• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUKSI UBI JALAR DI KECAMATAN CILIMUS KABUPATEN KUNINGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI PENGEMBANGAN PRODUKSI UBI JALAR DI KECAMATAN CILIMUS KABUPATEN KUNINGAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PENGEMBANGAN PRODUKSI UBI JALAR DI

KECAMATAN CILIMUS KABUPATEN KUNINGAN

Alin Aliyani, Dede Rohmat, Jupri

Departemen Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia

alin.aliyani@yahoo.com , dederohmat@upi.edu , jupri@upi.edu ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (lpomea batatas L) di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan.” Usaha tani ubi jalar banyak dilakukan oleh masyarakat setempat, namun setiap tahunnya produksi ubi jalar bersifat fluktuatif Disamping itu, produktivitas yang dihasilkan masih dibawah angka maksimal. Sehingga di daerah penelitian ini masih memiliki potensi pengembangan dalam rangka meningkatkan produksi ubi jalar. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kondisi geografi baik fisik maupun sosial yang mendukung budidaya ubi jalar, menganalisis potensi pengembangan produksi, dan mengidentifikasi upaya yang dilakukan masyarakat dalam meningkatkan produksi ubi jalar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis metode survei. Adapun teknik pengumpulan data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan observasi lapangan dan teknik wawancara. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui Studi literatur dan Studi dokumentasi. Data dianalisis dengan menggunakan teknik matching antara syarat tumbuh dengan kondisi seluruh lahan pertanian di Kecamatan Cilimus. Disamping itu, terdapat data yang dianalisis dengan menggunakan teknik persentase, yang hasilnya disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik dan sosial ekonomi mendukung dalam pengembangan budidaya ubi jalar di Kecamatan Cilimus. Kondisi fisik meliputi iklim, ketersediaan air, jenis tanah, kemiringan lereng dan topografi. Sedangkan kondisi sosial ekonominya meliputi tingkal pendidikan dan pengalaman petani, luas dan kepemilikan lahan, tenaga kerja, modal, manajemen, dan pemasaran. Dilihat dari kondisi tersebut maka terdapat potensi pengembangan produksi ubi jalar baik dengan cara ekstensifikasi, intensifikasi, ataupun peningkatan indeks pertanaman (IP). Luas lahan yang berpotensi untuk pengembangan tanaman ubi jalar di lokasi penelitian adalah 2.604,86 Ha. Dengan adanya potensi-potensi tersebut maka terdapat upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan produksi yakni dengan meningkatkan produktivitas, perluasan areal, pengamanan produksi, dan penguatan kelembagaan. Rekomendasi yang diajukan dalam penelitian ini adalah agar petani dan pemerintah bekerja sama untuk mengembangkan potensi agrobisnis yang ada. Selain itu, petani berpartisipasi dalam kelembagaan kelompok tani yang menjadi program pemerintah setempat.

(2)

THE POTENCY OF SWEET POTATO (

Ipomea batatas L

.)

PRODUCTION DEVELOPMENT IN CILIMUS DISTRICT,

KUNINGAN REGENCY

ABSTRACT

This minithesis is entitled “The Potency of Sweet Potato (Ipomea batatas L.) Production Developmentin Cilimus Subdistrict, Kuningan Regency.” Many farming business of sweet potato were made by local community; however, annual production of sweet potato was fluctuating. In addition, the resulting productivity is still under maximal rate. So there is development potential in this district to increase production of sweet potato. The aims of this research are to identify geographic conditions, both physical and social, which are supporting cultivation of sweet potato, to analyze the potency of production development, and to identify efforts made by community in increasing production of sweet potato. Method used in this research is descriptive of survey type. The data collection techniques are primary data and secondary data. The primary data were derived from field observations and interviews. The secondary data were acquired by literature study and documentation study. The data were analyzed by using matching technique between the growing condition and the entire farming land condition in Cilimus Subdistrict. Furthermore, there are data being analyzed by using percentage technique, the results are presented in the form of table and figure. The results of the research suggest that physical and socio-economic conditions are supporting cultivation of sweet potato in Cilimus Subdistrict. The physical conditions include climate, supply of water and type of land, slope, and topography. The socio-economic conditions include farmer education and experience, land area and ownership, labor, capital, management, and marketing. In light of the conditions, there is potency of sweet potato crop development in extensification, intensification, or improvement of per crop index. Land area having potential for development of sweet potato crop in research location are 2.604,86 Ha. Given the potentials, some efforts were made by community to increase production; that is, improving productivity, extensification of area, security of production, and institutional reinforcement. Recommendations to be proposed under this research are farmers and government should be collaborated on a development of existing agrobusiness potential. In addition, farmers should be participated in farmer organization as a part of local government program.

