34 hingga 40% pada turunan F1, sehingga induk dengan variasi genetik atau homozigositas rendah akan menghasilkan turunan dengan variasi genetik atau homozigositas yang rendah pula (Sugama dan Priyono, 1998). Hal ini akan berakibat pada terhambatnya pertumbuhan individu dan populasi, serta peningkatan kerentanan terhadap serangan penyakit akibat kurangnya daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang tidak menguntungkan (Permana, 2009). Akibatnya akan terjadi kepunahan atau musnahnya gen secara total, hilangnya kemampuan beradaptasi terhadap keadaan lingkungan dan menurunnya keanekaragaman genetik.

Penelitian Studi Heterozigositas sebagai Upaya Karakterisasi Calon Induk Kerang Simping (Amusium pleuronectes) dari Perairan Kendal ini merupakan studi awal penentuan arah pengelolaan (manajemen) sumberdaya kerang simping, khususnya bidang budidaya laut berdasarkan potensi sumber genetik unggulan berbasis kondisi keragaman genetik.

Bahan dan Metode

Pengambilan sampel penelitian dilakukan di perairan Weleri, Kendal yang memiliki potensi sumberdaya tangkapan kerang simping yang cukup melimpah di Pantura Jawa Tengah (gambar 1). Sampel diambil dengan menggunakan jaring arad, jumlah berkisar lebih dari 10 – 20 ekor sesuai kaidah conspecific genetika populasi (Permana, 2009). Uji keragaman genetik secara biokimia-elektroforesis dengan menggunakan penera (marker) allozyme dilakukan di laboratorium Bioteknologi Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol, Bali.

(3)

Budidaya Perairan

181

Ekstraksi keragaman genetik dengan penera allozyme elektrophoresis dilakukan menurut prosedur Sugama dan Priyono (1998). Metode ini dirasakan paling baik untuk menentukan heterozigositas dalam genetika populasi (Permana, 2009). Prosedur tersebut meliputi: (1) Preparasi Jaringan, yaitu pada jaringan otot aduktor; (2) Preparasi Gel dan buffer, dari bahan potato starch; (3) Running Elektroforesis, pada refrigerator (4oC) dengan arus konstan 80 mA/cm2, dengan voltase 110 volt, selama 240 menit (4 jam); (4) Pewarnaan, dengan jenis enzim yang dianalisis adalah Mdh (Malate Dehydrogenase), Gpi (Glucose Phospate Isomerase), Sod (Superoxide dismutase), Est (Esterase) dan Cah (Carbonic anhydrous); Berdasarkan hasil pewarnaan tersebut akan dihasilkan suatu zimogram dengan pola-pola pita tertentu, sebagai bahan analisis data; (5) Analisa Data pada variabel heterozigositas dilakukan secara komputasi dengan menggunakan software analisis molekular TFPGA (tools for population genetic analysis) version 1.3. Untuk menguji hubungan antara perbedaan genetik dalam populasi menggunakan Mantel test dalam software TFPGA (Miller, 1997).

Analisa data dilakukan dengan menggunakan chi-square test untuk menentukan kondisi populasi dalam kaitannya dengan hukum kesetimbangan Hardy-Weinberg. Uji atau tes chi-square (χ2

) merupakan uji normalitas yang dilakukan untuk menguji data penelitian kita berasal dari populasi yang sebarannya normal atau tidak. Uji atau tes chi-square juga digunakan dalam ilmu genetika untuk mengevaluasi benar atau tidaknya hasil penelitian didasarkan pada perbandingan data-data hasil penelitian tersebut terhadap keadaan teoritis, yaitu hukum kesetimbangan Hardy-Weinberg (Suryo, 2005). Jika ditemukan keragaman yang signifikan pada tiap-tiap populasi, analisa dilanjutkan dengan penghitungan jarak genetik untuk mengetahui kondisi antar populasi. Analisa-analisa tersebut digunakan sebagai dasar untuk menentukan struktur populasi dan sumber genetik unggulan calon indukan kerang simping.

