• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 2011, halaman ISSN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 2011, halaman ISSN :"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

110 KAJIAN TOKSISITAS EKSTRAK TUMBUHAN

Talinum triangulare (Jacq) Willd.

Erlina Rustam, Machdawaty Masri, Helmi Arifin

Universitas Andalas Padang

ABSTRACT

Toxicity studies have been conducted from plant extracts of Talinum triangulare (Jacq) Willd. on male white mice. Toxic effects were observed in the form of liver dysfunction and renal dysfunction of experimental animals that were given orally by the variation extract dose of 150, 300 and 600 mg / kg once daily for 15, 30 and 45 days. As a control group used male white mice which were given only 2.5% Tween 80. Parameters to be measured are the activity of SGPT and SGOT, creatinine clearance, renal function and percentage ratio of kidney weight. From the results of studies it appears that administration of plant extract Talinum triangulare (Jacq) Willd. with a given dose affects liver function and kidney function were significantly (P <0.05)

PENDAHULUAN

Pemakaian obat tradisional yang berasal dari tanaman obat sekarang makin banyak di gunakan oleh masyarakat. Hal ini selain disebabkan oleh karena pemakaian yang relative aman dan mudah didapat, kemungkinan juga karena pemakaian obat yang berasal dari senyawa kimia sintetik selain memberikan efek terapi yang diinginkan. Juga hampir selalu diikuti oleh efek samping yang sama sekali tidak di kehendaki (Perry, 1980).

Indonesia yang kaya akan bahan alamnya dapat memberikan peluang yang cukup besar dalam menyediakan bahan obat untuk dikembangkan. Perlunya pengembangan bahan obat tradisional tersebut dimaksudkan agar semaksimal mungkin dapat dimanfaatkan untuk upaya kesehatan masysrakat serta upaya menuju tercapainya kemandirian di bidang obat, sekaligus menunjang pembangunan di bidang ekonomi.

Talimun triangulare adalah salah satu tanaman yang ada di Indonesia yang oleh masyarakat sering di gunakan teritama sebagai obat kuat dan obat reumatik. Tanaman Talimun triangulare (Jacq.)

Willd. berasal dari Amerika, termasuk suku Portulacaceae, berupa tanaman herba sepanjang musim dengan tinggi 35 sampai 90 cm. Tanaman ini ditemui tumbuh di Jawa dan Sumatera pada ketinggian 5 - 1000 m di atas permukaan laut (Perry, 1980, Heyne, 1987). Menurut J.M Watt (1968), akar dari tanaman ini dugunakan untuk tonikum, kemungkinan sebagai pengganti ginseng, juga dapat sebagai antiinlamasi (mengurangi pembengkakan). Tanaman ini di Eropa di gunakan untuk pengganti sayur diwaktu makan (J,J Ochse, 1977; N.N, 1995).

Dari penelitian terdahulu didapatkan bahwa ekstrak air dari daun dan batang tumbuhan Talinum triangulare

(Jacq) Willd. dapat meningkatkan aktivitas motorik dan rasa ingin tahu dari hewan percobaan yang merupakan parameter utama dari perangsangan terhadap susunan saraf pusat. Ekstrak etanol T triangulare

dikategorikan relatif aman dengan nilai LD50 > 15 g/kgBB, mempunyai efek stimulant pada susunan saraf pusat hewan percobaan mencit dan tikus putih seperti dapat meningkatkan aktivitas motorik dan

(2)

111 rasa ingin tahu dengan pengujian memakai

alat “Automatik Hole Board “, dapat memperpanjang waktu induksi tidur dan memperpendek lama tidur hewan percobaan yang diinduksi dengan pentobarbital, dapat memproteksi efek ptosis pada hewan percobaan yang dinduksi dengan reserpin (Erlina, 1991; 2008)

Namun belum diketahui sejauh mana keamanan penggunaan tumbuhan

Talimun triangulare (Jacq.) Willd.

termasuk keamanannya terhadap fungsi hati maupun fungsi ginjal bila di luar sasaran terapi yang diberikan secara sub akut. Umumnya masyarakat menganggap obat tradisional yang biasanya digunakan tidak menimbulkan keracunan. Padahal obat tradisional pun mengandung zat kimia yang dapat menimbulkan gejala toksik, terutama pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan toksisitas kronis, efek karsinogenik, ataupun teratogenik. Oleh karena itu sangat diperlukan uji praklinik yang dapat dilanjutkan dengan uji klinik untuk menjamin keamanan obat baru (Barne, Linda & David, 1996; Kaplan & Szabo, 1979).