Keywords: Cultivation of sweet potato, Geographical factors, Production, Development Potential

(3)

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Kabupaten Kuningan merupakan daerah yang memiliki potensi dalam bidang pertanian. Komoditas unggulan Kabupaten Kuningan salah satunya adalah ubi jalar (Ipomea batatas L). Budidaya ubi jalar mulai terus dikembangkan, bahkan di Kecamatan Cilimus sudah di kenal sebagai salah satu sentra produksi yang produktif di wilayah Jawa Barat yang menyediakan pasokan ubi jalar ke beberapa wilayah (Badan Pusat Statistik: 2011).

Luas lahan dan produksi ubi jalar setiap tahunnya bersifat fluktuatif. Maka upaya untuk menaikkan produksi per kapita per tahun di setiap daerah ini sangat ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya yang ada. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda ditinjau dari potensi sumberdaya alam dan pemanfaatannya dalam bentuk kegiatan pertanian. Berikut perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Luas panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Jalar (Ipomea Batatas L) di Kecamatan Cilimus Periode 2008-2012

No Komponen Produksi

Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

1. Luas Panen (Ha) 2.284 2.349 1.561 2.116 1.883 2. Produksi (Kw) 395.230 425.850 279.510 425.132 370.960 3. Produktivitas

(Kw/Ha) 173,04 181,29 179,06 200,91 202,38 Sumber : UPTD PTP3 Kecamatan Cilimus, Badan Pusat Statistik (2012) dan Hasil Pengolahan

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa luas tanam ubi jalar di Kecamatan Cilimus bersifat fluktuatif, begitupun dengan produksi ubi jalar. Hal ini bisa dipengaruhi oleh kondisi fisik maupun kondisi sosial dari wilayah tersebut.

Produktivitas ubi jalar di Kecamatan Cilimus pada tahun 2012 adalah 202,38 Kw/Ha, dimana produksi ubi jalarnya adalah 370.960 kwintal dengan luas panen 1.883 hektar (Badan Pusat Statistik, 2012) . Hal tersebut masih di bawah angka yang di harapkan atau di bawah titik optimal. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Juanda dan Bambang (2000: 7) “mengemukakan bahwa potensi hasil tanaman ubi jalar adalah 25 ton – 35 ton per Hektar”. Disamping itu menurut Banoewidjojo (1983: 8) “Peningkatan produktivitas tanaman pada dasarnya dapat ditempuh

(4)

melalui dua landasan pokok, ialah memperluas areal pertanian, dan meningkatkan produksi setiap kesatuan luas.

Mengingat tanaman ubi jalar mempunyai banyak manfaat, maka sudah sepatutnya untuk terus dikembangkan, baik melalui intensifikasi ataupun ekstensifikasi. Kecamatan Cilimus memiliki potensi untuk pengembangan pertanian tanaman pangan, dimana tersedianya sumberdaya alam yang cukup. Beberapa penggunaan lahan yang terdapat di Kecamatan Cilimus yaknihutan, semak belukar, padang rumput, perkebunan, ladang, sawah tadah hujan, sawah irigasi, dan permukiman. Untuk lebih jelasnya masing- masing luas dari penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Penggunaan Lahan di Kecamatan Cilimus

No Jenis Penggunaan Lahan Luas

Ha % 1. Hutan 520,30 14,64 2. Semak Belukar 113,36 3,19 3. Padang Rumput 3,05 0,09 4. Perkebunan 436,67 20,74 5. Ladang/Tegalan 373,33 10,51

6. Sawah Tadah Hujan 1.177,79 27,53

7. Sawah Irigasi 617,07 14,56

8. Permukiman 310,34 8,74

Jumlah 3.551,91 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa jenis penggunaan lahan yang mendominasi daerah penelitian adalah sawah tadah hujan dengan luas wilayah 1.177,79 Ha atau sebesar 27,53 % dari luas wilayah Kecamatan Cilimus.

Penanaman ubi jalar bisa dilakukan pada lahan kering ataupun lahan basah. Namun waktu penanaman harus disesuaikan, di lahan kering biasanya di lakukan pada awal musim hujan, sedangkan di lahan basah pada saat kemarau datang. Berdasarkan penggunaan lahan, di daerah penelitian memiliki lahan yang cukup untuk melakukan usahatani ubi jalar. Sehingga dari hal tersebut daerah penelitian memiliki potensi untuk mengembangkan ubi jalar. Potensi lahan yang luas dan produktivitas yang belum maksimalmenjadi faktor untuk mengembangkan usahatani ubi jalar. Usaha untuk merebut persaingan yang masih terbuka ini dapat

(5)

dilakukan dengan melalui program intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman ubi jalar, disertai dengan pengembangan industri pengolahan ubi jalar.

