• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERJUANGAN ORGANISASI WANITA TAMAN SISWA. A. Kegiatan Organisai Wanita Taman Siswa Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III PERJUANGAN ORGANISASI WANITA TAMAN SISWA. A. Kegiatan Organisai Wanita Taman Siswa Yogyakarta"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user 34 BAB III

PERJUANGAN ORGANISASI WANITA TAMAN SISWA

A. Kegiatan Organisai Wanita Taman Siswa Yogyakarta

Organisasi Wanita Taman Siswa merupakan organisasi di bawah naungan Taman Siswa, dimana Taman Siswa merupakan suatu lembaga pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat tertib dan damai. Taman Siswa maupun Organisasi Wanita Taman Siswa mempunyai tujuan untuk mewujudkan anak didiknya menjadi manusia yang berbudaya dan berkesadaran nasional. Sejak Nyi Hadjar Dewantara dan Organisasi Wanita Taman Siswa berperan serta dalam Taman Siswa yang secara resmi pada tanggal 31 Maret 1931, maka permasalahan kaum wanita di lingkugan Taman Siswa Yogyakarta mulai mendapat perhatian, diantaranya adalah masalah pendidikan dan pengajaran bagi kaum wanita, masalah pelanggaran adab dan kesopanan terhadap wanita, serta masalah kesucian. Perempuan mulai medapatkan kesempatan untuk medapatkan pendidikan sebagaimana laki-laki. Adab dan kesopanan bagi kaum wanita juga diajarkan di Sekolah Taman Siswa yaitu kaum wanita mendapatkan kesempatan pendidikan maupun berorganisasi namun tidak mengesampingkan adat-istidat ketimuran dimana perempuan diharuskan lebih menghormati kaum laki-laki.1

Peranan Organisasi Wanita Taman Siswa dalam emansipasi bagi kaum wanita di Yogyakarta adalah meningkatkan pendidikan dan pengetahuan berpolitik khususnya bagi

1 Tim Penulis Badan Pusat Wanita Taman Siswa, Kenangan Tujuh Dasawarsa Wanita Taman Siswa, (Yogyakarta: Badan Pusat Wanita Taman Siswa, 1992), hlm.23.

(2)

commit to user

kaum wanita yang dilakukan dengan dua cara, yaitu peran ke dalam dan peran ke luar.

Peran ke dalam Organisasi Wanita Taman Siswa yaitu membantu Taman Siswa dalam segala usahanya baik di bidang kebudayaan dan pendidikan khususnya pendidikan kewanitaan seperti membantu Taman Siswa dalam menentang peraturan dari pemerintah penjajah yang dianggap menghambat kesempatan orang pribumi untuk mendapatkan pendidikan. Sedangkan peran keluar Organisasi Wanita Taman Siswa yaitu aktif memperjuangkan peningkatan derajat dan martabat kaum wanita dengan cara menjalin hubungan kerjasama dengan organisasi wanita lainnya.2

1. Peran ke dalam Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta.

Peran ke dalam yang dilakukan Wanita Taman Siswa Yogyakarta dijadikan sarana untuk menyampaikan paham ideologi yaitu nasionalisme, kebudayaan dan perkembangan politik kepada para perempuan di Sekolah Taman Siswa Yogyakarta.

Nasionalisme diajarkan kepada para perempuan yang bersekolah di Taman Siswa agar para perempuan tersebut lebih berjiwa nasional sehingga dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri yang pada masa itu masih dijajah oleh pemerintah Belanda.

Kebudayaan diajarkan kepada para perempuan agar mereka juga ikut melestarikan kebudayaan milik bangsa sendiri agar tidak tergeser oleh kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Belanda misalnya bahasa, walaupun pemerintah Belanda juga memerintahkan sekolah untuk mengajarkan bahasa Belanda. Selain pengajaran bahasa (baik bahasa Belanda maupun bahasa Indonesia), pendidikan di Taman Siswa juga memberikan pelajaran sejarah, seni, sastra, agama, dan pendidikan jasmani. Pengajaran pengetahuan

2 Buku Peringatan Taman Siswa, Taman Siswa 60 Tahun 1922-1982, (Yogyakarta:

Percetakan Taman Siswa, 1982), hlm.88.