Berkaitan dengan usaha pembangunan di bidang kesehatan, obat tradisional perlu dikembangkan dan secara berangsur-angsur dimanfaatkan berdasarkan landasan ilmiah sehingga dapat digunakan dalam upaya pelayanan kesehatan formal kepada masyarakat (Dirjen POM, 1996). Maka dalam upaya peningkatan nilai guna tanaman ini sebagai sediaan fitofarmaka, perlu dilakukan penelitian mengenai keamanan penggunaannya. Pertimbangan ini berdasar pada keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Pedoman Fitofarmaka, dimana dukungan penelitian terhadap fitofarmaka meliputi uji toksisitas, uji efek farmakologik, uji klinik, uji kualitas dan pengujian lain yang dipersyaratkan dan dilakukan dengan protokol uji yang jelas

serta dapat dipertanggungjawabkan (Dirjen POM, 1996).

Pada penelitian ini, pengujian pengaruh ekstrak tumbuhan Talimun triangulare (Jacq.) Willd. terhadap fungsi hati dan fungsi ginjal telah dilakukan dengan metode reaksi enzimatis. Parameter-parameter yang diamati adalah aktivitas SGPT, SGOT, bersihan kreatinin dan rasio organ ginjal dari hewan uji. METODE PENELITIAN

a. Pengumpulan dan identifikasi tumbuhan Talinum triangulare (Jacq) Willd.

Tumbuhan Talinum triangulare

(Jacq) Willd. diambil seluruh bahagian tanaman secara utuh (seperti daun, bunga, akar dan sebagainya) untuk identifikasi. Kemudian dilakukan identifikasi di Herbarium Andalas (AND) Padang, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas untuk menentukan kebenaran dan kepastian spesies dan genus dari tumbuhan

Talinum triangulare (Jacq) Willd.

Sedangkan untuk pembuatan ekstrak dikumpulkan bahagian daunnya sejumlah tertentu. Sampel tumbuhan ini diambil di daerah Bukittinggi Sumatera Barat.

b. Pembuatan ekstrak etanol Talinum triangulare (Jacq) Willd.

Tumbuhan Talinum triangulare

(Jacq) Willd. yang dijadikan sampel adalah daunnya. Sampel dikeringanginkan sampai berat konstan sehingga diperoleh hasil kandungan air dari sampel tersebut. Sampel yang sudah kering dihaluskan dan diserbuk menjadi kehalusan tertentu. Sampel bubuk ditimbang sejumlah tertentu, kemudian dilakukan penyarian dengan etanol 70 % menggunakan metoda maserasi. Sari cair yang didapat di pekatkan dan dikeringkan dengan vacum evaporator. Ratio berat akstrak terhadap bahan kering dan bahan basahnya ditentukan (Djamal, 1995).

(3)

112 c. Skrining fitokimia ekstrak etanol

Talinum triangulare (Jacq) Willd. Terhadap ekstrak dilakukan skrining fitokimia dengan menggunakan reagen pereaksi khusus untuk golongan, alkaloid (pereaksi Meyer), terpenoid dan steroid (pereaksi Lieberman-Burchard), flavonoid (sianidin test), saponin (reaksi busa), fenolik (pereaksi besi (III) khlorida. Penentuan beberapa tetapan fisika ekstrak (Dep Kes RI, 2000):

1) Penentuan Susut Pengeringan ekstrak, yaitu pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Ini bertujuan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.

2) Penetapan Kadar Abu, bertujuan untuk memberi gambaran kandungan minimal internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Kadar abu dapat dilakukan denga cara pemijaran 2 - 3 gram ekstrak dalam krus

tertentu hingga arang habis, dinginkan dan ditimbang. Kemudian dilakukan dengan penentuan kadar abu yang tidak larut di dalam asam dengan cara melarutkan hasil pemijaran di atas di dalam asam sulfat P selama 5 menit, saring dan tentukan berat abu yang tertinggal (tidak terlarut di dalam asam sulfat P).

3) Penentuan sisa Pelarut, bertujuan untuk memberi jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang memang seharusnya tidak boleh ada. Ini dapat dilakukan secara pemanasan sampai berat konstan.

Penentuan toksistas subakut ekstrak etanol Talinum triangulare (Jacq) Willd. 1) Persiapan Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah timbangan hewan, timbangan analitik, kandang metabolit, alat penampung urine, spektrofotometer UV-Vis, sentrifus, vortex, tabung reaksi, kaca arloji, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur, beaker glass, alat injeksi, lumpang dan alu, alat bedah, sudip, spatel, pinset dan lain-lain.

Bahan yang digunakan adalah ekstrak kental tumbuhan T. angulare, air suling, mencit putih jantan, serum mencit.

