• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Transformasi Budaya Sekolah Terhadap Aktivitas Belajar Siswa SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Transformasi Budaya Sekolah Terhadap Aktivitas Belajar Siswa SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR SISWA

SMP (TAMAN DEWASA) TAMANSISWA BEKASI

Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

PUSPA TRESNA HANA YUGA

1111018200008

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRAK

Puspa Tresna Hana Yuga. NIM 1111018200008. Peran Transformasi Budaya Sekolah Terhadap Aktivitas Belajar Siswa SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi. Skripsi Program Strata Satu (S-1), Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan peran transformasi budaya sekolah terhadap aktivitas belajar siswa SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi. Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dalam bentuk survei terbatas. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi teknik angket dengan menggunakan skala likert untuk siswa dengan 5 alternatif jawaban dan sebagai data pembanding menggunakan studi dokumen seperti tata tertib sekolah, point pelanggaran dan data point penghargaan yang berlaku disekolah, serta menggunakan wawancara, dengan mewawancarai 1 kepada kepala sekolah, 2 pamong (guru) pelajaran. Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah populasi terjangkau, yaitu seluruh siswa kelas VIII yang berjumlah 66 orang. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa Peran Transformasi Budaya Sekolah Terhadap Aktivitas Belajar Siswa di SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi terlaksana dengan baik dengan memperoleh nilai persentase 77%.

Rekomendasi yang dapat diberikan agar transformasi budaya sekolah terhadap aktivitas belajar siswa dapat berjalan maksimal: Pertama, kepala sekolah lebih optimal dalam memotivasi siswa. Kedua, guru bidang studi harus lebih kreatif dan inovatif. Ketiga, pelatih/pembina ekskul harus bisa maksimal dalam mengasah minat dan bakat peserta didik. Keempat, perbaikan dalam pelaksanaan program-program sekolah yang harus konsisten.

(7)

ii

ABSTRACT

Puspa Tresna Hana Yuga. NIM 1111018200008. Peran Transformasi Budaya Sekolah Terhadap Aktivitas Belajar Siswa SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi. Skripsi Program Strata Satu (S-1), Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.

This study aims to determine and describe the role of a cultural transformation of the schools to junior high school students learning activities (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi. The method used is descriptive quantitative method in the form of a limited survey. Data collection techniques used include engineering questionnaire using Likert scale for students with five alternative answers and as comparative data using the study documents such as school rules, point violations and data points awards that apply in school, as well as the use of interviews, interviewing 1 to the principal , two officials (teachers) lessons. The sample in this study is the population of affordable, that all students in grade VIII totaling 66 people. The results found in this study that the Role of Cultural Transformation Against School Activities Student Learning at SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi done well to obtain a percentage value of 77%. Recommendations can be given that the transformation of school culture on student learning activities can run up: First, the principal is more optimal in motivating students. Second, the subject teachers to be more creative and innovative. Third, trainers / coaches ekskul should be maximum in honing students' interests and talents. Fourth, improvements in the implementation of school programs that have to be consistent.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat,

anugerah dankarunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

sebaik-baiknya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan

penulis sangat terbatas, namun dengan adanya bimbingan dan arahan serta

motivasi dari berbagai pihak, sangat membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Oleh karena itu, dengan ketulusan hati, dalam kesempatan ini melalui

skripsi penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd. Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Drs. Rusydy Zakaria, M.Ed, M.Phil, Dosen pembimbing I yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat,

motivasi, ilmu, kritik serta saran yang sangat berarti bagi penulis sehingga

skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

4. Dr. Fathi Ismail, MM, Dosen pembimbing II yang selalu meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat, motivasi, ilmu,

kritik serta saran yang sangat berarti bagi penulis sehingga skripsi ini bisa

terselesaikan dengan baik.

5. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan khususnya jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Majelis Cabang Perguruan Tamansiswa Bekasi yang dengan ramah telah menerima dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.

7. Ki Setiyaka, S.Ag. Kepala Sekolah SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi yang dengan ramah telah menerima dan membantu penulis dalam

(9)

iv

8. Nyi Dra. Dendang Hernawati, Nyi Dra. Euis Setiawati, dan Ki Wana Sapto Ajie, S.Pd. Pamong SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi yang dengan

ramah telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

9. Seluruh siswa/i SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi yang telah bersedia memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan.

10. Papah dan mamah (Una Ranuwijaya dan Isur Suryani). Orang tua tercinta yang telah memberikan motivasi baik moril dan materil serta selalu

mendoakan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

11. Kakak-kakakku, Andhika Ranja Sena, S.Kom; Pinuji Prawita Dikjaya, S.Pd; Yuyun Gumilar, A.Md dan Nur Habzah, S.I. yang selalu memberikan support

sehingga terselesaikannya skripsi ini.

12. Sahabat-sahabatku, Fajrin Kurniawan, S.E; Anis Novi Setia Dewi; Anna Rahmawati; Ari Handiningsih, S.Pd; Bahrul Alam, S.Pd; Dede Syukrillah

Rifai, S.Pd; Gilang Putra Prasetyo, S.Pd; Madyana Nur Azizah, S.Pd; Sastria

Dewantara Putra, S.Pd; Affan Setiadi, S.Pd. dan Rekan-rekan Manajemen

Pendidikan 2011 yang telah membantu dan memotivasi dalam pembuatan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan

masih banyak kekurangan baik dari segi penyajian, pengkajian materi, bahasa

maupun tata cara penulisan, karenanya penulis dengan lapang hati menanti kritik

dan saran yang membangun dari semua pihak sehingga dapat menjadi lebih baik

lagi.

Jakarta, 13 Oktober 2016

(10)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vii ix x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...

B. Identifikasi Masalah...

C. Batasan Masalah...

D. Rumusan Masalah...

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 1

4

4

4

5

BAB II KAJIAN TEORI

A. Transformasi...

1. Pengertian Transformasi...

2. Tujuan Transformasi...

3. Ruang Lingkup Transformasi...

B. Budaya Sekolah...

1. Pengertian Budaya Sekolah...

2. Tujuan dan Manfaat Budaya Sekolah...

3. Proses Pembentukkan dan Pengembangan Budaya Sekolah...

4. Jenis-jenis Budaya Sekolah...

5. Bentuk-bentuk Budaya Sekolah... 6 6 7 8 9 9 11 13 15 15

C. Aktivitas Belajar...

1. Pengertian Aktivitas Belajar...

2. Prinsip-prinsip Belajar...

3. Tujuan dan Manfaat Belajar...

4. Bentuk-bentuk Belajar... 17

17

20

22

(11)

vi

D. Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Aktivitas Belajar...

