OPTIMASI MODEL HIDROLOGI MOCK DAERAH TANGKAPAN AIR WADUK SEMPOR
Hilda Julia
Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Email: [email protected]
ABSTRACT
Hydrological analysis is an important stage in water resources development activities, where the output of the analysis will give an overview about water discharge (inflow) into reservoir which is hopefully the quantity of water can supply all human needs (outflow) and also determinethe direction of water resources development strategy in a comprehensive indirectly. Utilization of Mock’s hydrological model is an approach to simulate and forecast the hydrological phenomenon that is occuring in the future using certain hydrological data recording. The main input of Mock’s hydrological model are semimonthly precipitation, evapotranspiration and parameters, while the output of model is water discharge. Microsoft excel was used in analysis of data. The optimal parameters of Mock’s hydrological model for regional water catchment area of Sempor Reservoir was obtained through the stages of calibration, verification and validation. The optimal parameters are water catchment area 44.158 km2; wet season infiltration coefficient 0.25; dry season infiltration coefficient 0.4; initial soil moisture 100 mm; soil moisture capacity 150 mm; initial groundwater storage 500 mm; groundwater recession constant 0.995.
Keywords: Mock’s hydrological model, water discharge, Sempor Reservoir
ABSTRAK
Analisis hidrologi merupakan tahapan penting dalam kegiatan pengembangan sumber daya air, dimana nantinya output dari analisis tersebut dapat memberikan gambaran tentang debit air masuk (inflow) ke waduk sehingga diharapkan ketersediaan air dapat mencukupi kebutuhan manusia (outflow) dan secara tidak langsung juga akan ikut menentukan arah dari strategi pengembangan sumber daya air secara komprehensif. Model hidrologi Mock merupakan suatu pendekatan untuk mensimulasi dan memprediksi peristiwa hidrologi yang akan terjadi di masa yang akan datang menggunakan rekaman data hidrologi tertentu. Masukan utama pada model hidrologi Mock berupa curah hujan setengah bulanan, data evapotranspirasi dan parameter terkait, sedangkan keluaran model berupa debit aliran. Analisis data menggunakan Microsoft excel. Setelah melalui tahap kalibrasi, verifikasi dan validasi maka diperoleh parameter optimal dari model hidrologi Mock untuk kawasan daerah tangkapan air Waduk Sempor yaitu: Luas daerah tangkapan air 44,158 km2; koefisien infiltrasi musim basah 0,25; koefisien infiltrasi musim kemarau 0,4; kelembaban tanah awal 100 mm; kapasitas kelembaban tanah 150 mm; penyimpanan air tanah awal 500 mm; konstanta resesi air tanah 0,995.
Kata kunci: Model hidrologi Mock, debit, Waduk Sempor.
A. PENDAHULUAN
Dari segi lokasi, Waduk Sempor terletak di desa Sempor, kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia. Tepatnya terletak sekitar 7 km sebelah utara kota Gombong. Secara geografis, di sebelah timur dan utara merupakan perbukitan dan di sebelah barat dan selatan merupakan dataran rendah yang terdiri dari perumahan dan persawahan.1
Waduk Sempor mempunyai multi fungsi selain sebagai objek wisata, waduk ini juga berfungsi sebagai sumber untuk penyediaan air baku PDAM, irigasi persawahan, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), transportasi dan
sumber penghasilan bagi warga sekitar melalui kegiatan perikanan. Keseluruhan fungsi di atas menuntut ketersediaan air yang optimal agar kebutuhan air semua sektor dapat terpenuhi. Hal ini erat kaitannya dengan debit air yang masuk (inflow) ke Waduk Sempor yang nantinya digunakan dalam tahapan perencanaan untuk distribusi air minum dan luas daerah irigasi.