Melihat Kondisi tersebut maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian terutama mengembangkan produksi ubi jalar sebagai tanaman unggulan di Kabupaten Kuningan.Dalam hal ini Penulis memberi judul “Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan”.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, adapun tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mengidentifikasi kondisi geografi baik fisik maupun sosial yang mendukung budidaya ubi jalar (Ipomea batatas L.) di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan; 2) Menganalisis potensi pengembangan produksi ubi jalar jalar (Ipomea batatas L.) di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan; 3) Mengidentifikasiupaya yang dilakukan masyarakat dalam meningkatkan produksi ubi jalarjalar (Ipomea batatas L.) di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data diperoleh dengan melalui observasi, wawancara, dan studi literatur. Variabel penelitian terdiri atas Variabel bebas (iklim, ketersediaan air, topografi, jenis tanah, pendidikan petani, modal, tenaga kerja dan pemasaran) dan variabel terikat (Potensi pengembangan produksi ubi jalar). Populasi meliputi populasi wilayah yaitu seluruh lahan pertanian yang ada di Kecamatan Cilimus dan populasi manusia seluruh petani yang menerapkan budidaya ubi jalar yang ada di Kecamatan Cilimus. Sampel penelitian terdiri dari sampel wilayah yang diperoleh dari Peta Satuan Lahan kemudian diambil secara acak/random (Stratified area random sampling). Terdapat tujuh sampel penelitian yaitu SALCRK (Desa Cilimus) , STH-ALCRK (Desa Bandorasa Kulon), I-STH-RKL (Desa Bandorasa Wetan), I-TG-ALCRK (Desa Linggajati), II-STH-ALCRK (Desa Setianegara), I-SI-LCK (Desa Caracas), I-KB-II-STH-ALCRK (Desa

(6)

Cibeureum). Sampel manusia terdiri dari 65 responden, sampel diambil secara propotionate stratified random sampling. Penulis membuat kategori dari tingkat jumlah petani yakni tingkat jumlah petani tinggi yaitu (>1.000), sedang (500-1000) rendah (>500).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kondisi Fisik dan Sosial yang Mendukung Budidaya Ubi Jalar a. Kondisi Fisik

Dalam menentukan karakteristik fisik wilayah, sebelumnya menggunakan Peta Satuan Lahan yang diperoleh dari penggabungan Peta Jenis Tanah, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Penggunaan Lahan. Maka dari hasil penggabungan tersebut akan memperoleh jenis lahan yang memiliki karakeristik masing-masing. Untuk lebih jelasnya Peta Sampel Penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

(7)

Tabel 3. Karakteristik Fisik Lahan Berdasarkan Penelitian di Lapangan

Karakterisitik Fisik Sampel

I II III IV V VI VII

Iklim a. Suhu (oC)

b. Curah hujan (mm/tahun) c. Lama bulan kering (bln)

24-26 3016,5 4 22-24 3016,5 4 23-25 3016,5 4 20-23 3016,5 4 20-23 3016,5 4 24-26 3016,5 4 20-23 3016,5 4 Ketersediaan air a. Sumber air b. Debit (m3/dtk) c. jenis pengairan

d. Kondisi air saat kemarau

Saluran Irigasi 315 & 296* Irigasi Ada Sungai/mata air Sungai/ Mata air Sungai/ Mata air

Mata Air Saluran irigasi 276 & 312* Sungai/Mata air Ketinggian tempat (mdpl) 431 621 479 799 742 410 797 Kemiringan Lereng (%) 5 7 5 8 14 4 8 Tanah a. Jenis tanah b. Tekstur tanah c. Struktur tanah d. pH tanah e. Kedalaman efektif (cm) f. Konsistensi g. drainase Latosol Lempung berpasir halus Remah 6 >90 Gembur Baik Latosol Lempung berpasir Granuler 7 >90 Gembur Baik Regosol Pasir berlempung Remah 6 60 - 90 Sangat gembur Baik Andosol Lempung liat berpasir Remah 6 >90 Teguh Sedang Latosol Lempung berpasir sangat halus Remah 5 >90 Gembur Baik Latosol Lempung berpasir sangat halus Remah 5 >90 Gembur Baik Latosol Lempung berpasir halus Remah 6 >90 Gembur Baik Sumber : Hasil Penelitian, 2013

(8)

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa karakteristik fisik lahan di lokasi penelitian sebagian besar memiliki kesesuaian dengan syarat tumbuh ubi jalar, seperti iklim, ketersediaan air, ketinggian tempat, kemiringan lereng dan jenis tanah. Menurut Suparman (2007: 5) “Tanaman ubi jalar membutuhkan hawa panas dan udara yang lembab. Daerah yang paling ideal untuk budidaya ubi jalar adalah daerah yang bersuhu 21-27oC”. Terkait dengan ketinggian suatu daerah, tanaman ubi jalar akan tumbuh optimal pada ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut. Sedangkan untuk tanah menurut Suparman (2007: 6) “Tanah yang cocok untuk tanaman ubi jalar adalah tanah yang mengandung pasir, kadar lempungnya ringan dan longgar, kondisinya gembur, sehingga udara dan air dalam tanah dapat saling berganti dengan lancar.” Maka dengan melihat kondisi fisik tersebut wilayah ini sangat cocok untuk pengembangan ubi jalar.