(3)

commit to user

politik lebih bertujuan untuk modal kaum Wanita Taman Siswa berperan ke luar, yaitu menjalin hubungan dengan organisasi-organisasi wanita lain yang ada di Indonesia.

Pendidikan kaum perempuan di Taman Siswa dilakukan dengan sistem "Among"

berasal dari bahasa Jawa yang berarti mengasuh, dengan pola belajar "asah, asih dan asuh". Dalam hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan berlaku sebagai

pemimpin yakni di depan memberi contoh, di tengah dapat memberikan motivasi dan di belakang dapat memberikan pengawasan.3

Pemimpin dapat memberi contoh yaitu sebagai pengajar dapat memberikan contoh yang baik kepada anak didiknya karena para pengajar inilah yang nantinya akan memberikan pengaruh terhadap perilaku para siswa yang ada di Taman Siswa. Asih yang berarti di tengah-tengah dapat memberikan motivasi yaitu para pengajar di Taman Siswa berusaha untuk bisa menjadi teman bagi para siswa yang ada di Taman Siswa sehingga para siswa tersebut tidak merasa segan untuk bertanya apabila mereka merasa ingin mengetahui jawaban akan suatu hal sekaligus memberikan semangat kepada para siswanya untuk aktif belajar. Di belakang menjadi pengawas diharapkan apabila ada murid di Taman Siswa yang melakukan kesalahan dapat segera ditegur dan diberi tahu pembenarannya agar ke depannya tidak semakin salah.

Prinsip pengajaran dari Organisasi Taman Siswa inilah yang kemudian dikenal dengan pola kepemimpinan: "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut

3Buku Peringatan Tamansiswa, op.cit., hlm. 89.

(4)

commit to user

wuri handayani". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri

kepemimpinan nasional.4

Peran ke dalam dari Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta ini diharapkan mampu memberikan bekal kepada pada wanita yang belajar di Sekolah Taman Siswa untuk mengembangkan peran ke luar bagi Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta, dimana mereka akan bekerja sama dengan organisasi wanita lainnya untuk meningkatkan harkat dan martabat kaum wanita dalam perjuangan emansipasi kaum wanita.

2. Peran ke luar Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta.

Peran ke luar dari Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta adalah melakukan kerjasama dengan organisasi wanita lainnya di Indonesia. Pada tanggal 31 Maret 1931, Taman Siswa menyelenggarakan Konferensi Daerah di Yogyakarta dan mengesahkan Wanita Taman Siswa sebagai organisasi yang menjadi bagian dari Taman Siswa. Setelah menjadi bagian dari Taman Siswa, Wanita Taman Siswa memulai kegiatan ke luar dengan melakukan dan mengikuti konggres yang bersifat nasional dengan berbagai organisasi wanita di Indonesia.

Konggres-konggres yang dilakukan Wanita Taman Siswa tersebut antara lain adalah Konggres Perempuan Indonesia I pada tanggal 22-25 Desember di Yogyakarta, Konggres Perikatan Perkumpulan Isteri Indonesia pada tanggal 6-8 Mei 1933 di Jakarta, Konggres Perempuan Indonesia II pada tanggal 20-24 Juli 1935 di Jakarta, Konggres

4Buku Peringatan Tamansiswa, op.cit., hlm. 90.

(5)

commit to user

Perempuan Indonesia III pada tanggal 23-27 Juli 1938 di Bandung, dan Konggres Perempuan Indonesia IV pada tanggal 25-28 Juli 1941 di Semarang.5

a. Konggres Perempuan Indonesia I.

Konggres Perempuan Indonesia I merupakan konggres perempuan yang pertama di Indonesia, dilesenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 22-25 Desember 1928 di.

Konggres Perempuan Indonesia I adalah puncak dari kegiatan Konggres Pemuda yang menghasilkan Sumpah Pemuda yang telah diselenggarakan pada 28 Oktober 1928.