Permasalahan yang sering terjadi di Indonesia adalah minimnya ketersediaan data debit atau tidak adanya alat pengukur debit air yang masuk ke suatu waduk atau bendungan, data yang tersedia hanya berupa rekaman data
curah hujan setengah bulanan (15 harian) dandata klimatologi. Kondisi keterbatasan data di Indonesia ini dapat diatasi dengan menggunakan suatu metode simulasi yang dapat menduga besar debit air sungai, yaitu dengan menggunakan model-model hidrologi.2
Mock telah memperkenalkan model curah hujan-limpasan untuk ditetapkan di Indonesia. Model tersebut mempunyai metode perhitungan yang relatif sederhana dan mudah penerapannya. Model ini nantinya akan menyederhanakan kenyataan alam atau proses hidrologi yang sangat kompleks. Perhitungan dilakukan berdasarkan data curah hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah tinjauan, dimana keluaran atau output
model berupa debit air setengah bulanan (Qcalculated).3
B. TINJAUAN PUSTAKA Model Hidrologi Mock
Pengalihragaman hujan menjadi limpasan (rainfall-runoff) pada suatu Daerah Tangkapan Air (DTA) sering diterangkan dengan cara pemodelan. Pemodelan adalah suatu cara/penyederhanaan untuk menerangkan proses rumit alami ke dalam gambar atau bahasa matematika agar mudah dipahami berdasarkan
kaidah-kaidah yang berlaku. Menurut pengertian umum lainnya, model hidrologi adalah sebuah sajian sederhana dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks.4
Pada prinsipnya model adalah penyederhanaan dari sistem yang sebenarnya. Tujuan utama membuat model secara umum adalah usaha untuk mensimulasi dan memprediksi dari sistem yang sebenarnya. Dengan model yang telah teruji keandalannya, memungkinkan untuk memprediksi peristiwa hidrologi yang akan terjadi di masa yang akan datang.5
Dibandingkan dengan pengumpulan data debit, pengumpulan data curah hujan pada umumnya jauh lebih mudah. Jika data curah hujan harian yang tersedia cukup panjang, meskipun deret data debit hariannya hanya pendek, missal 3 tahun, maka deret data debit harian tersebut dapat direntang sepanjang deret data curah hujan harian. Hal ini dapat ditempuh dengan cara simulasi yang menggunakan model-model matematik. Dengan cara tersebut bahkan dapat meramal ke depan dalam hal deret data debit bulanan berdasarkan deret data debit bulanan masa lampau. Peramalan debit diperlukan misalnya untuk membuat pola eksploitasi waduk untuk tahun berikutnya.6
ER
Gambar 1. Skema Model Tangki Metode Mock
P = rainfall (mm)
AET = evapotranspirasi aktual (mm) ER = excess rainfall (mm)
DRO = direct runoff (mm) WS = water storage (mm)
SMC = soil moisture capacity (mm) ISM = initial soil moisture (mm) ΔS = change of water storage
IGWS = initial ground water storage
GWS = ground water storage
BF = base flow
CF = koefisien tanaman
Eto = Evapotranspirasi Potensial
AET = CF x Eto
ER = P - AET WS = ER - ∆SM ISM = SMI-1
ISMFEB = SMJAN
IGWS = GWSI-1
IGWSFEB = GWSJAN
I = CW X WS = CD X WS
GWS = 0,5 X (1+K) X I + K X IGWS QBAS = I-∆S = I – (GWS – IGWS)
QTOT = DRO + QBSF
Kalibrasi dan Validasi Model
Kalibrasi (calibration atau calage) terhadap suatu model adalah proses pemilihan kombinasi parameter sedangkan verifikasi (verification) adalah proses evaluasi terhadap model untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat ketidakpastian yang dimiliki oleh suatu model dalam memprediksi proses hidrologi. Pada umumnya, verifikasi dilakukan dengan menggunakan data, di luar periode data yang digunakan untuk kalibrasi. Misalnya, kalibrasi dilakukan selama periode tahun 1970-1985, maka verifikasi dapat dilakukan untuk periode tahun 1986-2000. Suatu fungsi objektif biasanya digunakan untuk mengukur secara kuantitatif tingkat kesalahan antara yang terhitung dan yang terukur. Minimalisasi nilai fungsi objektif dilakukan dengan optimalisasi nilai parameter.7 Perhitungan Rata-rata Hujan Wilayah
Dalam analisa hidrologi seringkali mengharuskan menyajikan rata-rata hujan dari suatu wilayah, wilayah DTA misalnya. Ada tiga cara untuk menjadikan data hujan dari beberapa stasiun ke dalam rata-rata hujan wilayah:
a) Rata-rata biasa b) Poligon Thiessen c) Metode Isohyet.5
Dalam penelitian ini digunakan teknik poligon thiessen dengan alasan DTA Waduk Sempor memiliki variasi curah hujan yang besar, penyebaran stasiun hujan tidak merata dan jumlahnya terbatas dibanding luasnya.
