• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Taman Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Taman Siswa"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

“TAMAN SISWA”

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas Sejarah Indonesia Baru Dosen pengampu : Bapak Asep Ginanjar, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh :

1. Rina Wasini ( 3601414002 ) 2. Purwandari ( 3601414008 ) 3. Sri Puji Lestari ( 3601414013 ) 4. Puji Rahayu ( 3601414025 ) 5. Renata Wijayanti ( 3601414026 ) 6. Ali Gunawan ( 3601414031 ) 7. Dzulkaisi Muthia S ( 3601414040 ) 8. Heri Setyawan ( 3601414041 ) 9. Annisa Udtafia ( 3601414048 ) 10. Rani Nur Aini ( 3601414051 )

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

(2)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dengan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga-Nya, sahabaNya, serta umat-Nya.

Makalah ini disusun untuk melengkapi salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Indonesia Baru Semester genap tahun 2015/2016.

Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Asep selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Sosial

2. Ayah dan Ibu yang telah memberikan doaa restu dan dukungannya 3. Teman-teman Kelompok Antropologi yang telah mengerjakan

tugas dengan baik

4. Teman-teman prodi Pendidikan IPS dan teman-teman lain di Universitas Negeri Semarang

Kami menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami senantiasa mengharapan masukan dari pembaca yang bersifat membangun. Terimakasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Semarang, Maret 2016

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Riwayat Ki Hajar Dewantara... 3

2.2 Lahirnya Taman Siswa... 5

2.3 Asas Taman Siswa... 6

2.4 Dasar-dasar Taman Siswa ... 7

2.5 Konsep-konsep dalam Taman Siswa... 9

BAB III KESIMPULAN... 10

(4)

BAB I PENDAHULUAN

Pada awal abad ke 20, terjadi banyak perubahan pada masyarakat Indonesia. Terjadilah suatu perubahan pandangan penduduk bumiputra dan bersamaan dengan itu gagasan tentang kemajuan mulai tumbuh. Gagasan tentang kemajan menjadi hal yang utama dan muncullah dorongan-dorongan untuk berusaha.

Menurut Ricklefs (1998), di Jawa pada bulan Januari 1918 muncul sebuah tulisan dalam surat kabar di Surakarta Djawi Hisworo (Jawa Raja) ysng memfitnah Nabi Muhammad sebagai seorang pemabuk dan pemadat. Kaum muslim menjadi sangat marah dan pada bulan Februari mereka membentuk suatu komite yang dinamakan tentara Nabi Muhammad. Sentiment anti Islam di kalangan beberapa orang Jawa begitu kuat sehingga Comite Voor Javaansch Nationalisme (Komite bagi Nasionalisme Jawa, yang telah didirikanpada tahun 1914) mengeluarkan suatu pamflet yang menekankan bahaya fanatisme agama. Meskipun orang-orang ini juga mencela gaya artikel Djawi Hisworo tersebut, namun Islam seperti yang kini diajarkan kaum pembaharu dianggap mereka sebagai impor asing yang tidak disukai.

Selanjutnya, Ricklefs menyatakan bahwa,

“Reaksi yang lebih positif dan penting terhadap arus pasang pembaharuan Islam tersebut muncul dari mantan anggota radikal Indische Partij[,] Suwardi Surjaningrat. Dialah keturunan keluarga Pakualaman dari Yogyakarta dan seorang saudara pemimpin serikat [p]sekerja SCI, Surjopranoto. Selama masa pengasingannya di negeri Belanda … dia mencurahkan perhatiannya pada gerakan-gerakan pendidikan yang baru. Setelah pulang dari pengasingan dia bergabung dengan suatu kelompok mistik Jawa di Yogyakarta, kota yang menjadi pusat

(5)

Muhammadiyah. Kelompok mistik ini menganggap perlu diciptakannya suatu sistem pendidikan yang benar-benar bersifat pribumi (non pemerintah dan non Islam). Oleh karena itu, pada tahun 1922 Suwardi yang kini memakai nama baru Ki Hajar Dewantoro mendirikan sekolah Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta yang memadukan pendidikan gaya Eropa yang modern dengan seni-seni Jawa tradisional.”