Hasil dan Pembahasan

Aktivitas Enzim dan Deskripsi Lokus

Analisis 5 (lima) enzim dari jaringan otot aduktor dan gonad menunjukkan bahwa jaringan otot mengekspresikan pola pita lebih baik dibandingkan dengan jaringan gonad. Pita yang terbentuk pada zimogram Enzim Sod, Est dan Cah menunjukkan warna dan pola yang kurang jelas, hal ini diduga karena aktivitas enzim yang ada pada kerang atau jaringan tersebut kurang aktif dibandingkan yang lainnya (Sulistyani, 2009). Kurang optimalnya mobilitas enzim pada Sod diduga juga dipengaruhi oleh kurang kondisi buffer yang digunakan. Hal ini sesuai dengan

(4)

182

Budidaya Perairan

pernyataan Hara dan Na-Nakorn (1996) yang menyebutkan penampakan pita enzim dipengaruhi oleh kondisi buffer, yaitu: komposisi kimia, pH dan konsentrasi larutan. Kondisi buffer yang kurang optimal secara fisiologis akan berpengaruh pada kemampuan menyangga perubahan pH selama proses elektroforesis berlangsung, yaitu sebagai asam pada kutub positif (anoda) dan basa pada kutub negatif (katoda) (Harris dan Hopkinson, 1976).

Berdasarkan 5 (lima) enzim yang dianalisis, sebanyak 2 (dua) enzim menunjukkan polimorfisme yaitu: Glucose Phosphate Isomerase (Gpi) dan Malate Dehydrogenase (Mdh). Pemunculan pita yang tampak jelas pada hasil elektroforesis berarti terdapat molekul enzim yang bermigrasi dan terdapat cukup protein yang terserap pada kertas blotting, kondisi enzim yang dianalisis masih baik dan tidak terdenaturasi sehingga dapat melakukan reaksi substrat-enzim pada proses pewarnaan, serta keadaan pewarna masih baik (Sulistyani, 2009). Aktivitas enzim yang terpola secara baik dalam zimogram juga dipengaruhi oleh ukuran atau umur tubuh biota selama fase pertumbuhan serta organ spesifik yang dijadikan sampel analisa (Wigati dkk, 2003). Berdasarkan kedua enzim tersebut, terdeteksi 12 lokus pada populasi kerang simping di perairan Weleri, Kendal dengan 4 lokus bersifat polimorfik.

Gpi (Glucose Phosphate Isomerase)

Pola pita enzim GPI pada kerang simping (Amusium pleuronectes) pada populasi perairan Weleri, Kendal dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Pola Pita Enzim Gpi pada Amusium pleuronectes yang Berasal dari Populasi Perairan Weleri, Kendal

Lokus terdeteksi pada enzim ini yang dikontrol oleh lima alel yaitu Gpi*80, Gpi*90, Gpi*100, Gpi*115 dan Gpi*120. Lokus polimorfik ditemukan menunjukkan terdapat keanekaragaman genetik pada populasi Weleri, Kendal tersebut. Glucose phosphate isomerase (Gpi) merupakan golongan enzim yang berfungsi dalam mengontrol pertumbuhan, selain itu enzim Gpi dan 6-Pgd diperlukan dalam reaksi metabolisme karbohidrat (Haris and Hopkinson, 1976 ; Permana et al. 2006).

Aktivitas enzim Glucose phosphate isomerase (Gpi) muncul saat terjadi kontrol metabolisme karbohidrat, terutama pada lintasan pentosa fostat, sehingga secara lebih lanjut dapat mengontrol pertumbuhan (Permana et al, 2006). Analisis enzim Gpi sebagai bio-indikator kualitas lingkungan menunjukkan bahwa habitat kerang simping di perairan Weleri dan Brebes dalam kondisi yang relatif ideal. Hal ini berdasarkan heterozigositas teramati dan polimorfisme yang menunjukkan nilai yang cukup baik. Kondisi habitat yang ideal didasarkan pada kualitas dan kelimpahan plankton sebagai sumber makanan bagi kerang simping.