Sedangkan untuk teknik Isohyet dianggap bersifat subjektif dan tergantung pada keahlian, pengalaman, dan pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan pada daerah setempat, selain itu metode Isohyet cocok digunakan pada daerah yang memiliki jumlah stasiun pengamatan hujan yang banyak.
Teknik poligon dilakukan dengan cara menghubungkan satu alat penakar hujan (stasiun) dengan stasiun lainnya yang berdekatan menggunakan garis lurus. Memberi batasan daerah pengaruh setiap stasiun dengan menggambar sejumlah garis di antara pasangan stasiun yang ada, kemudian membagi dua semua garis secara tegak lurus. Daerah yang berada dalam suatu batasan yang terbentuk oleh garis tegak lurus yang saling berpotongan dianggap memiliki curah hujan yang sama dengan yang tercatat di stasiun dalam daerah tersebut.8
Curah hujan rata-rata di daerah tersebut diperoleh dari persamaan di bawah ini:
(R1 a1 / A) + (R2 a2 / A) + ………+ (Rn an / A
Dimana,
R1, R2, …Rn : curah hujan untuk
masing-masing alat penakar hujan (mm) a1, a2, ….an : luas untuk masing-masing
daerah poligon (ha)
A : luas total daerah tangkapan air (ha).9
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga merupakan gabungan antara proses-proses evaporasi, intersepsi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air atau gas dari semua bentuk permukaan kecuali vegetasi. Sedang transpirasi adalah perjalanan air dalam jaringan vegetasi (proses fisiologis) dari akar tanaman ke permukaan daun dan akhirnya menguap ke atmosfer. Intersepsi adalah penguapan air dari permukaan vegetasi ketika berlangsung hujan.9 Pengukuran evapotranspirasi dapat dilakukan dengan beberapa metode salah satunya metode
Penman-Monteith: 𝜆𝐸𝑐 = 𝑠𝐴 +𝜌𝐶𝑝 𝑒𝑠 𝑇 − 𝑒𝑎 𝑟𝑎 / 𝑠 + 𝛾 1 + 𝑟𝑠 𝑟𝑎 dimana,
s : laju perubahan tekanan uap jenuh dan merupakan fungsi dari suhu (Pa ºC) A : energi tersedia (Rn – G Rn)
𝐸𝑐 : laju evaporasi tajuk vegetasi dalam kondisi jenuh (ETo) (mm/s)
ρ : kerapatan udara (kg/m3)
Cp : specific heat of air pada tekanan udara
konstan, (dalam hal ini adalah 1010 J/kg/ºC
es (T) : tekanan uap air jenuh pada suhu
atmosfer (Pa ºC)
ea : tekanan uap air atmosfer (Pa ºC) : latent heat of vaporization (J/kg) 𝛾 : tetapan psikometrik (Pa/ ºC)
ra : aerodynamic transfer resistence (s/m)
rs : resistensi stomata (s/m)
Besarnya nilai evapotranspirasi aktual (Etc) adalah:
ETc = Kc . ETo
Dimana:
ETc : Evapotranspirasi aktual, mm/hari
ETo : Evaporasi potensial, mm/hari
Kc : Koefisien tanaman