Konggres Perempuan Indonesia I merupakan lembaran sejarah baru bagi kaum perempuan di Indonesia, dimana organisasi wanita berkerjasama untuk kemajuan wanita khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Permasalahan yang dibicarakan dalam Konggres Perempuan Indonesia I adalah kedudukan wanita dalam perkawinan, poligami, dan edukasi. Masalah kedudukan wanita di dalam perkawinan dan poligami masih dianggap tidak diberikan hak yang pantas dibandingkan dengan kaum laki-laki karena kaum laki-laki bebas untuk mempunyai banyak istri, bebas untuk melakukan perkawinan dan perceraian sehingga kaum perempuan merasa kurang dihargai. Masalah edukasi yang dibicarakan adalah masalah pendidikan bagi kaum perempuan khususnya perempuan muda banyak yang belum diberikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan di bangku sekolah. Masalah politik nasional melawan penjajahan tidak menjadi pokok bahasan dalam konggres ini.

Konggres Perempuan Indonesia I merupakan kegiatan yang kooperatif, artinya kegiatan ini menjalin kerja sama dengan pemerintah kolonial yang berkuasa pada masa itu. Hal ini

5Fauzi Rizal, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993) hlm. 43.

(6)

commit to user

mempunyai arti bahwa konggres perempuan yang dilaksanakan tersebut memiliki status legal dan legalitas konggres diakui oleh pemerintah kolonial. Ini merupakan strategi dari organisasi-organisasi wanita agar para perempuan tidak takut untuk masuk dan bergabung ke dalam organisasi tersebut. Pemerintah kolonial memberikan ijin kepada perkumpulan perempuan karena merasa berhasil terhadap penerapan politik etis, juga karena adanya anggapan dari masyarakat bahwa organisasi wanita di Indonesia bersifat sosial dan tidak mengandung muatan politik. Karena medapat persetujuan dan diawasi oleh pemerintah kolonial itulah mengapa dalam Konggres Perempuan Indonesia I tidak menjadikan masalah politik sebagai bahasan utama yang dibicarakan di dalam konggres.6

Konggres Perempuan Indonesia I diketuai oleh Nyi Hadjar Dewantara dan dihadiri oleh perwakilan dari berbagai perkumpulan wanita di Indonesia antara lain, Putri Indonesia, Wanito Tomo, Wanito Muljo, Wanita Katolik, Aisjiah, Ina Tuni dari Ambon, Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Jong Java Meisjeskring, Poetri Boedi Sedjati, Poetri Mardika dan Wanita Taman Siswa.

Pembahasan berbagai isu utama permasalahan perempuan dibicarakan dalam rapat terbuka. Topik yang diangkat saat ini di antaranya adalah kedudukan perempuan dalam perkawinan. Perempuan ditunjuk, dikawin dan diceraikan di luar kemauannya.

Poligami yang dilakukan oleh kaum laki-laki juga jarang mendapatkan persetujuan dari pihak istri tua namun laki-laki mengabaikannya, serta pendidikan untuk anak perempuan masih sangat kurang. Topik tentang perkawinan dan pendidikan bagi kaum perempuan tersebut kemudian memunculkan debat dan perbedaan pendapat dari perkumpulan

6Fauzi Rizal, Dinamika, op.cit., hlm. 45.

(7)

commit to user

perempuan yang berlatar belakang agama. Perkumpulan perempuan yang berlatar belakang agama seperti Aisjiah dan Jong Islaminten Bond bagian Wanita berpegang kepada ajaran agama yang menempatkan derajat kaum perempuan adalah di bawah kaum laki-laki. Akan tetapi, berbagai perbedaaan itu tidak kemudian menentang suatu kenyataan yang diyakini bersama, yaitu perlunya perempuan untuk lebih maju.Kongres menghasilkan mosi yang ditujukan kepada pemerintah Nederlands Indie sebagai pemegang pemerintahan, yaitu:

1) Menambah sekolah-sekolah untuk anak-anak perempuan

2) Pada waktu menikah supaya pemberian keterangan mengenai taklik (janji dan syarat-syarat perceraian)

3) Supaya diadakan peraturan untuk memberikan uang atau beasiswa kepada janda- janda dan anak-anak piatu pegawai pemerintah.

