• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TEKNIK TOKEN ECONOMY TERHADAP PERILAKU DISRUPTIF PADA ANAK DI TK GANESHA DENPASAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TEKNIK TOKEN ECONOMY TERHADAP PERILAKU DISRUPTIF PADA ANAK DI TK GANESHA DENPASAR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEKNIK

TOKEN ECONOMY

TERHADAP PERILAKU

DISRUPTIF PADA ANAK DI TK GANESHA DENPASAR

Ni Putu Canis Sutaryani

1

, I Nengah Suadnyana

2

,

Luh Ayu Tirtayani

3

1,3

Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini

2

JurusanPendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:

canissutaryani@yahoo.com

1

, suadnyanainengah@gmail.com

2

,

ayu.tirtayani@gmail.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik token economy terhadap perilaku disruptif anak di TK Ganesha Denpasar. Perilaku disruptif berdampak negatif pada diri anak maupun lingkungannya. Dampak negatif tersebut ditandai dengan proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas menjadi tidak kondusif, mengganggu kegiatan belajar semua siswa, anak tidak bisa bersosialisasi dengan orang lain, mengancam keselamatan diri, guru dan teman-temannya. Apabila perilaku disruptif anak tidak sedini mungkin ditangani maka dikhawatirkan akan berlanjut hingga anak remaja. Maka dari itu perlu adanya intervensi yang dapat menurunkan perilaku disurptif anak di kelas. Teknik keperilakuan di anggap mampu untuk menurunkan perilaku disruptif. Oleh karena itu dalam penelitian ini menerapkan teknik token economy. Jenis penelitian ini adalah ekperimen kasus tunggal yang dilaksanakan dalam tiga fase yaitu baseline (A1),

intervensi (B) dan baseline (A2). Subjek dalam penelitian ini adalah 2 anak kelompok B2 TK Ganesha Denpasar tahun pelajaran 2015/2016. Pengumpulan data penelitian tentang perilaku disruptif anak menggunakan metode observasi dan wawancara dengan instrumen lembar observasi checklist. Data kuantitatif dianalisis secara visual (visual inspection), sedangkan data kualitatif dipaparkan secara deskriptif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi penurunan frekuensi perilaku disruptif subjek 1 dari fase

baseline (A1) dengan rerata 21,35 menjadi 7,3 pada fase penerapan intervensi (B). Pada subjek 2 juga terjadi penurunan frekuensi perilaku disruptif dari rata-rata 17,65 pada fase

baseline (A1) menjadi 8,85 pada fase penerapan teknik token economy (B). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa teknik token economy berpengaruh terhadap menurunnya perilaku disruptif anak di TK Ganesha Denpasar

Kata-kata kunci: perilaku disruptif, rancangan eksperimen kasus tunggal, teknik token economy

Abstract

This study aims to determine the effect of the token economy technique to disruptive behavior of children in Ganesha kindergarten Denpasar. Disruptive behavior has a negative impact on children and their environment. The negative impact was marked by the process of teaching and learning activities in the classroom becomes not conducive, interfere with learning for all students, children cannot socialize with other people, as well as threatening the safety of themselves, teachers and their friends. If the disruptive behavior of children is not treated as early as possible it is feared will continue till teenagers. So that needs the required treatment to reduce the disruptive behavior of children in a class where one of them is a token economy technique. Kind of this research is single case experimental design was implemented in three phases which are the baseline phase (A1), the intervensi phase (B) and the baseline phase (A2). Subjects in this study are two children from B2 group of Ganesha kindergarten Denpasar school year

(2)

2015/2016. The collection of data researches about disruptive behavior of children using observation and interview method with instrument checklist observation. Quantitative data were analyzed visually (visual inspection), whereas qualitative data presented descriptively. The results of data analysis showed a decrease in the frequency of disruptive behavior subject 1 from baseline phase (A1) with a mean of 21.35 to 7.3 in the implementation phase of treatment (B). In subject 2 also a decline in the frequency of disruptive behavior from an average of 17.65 in the baseline phase (A1) to 8.85 in the implementation phase of token economy technique (B). Based on these results it can be concluded that the token economy technique affect the decline in disruptive behavior of children in Ganesha kindergarten Denpasar.

Keywords: disruptive behavior of children, single case experimental design, token economy technique