Keuntungan persamaan ini yaitu dapat mengetahui sifat-sifat iklim yang berhubungan dengan proses evapotranspirasi dan lebih efektif dibanding metode lainnya. Persamaan Penman-Monteith juga membutuhkan lebih banyak data klimatologi dalam perhitungannya, antara lain: suhu udara, kelembaban relatif, kecepatan angin, lama penyinaran matahari, tekanan udara, data topografi (elevasi atau altitude stasiun pengamatan dan letak garis lintang).10
C. METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian berada di kawasan daerah tangkapan air (DTA) Waduk Sempor yang secara administratif terletak di desa Sempor, kecamatan Sempor, kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak, BPSDA Probolo dan PKSDA Sempor. Data-data sekunder tersebut adalah data curah hujan setengah bulanan selama 11 tahun (2001-2011), data debit aliran (Qobserved) yang hanya tersedia selama 3 (tiga) tahun (2009-2011), data
klimatologi (kecepatan angin, kelembaban udara, suhu udara, dan lama penyinaran matahari) dan data topografi. Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel.
Analisa Ketersediaan Air dengan Model Hidrologi Mock
Tahapan/langkah kerja dari model hidrologi Mock:
a. Tahap kalibrasi dan verifikasi
Pada perhitungan menggunakan metode Mock perlu dilakukan kalibrasi terhadap parameter-parameter yakni Soil Moisture Capacity (SMC), koefisien infiltrasi, koefisien resesi, Initial Soil Moisture (ISM), dan Initial Ground Water Storage (IGWS). Untuk mendapatkan nilai parameter yang optimal maka digunakan uji statistik berupa uji koefisien korelasi, volume error dan uji-t (hitung). Setelah diperoleh parameter yang optimal hasil kalibrasi maka selanjutnya dilakukan tahap verifikasi model dengan membandingkan rataan dan ragam antara data debit hasil perhitungan dan data debit pengukuran di lapangan.
b. Tahap validasi
Tahap ini dilakukan untuk melihat keberlakuan suatu model untuk diterapkan disuatu wilayah berdasarkan uji statistik (koefisien determinasi R2)
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kalibrasi dan Verifikasi Model Hidrologi Mock
Tahap pertama yang harus dilakukan adalah melakukan kalibrasi parameter dimana pada penelitian ini dilakukan dengan cara coba-coba (trial and error) dengan media program
Microsoft Excel. Oleh karena data debit hasil pengamatan (Qobserved) yang tersedia adalah data debit pengamatan tahun 2009, 2010 dan 2011, maka untuk tahap kalibrasi dilakukan dengan menggunakan data curah hujan dan klimatologi tahun 2009 agar debit hasil simulasi dapat dibandingkan dengan debit hasil pengamatan di lapangan. Data debit pengamatan tahun 2010 dan 2011 digunakan sebagai data pembanding dengan data debit hasil simulasi pada tahap verifikasi.