b. Kondisi Sosial

Kondisi sosial yang mendukung dalam budidaya ubi jalar adalah tingkat pendidikan petani, luas dan kepemilikan lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Menurut Soetriono, Atik, dan Rijanto (2006: 71) “Aspek sumberdaya yang dimasukkan dalam klasifikasi sumberdaya pertanian adalah aspek alam (tanah), modal, tenaga kerja dan pengelolaan.” 1) Pendidikan, Menurut Harjadi (2002: 40) yakni :

Sesuatu yang dimiliki petani merupakan modal yang menentukan keberhasilan petani sebaba keterampilan dan pendidikan merupakan produk masyarakat. Dalam beberapa hal, pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan perubahan masyarakat.

secara keseluruhan tingkat pendidikan formal dan non formal petani responden dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 4. Tingkat Pendidikan Formal Responden

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

Frekuensi (%) 1 Tidak Tamat SD 3 4,7 2 Tamat SD/Sederajat 50 76,6 3 Tamat SMP/Sederajat 8 12,5 4 Tamat SMA/Sederajat 4 6,2 5 Perguruan Tinggi 0 0 Jumlah 65 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

(9)

Tabel 5. Tingkat Pendidikan Non-Formal Responden

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

Frekuensi (%)

1. Tidak Pernah 10 15

2. Penyuluhan 40 62

3. Kursus/pelatihan 15 23

Jumlah 64 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa petani ubi jalar di Kecamatan Cilimus memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah, karena sebagian besar petani hanya lulusan SD. Namun hal tersebut bisa diatasi dengan cara lain, seperti pendidikan non formal. Para petani pada umumnya mendapatkan pengetahuan tentang budidaya ubi jalar melalui pendidikan nonformal. Seperti yang sering dilakukan di lokasi penelitian adalah penyuluhan dan pelatihan mengenai pertanian yang diadakan oleh Dinas Pertanian setempat. 2) Luas lahan pertanian, luas lahan akan mempengaruhi pada hasil produksi pertanian tersebut. Semakin luas lahan pertanian maka semakin tinggi pula tingkat produksinya, sebaliknya semakin sempit lahan pertanian maka semakin rendah tingkat produksinya. Luas kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas Kepemilikan Lahan

No Lokasi Luas (Ha) < 0,10 0,10-0,50 0,51- 1,00 >1,00 F % F % F % F % 1. I 2 3,1 9 13,8 4 6,1 2 3,1 2. II 1 1,5 5 7,7 4 6,1 2 3,1 3. III 1 1,5 5 7,7 3 4,6 0 0 4. IV 1 1,5 4 4,6 4 6,1 1 1,5 5. V 0 0 4 6,1 6 9,2 0 0 6. VI 0 0 1 1,5 1 1,5 0 0 7. VII 1 1,5 3 4,6 1 1,5 0 0

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Petani responden di Kecamatan Cilimus memiliki luas lahan yang diusahakan untuk usahatani cukup beragam, yaitu antara 0,14-1,2 Ha dengan rata-rata luas lahan sebesar 0,28 Ha.

3) Tenaga kerja, tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam usaha pertanian. “Tenaga kerja dapat digolongkan dalam tiga macam, yaitu tenaga manusia, tenaga ternak, dan tenaga mekanik” (Soetriono, 2006: 80). Namun

(10)

dalam budidaya ubi jalar pada umumnya petani responden hanya menggunakan tenaga manusia. Hal tersebut dikarenakan dalam persiapan lahan lebih mudah jika menggunakan tenaga manusia. Selain itu tenaga kerja dalam usahatani ada tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Tenaga Kerja yang digunakan Petani Responden

No Lokasi

Jumlah Tenaga Kerja (orang)

Tidak memiliki 1-5 6-10 >10 F % F % F % F % 1. I 2 3,1 9 13,8 4 6,1 2 3,1 2. II 1 1,5 4 6,1 5 7,7 2 3,1 3. III 1 1,5 5 7,7 3 4,6 0 0 4. IV 1 1,5 4 6,1 4 6,1 1 1,5 5. V 0 0 4 6,1 6 9,2 0 0 6. VI 0 0 1 1,5 1 1,5 0 0 7. VII 1 1,5 3 4,6 1 1,5 0 0

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 7. hampir setengahnya (47 %) petani mempekerjakan 1-5 orang, hal ini karena lahan yang digarap masih bisa menggunakan tenaga kerja keluarga. 4) Modal, usaha pertanian dapat berjalan dengan baik apabila memiliki modal yang dapat memenuhi. Menurut Soetriono, Atik dan Rijanto (2006: 77) “Modal tetap (misalnya tanah dan alat pertanian) yang tidak akan habis dalam satu kali produksi, sedangkam modal bergerak (misalnya uang tunai, pupuk, pestisida, dan tanaman) yang dianggap habis dalam satu kali produksi. Secara keseluruhan sumber modal petani responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Sumber Modal Budidaya Ubi Jalar Petani Responden

No. Sumber Modal Jumlah

Frekuensi (%)

1 Sendiri/penggarap 33 51

2 Penggarap dan Pemilik lahan 9 14

3 Koperasi 19 30

4 Pinjaman dari bank 4 6

Jumlah 65 100

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan sumber modal petani reseponden dalam budidaya ubi jalar sebagian besar berasal dari modal pribadi dengan jumlah 33 petani responden (51%). Modal pribadi biasanya pada petani yang menggarap lahan yang tidak terlalu luas.