E. Penelitian Relevan...

F. Kerangka Berpikir...

G. Hipotesis Penelitian... 25

27

28

30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian...

B. Metode Penelitian...

C. Populasi dan Sampel...

D. Teknik Pengumpulan Data...

E. Teknik Pengolahan Data ...

F. Teknik Analisis Data ...

G. Uji Hipotesis...

H. Instrumen Penelitian... 31 31 31 32 34 36 39 39

BAB IV HASIL PENELITIAN

A.

Gambaran Umum...

1. Sejarah Singkat SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi...

2. Visi, Misi, Strategi, dan Motto SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa

Bekasi...

3. Profil SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi...

4. Struktur SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi...

5. Tenaga Pendidik...

6. Tata Tertib SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi...

7. Sarana dan Prasarana...

B.

Deskripsi dan Interprestasi Data...

C.

Pengujian Hipotesis... 43 43 43 46 47 47 48 49 49 94

BAB V PENUTUP

(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15 Tabel 4.16 Tabel 4.17 Tabel 4.18 Tabel 4.19 Tabel 4.20 Tabel 4.21

Jumlah Peserta Didik SMP Tamansiswa Bekasi 2015-2016...

Skala Penilaian...

Katagori Interpretasi...

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Angket...

Kisi-kisi Wawancara...

Jumlah Guru...

Peran kepala sekolah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa...

Peran pamong (guru) dalam mengembangkan kepekaan sosial..

Peran Kepala sekolah membentuk pribadi siswa yang berbudi

pekerti...

Interpretasi Data Transformasi...

Alasan bersekolah di SMP Tamansiswa Bekasi...

Kepala sekolah menunjukkan perilaku disiplin waktu...

Peran kepala sekolah menumbuhkan perilaku disiplin...

Peran kepala sekolah dalam mengingatkan sikap sopan santun..

Mensosialisasikan tata tertib sekolah...

Disiplin mematuhi tata tertib pemakaian seragam sekolah...

Disiplin kehadiran siswa...

Disiplin waktu...

Peran polisi siswa terhadap kedisiplinan dan ketertiban...

Minat siswa mengunjungi perpustakaan sekolah rendah...

Minat membaca buku siswa rendah...

Kelas jurnalistik untuk menyalurkan bakat dan minat menulis

siswa...

GKS sebagai wadah kreatifitas siswa...

Peran sekolah dalam mengembangkan bakat minat dan

keterampilan siswa...

Kesiapan siswa dalam menghadapi kesulitan belajar...

(13)

viii Tabel 4.22 Tabel 4.23 Tabel 4.24 Tabel 4.25 Tabel 4.26 Tabel 4.27 Tabel 4.28 Tabel 4.29 Tabel 4.30 Tabel 4.31 Tabel 4.32 Tabel 4.33 Tabel 4.34 Tabel 4.35 Tabel 4.36 Tabel 4.37 Tabel 4.38 Tabel 4.39 Tabel 4.40 Tabel 4.41 Tabel 4.42 Tabel 4.43

Kerja keras siswa dalam belajar...

Sikap cerdas dalam belajar...

Sikap Ikhlas...

Memberi penghargaan terhadap siswa...

Memberi teguran terhadap siswa...

Kejujuran siswa dalam belajar...

Interpretasi Data Budaya Sekolah...

Peran kepala sekolah dalam mendukung kegiatan siswa...

Peran kepala sekolah dan pamong dalam memotivasi siswa...

Keterlibatan siswa saat pelajaran berlangsung...

Rendahnya minat siswa mengikuti GKS...

Penerimaan siswa terhadap metode belajar yang variatif...

Sikap siswa dalam menghadapi kesulitan belajar...

Tanggung jawab siswa mengerjakan pekerjaan rumah...

Disiplin belajar siswa di rumah...

Kewajiban siswa hadir tepat waktu...

Kewajiban siswa mentaati peraturan tata tertib belajar...

Pamong (guru) melakukan kegiatan mental...

Kesiapan siswa menghadapi test yang diberikan pamong...

Kewajiban pamong (guru) mengajar dengan kreatif ...

Interpretasi Data Aktifitas Belajar...

Interpretasi Data Peran Transformasi Budaya Sekolah

Terhadap Aktivitas Belajar di SMP (Taman Dewasa)

(14)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Gambar 2.2

Gambar 4.1

Model dalam Membangun Budaya Sekolah...

Kerangka Berpikir...

Struktur SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa Bekasi... 14

30

(15)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran.1

Lampiran.2

Lampiran.3

Lampiran.4

Lampiran.5

Lampiran.6

Lampiran.7

Lampiran.8

Lampiran.9

Lampiran.10

Lampiran.11

Lampiran.12

Lampiran.13

Lampiran.14

Lampiran.15

Pedoman Angket...

Data Hasil Angket...

Uji Validitas dan Reliabilitas...

Rangkuman Data Peran Transformasi Budaya Sekolah

Terhadap Aktivitas Belar Siswa...

Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa di Kelas...

Hasil Wawancara...

Profil SMP Tamansiswa Bekasi...

Prestasi Non-Akademik Siswa SMP Tamansiswa Bekasi...

Peraturan Tata Tertib Siswa SMP Tamansiswa Bekasi...

Tata Tertib Pembiasaan Siswa di Kelas...

Tindakan dan Sanksi Pelanggran Tata Tertib Siswa SMP

Tamansiswa Bekasi...

Tata Tertib Guru/Pamong SMP Tamansiswa Bekasi...

Peraturan Penghargaan Terhadap Siswa Berprestasi...

Peraturan Penghargaan Terhadap Pengabdian Guru

Berprestasi...

Dokumentasi... 1

5

8

11

13

14

25

28

29

31

32

34

36

37

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu hal terpenting dalam hidup manusia.