PENDAHULUAN

Pembelajaran di Taman kanak-kanak memiliki fungsi untuk membentuk karakter, kedisiplinan dan kemandirian anak. Hal ini dijelaskan dalam fungsi Pendidikan Anak Usia Dini menurut Departemen Pendidikan Nasional tahun 2004. Namun kedisiplinan anak tidak akan terbentuk dengan baik ketika anak

melakukan suatu perilaku yang

mengganggu proses pembelajaran di kelas seperti anak mengobrol di kelas saat mengerjakan tugas, berbicara saat guru menjelasakan, berguling-guling di tikar pada jam pelajaran, selalu keluar dari tempat duduk saat jam pelajaran, dan bersuara yang keras atau tidak pantas sehingga membuat suasana kelas menjadi tidak kondusif (Rogers, 2004). Gejala perilaku tersebut lazim disebut dengan perilaku disruptif. Suasana yang tidak kondusif membuat rencana pembelajaran tidak terlaksana dengan baik, oleh karena itu perilaku disruptif tersebut termasuk sebagai salah satu perilaku yang

bermasalah. Fenomena tentang

permasalahan perilaku yang sudah diteliti, menunjukkan bahwa perilaku disruptif yang terjadi pada anak-anak sangat meningkat secara signifikan, baik di lingkungan sekolah maupun keluarga. Permasalahan perilaku pada anak tersebut menunjukkan angka yang konsisten mulai dari usia 2 tahun sampai 7 tahun. Keenan dan Wakschlag (2000) meneliti 129 anak usia 2,5 - 5,5 tahun yang berasal dari keluarga kurang mampu. Dari 129 anak, 79 anak menunjukkan perilaku disruptif yang tergolong ke dalam defiant disorder dan

conduct disorder dengan menunjukkan

perilaku agresif, ketidak patuhan terhadap perintah, dan temper tantrums. Faktor yang paling dominan mempengaruhi perilaku disruptif anak pra-sekolah antara lain karakteristik anak dan pola asuh. Fenomena mengenai perilaku disruptif juga dapat dilihat dari hasil penelitian

Conyers, dkk. (2004) menemukan

sebanyak 64% dari 25 anak usia 4 - 5 tahun berperilaku disruptif dengan ciri-ciri berteriak, menangis, membanting tubuh kelantai, memukul teman, menendang, merusak barang, melempar benda, serta menolak dan mengabaikan perintah.

Di Provinsi Bali kasus permasalahan perilaku untuk Taman Kanak-kanak belum banyak diteliti. Hasil penelitian oleh Tirtayani dan Sulastri (2015) di Kota Singaraja menunjukkan angka yang tinggi mengenai gejala perilaku disruptif, yaitu 47,92% dari anak didik di TK Gugus VI Singaraja tahun ajaran 2013/2014.

Fenomena tersebut juga ditemukan di TK Ganesha Denpasar, sebagai lapang penelitian ini. Hasil observasi di dalam kelas nampak proses pembelajaran tidak berjalan dengan baik. Hal itu disimpulkan dari anak-anak berlarian saat proses pelajaran berlangsung, anak dengan emosi marah yang berlebihan, berkelahi, tidak mandiri, anak tidak menyelesaikan semua tugas yang diberikan oleh guru,

menangis berlebihan, lamban,

menginterupsi pembelajaran di kelas, memukul meja, dan berkata kasar. Dampak yang ditimbulkan dari perilaku disruptif anak tersebut menjadikan kegiatan yang sebelumnya sedang berlangsung di kelas menjadi terhenti,

(3)

suasana kelas menjadi tidak kondusif, dan guru kewalahan saat mengatasi perilaku anak. Perilaku disruptif berdampak negatif pada diri anak maupun lingkungannya. Dampak negatif tersebut ialah anak tidak bisa bersosialisasi dengan orang lain, proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas menjadi tidak kondusif, mengganggu

kegiatan belajar semua siswa,

mengancam keselamatan diri sendiri dan orang lain termasuk guru dan teman-temannya (Tirtayani, 2012), selain itu apabila perilaku disruptif tidak segera ditangani akan membuat aktivitas belajar dikelas menjadi terhambat, kinerja yang buruk pada penyelesaian tugas dan hasil belajar anak menjadi rendah (Chen & Ma, 2007).

Berdasarkan permasalahan ter-sebut, maka perlu intervensi yang dapat menurunkan perilaku bermasalah anak di dalam kelas. Teknik keperilakuan merupakan bentuk intervensi yang dinilai efektif terhadap kasus perilaku disruptif. Salah satu teknik behavioral/ keperilakuan yaitu token ekonomy. Token ekonomy adalah salah satu teknik modifikasi perilaku dengan cara memberikan token (tanda) untuk meningkatkan perilaku positif dan menurunkan perilaku yang tidak diharapkan. Token dapat berupa stiker, kepingan plastik, tutup botol, tanda bintang, tanda lingkaran dan stempel. Token ini bisa ditukar dengan benda atau aktivitas pengukuh yang sering disebut

pengukuh idaman (Darwis, 2006;

Purwanta, 2012; Komalasari, dkk., 2014; Martin & Pear, 2015). Penelitian selanjutnya oleh Tirtayani (2012) menerapkan program “Kereta anak Tertib”

yang mengombinasikan ketetapan

penyampaian perintah dan ekonomi token terhadap anak di Taman Kanak-kanak yang hasilnya menunjukkan bahwa program “Kereta Anak Tertib” dapat menurunkan perilaku disruptif anak di Taman kanak-kanak.