Kelahiran Taman Siswa merupakan titik balik dalam pergerakan Indonesia karena kaum revolusioner yang mencoba menggerakkan rakyat dengan semboyan-semboyan asing dan ajaran-ajaran Marxis terpaksa memberikan tempat untuk gerakan baru yang benar-benar berasas kebangsaan dan bersikap non-kooperatif dengan pemerintah jajahan (Poesponegoro & Notosusanto, 1993:244)

Dengan mendirikan sekolah Taman Siswa yang pertama, Ki Hajar Dewantoro mampu mewujudkan keinginan bangsanya, karena usaha untuk mendidik kaum muda dalam jiwa kebangsaan Indonesia merupakan bagian penting dari pergerakan Indonesia dan menjadi dasar perjuangan meninggikan derajat bangsa.

(6)

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Riwayat Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat pada 2 Mei 1889. Ia berasal dari lingkungan keluarga keraton, tepatnya Pura Pakualaman, Yogyakarta. Suwardi merupakan cucu dari Sri Paku Alam III, sedangkan ayahnya bernama K.P.H. Suryaningrat dan ibundanya bernama Raden Ayu Sandiyah yang merupakan buyut dari Nyai Ageng Serang, seorang keturunan dari Sunan Kalijaga.

Suwardi mendapatkan pendidikan agama dari Pesantren Kalasan di bawah asuhan K.H Abdurrahman. Kemudian, pendidikan dasarnya ditempuh di ELS (EuropeescheLagereSchool). Setamat ELS, Suwardi meneruskan pelajarannya ke Kweekschool (Sekolah Guru Belanda). Ia hanya menjalaninya selama satu tahun, kemudian pindah ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera).

Suwardi bersekolah di STOVIA selama 5 tahun. Namun, ia tidak sampai lulus dan terpaksa keluar karena sakit selama empat bulan. Ia tidak naik kelas sehingga beasiswanya dicabut. Alasan lain dibalik kasus pencabutan beasiswa tersebut adalah karena ia dituduh telah membangkitkan semangat memberontak terhadap pemerintah colonial Hindia Belanda dengan pendeklamasian sebuah sajak yang menggambarkan keperwiraan Ali Basah Sentot Prawirodirdjo, panglima perang andalan Pangeran Diponegoro. Setelah keluar dari STOVIA, Suwardi bekerja sebagai wartawan di berbagai surat kabar. Selain aktif sebagai seorang wartawan muda, Suwardi berkiprah dalam organisasi sosial-politik.

Suwardi melontarkan kritikan lewat tulisan berjudul Alk Ik Eens Neder lander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) yang dimuat dalam surat kabar De ExpressmilikDouwes. Akibat tulisan tersebut, pemerintah kolonial Belanda menjatuhkan hukuman tanpa proses peradilan kepada Suwardi, yaitu dengan dihukum buang ke Belanda sejak Agustus 1913. Selama di

(7)

pengasingan Suwardi memperdalam ilmu pendidikan hingga mendapatkan sertifikat sebagai pendidik. Ia mulai menggagas kemerdekaan Indonesia melalui pembangunan bidang pendidikan nasional.

Pada 1919, Suwardi berhasil kembali ke Indonesia. Ia bersama rekan-rekan seperjuangannya lalu mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional, yaitu National Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Enam tahun kemudian, Taman Siswa menerbitkan majalah Wasita. Melalui majalah ini, gagasan-gagasan dan pengajaran yang ia coba terapkan di Taman Siswa disebarkan kepada khalayak umum, khususnya masyarakat pribumi sebagai sarana pencerahan pikiran. Di tengah keseriusannya mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Taman Siswa, ia tetap rajin menulis. Melalui tulisan-tulisannya itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.

Ketika genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, ia berganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat ditanggalkan pada 23 Februari 1928. Nama Ki Hajar ditemukan dalam rangkaian-rangkaian diskusi yang sering diikutinya. Penggantian nama ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya.