Larutan pereaksi SGOT (DiaSys®) yang terdiri dari : Reagen I : TRIS buffer pH 7,65 80 mmol/I L- aspartat 240 mmol/l MDH (malat dehidrogenase)  600 U/I LDH ( laktat dehidrogenase)  900 U/I Reagen II : 2-Oksoglutarat 12mmol/l NADH 0,18 mmol/l

Larutan pereaksi SGPT (DiaSys®) yang terdiri dari :

Reagen I :

TRIS buffer pH 7,1 105 mmol/l L-alanin 500 mmol/l

Reagen II :

2-oksaloasetat 15 mmol/l

NADH (Nicotinamid Adenin Dinukleotida)

Larutan pereaksi kreatinin yang terdiri dari :

Sodium Hidroksida 0,16 mol/l Larutan asam pikrat 4,0 mmol/l Larutan standar kreatinin 2,0 mg/dl

2) Penyiapan Hewan Uji dan Perencanaan dosis

(4)

113 Hewan percobaan yang digunakan adalah

mencit putih jantan yang sehat berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20 – 30 gram . Hewan diaklimatisasi selama 7 hari sebelum diberi perlakuan. Hewan dinyatakan sehat apabila selisih berat badan sebelum dan sesudah diadaptasikan tidak lebih dari 10% dan secara visual menunjukkan perilaku normal (Thomson, 1990 ).

Dosis sediaan uji yang diberikan pada hewan percobaan adalah 150 mg/kg BB, 300 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB yang diberikan secara oral satu kali sehari. Sediaan uji yang digunakan adalah ekstrak kental tumbuhan yang didispersikan dalam air suling dengan bantuan Tween 80 2,5%. Perlakuan terhadap Hewan Uji

Sebelum dilakukan uji toksisitas,dilakukan terlebih dahulu beberapa penelitian pendahuluan untuk mendapatkan parameter parameter yang diperlukan,

Untuk uji toksisitas, hewan uji dibagi atas 4 kelompok secara acak. Kelompok I sebagai kontrol hanya diberi pensuspensi setiap hari selama penelitian. Kelompok II, III dan IV merupakan kelompok perlakuan dengan dosis sediaan uji berurutan yaitu 150 mg/kg BB, 300 mg/kg BB dan 600 mg/kg BB. Sediaan uji diberikan secara oral.

Penampungan urin 24 jam dilakukan pada hari ke-14, ke-29 dan ke 44 untuk masing-masing kelompok dosis dan ditentukan kadar kreatinin urin pada hari ke-15, ke-30 dan ke-45.

Pengambilan darah dilakukan pada hari ke-15, ke-30 dan ke-45 untuk masing-masing kelompok dosis dengan cara memotong arteri karotid. Darah ditampung dalam tabung reaksi, didiamkan selama 15 menit lalu disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit.

Serum dipisahkan dengan menggunakan pipet dan digunakan untuk menentukan kadar SGOT dan SGPT serta kreatinin serum.

Pengujian Pengaruh Ekstrak terhadap Fungsi Hati (Merck, 1987)

Fungsi hati dilakukan berdasarkan metode IFCC (International Federation of

Clinical Chemistry and Laboratory

Medicine) yang dikemukakan oleh

Wroblewski dan Ladue dan dimodifikasi oleh Henry dan Bergmeyer.

1. Pembuatan larutan pereaksi

Monoreagen : reagen 1 + reagen 2 (4:1), dicampur dengan baik. Setelah dicampur, reagensia tahan 30 hari (2o– 8oC) dan 48 jam (8o – 30oC).

2. Penetapan aktivitas SGOT dan SGPT Pipet ke dalam tabung reaksi serum 100 ul (0,1ml) dan monoreagen sebanyak 1 ml campur dengan baik, setelah 1 menit di ukur kenaikan serapan tiap menit selama tiga menit pada panjang gelombang 365 nm. Dihitung selisih rata-rata serapan tiap menit (A/menit). Aktivitas SGPT dan SGOT dapat dihitung dengan rumus :

Aktivitas SGOT/SGPT (U/I) = Δ A/menit x F

Keterangan :

Δ A/menit = Perubahan aktivitas rata-rata per menit

F = Faktor (3235) A/ menit =

(Abs Test 2 - Abs Test 1) + ( Abs.Test 3 - Abs. Test 2 ) 2

Pengujian Pengaruh Ekstrak terhadap Fungsi Ginjal

Fungsi ginjal ditentukan bersihan kreatinin dengan melakukan pengukuran kadar kreatinin urin dan serum yang

(5)

114 dilakukan pada hari ke-15, ke-30 dan ke-45

setelah pemberian sediaan uji. Urin yang digunakan adalah urin 24 jam dan serum yang digunakan seperti penjelasan diatas (Newman & Price, 1999; Vogel, 2002). a. Pengukuran kadar kreatinin urin

Pengukuran kadar kreatinin urin dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer Thermospectronic Genesis 20 dengan cara :

Urin diencerkan terlebih dahulu dengan aquadest (1 : 49) dalam labu, pipet sebanyak 50 μl. Tambahkan buffer 0,5ml pada suhu konstan 20–300 C. Lima menit kemudian ditambahkan asam pikrat 0,5 ml lalu dicampur baik menggunakan vortex. Pengukuran absorban sampel dilakukan pada menit pertama hingga didapat As1. Pengukuran dilanjutkan 2 menit setelah ditentukan As1 hingga didapat As2. Absorban I dan II diukur pada panjang gelombang 492 nm.