Perilaku disruptif di seting kelas adalah perilaku mengganggu, merusak dan melanggar aturan yang menyebabkan proses belajar mengajar di dalam kelas menjadi tidak kondusif. Hal itu ditunjukkan dengan banyak perilaku negatif seperti anak menolak mengerjakan tugas, anak

menginterupsi pembelajaran di kelas, anak menolak mengikuti instruksi guru, anak melakukan kekerasan verbal dan fisik, anak melanggar aturan di kelas, anak meninggalkan tempat duduk tanpa tujuan, anak terlibat dalam perkelahian, anak mudah menangis, mudah marah dan mengamuk, anak suka menyakiti dirinya sendiri, anak datang terlambat, dan anak tidak bisa menjaga kebersihan diri dan lingkungannya (Bentham, 2002; Asizah, 2015).

Banyak faktor yang memengaruhi anak berperilaku disruptif antara lain faktor genetik/biologis, faktor pola asuh orang tua, faktor disfungsi pernikahan orang tua, konflik saudara kandung, faktor lingkungan masyarakat, dan faktor dari lingkungan sekolah termasuk cara pengajaran guru dan pergaulan anak dengan tema-temannya (Asizah, 2015).

Agar penerapan teknik token economy dapat berjalan dengan baik maka ada beberapa tahap yang harus diperhatikan (Purwanta, 2015) antara lain: a) tahap persiapan, yaitu menetapkan perilaku target, menentukan token yang akan digunakan, menentukan hadiah yang akan digunakan sebagai penukar token, memberi nilai/harga pada setiap perilaku yang ditargetkan, menetapkan harga hadiah yang bisa ditukarkan dengan token; b) tahap pelaksanaan, pada tahap ini guru menjelaskan bagaimana cara kerja teknik token economy di kelas, fasilitator bertugas untuk memberikan token sesegera setelah perilaku yang

diharapkan muncul, selain itu

fasilitator/guru juga memberikan penguat berupa pujian; c) tahap evaluasi, pada tahap ini akan diketahui apasaja kekekurangan yang perlu diperbaikai agar penerapan teknik token economy dapat berjalan dengan baik.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik token

economy terhadap perilaku disruptif anak

di TK Ganesha Denpasa. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu Ha: Ada pengaruh teknik token economy terhadap perilaku disruptif anak dan Ho: Tidak ada pengaruh teknik token economy terhadap perilaku disruptif anak.

(4)

METODE

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka peneliti menggunakan metode eksperimen Single Case Experimental

Design yaitu sebuah desain penelitian

untuk mengevaluasi efek suatu intervensi dengan kasus tunggal dari beberapa subjek dalam satu kelompok atau subjek tunggal (Barlow & Hersen, 1984; Latipun, 2011). Dalam penelitian Single Case

Experimental Design perbandingan tidak

dilakukan antara individu maupun kelompok tetapi dibandingkan pada subjek yang sama dalam kondisi yang berbeda. Yang dimaksud kondisi tersebut adalah kondisi baseline dan kondisi intervensi. Kondisi baseline merupakan kondisi dimana pengukuran target behavior dilakukan pada keadaan natural sebelum diberikan intervensi apapun sedangkan kondisi intervensi adalah kondisi dimana suatu perlakuan telah diberikan dan target behavior diukur dibawah kondisi tertentu (Sunanto, 2005:54). Pada penelitian desain subjek tunggal selalu dilakukan perbandingan antara baseline dengan sekurang-kurangnya satu fase intervensi. Untuk memecahkan permasalahan yang diajukan, penelitian ini menggunakan desain reversal dengan bentuk desain

A-B-A withdrawal. Berdasarkan kasus yang

terjadi maka lokasi penelitian dilaksanakan di TK Ganesha Denpasar dengan subjek berjumlah 2 orang.

Dalam penelitian ini, pengumpulan data didapat dengan metode observasi

dan wawancara. Dalam tahap

perancangan intervensi subjek di-kondisikan pada situasi belajar dan waktu yang digunakan dalam satu kali pertemuan 90 menit dalam kegiatan awal dan inti di dalam kelas. Pencatatan kemunculan perilaku disruptif dilakukan secara tally pada lembar observasi dengan checklist perilaku. Observasi juga dilakukan untuk mengetahui kesiapan dan keterlibatan anak dalam kegiatan belajar dan interaksi sosial sehari-hari di dalam kelas. Dalam setiap fase, penelitian ini melibatkan dua orang observer dan seorang fasilitator yaitu guru kelas B2.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:modul penelitian, lembar observasi perilaku disruptif anak,

dan panduan wawancara dengan guru kelas mengenai perubahan perilaku anak saat menerima teknik token economy.

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dengan perincian sebagai berikut; a) fase baseline (A1) dilaksanakan selama 10 kali yaitu pada tanggal 11 – 22 April 2016; b) fase intervensi (B) dilaksanakan selama 10 kali yaitu pada tanggal 25 april – 10 Mei 2016; c) fase baseline (A2) dilaksanakan selama 5 kali yaitu pada tanggal 19 – 25 Mei 2016. Interobserver agreement (IA) secara keseluruhan dalam penelitian ini antara 88,34% - 98,18, berdasarkan acuan kriteria reliabilitas penelitian dengan prosesntase minimal 80% (Barlow & Hersen, 1984; Sunanto, dk., 2005), maka pengukuran dalam penelitian ini dapat dinyatakan reliabel.