(11)

Tabel 9. Cross Tab Luas Lahan Garapan dan Jumlah Modal Responden

No. Luas (Ha) Modal Total

<Rp 2.000.000 Rp 2.000.000-Rp 5.000.000 >Rp5.000.000 1. < 0,1 6 0 0 6 2. 0,1 – 0,5 4 27 0 31 3. 0,5 – 1,0 0 21 3 24 4. >1,0 0 0 4 4 Jumlah 10 48 7 65

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa luas lahan garapan sangat mempengaruhi jumlah modal. Semakin luas lahan garapan maka akan semakin besar pula modal yang dikeluarkan. Pada luas lahan lebih dari 1,0 Hektar maka modal yang dikeluarkan pun lebih dari Rp.5.000.000,-. Modal yang cukup besar, pada umumnya para petani responden meminjam melalui koperasi setempat. Sehingga tidak mengalami banyak kesulitan dalam masalah modal, dan petani pun bisa melakukan usahatani ubi jalar.

Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar

Berdasarkan kondisi fisik dan sosial ekonomi, pertanian ubi jalar di Kecamatan Cilimus memiliki potensi pengembangan yang prospektif. Seperti yang telah disajikan pada pembahasan sebelumnya bahwa kondisi fisik dan sosial ekonomi di lokasi penelitian mendukung dalam usahatani ubi jalar. Hasil produksi ubi jalar di lokasi penelitian cukup tinggi jika di bandingkan dengan daerah lain disekitarnya. Namun dari setiap lokasi memiliki perbedaan dari hasil produksinya, hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan baik pada kondisi fisik maupun kondisi sosial lokasi tersebut. Untuk lebih jelasnya data hasil produksi dari setiap lokasi berdasarkan data di lapangan dapat dilihat pada Tabel 10.

(12)

Tabel 10. Hasil Produksi Budidaya Ubi Jalar

No Lokasi

Hasil Produksi (Ton/Ha)

< 1,50 1,50 –2,00 2,01- 2,50 2,51-3,00 >3,00 F % F % F % F % F % 1. I 0 0 3 4,6 7 10,8 6 9,2 1 1,5 2. II 0 0 1 1,5 4 6,1 6 9,2 1 1,5 3. III 0 0 0 0 5 7,7 3 4,6 1 1,5 4. IV 1 1,5 6 9,2 3 4,6 0 0 0 0 5. V 2 3,1 3 4,6 4 6,1 1 1,5 0 0 6. VI 0 0 0 0 1 1,5 1 1,5 0 0 7. VII 1 1,5 2 3,1 2 3,1 0 0 0 0

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Petani di lokasi penelitian sebagian besar menanam ubi jalar Kuningan white dan AC putih yang memiliki potensi hasil 25-35 dan 25-30 Ton/Ha. Namun berdasarakan data di lapangan sebagian besar petani responden hanya mendapatkan hasil produksi < 25 Ton/Ha. Keadaan tersebut masih bisa dikembangkan dengan treatment pada masing-masing lahan yakni dengan intensifikasi. Menurut Soetriono, Atik dan Rijanto (2006: 72) “Intensifikasi adalah sebuah usaha untuk meningkatkan mutu (kualitas) dan jumlah (kuantitas) hasil produksi dengan cara meningkatkan produktivitas dan cara kerja.” Potensi ubi jalar yakni enurut Juanda dan Bambang (2000: 7) “Potensi hasil tanaman ubi jalar adalah 25-35 Ton per Hektar”. Maka berdasarkan hal tersebut hasil maksimal yang bisa dicapai dalam budidaya ubi jalar yang dilakukan petani di Kecamatan Cilimus dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Luas panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Jalar

No. Desa Luas Tanam (Ha) Produksi (Ton) Potensi Produksi dengan hasil 25 Ton/Ha (Ton) Potensi Produksi dengan Hasil 35 Ton/Ha (Ton) 1. Bandorasa Kulon 176 3.572 4.400 6.160 2. Bandorasa Wetan 184 3.735 4.600 6.440 3. Bojong 159 3.212 3.975 5.565 4. Linggamekar 119 2.404 2.975 4.165 5. Linggasana 131 2.646 3.275 4.585 6. Linggarjati 114 2.303 2.850 3.990 7. Linggaindah 103 2.081 2.575 3.605 8. Cilimus 161 3.268 4.025 5.635 9. Caracas 149 3.025 3.725 5.215 10. Sampora 146 2.964 3.650 5.110 11. Kaliaren 134 2.707 3.350 4.690 12. Setianegara 135 2.727 3.375 4.725 13. Cibeureum 122 2.452 3.050 4.270 Jumlah 1.883 37.096 47.075 65.905