Mdh (Malate Dehydrogenase)

Pola pita enzim Mdh pada kerang simping (Amusium pleuronectes) pada populasi perairan Weleri, Kendal dapat dilihat pada gambar 3.

(5)

Budidaya Perairan

183

Gambar 3. Pola Pita Enzim Mdh pada Amusium Pleuronectes yang Berasal dari

Populasi Perairan Weleri, Kendal

Lokus terdeteksi pada enzim ini yang dikontrol oleh delapan allele yaitu Mdh*40, Mdh*50, Mdh*60, Mdh*80, Mdh*90, Mdh*100, Mdh*110 dan Mdh 120. Lokus polimorfik ditemukan pada Mdh-1, Mdh-2, Mdh-3 dan Mdh-4. Lokus polimorfik menunjukkan terdapat keanekaragaman genetik pada kedua populasi. Enzim Mdh (E.C. 1.1.1.37) terdapat dalam siklus asam sitrat yang berlangsung di dalam mitokondria, enzim ini diduga berperan dalam stabilitas dan sensitivitas kinetik protein, sehingga mempunyai toleransi terhadap adaptasi suhu pada abalon (Dahlhoff and Somero, 1993).

Aktivitas enzim Malate Dehydrogenase (Mdh) muncul saat terjadi kontrol stabilitas dan sensitivitas kinetik protein, sehingga mempunyai kontrol pula terhadap toleransi dan adaptasi suhu (Dahlhoff and Somero, 1993). Analisis enzim Mdh sebagai bio-indikator kualitas lingkungan menunjukkan bahwa habitat kerang simping di perairan Weleri, Kendal dalam kondisi yang relatif mengalami “tekanan” lingkungan yaitu temperatur. Beaumont dan Hoar (2003) menyatakan bahwa kondisi tekanan lingkungan yang lebih akan mengembangkan pola adaptasi yang lebih pula pada biota, sehingga pada adaptasi kerang simping terhadap tekanan temperatur lingkungan, akan terpola pada rekaman cetak biru genetik khususnya ekspresi enzim Mdh yang lebih polimorfik.

1.1. Variasi Genetik

Tabel 1 . Genotip Teramati pada Amusium sp. di Populasi Weleri, Kendal

Tabel 2. Frekuensi Alel pada Lokus Polimorfik dan Harapan Hardy-Weinberg (χ2

) pada Amusium sp. di Populasi Weleri, Kendal

N Lokus Obs/Exp AA AB AC AD Genotipe BB BC BD CC CD DD

10

GPI Obs Exp 2,025 2 0,45 - 4,05 4 0,45 1 0,025 - 0,45 1 0,05 2,025 0,45 0,025 - 2 - -

Mdh Obs Exp 5,625 6 3 3 - - - - - - 0,2 1 - - - - - - - - Exp 2,894 1,287 1,287 0,639 - - - - Frekuensi Alel Χ2 Χ2 tabel (0.05) A B C D 0,45 0,05 0,45 0,05 2,346 3,84 (dB=1) 0,75 0,2 0,05 - 3,225

Mdh

Weleri

(6)

184

Budidaya Perairan

Berdasarkan tabel 1 dan 2, frekuensi genotip lokus polimorfik pada kedua populasi menunjukkan proporsi genotip berada dalam kesetimbangan Hardy-Weinberg dengan uji Chi-square (χ2

) dengan taraf kemungkinan 5% (Sugama et al., 1998, Permana, 2006, 2009). Tabel tersebut juga menunjukkan nilai χ2 pada semua lokus polimorfik berkisar antara 1,27 sampai 3,225. Hal ini berarti populasi kerang simping (Amusium pleuronectes) berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa frekuensi alel lokus-lokus polimorfik kurang dari 0,99. Suatu lokus dianggap polimorfik bila frekuensi dari alel yang paling sering muncul sama atau kurang dari 0,99 (Sugama et al., 1998; Permana, 2006, 2009).