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif. Penyajian data dipaparkan secara visual dalam bentuk grafik secara akurat dan bermakna, pada dalam maupun antar kondisi yang dilibatkan (Sunanto, 2005). HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian subjek 1 dan subjek 2 dapat disajikan dalam gambar 1 dan gambar 2 berikut.

Gambar 1. Grafik Perubahan Perilaku Disruptif Subjek 1

Pada gambar 1 terlihat penurunan perilaku disruptif Subjek 1 dari fase

baseline (A1) hingga fase baseline (A2).

Analisis dalam dan antar kondisi

(5)

menunjukkan beberapa hal berikut. Perilaku disruptif pada fase baseline (A1)

memiliki rerata 21,35 dan ada

kecenderungan memburuk sebesar 1,5 poin. Frekuensi perilaku disruptif pada fase ini adalah dalam rentang 17,5 - 23,5. Perilaku disruptif menurun saat penerapan teknik token ekonomi (B1) yakni pada rerata 7,3. Perilaku anak menunjukkan indikasi membaik sebesar 7 poin dalam 10 hari penerapan teknik token ekonomi. Penurunan di hari pertama penerapan intervensi sebesar 7 poin. Frekuensi perilaku disruptif pada fase ini adalah dalam rentang 5-12. Perilaku disruptif meningkat saat teknik token ekonomi dihentikan (A2) dengan rerata 10,2 dan ada dalam rentang 7- 13,5.

Gambar 2. Grafik Perubahan Perilaku Disruptif Subjek 2

Pada gambar 2 terlihat penurunan perilaku disruptif Subjek 1 dari fase

baseline (A1) hingga fase baseline (A2).

Analisis dalam dan antar kondisi

pengukuran terhadap Subjek 2

menunjukkan beberapa hal berikut. Perilaku disruptif pada fase baseline (A1)

memiliki rerata 17,65 dan ada

kecenderungan memburuk sebesar 1 poin. Frekuensi perilaku disruptif pada fase ini ada dalam rentang 14-21. Perilaku disruptif menurun saat penerapan teknik token ekonomi yakni pada rerata 8,85. Perilaku anak menunjukkan indikasi membaik sebesar 5 poin dalam 10 hari penerapan teknik token ekonomi. Penurunan di hari pertama penerapan intervensi sebesar 3 poin. Frekuensi

perilaku disruptif pada fase ini adalah dalam rentang 7 – 12. Perilaku disruptif meningkat saat teknik token ekonomi dihentikan (A2) dengan rerata 13,2 dan ada dalam rentang 10 - 16.

Analisis kualitatif dari hasil observasi deskriptif, wawancara guru dan orang tua subjek, dengan hasil sebagai berikut. Kegiatan pembelajaran di kelas pada setiap harinya sudah direncanakan oleh guru kelas dengan menyiapkan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran Harian

(RPPH) yang dirancang selama dua setengah jam dengan rincian, 30 menit kegaiatan pembuka, 60 menit kegiatan inti, 30 menit istirahat bermain dan 30 menit kegiatan penutup. Dalam kegiatan pembukaan guru menerapkan kegiatan baris berbaris dan bernyanyi bersama di depan kelas lalu dilanjutkan dengan masuk kelas, membalik absen, berdoa bersama, bernyanyi dan kegiatan fisik di dalam maupun di luar kelas. Kegiatan pembukaan lebih menekankan pada aspek fisik motorik dan sosial emosional. Pada saat kegiatan inti guru memberikan penugasan untuk anak. Penugasan tersebut melibatkan beberapa aspek perkembangan anak sepeerti aspek kognitif, bahasa, dan motorik halus antara lain penugasan dengan kertas dan pensil

(menghitung, memasangkan,

membedakan, membandingkan,

mengelompokkan, mewarnai,

menggambar melipat, menggunting, menempel, menulis, dan mencocok), penugasan yang berhubungan dengan karya seni seperti membentuk dan mencap. Dalam kegiatan inti juga disisipkan kegiatan pembiasaan untuk melatih kemandirian anak seperti

mengerjakan tugasnya sendiri,

membersihkan area belajar masing-masing, merapikan alat tulis di loker, merawat hasil karya anak, mencuci tangan sebelum makan, mengambil makanan dan minuman sendiri, dan membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan. Pada kegiatan penutup guru memberikan

kegiatan untuk meningkatkan

perkembangan bahasanya seperti

bercerita, bernyanyi ataupun bertanya jawab mengenai materi pembelajaran saat

(6)

itu. Sebelum pulang guru mengajak anak untuk bernyanyi dan berdoa.