(13)

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa potensi produksi ubi jalar dengan memaksimalkan lahan yang sudah ada memiliki peningkatan yang cukup besar. Secara aktual di lapangan petani hanya mendapatkan hasil 37.096 Ton. Jika produktivitas ubi jalar mencapai 25 Ton/Ha maka akan menghasilkan 47.075 Ton. Sehingga menambah 9.979 Ton dari jumlah produksi sebelumnya, jumlah tersebut naik sekitar 27 %. Sedangkan jika hasil produksi mencapai produksi maksimal dengan hasil 35 Ton/Ha maka akan mendapatkan 65.905 Ton. Sehingga menambah 28.809 Ton, naik sekitar 78 %. Jumlah tersebut cukup besar, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani yang sebelumnya masih rendah. Dengan peningkatan produksi tersebut diharapkan dapat mensejahterakan petani. Peta Potensi Produksi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Potensi Produksi Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus

Sedangkan secara ekstensifikasi lahan yang berpotensi untuk tanaman ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 12.

(14)

Tabel 12. Lahan yang Berpotensi untuk Budidaya Ubi Jalar

No Lahan Budidaya Luas (Ha)

1. Lahan Basah : a. Sawah Irigasi b. Sawah Tadah Hujan

617,07 1.177,79 2. Lahan Kering : a. Ladang/Tegalan b. Perkebunan 373,33 436,67 Jumlah 2.604.86

Sumber : Hasil Penelitian, 2013

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa luas lahan yang berpotensi untuk pengembangan tanaman ubi jalar di Kecamatan Cilimus adalah seluas 2.604,86 Ha. Penggunaan lahan yang berpotensi untuk pengembangan tanaman ubi jalar pada lahan basah yaitu sawah irigasi dan tadah hujan seluas 1.794,79. Sedangkan pada lahan kering yaitu ladang, tegalan, dan perkebunan adalah 810,07 Ha. Berdasarkan jumlah tersebut maka lahan yang masih bisa dijadikan areal budidaya ubi jalar yaitu seluas 721,86 Ha. Namun penanaman pada lahan kering harus lebih hati-hati dalam pengelolaannya. Peta Potensi Lahan Budidaya Ubi Jalar dapat dilihat pada Gambar 3.

(15)

Dari hasil analilis kecocokan lahan di Kecamatan Cilimus masih bisa diintensifkan dengan menambah frekuensi tanam menjadi 2 kali atau 3 kali. Tetapi cara penanaman intensif ini, dikhawatirkan dapat mengakibatkan penurunan kualitas lahan dan menyebabkan terjadinya degredasi lahan. Alternatif perluasan areal tanam adalah menanam pada lahan kering (ladang, belukar dan perkebunan) yang cukup tersedia di Kecamatan Cilimus ini.

Upaya Masyarakat dalam Meningkatkan Produksi Ubi Jalar

Tanaman ubi jalar merupakan salah satu tanaman yang menjadi produk unggulan di Kecamatan Cilimus. Alasan petani mengusahakan budidaya ubi jalar adalah dilihat dari hasil yang lebih menguntungkan dibanding budidaya lain. Selain itu prosesnya yang tidak begitu sulit, sehingga petani tertarik untuk mengusahakan budidaya ubi jalar tersebut. Apabila terjadi permasalahan-permasalahan maka biasanya petani berkonsultasi dengan kelompok tani yang dibentuk oleh pemerintah setempat. Berdasarkan hasil wawancara dengan PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) ada upaya yang di lakukan pemerintah untuk menjadikan tanaman ubi jalar tetap bertahan. Seperti memberikan program-program penyuluhan dan pelatihan pertanian kepada petani. Berdasarkan wawancara di lapangan, upaya-upaya yang dilakukan petani dalam meningkatkan produksi ubi jalar antara lain :

1. Meningkatkan Produktivitas

Dalam meningkatkan produktivitas, ada beberapa upaya yang dilakukan petani, yaitu : a) Menggunakan bibit unggul, Pada saat ini jenis varietas yang dianggap petani bagus adalah varietas manohara, hampir seluruh petani menanam jenis ini. Selain dari jenis varietas yang ditanam, dalam upaya meningkatkan produksi, petani juga melakukan upaya lain. Upaya tersebut adalah penggunaan bibit stek langsung dari persemain umbi. Penggunaan bibit yang baik yang biasa dilakukan petani yaitu maksimal sampai pada turunan ke-III ; b) Pengaturan Jarak Tanam. Dalam upaya meningkatkan produksi ubi jalar salah satunya petani mengatur jarak tanam bibit stek ubi jalar. Menanam stek ubi jalar, dengan jarak 70 – 100 cm (antar barisan) x 20 – 25 cm (antar tanaman). Menanam dengan cara pangkal batang terkubur kurang lebih 10 cm atau kira – kira 2/3 bagian. Kemudian tanah dipadatkan dekat pangkal stek (bibit); c) Pemupukan Berimbang, Penggunaan