Absorban larutan standar diukur dengan cara yang sama dan dipersiapkan dengan menggunakan 50 μl larutan standar kreatinin dengan konsentrasi 2 mg/dl, ditambah buffer 0,5 ml dan asam pikrat 0,5 ml.

Kadar kreatinin dalam urin ditentukan dengan rumus : Ucr = x x mg dl Ast Ast As As / 2 50 1 2 1 2   Keterangan :

Ucr = Kadar kreatinin dalam urin (mg/dl)

As1 = Absorban sampel yang diukur pada menit I

As2 = Absorban sampel yang diukur 2 menit setelah As1 Ast1 = Absorban larutan standar

kreatinin yang diukur pada menit I

Ast2 = Absorban larutan standar kreatinin yang diukur 2 menit setelah Ast1

b. Pengukuran kreatinin serum

Serum dipipet sebanyak 50 μl dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian campur dengan larutan buffer 0,5 ml pada suhu 20–300C. Lima menit kemudian ditambah asam pikrat 0,5 ml lalu dicampur baik menggunakan vortex. Pengukuran sampel dilakukan pada menit 1 hingga didapat As1. Pengukuran dilanjutkan 2 menit setelah ditentukan As1 hingga didapat As2. Absorban I dan II diukur pada panjang gelombang 492 nm. Kadar kreatinin dalam serum ditentukan dengan rumus : Scr = x 2mg/dl Ast -Ast As -As 1 2 1 2 Keterangan :

Scr = kadar kreatinin dalam serum (mg/dl)

As1 = Absorban sampel yang diukur pada menit I As2 = Absorban sampel yang

diukur 2 menit setelah As2

Ast1 = Absorban larutan standar kreatinin yang diukur pada menit I

Ast2 = Absorban larutan standar kreatinin, diukur 2 menit setelah Ast1

Dari data yang diperoleh, dilakukan penentuan bersihan kreatinin dengan menggunakan rumus : (Guyton & Hall, 1999; Gandasoebrata, 1999)

Clcr =

Scr x t Vu Ucr x

(6)

115 Keterangan :

t = Waktu (1440 menit / 24 jam)

Vu = Volume urine yang diekresikan selama 24 jam (ml) Ucr = Kadar kreatinin dalam urin

(mg/dl)

Scr = Kadar kreatinin dalam serum ( mg/dl)

Clcr = Bersihan kreatinin (ml/menit)

c. Penentuan persentase fungsi ginjal (Thomas, 1998)

Untuk menentukan fungsi ginjal digunakan rumus : RF = x 100% K Clcr P Clcr Keterangan : RF = Fungsi ginjal (%)

Clcr P = Klirens kreatinin perlakuan (ml/menit)

Clcr K = Klirens kreatinin kontrol (ml/menit)

d. Penentuan rasio berat organ (Thomas, 1998)

Rasio berat organ ditentukan setelah pemberian ekstrak pada hari ke 45 perlakuan. Rasio berat organ relatif terhadap berat badan dengan menggunakan persamaan :

RO = BB BO Keterangan :

RO = Rasio berat organ

BO = Berat organ ginjal (gram) BB = Berat badan mencit (gram) e. Analisis data

Data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis variansi (ANOVA) dua arah dan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda

Duncan (Duncans Multiple Range T-test).( Walpole, 1998)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel untuk percobaan ini adalah daun muda dari Talinum Triangulare yang diperoleh dari daerah Payakumbuh Sumatera Barat. Bahan dibersihkan, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu rendah (kamar ± 26˚ C), dimana 18 Kg sampai segar dikeringkan sampai bobot tetap (1,86 kg), lalu di haluskan sampai menjadi serbuk. Hasil penyarian dengan etanol 70% didapat ekstrak kental seberat 105 g (5.6% dari berat kering, 0,58% dari berat sampel segar). Ekstrak yang diperoleh berkonsistensi kental, warna hitam kecoklatan dengan rasa pahit dan bau khas.

Dari uji fitokimia dengan menggunakan berbagai pereaksi khusus penentuan golongan senyawa kimia yang dikandung ekstrak diperoleh hasil bahwa ekstrak mempunyai reaksi positif terhadap pereaksi Mayer (alkaloid), Lieberman-Burchard (steroid), Flafonoid (Mg/HCl +), reaksi busa (saponin) dan pereaksi FeCl3 (fenolik).