Pada 1957 Ki Hajar Dewantara menerima gelar DoctorHonorisCausa dari Universitas Gadjah Mada. Namun, pada 26 April 1959 Ki Hajar meninggal dunia. Ki Hajar lalu diangkat sebagai ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengingat jasa-jasanya di bidang jurnalistik. Kemudian Surat Keputusan Presiden RI No. 305 tanggal 28 November 1959 menetapkan Ki Hajar Dewantara menjadi Bapak pendidikan nasional dan hari lahirnya, yaitu 2 Mei ditetapkaan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Pada 17 Agustus 1960 Ki Hajar dianugerahi Bintang Mahaputera I. Prestasi Ki Hajar lebih lengkap dengan tanda kehormatan Satya Lancana Kemerdekaan pada 20 Mei 1961. Namanya juga diabadikan sebagai salah sebuah nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Bahkan, potret diri Ki Hajar diabadikan pada uang kertas pecahan Rp 20.000,00.

(8)

Sepeninggal Ki Hajar, Nyi Hajar Dewantara diangkat sebagai Pemimpin Umum Perguruan Taman Siswa. Nyi Hajar memimpin Taman Siswa dengan gaya kepemimpinannya yang lembut sebagai pengejawantahan seorang ibu yang penuh asih, asah, dan asuh. Namun demikian, pada saat-saat kritis ia mampu bertindak tegas dan tepat.

Sepeninggal Ki Hajar dan Nyi Hajar, kompleks Padepokan Taman Siswa dibeli oleh Yayasan SarjanawiyataTaman Siswa dan difungsikan sebagai kampus. Sementara rumah Ki Hajar dijadikan Museum Dewantara Kirti Griya, seperti permintaannya yang disampaikan dalam rapat pamong Taman Siswa tahun 1958.

Ki Hajar Dewantara adalah bangsawan yang melepaskan atributnya dan menjadi Bapak Bangsa. Dalam pandangannya, tujuan pendidikan adalah memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status social, dan didasarkan pada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Oleh karena itu, Ki Hajar merupakan figur utama dalam perjuangan pembebasan manusia Indonesia.

2.2. Lahirnya Taman Siswa

Pada tahun 1919 tepatnya saat Ki Hajar Dewantara kembali dari Belanda. Ki Hajar bersama teman-temannya menyelenggarakan sarasehan di halaman rumahnya. Dari forum tersebut muncullah gagasan pendidikan yang merupakan awal mula terbentuknya Taman Siswa.

Pada 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantara bersama Sutatmo Surjokusumo, Pronowidigdo, Sujoputro, dan lain-lain, menyatakan berdirinya National Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta. Sifat pendidikan yang dimiliki Taman Siswa adalah kultural nasional. Dalam kurun waktu delapan tahun, Perguruan Taman Siswa berkembang menjadi 52 tempat. Perkembangan itu menimbulkan kekhawatiran pada pemerintah kolonial Belanda sehingga dikeluarkanlah Undang-Undang Sekolah Liar pada tahun 1932 yang melarang sekolah swasta beroperasi bila tanpa izin dari pemerintah (Onderiwijs Ondonantie).

(9)

Menghadapi hal tersebut, Ki Hajar melawannya dengan cara yang cerdas dan gigih hingga akhirnya perjuangan beliau membuahkan hasil karena pada tahun 1934 Onderiwijs Ondonantie dicabut. Hasilnya, Taman Siswa mengalami perkembangan yang pesat. Terbukti pada tahun 1936, Taman Siswa memiliki 161 cabang, 1.037 kelas, 11.235 murid, dan 602 guru.

2.3. Asas Taman Siswa

Dalam Wasita Jilid I/No.2 Edisi November 1928, Ki Hajar Dewantara menulis artikel yang berjudul “Azas Taman siswo”. Artikel ini sebenarnya merupakan pidato Ki Hajar dalam Kongres I Taman Siswa di Yogyakarta pada 20 Oktober 1923. Dalam artikel ini tercantum tujuh asas Taman Siswa, yaitu :

1. Mengatur diri sendiri

Yang dimaksud asas mengatur diri sendiri dalam Taman Siswa adalah setiap orang berhak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertib persatuan dalam kehidupan umum agar tercipta kedamaian, artinya setiap individu harus mengatur diri sendiri agar tercipta kehidupan yang damai dan sesuai dengan norma serta tata tertib yang berlaku.

2. Kemerdekaan batin, pikiran, dan tenaga bagi anak-anak

Yang dimaksud asas kemerdekaan batin, pikiran, dan tenaga bagi anak-anak adalah pendidikan yang diberikan hendaknya dapat menjadikan manusia yang merdeka, artinya pelajaran berarti mendidik anak akan menjadi manusia yang merdeka batinya, merdeka fikiranya dan merdeka tenaganya. Guru hanya memberi pengetahuan yang perlu dan baik saja, akan tetapi harus mendidik si murid mencari sendiri pengetahuan itu dan memaksimalkannya, agar si murid lebih mandiri dan tidak mengikuti buah pemikiran orang lain.