Hasil lainnya, guru mengingatkan berbagai hal positif untuk anak seperti kebiasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh anak. Guru di kelas bertugas untuk merencanakan dan menyiapkan berbagai keperluan belajar anak yang sudah disiapkan sehari

sebelum proses pembelajaran

berlangsung tetapi terkadang guru baru menyiapkan keperluan pembelajaran anak pagi hari sebelum proses pembelajaran sehingga menjadi penghambat proses observasi perilaku disruptif anak. Pembelajaran yang diberikan oleh guru seringkali monoton yang membuat anak-anak merasa bosan.

Keterlibatan dalam kegiatan belajar di TK, minat anak dalam mengikuti kegiatan belajar di kelas tergantung pada tema, media dan kegiatan yang diberikan oleh guru. Tema akan semakin menarik perhatian anak ketika tema tersebut sudah diketahui oleh anak seperti tema binatang, tumbuh-tumbuhan dan kebutuhanku. Begitu pula dengan media pendukung tema yang digunakan oleh guru harus edukatif, besar, menarik, dan mudah dipahami anak.

Kegiatan yang diberikan guru menjadi tolak ukur minat anak dalam belajar, apabila kegiatan atau tugas yang diberikan guru monoton setiap harinya, maka anak akan merasa bosan dan mengalihkan perhatiannya pada kegiatan yang lebih menarik. Selain ketiga hal tersebut minat anak dalam belajar sangat ditentukan oleh gaya guru dalam mengajar, guru yang pasif, monoton dan cenderung galak, membuat anak takut dan tidak tertarik untuk mendengarkan instruksi dari guru sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai dengan baik.

Dalam tahap baseline subjek

penelitian menunjukkan

ketidaktertarikannya terhadap proses pembelajaran di kelas khususnya dalam kegiatan inti. Ketidaktertarikan tersebut ditunjukkan anak dengan cara menolak mengerjakan tugas, berlarian di dalam kelas dan mengobrol dalam jangka waktu yang lama. Setelah diterapkannya teknik token ekonomi, subjek penelitian

menunjukkan antusiasme dalam mengikuti

pembelajaran di kelas seperti

memperhatikan guru saat menjelaskan materi, dan mengerjakan tugas-tugas yang berikan oleh guru.

Selain antusiasme anak mengikuti pembelajaran di dalam kelas, anak juga terlibat aktif mengikuti setiap kegiatan dan ektrakulikuler yang dilaksanakan sekolah seperti menari dan mengikuti lomba-lomba. Bahkan subjek 2 mendapatkan juara 3 dalam lomba mewarnai. Interaksi subjek lemah dengan teman sebaya sebelum diterapkan token economy. Teman-teman merasa terganggu bahkan ada yang menjauh ketika subjek melakukan tindakan-tindakan yang tidak pantas seperti mengejek ataupun melakukan kekerasan fisik dari yang ringan hingga berat. Subjek 2 terlihat menarik diri dari lingkungannya. Hal itu terlihat saat anak lebih senang bermain sendiri dari pada bersama-sama belajar dengan temannya.

Penolakan kelompok direspon subjek dengan cara yang berbeda-beda. Subjek 1 meresponnya dengan cara mengeluarkan kata-kata kasar sedangkan subjek 2 meresponnya dengan cara berteriak hingga memukul temannya. Kedua subjek berupaya melibatkan diri dengan kelompoknya sejak hari pertama penerapan teknik token ekonomi. Subjek berusaha tidak melakukan perilaku agresif agar tidak dijauhi oleh teman-temannya. Subjek juga berusaha mengikuti setiap kegiatan bersama-sama dengan teman. Perilaku saling tolong menolong juga ditunjukkan oleh kedua subjek; 4) Figur otoritas anak di TK adalah guru, sedangkan figure otoritas anak di rumah adalah orang tua, kakak, kakek, nenek dan oramg dewasa yang ada disekitar anak. Perilaku melawan, membantah dan tidak menurut merupakan respon anak yang sering ditujukan kepada orang tua ataupun guru. Penolakan yang dilakukan oleh subjek 1 sering ditunjukkan dengan tidak menurut dan melawan secara verbal dengan kata-kata yang tidak pantas sedangkan subjek 2 sering menunjukkan respon tidak menurut bahkan menangis dan melempar barang. Perubahan bentuk respon subjek terhadap guru maupun

(7)

orang tua terlihat ketika subjek menuruti setiap instruksi atau perintah orang tua dan guru. Subjek juga menunjukkan mimik muka yang menyenangkan. Subjek 1 lebih menunjukkan perilaku hormat kepada guru dengan mengucapkan kata-kata yang sopan tidak seperti sebelum diberikan

penerapan. Dan subjek 2 lebih

menunjukkan perhatiaanya kepada guru dengan menanyakan hal-hal yang tidak ia pahami saat mengerjakan tugas atau melakukan suatu kegiatan.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik token economy terhadap perilaku disruptif anak

di TK Ganesha Denpasar. Hasil

pengukuran menunjukkan adanya

penurunan frekuensi perilaku disruptif anak setelah mendapatkan perlakukan berupa teknik token economy di kelas. Berdasarkan hasil tersebut, hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa ada pengaruh teknik teknik token economy terhadap perilaku disruptif anak diterima dalam penelitian ini.