Dari pengujian karakterisasi ekstrak melalui parameter spesifik didapat secara organoleptik ekstrak berkosistensi kental, berwarna coklat tua, berbau khas dan berasa sepat. Dengan parameter non spesifik diperoleh hasil susut pengeringan 1,2 % ± 0,650; kadar abu total 0,54 % ± 0,032. dan kadar abu yang tidak larut asam 0,1% ± 0,046.

Sebelum suatu obat dari tumbuhan diajukan sebagai sediaan fitofarmaka terlebih dahulu haruslah di uji keamanannya. Untuk menilai keamanan tersebut dilakukan serangkaian uji toksisitas. Salah satunya ialah pengujian toksisitas sub kronis yang mencakup percobaan dengan pemberian obat secara berulang-ulang selama jangka waktu 1-3

(7)

116 bulan (Lu, 1995). Maksud utama dari

pengujian toksisitas subkronis ini adalah menguji keamanan obat (Ganiswara, 2005) karena manusia lebih sering terpapar zat kimia dengan dosis yang jauh lebih rendah dari pada dosis yang menyebabkan kematian, dimana paparan itu biasanya berlangsung pada waktu yang lebih lama (Lu, 1995; Ganiswara, 2005).

Pada penelitian ini digunakan ekstrak kental etanol dari daun segar

Talinum Triangulare. Ekstrak diberikan dalam bentuk suspensi melalui rute oral. Rute ini dipilih karena relatif aman, mudah dan lebih umum digunakan. Selain itu juga rute oral merupakan rute dimana didalam tubuh obat mengalami sirkulasi enterohepatik yang tidak dialami pada rute lain dan dengan mengalami sirkulasi enterohepatik ini akan memperlihatkan signifikasi jika terjadi kerusakan hati.

Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih jantan. Hal ini didasarkan pada kemiripan fisiologis dengan manusia (Ganiswara, 2005), harga relatif murah dan mudah ditangani. Jenis kelamin yang sama untuk mencapai keseragaman penelitian sehingga hasil yang diperoleh tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin.

Seluruh hewan uji diaklimatisasi terlebih dahulu selama lebih kurang 7 hari sebelum perlakuan guna menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. Setelah itu mencit diberi suspensi ekstrak selama 15, 30 dan 45 hari. Parameter-parameter yang diamati pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok pembanding yaitu kelompok kontrol negatif yang hanya diberi zat pensuspensi tween 80.

Dari hasil penelitian didapatkan data yang sedikit bervariasi. Perbedaan yang timbul dapat disebabkan oleh keragaman kondisi fisiologis seperti berat badan, usia, dan proses metabolisme tubuh dari masing-masing hewan uji selama perlakuan yang akan mempengaruhi

parameter yang diukur pada pengamatan pengaruh ekstrak Talimun triangulare

(Jacq.) Willd.. terhadap fungsi hati dan ginjal mencit putih jantan.

Diantara enzim yang dihasilkan oleh hati dan peka terhadap kelainan fungsi hati adalah enzim SGPT dan SGOT. Enzim SGPT lebih spesifik sebagai indikator adanya gangguan fungsi hati bila dibandingkan dengan enzim SGOT, namun aktifitas kedua enzim ini selalu dipakai bersama-sama dalam mendeteksi kelainan fungsi hati dan bila nekrosis sel-sel jantung dapat disingkirkan maka aktifitas kedua enzim ini dapat dianggap menggambarkan perubahan-perubahan dalam sel hati (Yast,1996).

Gambar 1. Grafik hubungan dosis dan waktu terhadap aktivitas SGPT rata-rata

mencit putih jantan

Untuk pengujian aktivitas enzim ini digunakan serum hewan percobaan, karena jika digunakan plasma maka senyawa antikoagulan yang ditambahkan dapat mengganggu pemeriksaan. Dalam pengambilan darah hewan percobaan maupun dalam perlakuan sampel darah yang diperoleh, harus diperlakukan secara hati-hati. Oleh karena didalam sel darah merah juga terdapat kedua enzim transminase ini, sehingga jika sel darah merah mengalami lisis maka enzim

(8)

117 tersebut dapat keluar dari sel darah dan

terlarut di dalam plasma sehingga menyebabkan peningkatan kadar enzim transminase. Hal ini akan mengakibatkan kekeliruan hasil uji (Tim FK Universitas Indonesia, 1987).

Pada pengamatan ditemui bahwa lama pemberian ekstrak Talimun triangulare (Jacq.) Willd. dengan dosis 150, 300, dan 600 mg/kg BB mempengaruhi aktivitas SGPT mencit putih jantan. Berdasarkan perhitungan statistik dengan metoda ANOVA dua arah, adanya sedikit perbedaan nilai aktivitas SGPT mencit menunjukkan pengaruh faktor lama pemberian yang bermakna.