3. Kebudayaan sendiri

Yang dimaksud asas kebudayaan sendiri adalah Pendidikan hendaknya didasarkan atas keadaan dan budaya Indonesia, artinya pendidikan hendaknya sesuai dengan norma-norma, adat istiadat, dan kebudayaan Indonesia sehingga tidak terjadi kekacauan dalam lingkup pendidikan.

(10)

4. Pendidikan yang merakyat

Asas pendidikan yang merakyat yaitu pendidikan diberikan kepada seluruh rakyat tanpa terkecuali, disini lebih mengutamakan pendidikan kepada seluruh lapisan masyarakat agar memperluas akses pendidikan di seluruh lapisan masyrakat Indonesia.

5. Percaya pada kekuatan sendiri

Dengan adanya kekuatan atau kemampuan diri sendiri kita dapat menikmati kebebasan tanpa ikatan dengan pihak luar baik ikatan batin maupun ikatan lahir sehingga mempermudah untuk mencapai asas kemerdekaan.

6. Membelanjai diri sendiri

Syarat mutlak agar menjadi pribadi yang merdeka dan mandiri yaitu keharusan untuk dapat mengontrol atau memenejemen segala macam usaha dan langkah hidup kita sehingga dapat senantiasa hidup sederhana. Oleh karena itu kita harus bersandar pada kekuatan diri sendiri.

7. Keikhlasan dari para pendidik dan pengajar dalam mendidik anak-anak Yang dimaksud asas ini adalah dimana seorang guru hendaknya mendidik anak dengan sepenuh hati, ikhlas, tulus, tanpa mengharapkan imbalan. Pendekatan kepada seorang anak didasari oleh rasa cinta kasih dan kasih sayang. Bukan karena tujuan lain, melainkan karena panggilan tugas secara naluriah dirasakan sebagai kewajiban manusiawi.

2.4. Dasar-dasar Taman Siswa

Adapun dasar Taman Siswa yang dinyatakan pada tahun 1947, terkenal dengan nama Panca Dharma yang memuat :

1. Dasar kemerdekaan

 Merupakan karunia Tuhan yang memberikan hak mengatur hidupnya sendiri.

 Kemerdekaan diri harus mengingat syarat-syarat tertib damainya hidup bersama dalam masyarakat.

(11)

 Kemnerdekaan harus diartikan swa-disiplin atas dasar nilai-nilai hidup yang tinggi baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

 Menjadi dasar untuk mengembangkan pribadi yang kuat dan dasar dengan keseimbangan dan keselarasan dalam hidup bermasyarakat.

2. Dasar kebangsaan

 Rasa satu bersama bangsa sendiri dalam suka, duka dan kehendak dalam mencapai kebahagiaan hidup lahir-batin seluruh bangsa.

 Kebangsaan tidak boleh bertentangan dengan asas kemanusisaan.

 Kebangsaan harus menjadi sifat, bentuk dan laku kemanusiaan yang nyata.

 Kebangsaan tidak mengandung arti permusuhan terhadap bangsa-bangsa lain.

 Kebangsaan merupakan bagian (sebagian) dari kemanusiaan (manusia) pada umumnya.

3. Dasar kemanusiaan

 Kemanusiaan ialah darma tiap manusia dari keluhuran akal-budinya.

 Keluhuran akal-budi menimbulkan rasa dan laku kasih-sayang terhadap sesame manusia dan semua makhluk.

 Rasa kasih sayang tampak sebagai kesimpulan untuk berjuang melawan segala rintangan kemajuan selaras dengan kehendak alam

4. Dasar kebudayaan

 Keharusan memelihara nilai-nilai dan bentuk-bentuk kebudayaan nasional.

 Membawa kebudayaan nasional kearah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan zaman dan kemajuan dunia untuk kepentingan rakyat lahir-batin menurut zaman dan keadaanya.

5. Dasar kodrat alam

 Merupakan perwujudan kekuasaan Tuhan yang artinya manusia bersatu dengan alam.