Melalui pendidikan manusia akan memperoleh ilmu yang mampu

menentukan perilaku dalam kehidupannya yang akan diwariskan

kegenerasi berikutnya melalui proses belajar. Tapi yang terjadi pendidikan

Indonesia saat ini memiliki suatu masalah yang serius, yaitu rendahnya

mutu pendidikan di berbagai jenis dan jenjang pendidikan. Banyak pihak

yang berpendapat bahwa rendahnya mutu pendidikan merupakan salah

satu faktor yang menghambat penyediaan sumber daya manusia yang

memiliki keahlian, keterampilan dan budi pekerti. Ini terbukti dengan

semakin tingginya krisis moral dikalangan siswa dan masyarakat. Oleh

karena itu salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan

menanamkan budi pekerti. Budi pekerti sangat perlu untuk ditanamkan

kembali pada dunia pendidikan, ini sesuai dengan pernyataan yang

dikemukakan oleh Trias Kuncahyo dalam Tribun News, menurutnya:

Pendidikan budi pekerti sangat mendesak untuk ditanamkan kembali pada dunia pendidikan. Kita semua bertanggung jawab atas masa depan Indonesia yang bermartabat, berbudaya dan sekaligus berakhlak. Mengembalikan pendidikan budi pekerti ke sekolah setidaknya akan menjamin Indonesia dengan masa depan yang lebih baik. Tidak adanya budi pekerti dalam tata pergaulan atau tata komunikasi menjadikan para mahasiswa menjadi pemimpin yang tidak profesional, haus kekuasaan dan tidak memiliki hati.1

Oleh karena itu perlu adanya penanaman kembali budi pekerti sebagai

upaya peningkatan mutu pendidikan agar terjadinya peningkatan kualitas

manusia Indonesia secara menyeluruh.

“Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek yang sangat berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni proses belajar mengajar,

1Trias Kuncahyo, “Mendesak, Pendidikan Budi Pekerti Dikembalikan ke Kurikulum

(17)

kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah.”2 Oleh sebab

itu, keberhasilan sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didukung oleh

sarana prasarana, guru berkualitas dan input siswa yang baik, tetapi juga

budaya sekolah. “Budaya sekolah diharapkan memperbaiki mutu sekolah,

kinerja di sekolah dan mutu kehidupan yang diharapkan memiliki ciri dan

profesional.”3 Karena pada prinsipmya budaya sekolah yang efektif akan

memberikan efek positif bagi semua unsur dalam sekolah.

Budaya sekolah merupakan jiwa sebuah sekolah yang memberikan

makna dan mempengaruhi kegiatan kependidikan sekolah tersebut.

menurut Depdikbud, “secara eksplisit faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas antara lain adalah

kompetensi guru, metode pembelajaran yang dipakai, kurikulum, sarana

dan prasarana, serta lingkungan pembelajaran baik lingkungan alam,

psikososial dan budaya.”4 Ini dapat dipahami bahwa budaya sekolah

berpengaruh baik langsung ataupun tidak terhadap proses kegiatan

pembelajaran yang dilakukan siswa.

Budaya sekolah memerlukan perubahan perilaku individu. Prilaku

individu siswa yang sangat bergantung dengan perilaku yang diperlihatkan

oleh orang-orang di sekitarnya terutama pemimpin sekolah. Dalam hal ini

bisa perilaku kepala sekolah dalam memperlakukan para siswa dan

melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sebagai pemimpin, selain membuat

perencanaan, pengorganisasian, pengesahan dan pengawasan. Kepala

sekolah memegang peranan sebagai penggerak dinamika sekolah yang

dipimpinnya dan memajukan bertumbuhnya budi pekerti. Untuk mencapai

hal ini Tamansiswa menggunakan sitem pendidikan yang dinamakan

sistem among dengan berpedoman pada patrap triloka, serta tetap

2 Suprapto. dkk,. Budaya Sekolah dan Mutu Pendidikan: Pengaruh Budaya Sekolah dan Motivasi Belajar Terhadap Mutu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Pena Citasatria, 2008), h. 17. 3 Daryanto dan Hery Tarno, Pengelolaan Budaya dan Iklim Sekolah, (Yogyakarta: Gava Media, 2015), h.7.

(18)

3

mempertahankan kurikulumnya yang lebih menekankan aspek mendidik

siswa agar memiliki budi pekerti luhur.

Untuk menjadikan kebiasaan positif terpelihara dan tumbuh dalam diri

seluruh warga sekolah, maka kepala sekolah dapat menentukan budaya

sekolah apa yang dapat ditransfer kepada seluruh siswa dan seluruh warga

sekolah selama itu sesuai dengan visi, misi dan tujuan sekolah yang

diwujudkan dalam perilaku sehari-hari dengan metode among, secara

konsisten dan dibutuhkan adanya rasa memiliki terhadap sekolah dalam

diri kepala sekolah sebagai manajemen puncak sehingga bisa

menyampaikan dan mentransfer kepada personil sekolah tentang

bagaimana perilaku yang seharusnya dilakukan yang kemudian dapat

mempengaruhi seluruh anggota sekolah untuk sama-sama memiliki rasa

cinta terhadap sekolah.

Selain itu, dengan didukung oleh budaya sekolah yang kuat, intim,

kondusif dan bertanggung jawab akan memberikan dampak bagi individu

atau kelompok lain, yaitu:

a. Meningkatkan kepuasan kerja; b. Pergaulan lebih akrab;

c. Disiplin meningkat;

d. Pengawasan fungsional bisa lebih ringan;

e. Muncul keinginan untuk selalu berbuat proaktif, dan f. Belajar dan berprsetasi terus, serta

g. Selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri.5

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba mengangkat suatu

permasalahan yang akan dianalisis dan diteliti oleh penulis dengan judul

“PERAN TRANSFORMASI BUDAYA SEKOLAH TERHADAP

AKTIVITAS BELAJAR SISWA SMP (TAMAN DEWASA)

TAMANSISWA BEKASI”

(19)

B.

Identifikasi Masalah

Identifikasi merupakan pengenalan atau penemaan masalah secara

spesifik. Dari latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasikan

permasalahannya sebagai berikut :

1. Belum optimalnya penerapan visi sekolah.

2. Kurang optimalnya disiplin siswa.

3. Belum optimalnya penerapan budi pekerti.

4. Masih rendahnya tingkat prestasi siswa.

5. Peran lingkungan luar sekolah yang belum optimal.

6. Program pengajaran belum optimal.

C.

Batasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan tentang peran transformasi budaya

sekolah dengan aktivitas belajar siswa, dan berdasar dari identifikasi

masalah di atas, maka penulis membatasi permasalahan pada rendahnya

budaya disiplin di kalangan siswa dan prestasi siswa.

D.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, rumusan masalah yang

akan dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah;

1. Bagaimana peran transformasi terhadap siswa SMP (Taman Dewasa)

Tamansiswa Bekasi?

2. Bagaimana keadaan budaya sekolah SMP (Taman Dewasa)

Tamansiswa Bekasi?