Analisis lebih lanjut dengan metoda uji wilayah berganda Duncan menunjukkan bahwa lama pemberian 45 hari dengan pemberian dosis tertinggi (600 mg/kg BB) merupakan perlakuan yang paling berpengaruh. Hal ini berarti bahwa pemberian ekstrak Talimun triangulare

(Jacq.) Willd.. dapat mempengaruhi fungsi hati terutama pada pemberian dosis tinggi dalam jangka waktu yang lama.

Gambar 2. Grafik hubungan dosis dan waktu terhadap aktivitas SGOT rata-rata mencit putih jantan

Berbeda dengan hasil pengukuran aktivitas SGPT, pemberian ekstrak

Talimun triangulare (Jacq.) Willd. dengan dosis 150, 300, dan 600 mg/kg BB tidak mempengaruhi aktivitas SGOT mencit

putih jantan. Secara statistik, diketahui faktor perlakuan dosis dan lama pemberian menunjukkan pengaruh yang tidak bermakna.

Adanya gangguan pada fungsi ginjal dapat dilihat dari nilai bersihan kreatinin. Bersihan kreatinin merupakan volume plasma yang dibersihkan dari kreatinin oleh ginjal persatuan waktu. Nilai bersihan kreatinin diperoleh dengan menentukan terlebih dahulu nilai kreatinin serum dan urin.

Berdasarkan hasil perhitungan nilai bersihan kreatinin ditemui bahwa pemberian ekstrak Talimun triangulare

(Jacq.) Willd. dengan dosis 150, 300, dan 600 mg/kg BB dapat mengakibat penurunan kemampuan pembersihan kreatinin dalam ginjal dimana bersihan kreatinin rata-rata kelompok hewan dengan pemberian dosis 150 mg/kg BB adalah 0,039 ml/menit dan semakin turun pada kelompok hewan dengan pemberian dosis 300 dan 600 mg/kg BB menjadi 0,026 dan 0,021 ml/menit. Secara statistik, faktor perlakuan dosis dan lama pemberian memperlihatkan pengaruh yang bermakna. Uji lanjut dengan uji wilayah berganda Duncan untuk faktor dosis dan waktu menunjukkan pengaruh perlakuan terhadap penurunan nilai bersihan kreatinin berbeda tidak nyata.

Data persentase fungsi ginjal menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara persentase fungsi ginjal mencit normal dengan persentase fungsi ginjal mencit putih jantan yang diberi ekstrak

Talimun triangulare (Jacq.) Willd.

Penurunan persentase fungsi ginjal sebanding dengan tingkatan dosis ekstrak yang diberikan dimana pada pemberian dosis 150 mg/kg BB diperoleh persentase fungsi ginjal 85,287% dan semakin turun pada pemberian dosis 300 dan 600 mg/kg BB menjadi 62,333% dan 48,919%.

Uji lanjut dengan uji wilayah berganda Duncan untuk faktor dosis

(9)

118 menunjukkan pengaruh dosis terhadap

persentase fungsi ginjal berbeda nyata pada dosis tertinggi yaitu 600 mg/kg BB. Sedangkan uji lanjut untuk faktor waktu menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata.

Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak

Talimun triangulare pada dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal karena ginjal dikatakan mempunyai fungsi normal bila nilai fungsi ginjal berada dalam batas fisiologi 70 % – 130 % (Armenia, Munavvar, Arifin, Yusof & John, 2003).

Adanya gangguan pada fungsi ginjal juga dapat diketahui dari pengamatan visual terhadap berat organ ginjal. Rasio berat organ ginjal merupakan indikator toksisitas yang penting, konsisten, dan sangat peka karena organ vital ini dapat dirusak oleh berbagai jenis zat kimia yang bekerja pada organ sasaran secara langsung ataupun secara tidak langsung (Guyton & Hall, 1999). Namun berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, tidak terjadi perubahan rasio berat organ ginjal mencit terutama pada kelompok hewan yang diberi dosis 150 dan 300 mg/kg BB dimana rasio berat organ ginjal rata-rata bernilai sama dengan kontrol. Hal ini berarti faktor perlakuan dosis maupun waktu tidak mempengaruhi rasio berat organ ginjal mencit.

Gambar 3. Grafik hubungan dosis dan waktu terhadap persentase fungsi ginjal rata-rata mencit putih jantan

Meskipun secara visual tidak terlihat gangguan terhadap organ ginjal, namun secara histologi belum dapat dipastikan maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai histologi organ ginjal.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa lamanya pemberian ekstrak Talimun

triangulare (Jacq.) Willd. dapat

mempengaruhi fungsi hati serta menyebabkan sedikit gangguan pada bersihan kreatinin dan penurunan fungsi ginjal terutama pada penggunaan dosis tinggi.