Perilaku disruptif anak di seting kelas ditunjukkan anak dengan melakukan tindakan menentang aturan, tindakan merusak secara tetap dan terus menerus dan ketidak disiplinan anak dalam mengerjakan tugas. Anak dengan perilaku disruptif cenderung mengganggu aktivitas atau kegiatan orang lain tanpa alasan yang masuk akal (Hoghughi, 1992).

Permasalahan perilaku disruptif

berdampak pada terhambatnya partisipasi anak dalam kegiatan pembelajaran di kelas, kinerja yang buruk pada penyelesaian tugas, hasil belajar anak menjadi rendah, kesulitan anak untuk bersosialisasi, bahkan dampak yang paling buruk adalah anak dijauhi oleh teman-temannya.

Pada kasus di seting pendidikan,

ketidakkonsistenan guru dalam

menerapkan suatu aturan dan pemberian punishment secara berlebih membuat perilaku disruptif anak cenderung meningkat. Maka dari itu perlunya suatu penanganan agar perilaku disruptif dapat

menurun. Teknik token economy

dipandang efektif untuk menurunkan

perilaku disruptif. Kemunculan perilaku disruptif anak di kelas yang bertahan lebih dari 6 bulan, menjadi dasar pentingnya suatu intervensi untuk diterapkan.

Pada fase baseline, subjek 1 dan 2 menunjukkan perilaku disruptif dengan frekuensi lebih dari 2 kali dalam interval 5

menit. Anak belum mampu

mempertahankan perilaku dalam

mengikuti rangkainan kegiatan belajar dalam interval 5 menit dan ini menyulitkan anak untuk dapat terlibat dengan baik dalam kegiatan-kegiatan di kelas. Tetapi meskipun teknik token economy belum diterapkan, perilaku disruptif subjek 1 dan

2 sempat mengalami penurunan

dikarenakan fasilitator memberikan suatu teguran keras ketika anak melakukan perilaku disruptif yang mengancam keselamatan orang lain sehingga anak menjadi takut yang membuat perilaku disruptif anak menurun walaupun efeknya

hanya sementara. Namun dalam

beberapa hari frekuensi perilaku disruptif anak kembali meningkat karena adanya kesempatan anak untuk berperilaku disruptif dan tidak adanya respon dari guru misalnya disaat guru di kelas sibuk mengerjakan administrasi sekolah.

Penerapan token economy

dilakukan setiap hari di kelas selama 90 menit pada saat awal dan inti pembelajaran, sebagai suatu bentuk pembiasaan perilaku terhadap anak. Lingkungan kelas terlibat secara aktif dalam proses pembiasaan sehingga menjadi pendukung keberhasilan teknik token economy. Pada fase penerapan perlakuan ini, baik pada subjek 1 maupun subjek 2 terjadi kestabilan pada penurunan frekuensi perilaku disruptif anak. Anak sudah mampu mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas tanpa berperilaku disruptif. Penurunan frekuensi perilaku disruptif sangat mendukung bagi peningkatan keterlibatan partisipasi pada kegiatan belajar di kelas. Sejalan dengan kemampuan anak untuk mematuhi aturan belajar di kelas, anak juga mampu menuntaskan tugas-tugas yang diberikan guru dan berinteraksi teman-teman dikelas secara lebih baik. Dalam penelitian ini terdapat 5 indikator yang menjadi perilaku sasaran (target behavior) antara lain

(8)

perilaku anak meninggalkan tempat duduk tanpa tujuan, melakukan kekerasan fisik, melakukan kekerasan verbal, menyela guru saat menjelaskan dan menunda menyelesaikan tugas. Pada subjek 1, setiap perilaku sasaran mengalami penurunan frekuensi pada fase penerapan perlakuan walaupun anak masih sering

melakukannya namun frekuensinya

sangat rendah. Menurunnya perilaku target hingga frekuensi 0 yaitu perilaku anak menyela saat guru memberikan penjelasan. Begitu pula dengan subjek 2 setiap perilaku sasaran mengalami penurunan frekuensi perilaku disruptif namun dalam frekuensi rendah. Subjek 2 pun sempat mengalami penurunan frekuensi sampai 0 yaitu pada indikator anak menyela guru saat menjelaskan dan anak melakukan kekerasan verbal. Penurunan frekuensi perilaku disruptif tersebut karena anak mendapatkan suatu motivasi untuk belajar berupa token yang bisa ditukarkan dengan hadiah. Secara teoretis ada beberapa kelemahan dalam penerapan teknik token economy salah satunya adalah kurangnya pembentukan motivasi intrinsic karena token merupakan dorongan dari luar diri anak (Kuniawati, 2010), kelemahan tersebut dapat diatasi dengan memberikan anak suatu pujian, tepuk tangan setelah anak melakukan perilaku yang diharapkan, selalu mengingatkan anak agar anak menjadi terbiasa dan mengetahui perilaku yang benar dan salah.