3. Bagaimana aktivitas belajar SMP (Taman Dewasa) Tamansiswa

(20)

5

E.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan memiliki tujuan untuk dapat

menjelaskan peran transformasi budaya disiplin di kalangan siswa

dalam aktivitas belajar.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memiliki manfaat yaitu:

a. Manfaat Teoritis:

Dapat mengembangkan pemikiran dalam bidang manajemen

pendidikan, menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang

dilaksanakan sehingga dapat memberikan konstribusi pemikiran

bagi pengembangan ilmu dan sebagai bahan pemahaman untuk

penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis:

1) Bagi Penulis

a) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan yang berhubungan dengan transformasi

budaya sekolah dan aktivitas belajar siswa;

b) Memberi kesempatan pada penulis untuk mengaplikasikan

ilmu dan teori yang telah dipelajari.

2) Bagi Sekolah

a) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan yang berarti bagi kepala sekolah atau sekolah guna

mengambil langkah yang tepat dalam rangka

mengembangkan budaya sekolah;

b) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi sekolah atau kepala sekolah dalam

mengembangkan budaya sekolah agar mampu

melaksanakan aktivitas belajar siswa sesuai tujuan

(21)

6

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Transformasi

1. Pengertian Transformasi

Banyak pendapat ahli tentang pengertian Transformasi. Berikut

ini akan dikemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian

transformasi. Transformasi merupakan kata yang berasal dari kata

“Transform atau Transformation” yang berarti perubahan bentuk

atau pergantian bentuk.1 Begitu juga dengan yang tertera di dalam

Kamus Bahasa Indonesia, bahwa “transformasi adalah perubahan rupa atau bentuk, sifat dan sebagainya.”2 Berdasarkan pengertian

tersebut, maka dipahami bahwa transformasi dan perubahan adalah

dua hal yang memiliki kesaaman makna, yaitu bentuk pergantian

menuju keadaan yang lebih baik.

Sedangkan menurut Wibowo, “perubahan adalah transformasi

dari keadaan sekarang menuju keadaan yang diharapkan di masa

yang akan datang, suatu keadaan yang lebih baik. Transformasi atau

perubahan merupakan suatu tanda dalam kehidupan yang selalu

berlangsung secara tetap.”3

Pernyataan tersebut sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Potts and La Mars dalam Wibowo bahwa

“perubahan merupakan pergeseran dari keadaan sekarang suatu

organisasi menuju pada keadan yang diinginkan di masa depan.

Transformasi atau perubahan dari keadaan sekarang dilihat dari

sudut struktur, proses, orang, dan budaya.”4 Kedua pernyataan ini

bermakna bahwa transformasi dilakukan untuk menjadikan sebuah

1 John M. Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), cet. 26, h. 601

2 Nur Azman (kord.), Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Bandung: Penabur Ilmu, 2008), h. 487.

(22)

7

sistem atau kondisi menjadi lebih baik dari yang sebelumnya bagi

seluruh aspek di dalam organisasi.

2. Tujuan Transformasi

Sebelum melakukan transformasi atau melakukan perubahan

haruslah terlebih dahulu mengetahui mengapa perlu melakukan

sebuah perubahan. Berikut merupakan beberapa pendapat ahli

mengenai tujuan dari perubahan.

Transformasi atau perubahan merupakan kebutuhan bagi setiap

organisasi agar dapat selalu menyesuaikan diri dengan dunia di

luarnya untuk dapat survive dan mengembangkan diri.5 Menurut

Robbins dalam Wibowo, “tujuan perubahan adalah untuk

memperbaiki kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri

dengan perubahan lingkungan dan di sisi lain mengupayakan

perubahan perilaku karyawan.”6

Kedua pernyataan ini memaknai

tujuan transformasi atau perubahan sebagai sebuah upaya untuk

menghadapi segala tantangan yang hadir dalam organisasi. Dengan

sifat dinamis yang dimiliki oleh organisasi, maka sebuah organisasi

dan aspek-aspek yang terdapat di dalamnya haruslah mampu

mengikuti segala macam kondisi untuk menghadapi

perubahan-perubahan di lingkungan organisasi.

Menurut Musa Ali, usaha transformasi dilakukan untuk

menjamin survival organisasi. Selain itu juga untuk memastikan

kecakapan dan keberkesanan organisasi dalam menyampaikan

perkhidmatan atau pengeluarannya.7 Pernyataan ini mengartikan

bahwa transformasi atau perubahan dilakukan sebagai upaya

mempertahankan diri dari keadaan tertentu yang bersifat buruk, dan

5Ibid., h. 115 6Ibid., h. 90.

(23)

juga untuk memastikan kecakapan dan efektivitas organisasi dalam

memberikan layanan.

Transformasi atau perubahan adalah sesuatu yang tidak dapat

dihindari oleh sebuah organisasi, bahkan pada kondisi tertentu

transformasi atau perubahan sangat perlu dilakukan dengan berbagai

macam cara tetapi memiliki tujuan pasti, yaitu menjadikan kinerja

organisasi lebih baik sehingga organisasi lebih bertahan dengan

setiap kondisi yang berlangsung disekitarnya. Dengan kemampuan

organisasi bertahan maka akan menjadikan organisasi tetap ada dan

diakui.

3. Ruang Lingkup Transformasi

Upaya transformasi atau perubahan dalam organisasi terjadi

pada beberapa area atau objek seperti yang dikemukakan oleh

beberapa ahli. Menurut Wibowo, “sasaran atau objek suatu

perubahan dapat diarahkan pada struktur organisasi, teknologi,

pengaturan fisik, proses, orang, dan budaya dalam suatu organisasi.

Namun sasaran transformasi atau perubahan tersebut pada umumnya

tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan kombinasi karena diantaranya

saling memengaruhi.”8

Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Wibowo. Daft dan

Marcic dalam Ismail Solihin, kemudian menambahkan dua area lain

di dalam organisasi yang perlu mengalami perubahan, yakni: strategi

(strategy) dan produk (products).9 Perubahan dilakukan untuk memperbaiki kondisi organisasi dengan rencana baru ketika kondisi

organisasi berada dalam kondisi yang membahayakan

keberlangsungan organisasi. Yang secara tidak langsung akan

berdampak terhadap perubahan pada hasil kerja organisasi.

8 Wibowo, op. cit., h. 93.

(24)

9

Dari ulasan diatas mengenai transformasi atau perubahan penulis

menyimpulkan bahwa transformasi atau perubahan terjadi pada semua

bagian dalam organisasi tanpa bisa dihindari dan dapat terjadi kapan

saja. Saat melakukan transformasi atau perubahan haruslah melihat

pengalaman transformasi atau perubahan yang terjadi sebelumnya

untuk mengetahui apa saja yang menyebabkan keberhasilan dan

kegagalan dari transformasi atau perubahan yang dilakukan.