 Manusia tidak dapat lepas dari hukum-hukum alam.

 Manusia mengalami kebahagiaan jika dapat menyatukan diri dengan hukum-hukum alam yang mengandung segala kemajuan

2.5. Konsep-konsep dalam Taman Siswa

Di dalam organisasi Taman Siswa terdapat beberapa konsep yang diterapkan antara lain sebagai berikut :

1. Konsep Pendidikan

(12)

Tringa” yang terdiri dari ngerti (mengetahui), ngrasa (memahami), nglakoni (melakukan).Pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasar metode Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Taman Siswa menyelenggarakan kerjasama yang selaras antara tiga pusat pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, perguruan, dan masyarakat.

2. Konsep Kebudayaan

Dalam konsep kebudayaannya, Taman Siswa mengembangkan beberapa konsep yaitu:

a. “Konsep Trikon” yang terdiri dari kontinuitas, konvergensitas, dan konsentrisitas.

b. “Konsep Trisakti Jiwa” yang terdiri dari cipta, rasa, dan karsa.

c. “Konsep Trihayu” yang terdiri dari memayuhayuning sarira, memayuhayuning bangsa, dan memayuhayuningbawana.

d. Untuk menjadi pemimpin di tingkat mana pun, konsepsi kebudayaan Taman Siswa mengajarkan “Konsep Trilogi Kepemimpinan” yang terdiri dari Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing madya Mangun Karsa,dan Tut Wuri Handayani.

e. Konsepsi kebudayaan Taman Siswa juga mengembangkan “Konsep Tripantangan” yang terdiri dari pantang harta, praja, dan wanita.

BAB III KESIMPULAN

Taman Siswa merupakan reaksi positif Ki Hajar Dewantara terhadap arus pasang pembaharuan Islam. Taman Siswa juga menjadi perwujudan dari usaha Ki Hajar Dewantoro untuk mewujudkan keinginan bangsanya, yaitu meningkatkan derajat bangsa Indonesia dan melangkah lebih maju untuk mewujudkan manusia Indonesia yang beradab. Adapun asas pendidikan yang diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara adalah mengatur diri sendiri, kemerdekaan batin, pikiran, dan tenaga bagi anak-anak, kebudayaan sendiri, pendidikan yang merakyat, percaya pada

(13)

kekuatan sendiri, membelanjai diri sendiri, dan keikhlasan dari para pendidik dan pengajar dalam mendidik anak-anak.

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Poesponegoro M.D. dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka.

Rahardjo, Suparto. 2010. Ki Hajar Dewantara Biografi Singkat 1889-1959. Jakarta: Garasi House of Book.

Ricklefs. M.C. 1998. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Indriastuti. Hubungan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan Kemampuan Mengapresiasi Cerpen pada Siswa Kelas V SDN Gugus Ki Hajar Dewantoro Tugu Kota Semarang. Pembimbing

Perjuangan pergerakan kebangsaan dan kemerdekaan Indonesia tidak terlepas dari peranan dan kiprah dari Suwardi Surjaningrat atau juga lebih dikenal dengan nama Ki Hajar

Peran ke dalam dari Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta ini diharapkan mampu memberikan bekal kepada pada wanita yang belajar di Sekolah Taman Siswa

Dengan mengimplementasikan ajaran Ki Hajar Dewantoro dalam pembelajaran matematika, guru bisa menanamkan budaya asli Indonesia, membentuk menjadi manusia yang tangguh

Tachir Huseini -di Jakarta Panitera Umum : Ki Suprapta -di Yogyakarta Wakil Panitera Umum : Ki Sayoga -di Yogyakarta Ketua Bagian Pendidikan : Ki Soeratman

Menurut komariah (2011:4) ki hajar dewantara, pada waktu mengembangkan sistem pendidikan melalui perguruan taman siswa mengartikan pendidikan sebagai upaya suatu

Ki Hajar Dewantara adalah salah seorang tokoh pendidikan Nasional yang mendirikan Perguruan Taman Siswa, untuk mendidik rakyat kecil supaya bisa mandiri, tidak

Dengan mengimplementasikan ajaran Ki Hajar Dewantoro dalam pembelajaran matematika, guru bisa menanamkan budaya asli Indonesia, membentuk menjadi manusia yang tangguh