Pada perhitungan menggunakan model Mock perlu dilakukan kalibrasi terhadap nilai masing-masing parameter, seperti koefisien infiltrasi dan faktor resesi air tanah yang sangat
dipengaruhi oleh topografi dan jenis tanah. Penentuan kedua nilai ini dilakukan dengan menguji semua koefisien pada selang nol sampai satu. Sedangkan untuk parameter
lainnya ditentukan dengan memasukkan nilai secara bebas dari rentang nilai yang ada secara
trial and error, misalnya untuk initial soil moisture (50-200 mm), soil moisture capacity
(100-300 mm) dan initial groundwater storage
(100-2000 mm). Rentang nilai tersebut
merupakan hasil yang diperoleh dalam perhitungan Laporan Akhir Monitoring dan Evaluasi Prasarana Sumber Daya Air Wilayah Sungai Serayu Bogowonto pada tahun 2009.11 Hasil kalibrasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kalibrasi Model Mock Tahun 2009 DTA Waduk Sempor
PARAMETER DTA Satuan Simbol Hasil optimasi
1. Luas DTA (km2) km2 A 44,158
2. Koefisien infiltrasi musim basah - WIC 0,25
3. Koefisien infiltrasi musim kemarau - DIC 0,4
4. Initial Soil Moisture (mm) (mm) ISM 100
5. Soil Moisture Capacity (mm) (mm) SMC 150
6. Initial Groundwater Storage (mm) (mm) IGWS 500
7. Groundwater RecessionConstant - K 0,995
Sumber: Data Sekunder Diolah
Tabel 2. Uji Statistik
Uji 2009 2010 2011
Koefisien korelasi 0,929 0,919 0,961
Volume Error 0,004 0,189 0,085
Uji-t (hitung) 0,012 1,508 0,303
Sumber: Data Sekunder Diolah
Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi diperoleh nilai Rhitung lebih besar dari
Rtabel (pada derajat kepercayaan α=0,05 (5%)
menunjukkan bahwa Rtabel = 0,3438), hal ini
menunjukkan adanya hubungan linier yang baik antara debit hasil perhitungan model Mock dengan debit hasil pengukuran di lapangan, sedangkan dari uji-t diperoleh bahwa thitung lebih
kecil dari ttabel (pada derajat kepercayaan α=0,05
(5%) menunjukkan bahwa ttabel = 1,96), maka
dapat dikatakan bahwa 95% betul tidak ada perbedaan yang nyata antara debit hasil
perhitungan model Mock dengan debit hasil pengukuran di lapangan. Volume error yang diperoleh dari hasil kalibrasi (tahun 2009) dan verifikasi (tahun 2010 dan 2011) masih dikatakan baik karena nilainya hampir mendekati nol.
Untuk melihat dan menilai performance
dari model hidrologi yang dibangun, selain dapat menggunakan perhitungan statistik, juga dapat menggunakan grafik time series dan
Gambar 2. Debit Hasil Perhitungan dan Debit Hasil Pengamatan Tahun 2009
Gambar 3. Debit Hasil Perhitungan dan Debit Hasil Pengamatan Tahun 2010 0 2 4 6 8 10 12
Grafik Kalibrasi Qcal Vs Qobs Tahun 2009
DTA Waduk Sempor
Qcal (m^3/s) Qobs (m^3/s) 0 2 4 6 8 10 12
Grafik Verifikasi Qcal Vs Qobs Tahun 2010
DTA Waduk Sempor
Qcal (m^3/s) Qobs (m^3/s)
Gambar 4. Debit Hasil Perhitungan dan Debit Hasil Pengamatan Tahun 2011
Validasi Model Hidrologi Mock
Gambar 5. Uji Validasi Model Tahun 2009 0 2 4 6 8 10 12 14
Grafik Verifikasi Qcal Vs Qobs Tahun 2011
DTA Waduk Sempor
Qcal (m^3/s) Qobs (m^3/s) R² = 0,862 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Qo b s (m ^3/s) Qcal (m^3/s)
Qcal Vs Qobs
2009
Debit Linear (Debit)Gambar 6. Uji Validasi Model Tahun 2010
Gambar 7. Uji Validasi Model Tahun 2011 R² = 0,844 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Qo b s (m ^3/s) Qcal (m^3/s)
Q cal Vs Qobs
2010
Debit Linear (Debit) R² = 0,923 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Qo b s (m ^3/s) Qcal (m^3/s)Qcal Vs Qobs
2011
Debit Linear (Debit)Uji validasi model dilakukan untuk mengetahui keberlakuan model melalui nilai korelasi dari debit hasil perhitungan (Qcal) dengan debit hasil pengamatan di lapangan (Qobs).
Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan model peubah (variabel) bebas terhadap peubah (variabel) tidak bebas, atau seberapa besar kemampuan peubah (variabel) bebas menjalankan peubah (variabel) tidak bebas dalam model regresi sederhana. Semakin besar R2 maka model regresi yang diperoleh semakin baik. Dari hasil uji validasi perhitungan kalibrasi tahun 2009 didapat nilai R2= 0,862 maka dapat dikatakan bahwa bertambah besarnya atau menurunnya debit hasil pengukuran di lapangan sebesar 86,2% dapat dijelaskan oleh hubungan linier antara debit hasil perhitungan model Mock dan debit hasil pengukuran di lapangan, sedangkan sisanya sekitar 13,8% disebabkan oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam analisis regresi ini. Dari hasil uji validasi perhitungan verifikasi tahun 2010 dan 2011 didapat nilai R2 berturut-turut sebesar 0,844 dan 0,923.
E. KESIMPULAN
Tingkat korelasi yang kuat antara Qcalculated
dan Qobserved serta tidak adanya perbedaan yang
nyata antara keduanya (melalui uji-t) dapat dijadikan indikator bahwa model alih ragam hujan aliran yang digunakan memiliki kestabilan dan unjuk kerja yang baik sehingga keberlakuan perhitungan model Mock beserta nilai parameter masukannya dapat dikatakan valid dan dapat diterapkan di DTA Waduk Sempor untuk simulasi ketersediaan air.
Selanjutnya, kita dapat melakukan beberapa tindakan yang terkait dengan usaha-usaha konservasi tanah dan air, dimana dengan berlakunya suatu model hidrologi di suatu DTA selain dapat dijadikan alat untuk proses peramalan (forecasting) debit, kita juga dapat melakukan perhitungan signifikansi perubahan tataguna lahan terhadap tingkat bahaya erosi dan sedimentasi.
F. DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Pelaksana PSKS. 1993. Brosur Bendungan Serbaguna Sempor. Dirjen Pengairan-PU.
2. Setyono, E. 2011. Pemakaian Model Diterministik untuk Transformasi Data Hujan Menjadi Data Debit pada DAS Lahor. Media Teknik Sipil. Volume 9: 17-28.
3. Setyawan, C. 2011. Kajian Pengendalian Sedimentasi di Waduk Wadaslintang dengan Bangunan Pengendalian Sedimen dan Pengaturan Tataguna Lahan. Tesis-S2. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 4. Hadi, P. 2006. Pemahaman Karakteristik
Hujan sebagai Dasar Pemilihan Model Hidrologi (Studi Kasus di DAS Bengawan Solo Hulu). Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
5. Susanto, S. 1996. Prinsip Dasar dan Aplikasi Hidrologi: Meteorologi dan Abstraksi Hidrologi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
6. Nuraeni, Y. 2011. Metode Memperkirakan Debit Air yang Masuk ke Waduk dengan Metode Stokastik Chain Markov (Contoh Kasus: Pengoperasian Waduk Air Saguling). Jurnal Teknik Sipil Universitas Paramadina. Volume 18 No.2, Jakarta. 7. Indarto. 2010. Hidrologi: Dasar Teori dan
Contoh Aplikasi Model Hidrologi. PT. Bumi Aksara, Jakarta.
8. Wilson, E.M. 1993. Hidrologi Teknik.
Penerjemah: Purbo Hadiwidjojo. Penerbit ITB, Bandung.
9. Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM-Press, Yogyakarta.
10. Syukur, S. 2007. Repartisi Curah Hujan dan Evapotranspirasi untuk Menilai Kebutuhan Air Tanaman pada Daerah Irigasi Dolago-Torue. Universitas Tadulako, Palu.
11. Laporan akhir. 2009. Monitoring dan Evaluasi Prasarana Sumber Daya Air Wilayah Sungai Serayu Bogowonto. Departemen Pekerjaan Umum dan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.