B. Budaya Sekolah

1. Pengertian Budaya Sekolah

Menurut Aan Komariah dan Cepi Triatna, “Bedasarkan asal usul

katanya (etimologis), bentuk jamak dari budaya adalah kebudayaan

yang berasal dari bahasa sansekerta budhayah yang merupakan bentuk jamak dari budi yang artinya akal atau segala sesuatu yang

berhubungan dengan akal pikiran manusia.”10

Sedangkan menurut Koentjaraningrat dalam Daryanto dan Hery

Tarno, “budaya sebagai keseluruhan sistem gagasan tindakan dan

hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.” Kemudian Koentjaraningrat dalam Daryanto dan Hery Tarno membagi

kebudayaan dalam tiga wujud, yaitu:

a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas dari ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan lain-lain;

b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas aktivitas

kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan;

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.11

10 Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 96.

(25)

Sehingga budaya atau kultur dapat diartikan sebagai suatu

kualitas kehidupan dalam sebuah kelompok atau organisasi yang

diwujudkan dalam aturan-aturan atau norma, tata kerja, hasil karya,

pengalaman, gaya kepemimpinan seorang atasan maupun bawahan,

tradisi yang mengakar dan mempengaruhi sikap perilaku setiap orang

yang ada dalam kelompok termasuk mempengaruhi nilai, sikap dan

perilaku yang ada di lingkungan sekolah sebagai cerminan

kepribadian sekolah yang ditunjukkan oleh prilaku individu dan

kelompok dalam komunitas sekolah. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Aan Komariah dan Cepi Triatna, yaitu: “budaya

sekolah sebagai karakteristik khas sekolah yang dapat diidentifikasi

melalui nilai yang dianutnya, sikap yang dimilikinya,

kebiasan-kebiasaan yang ditampilkannya, dan tindakan-tindakan yang

ditunjukkan oleh seluruh personel sekolah yang membentuk satu

kesatuan khusus dari sistem sekolah.”12

Beberapa pendapat mengenai budaya sekolah yang senada dengan

yang dikemukakan di atas juga dikemukakan oleh beberapa ahli,

diantaranya: “Budaya sekolah/madrasah merupakan sesuatu yang

dibangun dari hasil pertemuan antara nilai-nilai (values) yang dianut oleh kepala sekolah/madrasah sebagai pemimpin dengan nilai-nilai

yang dianut oleh guru-guru dan para karyawan yang ada dalam

sekolah/madrasah tersebut.”13 Menurut Suprapto, “

budaya sekolah

sebagai keseluruhan nilai-nilai dan norma-norma yang dianut oleh

sekolah yang meliputi visi, misi, dan tujuan sekolah, etos belajar,

integrasi, norma agama, norma hukum dan norma sosial.”14

Dari beberapa pengertian budaya sekolah di atas dapat

disimpulkan bahwa budaya sekolah adalah sekumpulan norma, nilai

12 Aan Komariah dan Cepi Triatna, op.cit., h.102

(26)

11

dan tradisi yang dibangun oleh semua warga sekolah dalam semua

aktivtas sekolah yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran oleh

seluruh warga sekolah secara bersama-sama sebagai cara hidup di

sekolah yang kemudian membentuk karakter sekolah akibat dari

adanya kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dalam sekolah dengan

jangka waktu yang lama.

2. Tujuan dan Manfaat Budaya Sekolah

Berikut ini akan dipaparkan pandangan beberapa ahli tentang tujuan

dan maanfaat dari adanya budaya sekolah.

Daryanto dan Hery Tarno mengungkapkan bahwa tujuan dari

pengembangan budaya sekolah, yaitu:

Hasil pengembangan budaya sekolah adalah meningkatkan perilaku yang konsisten dan untuk menyampaikan kepada personil sekolah tentang bagaimana perilaku yang seharusnya dilakukan untuk membangun kepribadian mereka dalam lingkungan sekolah yang sesuai dengan iklim lingkungan yang tercipta di sekolah baik itu lingkungan fisik maupun iklim kultur yang ada.15

Kemudian Rohiat juga mengutarakan tujuan dari pengembangan

budaya sekolah, yaitu:

Sasaran (tujuan jangka pendek atau tujuan situasional) dari pengembangan budaya sekolah adalah terwujudnya budaya sekolah yang kondusif serta dan bermutu untuk mendukung proses pembelajaran di sekolah sehingga program-program yang dapat dikembangkan antara lain (1) penyosialisasian budaya mutu di sekolah, (2) peningkatan perencanaan program pengembangan budaya mutu sekolah, (3) peningkatan implementasi budaya mutu sekolah, (4) peningkatan supervisi, monitoring dan evaluasi dalam program budaya mutu sekolah, (5) peningkatan manajemen program budaya mutu sekolah, (6) dan sebagainya.16

Pernyataan ini dapat dipahami bahwa, budaya sekolah secara

sederhana dalam jangka waktu yang singkat dapat menjadikan sekolah

15 Daryanto dan Hery Tarno, op.cit., h. 11.

(27)

memiliki mutu pembelajaran melalui pengembangan

program-program yang dianggap mampu meningkatkan mutu sekolah.

Menurut Mulyasa, “iklim dan budaya sekolah yang kondusif

diharapkan dapat menunjang proses pembelajaran yang efektif,

sehingga semua pihak yang terlibat didalamnya, khususnya peserta

didik merasa nyaman belajar.”17 Dengan demikian kegiatan

pembelajaran lebih efektif dan menyenangkan yang secara tidak

langsung akan membangkitkan potensi-potensi peserta didik.

Sedangkan menurut Daryanto dan Hery Tarno, manfaat yang akan

diperoleh dari pengembangan budaya dan iklim sekolah yang kuat,

intim, kondusif dan bertanggung jawab adalah:

a. Menjamin kualitas kerja yang lebih baik

b. Membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan level baik komunikasi vertikal maupun horisontal.

c. Lebih terbuka dan transparan.

d. Menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi. e. Meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan.

f. Jika menemukan kesalahan akan segaera dapat diperbaiki. g. Dapat beradaptasi dengan baik terhadap perkembangan

IPTEK.18

Manfaat dari adanya budaya sekolah tidak hanya dirasakan

sekolah dan lingkungannya, tetapi juga dapat dirasakan oleh

masing-masing individu dan kelompok dimana saja karena terbentuknya

norma pribadi dan bukan akibat dari aturan yang kaku dengan

berbagai hukuman. Menurut Daryanto dan Hery Tarno Manfaat

budaya sekolah bagi individu dan kelompok, antara lain;

a. Meningkatkan kepuasan kerja b. Pergaulan lebih akrab

c. Disiplin meningkat

d. Pengawasan fungsional bisa lebih ringan

e. Muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif f. Belajar dan berprestasi terus

17 Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 92.