4) Medirikan lembaga untuk kursus pemberantasan buta huruf, kursus kesehatan serta memberantas perkawinan di usia anak-anak.7

Selain menghasilkan empat buah mosi, para organisasi wanita yang menghadiri Konggrres Perempuan Indonesia I juga membentuk Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (P4A), karena merajalelanya perdagangan anak- anak perempuan. Perdagangan anak-anak terjadi antara lain disebabkan karena hutang penduduk pribumi terhadap etnis Cina. Para petani meminjam uang kepada juragan Cina dengan bunga yang sangat tinggi menyebabkan para petanitidak dapat mengembalikan hutangnya sehingga sering anak gadis petani dijadikan alat untuk membayar hutang

7Kowani, Peringatan 50 Tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta:

Percetakan Negara, 1958), hlm.28.

(8)

commit to user

tersebut. Selain itu, Perkumpulan Permberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak juga mengawasi masalah perburuhan yang menjadikan perempuan sebagai buruh yang dipekerjakan dengan bayaran yang kurang layak agar para perempuan yang menjadi buruh lebih mendapatkan perhatian.

b. Konggres Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia.

Sebagai lanjutan dari Konggres Perempuan Indonesia I maka dilaksanakan Konggres Perikatan Perkumpulan Istri dilaksanakan pada 6-8 Mei 1933 di Jakarta yang dipimpin oleh Ibu Suwandi yang diikuti oleh organisasi-organisasi wanita antara lain Putri Indonesia, Wanito Tomo, Wanito Muljo, Wanita Katolik, Aisjiah, Ina Tuni dari Ambon, Jong Islamieten Bond bagian Wanita, Jong Java Meisjeskring, Poetri Boedi Sedjati, Poetri Mardika dan Wanita Taman Siswa yang sebagian besar anggotanya hampir sama dengan Konggres Perempuan Indonesia I. Konggres ini menghasilkan dua keputusan, yaitu:

1) Memilih pengurus Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia.

2) Memutuskan tidak menyelenggarakan Konggres Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia, tetapi akan menyelenggarakan Konggres Perempuan Indonesia II.8 Permasalahan yang dibahas dalam Konggres Perkumpulan Istri Indonesia masih seputar perkawinan untuk kaum perempuan, khususnya poligami, kawin paksa serta perkawinan anak-anak. Tujuan dari Konggres Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia ini adalah meningkatkan nasib dan derajat kaum perempuan Indonesia dengan tidak mengaitkan diri dengan persoalan politik dan agama.

8Kowani, op.cit., hlm. 30.

(9)

commit to user c. Konggres Perempuan Indonesia II

Setelah melaksanakan Konggres Perempuan Indonesia I, Wanita Tamansiswa melanjutkan kontribusinya pada Konggres Perempuan Indonesia II yang dilaksanakan pada 20-24 Juli 1935 di Jakarta dan dipimpin oleh Nyi Sri Mangunsarkoro. Perkumpulan wanita yang mengikuti konggres ini antara lain Wanita Katolik Indonesia, Poetri Indonesia, Poetri Boedi Sedjati, Aijsiah, Istri Sedar, Wanita Tamansiswa, Mardi Poetri dari Pemalang, Pasundan Istri dari Bandung, Sarekat Rukun Isteri dari Makasar, Perkumpulan Rukun Isteri dari Tangerang, Partai Muslimin Indonesia (PARMI) Bagian Isteri dari Padang, Persatuan Isteri Andalas dari Bandung, Isteri Sedar dari Mataram, Wanita Tamansiswa dari Bandung, Persaudaraan Isteri dari Bandung, Persatuan Isteri dari Jakarta, Isteri Indonesia dari Jakarta, Wanita Oetama dari Mataram, Putri Budi Sedjati dari Surabaya, Sancoyo Rini dari Sala, Persatuan Isteri Indonesia dari Surabaya, Darmo Laksmi dari Salatiga, Kautaman Isteri dari Medan, Wanoto Kencono dari Banjarmasin, Seri Darma dari Sala, Partai Sarekat Islam Indonesia bagian Isteri dari Garut, Wanito Sedjati dari Bandung dan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya (PIKAT) dari Manado.9

Tujuan dari diadakannya konggres ini adalah:

1) Mempererat tali persaudaraan antar organisasi wanita Indonesia.

2) Memperbaiki nasib kaum wanita dan rakyat Indonesia.

9Kowani, op.cit., hlm. 31.

(10)

commit to user

Konggres Perempuan Indonesia II menghasilkan keputusan sebagai berikut:

1) Membentuk badan perikatan Konggres Perempuan Indonesia.