Tabel 3. Ringkasan Variasi Genetik, Prosentase Lokus Polimorfik, Jumlah Alele Perlokus dan Nilai Heterosigositas dari Kerang Simping (Amusium Pleuronectes) pada Populasi Weleri, Kendal.

No Deskripsi/description Amusium sp

Populasi Weleri Kendal 1. Jumlah sampel yang dianalisa 10

2. Jumlah lokus terdeteksi 12

3. Jumlah lokus polimorfik 4

4. Proporsi lokus polimorfik 0,33

5. Jumlah alel per lokus 1,666

Het. teramati (Ho) Het. harapan (He)

Ho/He

0,324 0,323 1,000

Allendorf dan Luikart (2007) menjelaskan bahwa penilaian keragaman genetik di alam yang terbaik adalah dengan melihat nilai rata-rata heterozigositas teramati. Berdasarkan tabel 14, heterozigositas teramati (Hobs) bernilai 0,324, yang menunjukkan nilai cukup tinggi dibandingkan nilai Hobs jenis scallop sekerabat lainnya. Nilai tersebut lebih tinggi dari nilai Hobs pada Pecten maximus dan Pecten jacobaeus adalah 0,125 dan 0,235.

Perkawinan Acak

Keragaman atau variasi genetik kerang simping (Amusium pleuronectes) pada populasi Weleri, Kendal yang tinggi menunjukkan pula tinggi intensitas perkawinan acak serta pertukaran gen (termasuk alel-alel) dari pasangan-pasangan induk kerang simping yang melakukan perkawinan. Pertukaran gen secara berulang akan membuka peluang munculnya individu heterozigot yang lebih tinggi.

Kondisi perkawinan acak sangat berpengaruh terhadap terbentuknya keragaman genetik dalam suatu populasi. Kerang simping bereproduksi yang secara seksual, hidup di tempat tertentu pada saat yang sama, dan di antara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) secara acak, akan memberikan kontribusi genetik secara intensif. Kontribusi tersebut berupa sumbangan informasi-informasi genetik dalam bentuk alel-alel yang dibawa oleh semua individu ke dalam lengkang gen (gene pool) di dalam populasi yang sangat bermanfaat bagi kualitas hidup individu kerang dalam bertahan hidup serta beradaptasi dengan lingkungan (fitness).

Aliran Gen (Gene Flow)

Gene flow atau bisa juga disebut dengan “migrasi”, adalah proses perpindahan alel-alel dari satu populasi ke populasi yang lain. Nilai keragaman genetik yang cukup tinggi sebagaimana terhitung

(7)

Budidaya Perairan

185

dari nilai Heterozigositas teramati, menunjukkan adanya aliran gen (gene flow) yang bebas antara populasi Weleri dan perairan sekitarnya. Hal ini diduga karena tidak terdapat barrier ecology yang menghambat kebebasan aliran gen atau reduksi alel antara kedua populasi tersebut, sehingga tidak menganggu proses migrasi atau recruitment.

Hal lain yang diduga menjadi penyebab intensifnya aliran gen adalah karakter dispersi pelagis pada fase larva kerang simping. Amusium pleuronectes sebagaimana jenis scallop lain memiliki sifat planktonik (perenang bebas) pada fase larva yang menyebabkan daya jelajahnya tinggi sebagai upaya fitness dalam mencari habitat yang sesuai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Luttikhuizen et al. (2003) bahwa pada fase larva kerang bersifat planktonik yang mudah tersebar ke lokasi lain, dengan demikian memungkinkan campuran individu dari antar populasi. Berbeda dengan jenis kekerangan lain (oyster, clam, mussel dan abalone), pada fase benthic atau dewasa pun kerang simping memiliki kemampuan berenang sebagai upaya adaptasi dalam preferensi (pemilihan) habitat.