Pada fase baseline 2, perilaku disruptif anak meningkat secara konsisten karena teknik token economy tidak diberikan lagi. Dengan tidak diberikannya token maka motivasi anak mengikuti kegiatan dikelas dengan baik menjadi berkurang sehingga frekuensi perilaku disruptif anak meningkat.

Teknik token economy ini

diterapkan untuk seluruh anak di kelas, jadi untuk kedua subjek tidak merasakan dibedakan dengan teman-temannya yang lain. Selain itu subjek menjadi merasa semangat mendapatkan token karena semua temannya berkompetisi agar mendapatkan token sebanyak-banyaknya. Token yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk stiker yang sangat lucu

sehingga anak-anak tertarik untuk mendapatkan token tersebut.

Dalam penerapan teknik token economy, setiap token yang diperoleh dapat ditukarkan dengan hadiah. Hadiah yang disertakan di kelas, sebagai penguat atas keberhasilan anak dalam merespon secara tepat, disesuaikan dengan minat dan kebutuhan anak. Dengan adanya hadiah motivasi anak untuk mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas menjadi meningkat. Pilihan hadiah tersebut, antara lain; buku, pensil, penggerot, buku gambar, buku mewarnai, minuman dan permen susu. Untuk menjaga antusiasme anak dalam mendapatkan token, hadiah yang disediakan sangat bervariasi. Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan hadiah. Tetapi hadiah yang disediakan mempunyai harga yang berbeda-beda. Setiap harga pada hadiah sudah diperhitungkan sedemikian rupa agar setiap anak dapat memperoleh hadiah walaupun frekuensi perilaku disruptif anak meningkat.

Penerapan teknik token economy ini memiliki beberapa keunggulan apabila diterapkan di kelas: (1) teknik ini dapat diterapkan seiring proses pembelajaran berlangsung, (2) token yang berbentuk lucu dan hadiah yang variatif sangat menarik untuk anak sehingga membuat anak senang dan termotivasi untuk

mengikuti pembelajaran sehingga

pembelajaran di kelas bisa berjalan dengan kondusif, (3) aturan dalam penerapan teknik token economy bisa disesuaikan dengan kondisi lingkungan kelas, (4) reward yang digunakan bisa juga memanfaatkan barang-barang yang sudah ada di sekolah seperti mainan yang sudah tersedia jadi bisa lebih hemat dalam penerapannya. Beberapa keunggulan tersebut memiliki kesesuain dengan kelebihan penerapan teknik token economy sebagaimana dipaparkan Kazdin (2001) yaitu token economy tidak menjenuhkan, mudah diberikan, dan bisa memberikan penguat ke individu dengan kesukaan yang berbeda.

Beberapa keterbatasan yang menjadi kelemahan dalam pelaksanaan penelitian ini, adalah: (1) Karena peneliti sempat opname di rumah sakit selama

(9)

satu minggu menyebabkan fase baseline 2 tidak langsung berlajut saat selesai fase pemberian perlakuan. (2) Pada fase baseline ke 2, situasi di luar kelas cukup gaduh dikarenakan adanya latihan bergilir untuk kegiatan pentas seni sehingga perhatian anak teralihkan ke luar kelas. (3) Karena keterbatasan guru di TK Ganesha, fasilitator hanya satu maka dari itu peneliti juga bertindak sebagai faslitator. (4) Di beberapa kesempatan, fasilitator tidak menerapkan teknik token economy sesuai

dengan prosedur, seperti: (a)

Menyampaikan penjelasan mengenai penerapan teknik token economy tanpa disertai dengan menunjukkan alat-alat pendukung, seperti; stiker dan hadiah. (b) Ketidak konsistetan jumlah token yang diberikan saat perilaku yang diharapkan muncul. (c) Gagal memberian umpan balik. (d) Fasilitator memberikan

punishment berlebihan saat perilaku

disruptif muncul.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data sebagaimana yang disajikan dalam Bab IV, disimpulkan bahwa teknik token

ekonomi berpengaruh terhadap

menurunnya perilaku disruptif anak di sekolah. Keberhasilan penurunan perilaku disruptif yang telah dilakukan anak dapat dilihat dari overlap data baik subjek 1 maupun subjek 2 sebesar 100% pada pengukuran perilaku disruptif di kelas saat kondisi baseline 1 (A1) dengan Kondisi Pemberian intervensi (B1).