(16)

pupuk dalam budidaya ubi jalar bisa meningkatkan produksi, namun tidak dengan takaran yang berlebihan. Maka dari itu penggunaan pupuk harus dengan pemupukan berimbang. d) Pengairan, upaya pengairan yang dilakukan petani untuk tanaman ubi jalar yaitu pertama, jika pada musim kemarau dan umur tanaman 1-2 bulan maka dilakukan dengan cara genangan. e) Pengapuran berdasarkan keadaan di lapangan, Petani responden biasanya melakukan pengapuran pada tanah yang terlalu masam. Sehingga dengan melakukan pengapuran diharapkan pH tanahnya akan naik. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani responden, biasanya pengapuran menggunakan dolomite yaitu dengan cara disebar merata ke seluruh permukaan tanah dan dilakukan pengolahan secara ringan dengan tujuan agar kapur merata di dalam tanah dan dibiarkan selama 7-14 hari tergantung pada kondisi tanah.

2. Perluasan Areal

Upaya yang dilakukan petani untuk meningkatkan produksi adalah melalui perluasan areal tanam. a) Penanaman dilakukan pada sawah irigasi, setelah penanaman padi b) Penanaman pada lahan perkebunan, yang dijadikan sebagai tanaman sela diantara tanaman cengkeh, pisang dan lain-lain.

3. Pengamanan Produksi

Pengamanan produksi ini dilakukan dalam rangka mengamankan produksi ubi jalar, yaitu dengan pengendalian hama dan penyakit Biasanya petani menggunakan pestisida untuk hama ulat, penggerek ubi (Cylas sp.)dan penyakit kudis oleh cendawan Elsinoe sp. dan lain-lain. Caranya yaitu dengan disemprotkan pada tanaman yang terkena hama tersebut. Adapun petani yang melakukan pengendalian hama dengan ramah lingkungan (tidak menggunakan pestisida). Pengendalian hama yang dilakukakan salah satunya adalah melakukan pengasapan, menyalakan api di yang bertujuan untuk mengusir hama.

4. Penguatan Kelembagaan

Penguatan kelembagaan yaitu dengan membentuk kelompok tani. Dengan adanya kelompok petani maka akan memeprmudah dalam kegiatan-kegiatan pertanian, seperti penyuluhan atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah.

(17)

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Budidaya ubi jalar (Ipomea batatas L.) di Kecamatan Cilimus didukung oleh faktor fisik dan faktor sosial ekonomi. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Faktor fisik

Suhu rata-rata di daerah ini yaitu 20 – 26 oC dan jumlah curah hujan rata-rata 3016,5 mm/tahun. Persediaan air di lokasi penelitian cukup banyak, yakni bersumber dari mata air-mata air gunung Ciremai. Terdapat saluran irigasi yang berfungsi untuk mengairi lahan pertanian. Kondisi topografi mulai datar hingga berbukit, karena letaknya yang berada di kaki Gunung Ciremai. Lahan yang biasa ditanami ubi jalar yaitu pada kelas kemiringan lereng I dan II, adapun pada kelas III yaitu dengan membuat terasering. Ketinggian tempat daerah ini yang berkisar 400-800 mdpl, semua aspek tersebut memenuhi untuk budidaya ubi jalar. Jenis tanah pada lokasi ini ada empat jenis yaitu Asosiasi Andosol coklat dan Regosol coklat, Asosiasi Latosol coklat dan Regosol kelabu, Kompleks Regosol kelabu dan Latosol, serta Latosol coklat kemerahan. Kondisi tanah tersebut mengandung pasir, kadar lempungnya ringan dan longgar, kondisinya gembur, serta memiliki pH 6-7. Sehingga jenis tanah ini cocok untuk tanaman ubi jalar.

b. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi dilihat dari faktor pendidikan dan pengalaman petani, lahan garapan, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan (manajemen). 1) Tingkat pendidikan dan pengalaman petani, berpengaruh terhadap budidaya ubi jalar 2) Tenaga kerja, dalam budidaya ubi jalar petani menggunakan tenaga kerja yang berasal dari tenaga kerja keluarga ataupun tenaga kerja setempat. 3) Modal, dalam usahatani ubi jalar petani menggunakan modal yang berasal dari modal sendiri, pinjaman koperasi ataupun pinjaman bank. Untuk modal sendiri biasanya lahan yang tidak terlalu luas, sedangkan modal pinjaman biasanya pada lahan sewa yang memiliki lahan cukup luas. modal budidaya ubi jalar per Hektar adalah bekisar Rp 10.000.000,-. 4) Pengelolaan (manajemen), dalam hal ini

(18)

adalah keterampilan petani dalam melakukan usahatani ubi jalar. Keterampilan yang dimiliki mulai dari penggunaan dan penyiapan bibit, penanaman, pengairan, pemupukan, pemeliharaan tanaman, pengendalian hama dan penyakit, panen, pasca panen, hingga ke pemasaran.