Migrasi alel-alel melalui aliran gen akan mengakibatkan terjadi interaksi dan rekombinasi dengan alel-alel domestik melalui proses reproduksi seksual secara acak. Keragaman genetika yang tinggi juga mengindikasikan tingginya intensitas proses perkawinan secara acak dalam populasi.

Manajemen Budidaya Laut

Kemampuan bertahan hidup melalui proses-proses adaptasi terhadap lingkungan sangat ditunjang (secara genetis) oleh tingkat heterozigositas yang dimiliki biota di alam. Semakin tinggi heterozigositas kerang simping, maka kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan lingkungan akan semakin besar pula. Modal kemampuan bertahan tersebut berasal dari kontribusi alel-alel yang dimiliki, sehingga semakin banyak alel yang dimiliki akan semakin besar pula modal kemampuan bertahan hidup. Kontribusi alel-alel berupa jumlah alel per lokus akan menunjang nilai heterozigositas.

Populasi dengan keragaman genetik tinggi memiliki peluang hidup yang lebih baik untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan (Sugama et al., 1998; Permana, 2006, 2009). Keragaman genetik -yang diukur melalui heterozigositas- terkait erat terhadap kemampuan fitness biota yang merujuk pada kemampuan adaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan serangan penyakit. Heterozigositas semakin tinggi, maka kemampuan adaptasi akan semakin besar pula sehingga peluang dan daya kelulushidupan pun semakin tinggi. Informasi mengenai keragaman (variasi) genetik spesies kekerangan untuk budidaya laut merupakan salah satu informasi penting dalam penyeleksian bibit unggul. Variasi genetik merupakan bahan mentah dari spesies dan populasi, yang memberikan informasi peluang beradaptasi terhadap perubahan lingkungan (Çiftci dan Okumus, 2003).

Ketersediaan bioteknologi dapat digunakan untuk mempercepat pencapaian hasil seleksi dan hibridisasi (Gustiano et al, 2007). Landasan dalam penerapan bioteknologi adalah tersedianya informasi keragaman genetik dari kultivan yang akan dikembangkan, yang diharapkan mampu mengatasi permasalahan genetik dalam bidang budidaya perairan. Informasi-informasi keragaman genetik kerang simping (Amusium pleuronectes) yang relevan dalam kajian budidaya laut adalah, sbb: (a). Populasi kerang simping pada populasi Weleri, Kendal mempunyai nilai keragaman genetik

yang cukup tinggi, berdasarkan nilai Heterozigositas teramati (rerata: 0,324), menunjukkan modal potensi genetik kerang simping kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan lingkungan relatif cukupbaik.

(b). Berdasarkan polimorfisme enzim Malate Dehydrogenase (Mdh) dan Glucose Phosphate Isomerase (Gpi), sumber modal potensi karakter genetik unggulan pada calon indukan didasarkan pada fungsi pertumbuhan, khususnya metabolisme karbohidrat, sebagai interpretasi polimorfisme enzim Gpi (Haris and Hopkinson, 1976; Permana et al. 2006) serta

(8)

186

Budidaya Perairan

fungsi toleransi terhadap adaptasi suhu, khususnya stabilitas dan sensitivitas kinetik protein, sebagai interpretasi polimorfisme enzim Mdh (Dahlhoff and Somero, 1993).

(c) Populasi kerang simping pada populasi Weleri, Kendal mempunyai peluang cukup terbuka untuk menerima aliran gen (gene flow) dari populasi sekitarnya, sehingga potensi penambahan materi keragaman genetik juga terbuka. Makin ragamnya variasi genetik akan makin menambah daya fitness kerang simping.