Penentuan berat organ relatif merupakan indikator toksisitas yang sangat peka dan konsisten. Jantung, hati dan ginjal adalah suatu organ vital dalam tubuh. Organ-organ ini dapat dirusak oleh berbagai jenis zat kimia yang bekerja secara langsung pada organ sasaran, ataupun secara tidak langsung yakni melalui susunan saraf pusat atau pembuluh darah (Lu, 1995). Jantung mudah mengalami kelainan yang diakibatkan senyawa-senyawa kimia, karena mitokondria yang terdapat diotot jantung dengan jumlah yang relatif besar lebih sering menjadi sasaran kardiotoksisitas.

Karena kita menggunakan rute oral maka senyawa uji akan mengalami siklus enterohepatik, setelah terjadi absorbsi pada saluran cerna, maka senyawa akan dibawa oleh vena porta menuju hati. Sekitar 80% darah yang ada dalam hati berasal dari vena porta., sehingga hati sering menjadi organ sasaran senyawa toksik kedalam tubuh. Hati memiliki kemampuan regenerasi yang luar biasa, meskipun sel-selnya diperbarui secara lambat. Dalam keadaan segar hati berwarna merah tua atau merah coklat, warna tersebut terutama disebabkan oleh adanya darah yang amat banyak. Ratio berat organ biasanya merupakan petunjuk yang sangat peka dari efek pada hati (Lu, 1995).

(10)

119 Ratio berat organ hati, jantung

maupun ginjal kelompok kontrol tidak berbeda jauh dibandingkan dengan kelompok mencit perlakuan yang diberi ekstrak selama 45 hari. Dari pengujian statistik terlihat bahwa ratio berat organ dipengaruhi oleh variasi pemberian dosis secara bermakna (p > 0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol Talimun triangulare (Jacq.) Willd. tidak menimbulkan efek toksik yang terlihat nyata pada ketiga organ yang diuji.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perolehan ekstrak kental seberat 105 g (5.6% dari berat kering, 0,58% dari berat sampel segar) dengan karakteristik ekstrak melalui parameter spesifik didapat secara organoleptik ekstrak berkosistensi kental, berwarna coklat tua, berbau khas dan berasa sepat. Dengan parameter non spesifik diperoleh hasil susut Pengeringan 1,2 % ± 0,650; kadar abu total 0,54 % ± 0,032. Dan kadar abu yang tidak larut asam 0,1% ± 0,046.

2. Dari uji fitokimia dengan menggunakan berbagai pereaksi khusus penentuan golongan senyawa kimia yang dikandung ekstrak diperoleh hasil bahwa ekstrak mempunyai reaksi positif terhadap pereaksi Mayer (alkaloid), Lieberman-Burchard (steroid), Mg/HCl (Flafonoid), reaksi busa (saponin) dan pereaksi FeCl3 (fenolik).

3. Pemberian ekstrak Talimun triangulare

(Jacq.) Willd.. dosis 300 dan 600 mg/kgBB mempengaruhi fungsi hati terutama pada penggunaan dalam jangka panjang (P<0,05).

4. Pemberian ekstrak Talimun triangulare

(Jacq.) Willd. pada dosis tertinggi yaitu

600 mg/kgBB menyebabkan gangguan bersihan kreatinin dan penurunan persentase fungsi ginjal (P<0,05). 5. Pemberian ekstrak Talimun triangulare

(Jacq.) Willd. dengan dosis 150, 300 dan 600 mg/kgBB tidak mempengaruhi berat rasio organ hati, jantung maupun ginjal

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melihat pengaruh ekstrak

Talimun triangulare (Jacq.) Willd.

terhadap histologi organ hati dan ginjal. DAFTAR PUSTAKA

Armenia, Munavvar, Helmi A., A.O.M.Yusof, and John. (2003). Pengaruh Diabetes yang Diinduksi

dengan Streptozosin Terhadap

Kemungkinan terjadinya Diabetic

Nephropaty pada ginjal Tikus.

Jurnal Sain dan Teknologi Farmasi. 97-104.

Barne, Linda A.A., J. David. 1996. Herbal

Medicines second edition. London,

Pharmaceutical Press.

Dep Kes RI, 2000, Parameter Standard Umum

Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia Dir Jen POM, Jakarta.

Dirjen POM. 1996. Kumpulan Peraturan

Perundang-undangan Bidang

Sediaan Farmasi, Makanan, Alat Kesehatan dan Bahan Berbahaya

(umum). Jakarta: Depkes RI.

Djamal R., 1995, Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Obat, Penggalian dan Tantangan di Masa Depan, FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Erlina Rustam, 1991, Evaluasi Efek Stimulan Susunan Saraf Pusat Ekstrak Air Daun dan Batang Talinum triangulare (Jacq.) Willd., Institut Teknologi Bandung.