2. Potensi pengembangan produksi ubi jalar di Kecamatan Cilimus masih terbuka. Hal ini dilihat berdasarkan kondisi fisik dan sosial ekonomi yang masih prospektif untuk dikembangkan demi majunya daerah tersebut melalui agribisnis. Meningkatkan atau mengembangkan produksi bisa dilakukan dengan berbagai cara yaitu intensifikasi atau perluasan areal tanam (ekstensifikasi). Melalui intensifikasi yaitu dengan meningkatkan mutu melalui berbagai sarana, misalnya pemupukan dan pemeliharaan. Intensifikasi ini bertujuan untuk mencapai produksi maksimal dari tanaman ubi jalar, yaitu 35 ton/Ha. Luas tanam ubi jalar pada tahun 2012 yaitu 1883 Ha dan menghasilkan produksi sebanyak 37.096 ton. Maka jika produksi ubi jalar dapat mencapai 35 ton/ha hasil produksinya adalah 65.905 ton. Sedangkan dengan ekstensifikasi yaitu dengan memperluas areal tanam. Berdasarkan penelitian di lapangan, lahan di Kecamatan Cilimus masih dapat dikembangkan untuk budidaya ubi jalar. Hasil analisis peta luas lahan yang berpotensi untuk pengembangan tanaman ubi jalar di Kecamatan Cilimus adalah seluas 2.604,86 Ha.

3. Adapun upaya-upaya yang dilakukan masyarakat setempat untuk meningkatkan produksi ubi jalar, yaitu dalam penggunaan bibit, pengelolaan dan pemeliharaan. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan bibit unggul, pengaturan jarak tanaman pemupukan berimbang, pengairan, pengapuran untuk menaikan pH tanah, waktu tanam yang dilakukan dan lain-lain. Disamping itu dilakukan pula pengamanan produksi dengan melalui pengendalian hama dan penyakit yaitu dengan menggunakan pestisida ataupun non pestisida agar ramah lingkungan.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2012). Kecamatan Cilimus Dalam Angka 2012. Kuningan : BPS.

Badan Pusat Statistik. (2011). Kuningan Dalam Angka 2011. Kuningan : BPS. Banoewidjojo, Moeljadi. (1983). Pembangunan pertanian. Malang : Openi

Malang.

Dinas Pertanian. (2011). Statistik Pertanian. Bandung : Dinas Pertanian Tanaman dan Pangan Provinsi Jawa Barat.

Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan (2011). Laporan Tahunan Tahun 2011. Kuningan : Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan.

FAO. (1976). A Framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No.32. Rome : Food and Agriculture Organization of The United Nations.

Hanafie, R. (2010). Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta : C.V Andi Offset. Harjadi, Sri Setyati M.M.(2002). Pengantar Agronomi. Jakarta : PT Gramedia

Pustaka.

Juanda,D., Bambang, C. (2000). Budidaya dan Analisis Usahatani.Jakarta : Kanisius.

Kementrian Pertanian. (2010). Statistik Pertanian. Jakarta : Kementan.

Mubyarto. (1989). Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta : Lembaga Pertanian, Pendidikan, dan Penerangan Sosial Ekonomi (LP3ES).

Soetriono., Anik, S., Rijanto. (2006). Pengantar Ilmu Pertanian. Malang : Bayumedia Publishing.

Soetrisno, Loekman. (2002). Pembangunan pertanian. Yogyakarta: Kanisius. Sugiyono.(2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D.Bandung :

Alfabeta.

Gambar

Tabel 1. Perkembangan Luas panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Jalar  (Ipomea Batatas L) di Kecamatan Cilimus Periode 2008-2012  No  Komponen
Tabel 2. Komposisi Penggunaan Lahan di Kecamatan Cilimus
Gambar 1. Peta Sampel Penelitian
Tabel 3. Karakteristik Fisik Lahan Berdasarkan Penelitian di Lapangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di halaman laporan ini akan menampilkan total bayar dari jumlah uang yang diambil oleh nasabah dan menampilkan total transaksi berdasarkan jumlah uang yang diambil

Program acara berita yang mereka sampaikan tidak terlepas dari berita-berita yang juga menghibur, dan menarik audien untuk terus... Program berita ini menyajikan

Undang – undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Undang – undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Undang – undang Nomor 29 Tahun 2004

© www.arithmetic4kids.com Sign up at: www.kizmath.com.

Secara Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai Pengaruh Kepemimpinan Berbasis Nilai (Value-Based Leadership) Kepala Sekolah terhadap disiplin

Desa Prangat Baru juga memiliki beberapa lahan yang ditujukan untuk.. keperluan khusus, di antaranya adalah lahan pekarangan seluas delapan puluh

Panas dari udara di dalam rumah tanaman berpindah ke bak tanam atau media tanam secara konveksi yang kemudian diteruskan pada pipa pendingin yang memiliki suhu

Dengan adanya penggunaan intellectual capital tersebut, diharapkan akan meningkatkan penjualan serta menggunakan sumber daya perusahaan secara efisien dan ekonomis yang