Informasi-informasi keragaman genetik kerang simping (Amusium pleuronectes) tersebut dapat digunakan sebagai input dalam manajemen buidaya laut. Elliot (2000) menyatakan bahwa terdapat 4 (empat) manajemen input dalam usaha akuakultur yang dapat meningkatkan hasil produksi, yaitu: (1) ukuran lahan; (2) Sarana dan prasarana produksi; (3) Pakan; dan (4) Genetik. Jika faktor (1) – (3) berkaitan dengan aspek lingkungan dan penerapan teknologi budidaya, maka faktor (4) yaitu Genetik, berkaitan dengan potensi biologi dari spesies untuk memberdayakan lingkungan habitatnya. Upaya identifikasi keragaman genetik kerang simping (Amusium pleuronectes), merupakan upaya awal manipulasi potensi biologis sebagai “modal” dalam upaya domestikasi, yaitu pemberdayaan pertumbuhan dan perkembangbiakan kerang simping, khususnya dalam beradaptasi terhadap lingkungan/wadah budidaya kelak. Manipulasi potensi biologis dalam manajemen budidaya perairan, dapat dilakukan melalui beberapa metode, salah satunya adalah manajemen stok induk melalui kegiatan selective breeding atau kawin silang. Diharapkan melalui manipulasi tersebut, stok induk kerang simping dapat menghasilkan benih unggul, terkait dengan pola adaptasi, kelangsungan hidup dan pertumbuhan.

Kesimpulan

Keragaman genetik kerang Simping di perairan Weleri, Kendal cukup tinggi, yang diindikasikan dari nilai heterozigositas teramati. Keragaman genetik tersebut menunjukkan intensitas perkawinan acak, pertukaran gen dan kemampuan untuk bertahan terhadap tekanan lingkungan pada kerang simping populasi Weleri adalah cukup baik.

Nilai heterozigositas yang cukup tinggi, menunjukkan populasi kerang simping pada perairan Weleri, Kendal sebagai kandidat (calon) indukan yang berpotensi cukup baik untuk dikembangkan dalam manajemen budidaya laut.

Daftar Pustaka

Allendorf, F.W. and G. Luikart. 2007. Conservation and the Genetics of Population. Wiley-Blackwell Publisher.

Beaumont, A.R. and K. Hoare. 2003. Biotechnology and Genetics in Fisheries and Aquaculture. Blackwell Science Ltd.

Çiftci, Y dan I. Okumus. 2003. Fish Population Genetics and Applications of Molecular Markers to Fisheries and Aquaculture: I- Basic Principles of Fish Population Genetics. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 2: 145-155

Dahlhoff, E., and Somero, G.N. 1993. Kinetic and structural adaptations of Cytoplasmic Malate Dehydrogenases of Eastern Pacific Abalone (Genus : Haliotis) from different thermal habitats. Biochemical correlates of biogeographical patterning. Journal. Exp. Biol. 185 : 137-150.

Dinas Kelautan Perikanan. 2006. Data Digital Perikanan Tangkap Propinsi Jawa Tengah 1994-2004. Database Perikanan Tangkap Dinlutkan Jawa Tengah.

Elliot, N.G. 2000. Genetic Improvement Programmes in Abalone: What is The Future? Aquaculture Research 31: 51-59.

(9)

Budidaya Perairan

187

Gustiano, R., Haryanti dan Sulaeman. 2007. Arah Riset Biotek-Breeding Perikanan Budidaya ke

Depan. Media Akuakultur. 2 (1): 164-168.

Hara, M. And U. Na-Nakorn. 1996. Development of sustainable Aquaculture Technology in Southeast Asia. Japan and Thailand: International Research Center for Agricultural Sciences and The Faculty of Fisheries, Kasetsart University.

Haris, H. and Hopkinson, D.A. 1976. Hand Book of Enzyme Electrophoresis in Human Genetics . North Holland Publ. Co. Amsterdam. pp 124.