Berdasaran kesimpulan diatas dapat diajukan saran-saran sebagai beriktu: (a) Bagi guru, Guru dapat menerapkan teknik token ekonomi pada permasalahan perilaku yang serupa. Penerapan disiplin di sekolah hendaknya dilakukan secara konsisten agar anak tidak kebingungan dalam merespon aturan. Pemberian punishment hendaknya di kurangi agar perilaku disruptif anak tidak meningkat; (b) Bagi orang tua, Agar penerapan disiplin yang sudah dilakukan oleh guru disekolah tidak sia-sia hendaknya orang tua juga menerapkan disiplin serupa dirumah agar anak tidak merasa kebingungan dalam bertindak, (c) Bagi Peneliti selanjutnya, Peneliti

selanjutnya disarankan untuk menerapkan teknik token ekonomi pada permasalahan yang serupa sehingga meningkatkan generalisasi manfaat teknik token ekonomi. Selain tiu kestabilan data merupakan hal yang sangat penting diperhatikan, sebelum data stabil disarankan agar penelitian tidak dihentikan. Pemberian pelatihan pada observer dan fasilator sangat penting dilakukan agar tidak terjadi perbedaan pandangan dan penelitian dapat berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Asizah. 2015.”Children Disruptive Behavior Well-being: Pentingnya Hubungan Anak dan Orang Tua”. Psychology Forum UMM, ISBN: 978-979-796-324-8 (hlmn.46-54). Barlow, David H dan Michel Hersen, 1984,

Single Case Experimental

Designs Strategies for Studying

Behavior Change, Edisi Kedua,

New York: Pergamon Press, Inc. Bentham, Susan. 2002. Phychology and

Education. New York: Routledge Chen, Chiu Wend dan Hsen Hsing Ma.

2007. “Effects of Treatment on Disruptive Behaviors”. The

Behavior Analyst Today, Volume

8 Nomor 4 (hlmn. 380-397). Conyers, Carole. dkk. 2004. “A

comparasion of Response Cost and Differential Reinforcement of Other Behavior to Reduce Disruptive Behavior in a Preschool Classroom”. Journal of Applied Behavior Analysis Volume 37 Nomor 3 (hlmn 411-415).

Darwis, Abu. 2006. Pengubahan Perilaku Menyimpang Murid Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Hoghughi, Masud. 1992. Assessing Child and Adolescent Disorder. New Delhi: SAGE Publications.

Kazdin, A. E. 2001. Behavior Modification

in Applied Setings. Belmont:

Wadsworth Thomson Learning. Keenan, Kate dan Lauren S. Wakschlag.

(10)

Disruptive Behavior Disorder Be Made in Preschool Childern?”. Reviews and Overviews, Volume 159 (hlmn 351-358).

Kurniawati,Yuli. 2010. Modifikasi Perilaku Anak Usia Dini. Semarang:UNNES Komalasari, Gartina dkk. 2014. Teori dan

Teknik Konseling. Jakarta: Indeks. Latipun. 2006. Psikologi Eksperimen.

Malang: UMM Press-Universitas Muhammadiyah Malang.

Martin, Garry dan Joseph Pear. 2015. Modifikasi Perilaku, Makna dan Penerapannya, Edisi Kesepuluh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Purwanta, Edi. 2012. Modifikasi Perilaku

Alternatif Intervensi Anak

Berkebutuhan Khusus.

Yogyakarta: Pustaka Belajar. Rogers, Bill. 2004. Behavior Recovery.

Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Sunanto, Juang. 2005. Pengantar

Penelitian Subjek Tunggal.

CRICED: Universitas of Tsukuba. Tirtayani, Luh Ayu. 2012. “Penerapan

Program ‘Kereta Anak Tertib’ di Taman Kanak-kanak”. Jurnal Psikologi, Volume 8 Nomor 1 (hlmn.21-27).

Tirtayani, Luh Ayu & Made Sulastri. 2015. “Perilaku Disruptif di Taman Kanak-kanak Gugus VI Singaraja.

Jurnal Ilmiah, Mimbar ilmu,

ISSN:1829-877x edisi 21 Juni 2015 (hlmn 1-19).

Gambar

Gambar  1.  Grafik  Perubahan  Perilaku  Disruptif Subjek 1
Gambar  2.  Grafik  Perubahan  Perilaku  Disruptif Subjek 2

Referensi

Dokumen terkait

KEGIATAN PENINGKATAN PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA PARIWISATA ULP KABUPATEN DAIRI TAHUN

Aradan iki ay kadar bir zaman geçtikten sonra ikinci defa olmak üzere yine ziyaretine gittim: tenbihkri veçhi­ le kollej bahçesinden A şiyına indim.. Biraz

• Mengukur kesehatan organisasi dan kemampuan organisasi untuk menerima perubahan drastis yang diharapkan dari kesuksesan proyek reengineering.. • Mengidentifikasi proses-proses

Berdasarkan batasan pada istilah diatas, maka judul yang penulis angkat adalah “Kompetensi Profesional Guru Mata Pelajaran Quran Hadits di MTs Ma’arif NU 1 Sumpiuh

Selain itu juga terkadang guru mencoba dengan metode pengamatan (obsevasi) dilapangan sehingga siswa dapat merasakan bagaimana kondisi masyarakat dan mobilitas sosial

Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat

HUBUNGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KETEPATAN SERVIS DALAM PERMAINAN BULUTANGKIS.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Program Projek Akhir Arsitektur yang berjudul “Pusat Seni Fotografi