2) Menyelenggarakan Konggres Perempuan Indonesia setiap tiga tahun sekali.

3) Membentuk Badan Penyelidik Perburuhan Perempuan Indonesia (BPPI).

4) Menyadarkan wanita Indonesia bahwa kewajiban utama seorang wanita adalah menjadi Ibu Bangsa.

5) Memberantas buta huruf, di kalangan kaum perempuan pada khususnya.10

Organisasi Wanita Tamansiswa ikut berpartisipasi dalam Konggres Perempuan Indonesia II adalah untuk mempererat persaudaraan dengan organisasi-organisasi wanita lain yang ada di Indonesia dan menjaga komunikasi untuk memperbaiki nasib kaum perempuan yang ada di Indonesia, maksudnya adalah memajukan pendidikan bagi kaum wanita dan memperjuangkan emansipasi bagi kaum wanita agar dapat berkontribusi layaknya kaum laki-laki dalam memajukan bangsa Indonesia. Konggres ini ingin menyadarkan kepada kaum wanita bahwa kaum wanita juga memerlukan pendidikan yang layak dan ikut berperan dalam memajukan bangsa Indonesia namun tidak melupakan kodratnya bahwa mereka akan menjadi seorang istri yang tetap mengabdi untuk suaminya. Perjuangannya dimulai dengan memberantas buta huruf di kalangan kaum perempuan dengan memberikan mereka pendidikan di sekolah seperti yang telah dilakukan oleh Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta yang menyediakan pendidikan untuk kaum perempuan. Setelah ikut berkontribusi dalam Konggres Perempuan Indonesia II, Wanita Taman Siswa melanjutkan partisipasinya dalam

10 Kowani, op.cit., hlm.34.

(11)

commit to user

memajukan kaum perempuan dalam Konggres Perempuan Indonesia III sesuai dengan keputusan yang dihasilkan pada Konggres Perempuan Indonesia II, yaitu organisasi- organisasi wanita yang ada di Indonesia melaksanakan konggres setiap tiga tahun sekali.

d. Konggres Perempuan Indonesia III.

Konggres Perempuan Indonesia III dilaksanakan pada 23-27 Juli 1938 di Bandung yang dipimpin oleh Ibu Emma Puradiredja. Konggres Perempuan Indonesia III mempunyai tujuan:

1) Mempererat hubungan antar perkumpulan perempuan Indonesia.

2) Menguatkan usaha memperbaiki nasib kaum perempuan Indonesia pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya.11

Organisai Wanita Indonesia yang menjadi anggota Konggres Perempuan Indonesia III adalah, Sarekat Islam Jakarta dari Jakarta, Wanita Sedjati dari Bandung, Penulung Wanodiyo dari Bandung, Pasundan Isteri H.B. dari Bandung, Isteri Kutaraja dari Kutaraja, Hoofdestur Jong Islamieten Bond Dames Afdeling (JIBDAN) dari Semarang, Pengurus Besar Isteri Indonesia dari Semarang, Pengurus Besar Wanita Tamansiswa dari Yogyakarta, Putri Budi Sedjati dari Surabaya, Persatuan Isteri Pegawai Bumiputera (PIPB) dari Jakarta, Perukunan Isteri Denpasar dari Denpasar, Persaudaraan Isteri dari Bandung, Partai Sarekat Islam Indonesia (PSSI) Bagian Isteri dari Jakarta dan Perikatan Putri Setia Manado dari Manado.

11Kowani, op.cit., hlm. 51.

(12)

commit to user

Konggres Perempuan Indonesia III menghasilkan keputusan sebagai berikut:

1) Komite Perlindungan Kaum Perempuan dan Anak-anak Indonesia (KPKPAI) dijadikan badan Konggres Perempuan Indonesia dengan nama “Badan Perlindungan Perempuan Indonesia dalam Perwakilan (BPPIP)”.

2) Mendirikan badan permanen untuk menyelidiki kaum buruh wanita Indonesia.

3) Anggota-anggota Konggres Perempuan Indonesia wajib memberantas pelacuran dan mendukung badan Perkumpulan Pemberantasan Perdagangan Perempuan dan Anak-anak (P4A).

4) Meningkatkan kerjasama dengan organisasi-organisasi Pemuda.