Luttikhuizen, P.C., J. Drent., W.V. Delden dan T. Piersma. 2003. Spatially Structured Genetic Variation in a Broadcast Spawning Bivalve: Quantitative VS. Molecular Traits. Journal of Evolutionary Biology. 16. 260-272

Miller, Mark. P. 1997. Tools for Population Genetic Analyses (TFPGA) version 1.3 - a Windows Program for the Analysis of Allozyme and Molecular Population Genetic Data. Department of Biological Sciences - Northern Arizona University

Permana, G.N. 2009. Analisis Sifat Toleran Udang L. Vannamei terhadap Infeksi Taura Syndrome Virus (TSV). Tesis Program Magister Budidaya Perairan Universitas Brawijaya, Malang. 75 hal

Permana, G.N., J.H. Hutapea dan Haryanti. 2006. Polimorfisme Enzim Glucose-6-phosphate Isomerase pada Tiga Populasi Ikan Tuna Sirip Kuning (Thunnus albacares). Journal of Fisheries Science VIII (1): 50-56

Sugama, K. and A. Prijono. 1998. Biochemical genetik differentiation among wild populations of Milkfish (Chanos-chanos) in Indonesia. Indo-Fisheries Research Journal. IV(1): 11-18. Sulistyani, Yeni, Sutrisno Anggoro dan Ita Widowati. 2009. Analisis Keanekaragaman Genetik

Spesies Kekerangan dalam Prospek Manajemen Sumberdaya Pantai. Thesis. PS. Manajemen Sumberdaya Perairan, Universitas Diponegoro.

Suprijanto, Jusuf, Ita Widowati dan Gusti Ngurah Permana. 2007. Analisa Populasi Genetika Kerang Simping Amusium pleuronectes dari Beberapa Daerah di Perairan Pantai Utara Jawa Tengah melalui Metoda Analisa Aktifitas Enzymatic. Proc. Seminar Pengembangan Teknologi Budidaya Perikanan. BBRBL – DKP, 2007. Hal 167 -173. ISBN 978-979-786-021-9

Suprijanto. 2003. Paket Teknologi Pemilihan dan Pemeliharaan Induk Kerang Amusium sp. Kualitas Unggul melalui Identifikasi Keanekaragaman Genetik dan Optimasi Kondisi Media. Penelitian Hibah Bersaing DIKTI.

Suryo. 2005. Genetika Strata 1. Gadjah Mada University Press, cetakan ke-11. Yogyakarta.

Wigati, Endang., Sutarno dan Haryanti. 2003. Variasi Genetik Ikan Anggoli (Pristipomoides multidens) berdasarkan Pola Pita Allozim. Jurnal BIODIVERSITAS. 4 (2): 73-79.

Referensi

Dokumen terkait

Maka kemudian peneliti menentukan judul penelitian “ Kontribusi Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Dalam Meningkatkan Minat Wirausaha Masyarakat (Studi

Pada penulisan Tugas Akhir ini, diagram UML yang akan dibahas adalah diagram Use Case (Use Case diagram) untuk mendefinisikan kebutuhan fungsional dari aplikasi permainan yang

Judul Skripsi : Pengaruh Kompetensi dan Trainability pada Kinerja (Studi pada Tenaga Kependidikan Senior di Universitas Sebelas Maret Surakarta).. Menyatakan

-Existencia de organización social, ya sea formal o informal, vigente o no, relacionada con el proceso de producción del hábitat -Existencia de antecedentes históricos del

dianggap oleh pelanggan telah sesuai apa yang diinginkan sehingga tingkat kepuasan pelanggan relatif lebih tinggi dan minimal dipertahankan oleh pengelola rumah makan,

Untuk lama paparan dalam sehari, paparan asap rokok lingkungan dari suami, rekan kerja, dan orang tua selama lebih dari dan sama dengan satu jam dalam sehari lebih

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan paternalistik terhadap kinerja karyawan dengan employee engagement sebagai variabel intervening pada PT

Frits Osok berangapan bahwa pengakuan yang dilakukan oleh Ayahnya Almarhum Agustinus Osok dalam sidang yang terjadi pada gereja, membuktikan bahwa secara biologis dia adalah