(28)

13

g. Selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri.19

Ini menjelaskan, bahwa dengan adanya budaya sekolah

memungkinkan untuk menjadikan seriap induvidu mengalami

perubahan ke arah yang lebih baik sehingga meningkatkan kualitas

dirinya.

3. Proses Pembentukkan dan Pengembangan Budaya Sekolah

Setiap sekolah haruslah memiliki budaya sebagai identitas bagi

lembaganya dan sebagai nilai hidup seluruh individu di dalamnya.

Namun budaya sekolah haruslah dibentuk dan dikembangkan agar

budaya sekolah dapat diterima dan bermanfaat bagi individu dalam

organisasi dan bagi organisasi itu sendiri. Berikut ini adalah beberapa

cara pembentukkan dan pengembangan budaya sekolah menurut

beberapa ahli.

Menurut Aan Komariah cara yang dapat dilakukan untuk

membentuk sebuah budaya organisasi/sekolah bisa melalui tiga cara,

yaitu sebagai berikut:

a. Seleksi

Menekankan sejak awal terhadap pegawai-pegawai bahwa hanya pegawai-pegawai yang memenuhi kriteria organisasi yang dapat diterima.

b. Manajemen Puncak

Pimpinan menjadi pendorong kuat bagi tumbuhnya perilaku bawahan. Pemimpin mesti menetapkan norma-norma perilaku yang dapat diikuti bawahannya. Disamping itu apa yang dilakukan atasan dapat diobservasi dan dinilai oleh bawahannya. c. Sosialisasi

Penanaman norma-norma yang ditetapkan organisasi dapat dilakukan dengan cara membicarakannya dalam rapat-rapat, pertemuan-pertemuan, atau bahkan dengan alat/media khusus.20

19Ibid.

(29)

Dalam bukunya, Dryanto dan Hery Tarno menjelaskan tentang

bagaimana membangun sebuah budaya sekolah melalui gambar/

model seperti berikut;

Gambar 2.1 Model dalam Membangun Budaya Sekolah21

Model tersebut menggambarkan bahwa budaya dan iklim sekolah

merupakan kumpulan niali-nilai, norma dan perilaku yang mengontrol

interaksi warga sekolah dengan orang-orang di luar sekolah. Budaya

sekolah merupakan hasil interaksi nilai-nilai yang dianut individu di

dalam sekolah dan di luar sekolah secara sadar untuk mewujudkan

visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolah.

21Daryanto dan Hery Tarno, op.cit., 16.

Pemberdayaan Sekolah

Budaya Lingkungan

Fisik Sekolah Pemberdayaan

Sekolah

a. Nilai b. Norma c. Perilaku

a. Keindahan b. Keamanan c. Ketentraman d. Kebersihan a. Berbasis Mutu

b. Kepemimpinan Kepala Sekolah

c. Disiplin dan Tata Tertib d. Penghargaan dan

Insentif

e. Harapan Berprestasi f. Akses Informasi g. Evaluasi

h. Komunikasi Intensif dan Terbuka

(30)

15

Budaya sekolah yang positif akan mendukung peningkatan mutu

pendidikan yang positif dan sejalan dengan pelaksanaan manajemen

berbasis sekolah. Oleh sebab itu maka melalui kompetensi yang

dimiliki oleh kepala sekolah, kepala sekolah diharapkan dapat

memberikan konstribusi yang positif dalam pengembangan budaya

sekolah sehingga secara maksimal mampu mendukung peningkatan

mutu pendidikan.

4. Jenis-jenis Budaya Sekolah

Budaya sekolah secara umumnya didefinisikan sebagai cara hidup

di sekolah yang sebenarnya dihasilkan oleh pelajar dan sebagian guru.

Budaya sekolah yang berlangsung sangatlah beranekaragam dan

setiap sekolah memiliki budaya yang berbeda antara sekolahnya

dengan sekolah lain. Berikut ini adalah jenis-jenis budaya sekolah.

Budaya sekolah berdasarkan jenisnya, menurut Daryanto dan

Hery Tarno terdapat dua jenis budaya sekolah, yaitu budaya formal

dan budaya informal. “Budaya formal ini mementingkan pencapaian

akademik dan manfaat untuk mencapai tersebut. Budaya informal

ialah apa saja selain untuk mencapai kepentingan budaya formal

sekolah seperti budaya bertutur kata, berpakaian, dan lain-lain.”22

Kedua jenis budaya sekolah pada dasarnya sama-sama untuk

meningkatkan perilaku positif yang konsisten agar dapat menunjang

program sekolah secara kuat dan menjadikan siswa serta guru

memiliki kualitas dan prestasi dengan budaya formal yang dimiliki.

5. Bentuk-bentuk Budaya Sekolah

Budaya sekolah merupakan komponen penting untuk memajukan

sekolah, oleh karena itu sekolah haruslah menanamkan budaya

sekolah secara tepat dan sesuai dengan nilai-nilai yang dianut sekolah.

Bentuk-bentuk budaya sekolah yang diterapkan tiap-tiap sekolah pun

(31)

berbeda-beda. Berikut ini adalah bentuk-bentuk budaya sekolah yang

diterapkan oleh sekolah menurut beberapa ahli.