5) Meningkatkan Pekerjaan Badan Perkumpulan Buta Huruf (BPBH)

Konggres Perempuan Indonesia III ini yang menjadi cikal-bakal ditetapkannya tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu, karena pada tanggal 22 Desember 1933 merupakan lahirnya kesadaran wanita Indonesia mengenai kewajiban, kedudukan dan keanggotaannya di dalam masyarakat.12

Organisasi Wanita Taman Siswa berkontribusi dalam Konggres Perempuan Indonesia III agar tetap terhubung dengan organisasi-organisasi wanita yang ada di Indonesia dan untuk memperjuangkan anak-anak perempuan yang masih belum diberi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan agar lebih meminimalisir kaum perempuan yang masih buta huruf. Lebih memperhatikan kaum buruh perempuan yang dianggap kurang mendapatkan perlakuan yang baik seperti upah bayaran yang tidak sepantasnya.

Selain itu maraknya perdagangan perempuan juga diawasi oleh badan P4A yang dibentuk

12 Kowani, op.cit., hlm.53.

(13)

commit to user

dalam Konggres Perempuan Indonesia III. Setelah itu, Organisasi Wanita Taman Siswa melanjutkan kontribusinya dalam Konggres Perempuan Indonesia IV yang dilaksanakan di Semarang pada 25-28 Juli 1941.

e. Konggres Perempuan Indonesia IV.

Konggres Perempuan Indonesia IV diselenggarakan pada tanggal 25-28 Juli 1941 di Semarang yang dipimpin oleh Nyi Sunaryo Mangunpuspito. Konggres Perempuan Indonesia IV mepunyai tujuan yang sama dengan Konggres Perempuan Indonesia III.

Organisasi Wanita yang menjadi anggota Konggres Perempuan Indonesia IV adalah, Pasundan Isteri, Puspo Rinonce, Sarekat Istri Indonesia, Budi Rini, Putri Budi Sedjati, Wanita Tamansiswa, Sancoyo Rini, Persatuan Putri, Pengurus Besar Aisyiyah, Hoofdbestuur Jong Islamieten Bond Dames Afdeling (JIBDA), Majelis Departemen Pergerakan Istri Partai Sarekat Islam Indonesia, Susilo Retno dan Pengurus Besar Isteri Indonesia. Keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh Konggres Perempuan Indonesia IV, antara lain adalah:

1) Mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran tetap di sekolah-sekolah menengah.

2) Membantu aksi Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dengan membentuk Indonesia Berparlemen.

3) Menentang ordonasi wajib militer bagi bangsa Indonesia.

(14)

commit to user

4) Mengirim mosi kepada pemerintah agar hak memilih diberikan untuk kaum wanita Indonesia.13

Berpartisipasinya Organisasi Wanita Taman Siswa dalam Konggres Perempuan Indonesia IV adalah ikut mengusulkan agar di sekolah-sekolah menengah diberikan pelajaran Bahasa Indonesia karena sekolah-sekolah banyak yang menjadikan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar untuk mendidik para siswanya. Hal ini juga terjadi di Sekolah Taman Siswa

B. Kesulitan Yang Dihadapi Wanita Taman Siswa Yogyakarta Dalam Memperjuankan Emansipasi Wanita

Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta menghadapi berbagai kesulitan dalam memperjuangkan emansipasi wanita. Perjuangan kesetaraan hak untuk mendapatkan pendidikan serta kebebasan untuk berpolitik bagi kaum perempuan mendapatkan pengawasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Tahun 1932 pergerakan kebangsaan Indonesia menghadapi Onderwijs Ordonnantie (peraturan sekolah liar), yaitu pemerintah Hindia Belanda mempunyai hak untuk mengurus sekolah-sekolah yang tidak dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda.14

Undang-undang Onderwijs Ordonnantie yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda harus dipatuhi oleh Sekolah Taman Siswa Yogyakarta dan secara otomatis Wanita Taman Siswa juga harus mentaatinya. Ijin mengajar bagi para guru dan isi dari

13 Kowani, Peringatan 50 Tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta: Percetakan Negara, 1958), hlm.58.

14Kowani, Peringatan 30 Tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia 22 Desember 1928 – 2 Desember 1958, (Jakarta: Percetakan Negara, 1958), hlm. 42.