Erlina Rustam, 2008, Aktifitas Farmakologi Ekstrak Tumbuhan Talinum triangulare (Jacq.) Willd., , Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 16, No.2, 26-31.

(11)

120 Gandasoebrata, R. 1999. Penuntun

Laboratorium Klinik. Jakarta:

penerbit Dian Rakyat.

Ganiswara, S.G., (2005), Farmakologi dan

Terapi, Edisi V, Bagian Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Guyton, A.C. and J.E .Hall. 1999. Buku Ajar

Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.

Penerjemah: Setiawan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Heyne,K., 1987, “Tumbuhan Berguna

Indonesia”, Jilid II, terjemahan Badan Litbang Kehutanan Jakarta, hlm. 745. Kaplan, A, and L.L. Szabo. 1979. The

Kidney and Test of Renal Function,

clinical chemistry interpretation and technique. Philadelphia: lea and febiger.

Lu. Frank C. (1995), Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran dan Penilaian

resiko. Penerjemah: Edi Nugroho.

Jakarta: UI Press

Merck, E. 1987. Diagnostics Merck, Buku Pedoman Kerja Klinik. Germany N.N., (1995), Medicinal Herb Index in

Indonesia1, P.T. Eisai Indonesia, Jakarta, 1995.

Newman Dj, Price CP. 1999. Renal

Function and Nitrogen

Metabolittes, Tietz textbook of

Clinical Chemistry , 3nd ed. Philadelphia: Saunder Company. Ochse, J.J. and B.R.C, Van den Brink, 1977

“Vegetables of the Dutch East Indies”, a. Asher and Co. , Amsterdam, hlm. 620-621.

Perry. L.M., 1980, “Medicinal Plant of East and South East Asia”, The M.I.T.Press, Cambridge, hlm. 104. Thomas L. 1998. Clinical Laboratory

Diagnostic, 1st ed, Frankfrut: the Basic Verlagesell Schaft.

Thompson, E. B., (1990), Drug Bioscreening, Fundamental of Drug Evaluation Techniques in Pharmacology, Craceway Publ. Co., New York

Tim Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1987. Ilmu Penyakit

Dalam. Edisi 2. Jakarta: Balai

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Vogel HG, 2002, Drug Discovery and Evaluation, Pharmacological Assays, Springer-Verlag Berlin Heidelbeg, New York.

Walpole. R. E. and Raymond H. M., 1998, “Probability and statistics for Engineers and Scientists”, 2nd ed., terjemahan sembiring R. k, Penerbit ITB, Bandung, hlm. 256-274.

Watt, J.M and M. G. Breyer., “ The Medicinal and Poisonous Plant of Southern and Eastern Africa”, 2nd ed., E & Livingstone LTD., Edinburgh and London, 1968, hlm. 870.

Yast. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Gambar

Gambar 1. Grafik hubungan dosis dan  waktu terhadap aktivitas SGPT rata-rata
Gambar  2.  Grafik  hubungan  dosis  dan  waktu  terhadap  aktivitas  SGOT  rata-rata  mencit  putih  jantan
Gambar  3.  Grafik  hubungan  dosis  dan  waktu  terhadap  persentase  fungsi  ginjal  rata-rata  mencit  putih jantan

Referensi

Dokumen terkait

Penyelenggaraan pelatihan dilaksanakan 7 hari dengan efektif 5 hari 4 malam, apa yang bisa dilakukan selama 5 untuk mengubah paradigma pemikiran, dan memberikan

melakukan kajian pengumpulan tersedianya laporan ilmiah Universitas Sudah dilaksanakan data yang dilakukan secara yang meliputi dampak Hasanuddin. periodik pemanfaatan

Terlihat pada Tabel 3, sensitifitas metoda Test-kit dengan pengujian ibu Nmah tangga adalah di atas 45%, kewali pada contoh garam yang tidak mengandung iodium tidak

a) Guru perlu meningkatkan keterampilan dalam mengarahkan siswa untuk melaksanakan rencana yang telah dibuatnya, sebab siswa masih salah dalam menjawab masalah

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa petani ubi jalar di Kecamatan Cilimus memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah, karena sebagian besar petani

1) KUR melalui lembaga linkage dengan pola channeling berdasarkan dengan lampiran Permenko No. 8 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat:.. Lembaga

1) Penelitian menghasilkan Web Portal Pemasaran Telur Ayam. 2) Dengan sistem pemasaran telur ayam secara online menggunakan web dapat mempermudah proses pemesanan

Maka tampillah Imam Syafi’i dengan keutamaannya berhasil memformulasikan pemikiran hukum aliran al-ra’y versi Imam Malik yang berlandaskan kenyataan sunnah, fatwa