Balitbang Kemendikbud dalam Albertin Dwi Astuti memaparkan

aspek-aspek mengenai budaya utama (core culture) yang direkomendasikan untuk dikembangkan sekolah, yakni: (a) Budaya

jujur, (b) Budaya saling percaya, (c) Budaya kerja sama, (d) Budaya

membaca, (e) Budaya disiplin dan efisien, (f) Budaya bersih, (g)

Budaya berprestasi, dan (h) Budaya memberi penghargaan dan

menegur.23

Sedangkan menurut Daryanto dan Hery Tarno, kegiatan budaya

sekolah yang masing sering dilakukan di sekolah, diantaranya yakni:

(a) Budaya salam, (b) Majalah sekolah yang dibuat oleh siswa untuk

melatih jurnalistiknya, (c) Dialog interaktif dengan para pakar

dibidangnya, (d) Lintas juang, (e) Studi kepemimpinan siswa, (f)

Budaya disiplin, (g) Budaya kerja keras, cerdas dan ikhlas, (h) Budaya

kreatif.24

Salah satu bentuk budaya sekolah yang selalu ada dan harus

menjadi fokus utama yaitu budaya disiplin. Disiplin merupakan salah

satu faktor penting dalam upaya untuk membentuk tingkah laku sesuai

dengan yang sudah ditetapkan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik

dan diharapkan. Dengan disiplin para siswa bersedia untuk tunduk dan

mengikuti peraturan dan selalu menjauhi hal-hal yang tidak baik.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah

merupakan pola dari nilai-nilai dominan yang didukung oleh sekolah

untuk menuntun kebijakan sekolah terhadap semua komponen sekolah.

Budaya sekolah merujuk pada suatu sistem nilai, kepercayaan dan

norma-norma yang diterima secara bersama, serta dilaksanakan dengan

23Albertin Dwi Astuti, “Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Karakter Siswa Kelas X Jurusan Tata Boga SMK N 3 Klaten”, Skripsi pada Strata Satu UNY, Yogyakarta, 2015, h. 12,

(32)

17

penuh kesadaran sebagai prilaku alami yang dibentuk oleh lingkungan

dengan pemahan yang sama diantara seluruh komponen sekolah dan

semua yang memiliki keterhubungan dengan sekolah.

Setiap sekolah harus memiliki budaya sekolah sebagai identitas

sekolah. Setiap sekolah akan memiliki budaya sekolah yang berbeda satu

dengan lainnya, inilah yang menjadikan budaya sekolah sebagai sebuah

identitas diri bagi sekolah. Sehingga dapat dikatakan bahwa budaya

sekolah merupakan komponen penting dalam memajukan sekolah

meskipun tidak selalu berdampak positif. Budaya sekolah banyak

bergantung kepada kepemimpinan kepala sekolah dan harus diperhatikan

oleh kepala sekolah mengenai keberadaan budaya sekolah tersebut

karena kepala sekolah merupakan seseorang yang memiliki kekuasaan

dalam membentuk budaya sekolah yang dipimpinnya. Selain dengan

berpedoman kepada visi dan misi sekolah, dalam menciptakan budaya

sekolah positif juga perlu dibarengi oleh rasa saling percaya dan saling

memiliki yang besar terhadap sekolah. Salah satu sekolah atau perguruan

yang memiliki budaya yang sangat kuat dan terus-menerus dijadikan nilai

hidup hingga saat ini adalah Taman Siswa.

C.

Aktivitas Belajar

1. Pengertian Aktivitas Belajar

Sebelum mengetahui apa yang dimaksud dengan aktivitas belajar,

terlebih dahulu harus diketahui pengertian aktivitas dan belajar

menurut beberapa ahli.

a. Pengertian Aktivitas

Kata aktivitas dalam Kamus Bahasa Indonesia memiliki

pengertian sebagai “kegiatan, kerja atau kesibukan, keaktivan.”25

Sehingga dapat dipahami bahwa aktivitas adalah kerja atau salah

(33)

satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian di dalam

organisasi.

Aktivitas dapat dipahami sebagai sebuah kegiatan yang

dialakuakan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang

direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai tujuan

tersebut. Aktivitas manusia ataupun tingkah laku manusia di dalam

sebuah interaksi dengan lingkungannya selalu berorientasi pada

masa depan.

b. Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang tidak akan pernah bisa

dilepaskan dari kehidupan manusia. Menurut Suyono dan

Hariyanto, “belajar adalah sebagai suatu aktivitas atau suatu proses

untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan,

memperbaiki prilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.”26

Pendapat yang hampir sama juga dikemukakan oleh Sudarwan

Danim, menurutnya “belajar merupakan proses menciptakan nilai

tambah kognitif, afektif, dan psikomotor bagi siswa. Nilai tambah

itu tercermin dari perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan.”27

Sedangkan Muhibbin Syah membagi pengertian belajar

kedalam tiga ranah, yaitu secara kuantitatif, institusional dan

kualitatif.

Secara kuantitatif (ditinju dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa. Secra institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang

sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap

penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai proses mengajar. Ukurannya, semakin baik

26 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 9.

(34)

19

mutu guru mengajar akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. Secara kualitatif (tinjauan mutu), belajar ialah proses memeroleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada terciptanya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.28

Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa belajar

merupakan sebuah proses yang terus berlangsung sepanjang

kehidupan seseorang secara sadar untuk memenuhi kebutuhannya

dan akan membantunya memahami kemampuannya dan

mengembangkannya dengan melibatkan pengalaman, sehingga

menjadikan dirinya lebih berkualitas untuk menjalani

kehidupannya dengan baik dan cara yang benar.

c. Pengertian Aktivitas Belajar

Menurut William, “aktivitas belajar adalah interaksi yang

spesifik antara pembelajaran dengan orang lain menggunakan

alat-alat dan sumber daya tertentu demi mencapai hasil tertentu.”29

Kemudian Sardiman mengartikan aktivitas belajar sebagai

aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam proses belajar

kedua aktivitas itu harus saling berkait.30 Lebih lanjut lagi, Piaget

menerangkan dalam buku Sardiman bahwa “seorang anak itu

berfikir sepanjang ia berbuat. Tanpa Perbuatan berarti anak itu

tidak berfikir.”31

Dapat dipahami, bahwa aktivitas belajar merupakan segala

kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi siswa yang intens

dengan guru dan seluruh warga sekolah. Aktivitas belajar yang baik

28 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan Perspektif Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), cet. XIX, h. 90.

29 William, Tiga Tahun Dari Sekarang, (Jakarta: Feliz Books, 2013), h. 155.

30 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), cet. XXII, h. 100.

(35)

harus melibatkan psikologi dan fisik peserta didik, baik jasmani

maupun rohani sehingga perubahan perilaku peserta didik sebagai

hasil belajar dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar,

baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik peserta didik

yang tentunya akan menjadikan peserta didik jauh lebih berkarakter

dan memperbesar kemungkinan tercapainya tujuan belajar dan

pendidikan.

2. Prinsip-prinsip Belajar

Banyak teori mengenai prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan

oleh beberapa ahli dalam bidang pendidikan yang masing-masing

memiliki persamaan dan perbedaan.