(15)

commit to user

pelajaran yang diajarkan di Taman Siswa Yogyakarta harus sesuai ijin serta pengawasan dari pemerintah Hindia Belanda. Hal ini bermaksud agar sekolah-sekolah tidak mengajarkan ajaran yang bertujuan untuk menentang pemerintah Hindia Belanda. Ki Hadjar Dewantara atas nama Taman Siswa dan Wanita Taman Siswa Yogyakarta menentang dengan peraturan Onderwijs Ordonnantie yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda. Ki Hadjar Dewantara menginginkan sekolah yang kegiatan belajar-mengajarnya tidak berada dalam pengawasan pemerintah Belanda karena dianggap telah merampas kemerdekaan Sekolah Taman Siswa maupun Taman Siswa Wanita Yogyakarta untuk bebas melakukan kegiatan belajar-mengajar. Penentangan Onderwijs Ordonnantie oleh Ki Hadjar Dewantara menyebabkan sekolah Taman Siswa ditutup dan disegel oleh pemerintah Hindia Belanda, namun hal ini tidak menyurutkan keinginan Ki Hadjar Dewantara untuk menentang Onderwijs Ordonnantie. Hal yang sama juga dilakukan oleh Nyi Hadjar Dewantara selaku pemimpin dari Organisasi Wanita Taman Siswa Yogyakarta yang bergerak untuk kemajuan pendidikan bagi kaum wanita.15

Tamansiswa serta Wanita Taman Siswa melaksanankan kegiatan belajar- mengajar menggunakan sistem “ gerilya pendidikan” yaitu melaksanakan pendidikan dengan cara sembunyi-sembunyi. Gerilya pendidikan dilaksanakan di rumah-rumah guru yang mengajar untuk sekolah Taman Siswa dan Wanita Taman Siswa, sehingga para murid yang menjadi siswa di Taman Siswa maupun Wanita Taman Siswa mendatangi rumah guru yang bersedia menjadi sukarelawan yang mau rumahnya dijadikan tempat belajar-mengajar layaknya sebuah sekolah.

15 Soeratmi Iman Soedijat, Peran Wanita Pejuang Meraih Kemerdekaan, (Yogyakarta: Badan Pusat Wanita Taman Siswa, 1977), hlm.88.

(16)

commit to user

Semangat yang tidak berhenti untuk memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi kaum wanita pada khususnya dan bagi penduduk pribumi pada umumnya yang dilakukan oleh Taman Siswa dan Wanita Taman Siswa telah menyudutkan pemerintah Hindia Belanda karena rakyat Indonesia pada umumnya dan Yogyakarta pada khususnya merasa harus menentang kebijakan pemerintah Belanda tersebut agar bisa mendapatkan pendidikan yang layak tanpa adanya pengawasan dari pihak pemerintah Belanda. Tidak disadari oleh pemerintah Hindia Belanda, bahwa peraturan Onderwijs Ordonnantie telah menyatukan pergerakan kebangsaan Indonesia. Adanya pergerakan kebangsaan dari rakyat Indonesia tersebut pada akhirnya pemerintah Hindia Belanda menarik kembali peraturan Onderwijs Ordonnantie, sehingga Taman Siswa dan Wanita Taman Siswa dapat dibuka kembali dan bisa melaksanakan kegiatan pendidikan secara normal.16

Kesulitan perjuangan Wanita Taman Siswa Yogyakarta tidak hanya pada masa pemerintahan Hindia Belanda saja. Masa pemerintahan Jepang juga merupakan masa yang sulit untuk melakukan perjuangan emansipasi bagi kaum perempuan. Tanggal 20 Maret 1942 pemerintah Jepang mengeluarkan peraturan yang berisi melarang kegiatan politik, dan membubarkan semua perkumpulan atau organisasi yang ada dan kemudian membentuk organisasi baru di bawah naungan pemerintah Jepang. Peraturan tersebut dikeluarkan demi upaya untuk memperkuat pengaruh pemerintah Jepang serta menghapuskan pengaruh pemerintah Belanda di Indonesia karena pemerintah Jepang sedikit-banyak telah belajar dari pemerintah Belanda yang memberikan kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk melaksanakan kegiatan politik, berorganisasi serta

16 Sukanti Suryochondro, Potret Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta:

Rajawali, 1984), hlm.78.

(17)

commit to user

kebebasan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan seperti Taman Siswa untuk masyarakat umum serta Wanita Taman Siswa untuk kaum perempuan.

Dampak dari keputusan pemerintah Jepang yang membubarkan perkumpulan yang tidak berada di bawah pengawasan pemerintah Jepang ini adalah ditutupnya cabang-cabang Organisasi Taman Siswa di daerah-daerah, antara lain di Priangan, Pekalongan, Bojonegoro, Probolinggo dan Besuki. Organisasi Taman Siswa pusat di Yogyakarta sendiri tidak dibubarkan, namun kegiatannya berada di bawah pengawasan pemerintah Jepang. Organisasi Wanita Taman Siswa secara otomatis mengikuti setiap keputusan yang diberlakukan kepada Organisasi Taman Siswa, sehingga kegiatan belajar- mengajar bagi kaum wanita sendiri menjadi terhambat dan terhalang dengan adanya peraturan dan pengawasan dari pemerintah Jepang.

Tanggal 18 Maret 1944 pusat Taman Siswa di Yogyakarta mengeluarkan keputusan, yaitu membuka Taman Tani, Taman Guru, serta Taman Rini. Khusus Taman Rini adalah untuk pendidikan bagi kaum perempuan sebagai pengganti dari dibubarkannya Organisasi Wanita Taman Siswa oleh pemerintah Jepang, sehingga para murid perempuan yang dahulunya bersekolah di Wanita Taman Siswa dapat kembali melanjutkan pendidikannya.17

Pada masa pendudukan pemerintah Jepang, organisasi kaum wanita tidak dapat mengadakan hubungan antar organisasi karena mendapat pengawasan yang cukup ketat dari pemerintahan agar tidak ada perlawanan dari dasar yang berasal dari kegiatan berorganisasi kaum perempuan untuk menentang pemerintah Jepang yang dirasa tidak

17Sukanti Suryochondro, op.cit., hlm. 80.

(18)

commit to user

memajukan kehidupan rakyat Indonesia. Anggota Organisasi Wanita Taman Siswa sendiri banyak yang mengikuti organisasi wanita bentukan Jepang, yang diberi nama Fujinkai. Tujuan dari para wanita mengikuti organisasi Fujinkai bentukan pemerintah Jepang adalah agar tidak menghilangkan kemampua mereka dalam berorganisasi serta untuk melakuakn aksi-aksi politik menentang kebijakan pemerintah Jepang seperti pembatasan hak kaum perempuan untuk berorganisasi, memperoleh pendidikan dan sebagai upaya dalam mepersiapkan kemerdekaan Indonesia.18

18 Kowani, Peringatan 50 Tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia, (Jakarta: Percetakan Negara, 1958), hlm.93.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa Peran Transformasi Budaya Sekolah Terhadap Aktivitas Belajar Siswa di SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi terlaksana

Untuk siswa SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta supaya bisa mengenali value yang mereka miliki dalam rangka pemahaman diri sendiri khususnya dalam lingkungan sekolah

BAB III PROSES PENDIDIKAN MADRASAH MU’ALLIMIN MUHAMMADIYAH DAN WANITA TAMAN SISWA PADA ABAD XX ………... Proses Pendidikan Madrasah Mu’allimin

2 Pimpinan dapat memberikan masukan atau arahan kepada saya dalam menjalankan tugas yang diberikan. 3 Taman Pintar Yogyakarta memberikan pelatihan kepada semua karyawan

Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk mengetahui peran Organisasi Taman Sari Royal Heritage (TSRH) Spa Yogyakarta sebagai motivator karyawan dilihat

Maka peneliti menyarankan bahwa hal tersebut seharusnya menjadi tolak ukur dari Organisasi Taman Sari Royal Heritage Spa Yogyakarta itu sendiri dalam menjalankan peran

Oleh karena itu, pada tahun 1922 Suwardi yang kini memakai nama baru Ki Hajar Dewantoro mendirikan sekolah Taman Siswa yang pertama di Yogyakarta yang memadukan

Wajib belajar 9 tahun dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Banjar Kegiatan yang dilakukan oleh organisasi Dharma Wanita seperti kegiatan mengikuti rapat