Dalam bukunya, Dimyati dan Mudjiono menyebutkan tujuh

prinsip-prinsip belajar, yakni: (a) Perhatian dan motivasi, (b)

Keaktifan, (c) Keterlibatan langsung/berpengalaman, (d) Pengulangan,

(e) Tantangan, (f) Balikan dan penguatan, serta (g) Perbedaan

individual.32

Kemudian Sukmadinata menyampaikan mengenai prinsip umum

belajar yang telah dikembangkannya sebagai berikut: (a) Belajar

merupakan bagian dari perkembangan, (b) Belajar berlangsung

seumur hidup, (c) Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor

bawaan, lingkungan, kematangan, serta usaha dari individu secara

aktif, (d) Belajar mencangkup semua aspek kehidupan, (e) Kegiatan

belajar berlangsung disembarang tempat dan waktu, (f) Belajar

berlangsung baik dengan guru maupun tanpa guru, (g) Belajar yang

terencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi, (h)

Pembentukkan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai

dengan yang sangat kompleks, (i) Dalam belajar dapat terjadi

(36)

21

hambatan-hambatan, dan (j) Dalam hal tertentu belajar memerlukan

adanya bantuan dan bimbingan dari orang lain.33

Selanjutnya Nanang dan Cucu mengemukakan prinsip-prinsip

belajar yang sama dengan Sukmadinata dan menambahkan tiga

prinsip-prinsip belajar, yaitu:

a. Belajar dimulai dari yang faktual menuju konseptual.

b. Belajar dari yang kongkret menuju yang abstrak.

c. Belajar merupakan bagian dari perkembangan.34

Prinsip belajar dapat membantu guru dalam memilih tindakan

yang tepat dan mengembangkan sikap yang diperlukan dalam

menunjang peningkatan belajar peserta didik. Selain itu, aktivitas

belajar harus dilaksanakan dengan penuh kedisiplinan, baik

kedisiplinan guru terhadap teori dan prinsip-prinsip belajar ataupun

kedisiplinan siswa terhadap kebijakan sekolah dan disiplin dalam

belajar. Ini karena disiplin menjadi salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kegiatan dan hasil belajar. Pernyataan ini diperkuat

dengan penelitian yang dilakukan Moedjiarto dalam Dryanto dan Hery

Tarno. Moedjiarto mengungkapkan bahwa “karakteristik dan tata

tertib dan kebijakan disiplin sekolah mempunyai hubungan yang

signifikan dengan prestasi akademik siswa.”35

Secara umum Daryanto dan Hery Tarno mengartikan disiplin

sebagai “suatu bentuk ketaatan pada peaturan dan sanksi yang berlaku

dalam lingkungan sekolah.”36

Disiplin belajar merupakan salah satu

yang mempengaruhi kegiatan belajar. Menurut Bambang Sumantri,

Disiplin belajar siswa bisa terjadi di rumah dan di sekolah:

Disiplin belajar di rumah, antara lain meliputi: belajar setiap hari, mengerjakan pekerjaan rumah, membuat laporan, belajar berkelompok dan sebagainya. Sedangkan disiplin belajar di sekolah

33 Suyono dan Hariyanto, op.cit., h. 128.

34 Hanafiah dan Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: Refika Aditama, 2012),Ccet. III, h. 18.

(37)

antara lain meliputi: ketepatan waktu datang ke sekolah, keaktifan mengikuti pelajaran di kelas, ketaatan mengikuti peraturan di kelas maupun sekolah, menggunakan waktu luang dan sebagainya.37

Dengan adanya disiplin belajar siswa akan belajar hidup dengan

pembiasaan yang baik dan bermanfaat bagi dirinya dan

lingkungannya. Selain itu siswa akan memiliki kecakapan mengenai

cara belajar yang baik. Pada dasarnya kedisiplinan merupakan

kesadaran dan kepatuhan dari seseorang untuk mentaati segala

peraturan yang ada. Sehingga kedisiplinan tidak dapat dilepaskan dari

masalah tata tertib.

3. Tujuan dan Manfaat Belajar

Belajar pada hakekatnya adalah proses kegiatan secara

berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku peserta didik dengan

perbaikan dan pembinaan. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang

Sistem pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang menyatakan:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.38

Dave dalam Eveline Siregar, dkk. Mengemukakan lima jenjang

tujuan belajar pada ranah psikomotor, yakni: (a) Meniru, (b)

Menerapkan, (c) Memantapkan, (d) Merangkai, (e) Naturalisasi.39

Pernyataan ini bermakna bahwa, dengan adanya aktivitas belajar

siswa akan merespon apa yang dia amati dengan tepat dan

mengkordinasikannya dengan fisik dan psikisnya.

37 Bambang Sumantri, Pengaruh Disiplin Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas XI

SMK PGRI 4 Ngawi Tahun Pelajaran 2009/2010, Media Prestasi, Vol. VI. No. 3 Desember 2010,

2016, h. 119. (http://jurnal.stkipngawi.ac.id).

38Sekretariat Negara RI, Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB 1 Pasal 1 ayat 1, 2015 (http://www.setneg.go.id)

(38)

23

Kemudian secara sederhana Sardiman membagi tujuan belajar

menjadi tiga jenis, yaitu: (a) Untuk mendapatkan pengetahuan, (b)

Penanaman konsep dan keterampilan, dan (c) Pembentukkan sikap.40

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa, tujuan belajar adalah untuk

memperoleh pengetahuan, keahlian dan kepribadian yang sesuai

dengan nilai-nilai norma yang berlaku.

Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana juga menjelaskan bahwa

aktivitas belajar dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi peserta didik, berupa hal-hal berikut ini:

a. Peserta didik memiliki kesadaran (awareness) untuk belajar sebagai wujud adanya motivasi internal untuk belajar sejati. b. Peserta didik mencari pengalaman dan langsung mengalami

sendiri, yang dapat memberikan dampak terhadap pembentukan pribadi yang integral.

c. Peserta didik belajar dengan menurut minat dan kemampuannya.

d. Menumbuh kembangkan sikap disiplin dan suasana belajar yang demokratis di kalangan peserta didik.

e. Pembelajaran dilaksanakan secara konkret sehingga dapat menumbuh kembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan terjadinya verbalisme.

f. Menumbuh kembangkan sikap kooperatif dikalangan peserta didik sehingga sekolah menjadi hidup, sejalan dan serasi dengan kehidupan di masyarakat di sekitarnya. 41

Dari penjabaran di atas, maka dapat dipahami bahwa dari

kegiatan belajar tidak hanya menjadikan seseorang memiliki

kecerdasan akademik, tetapi juga kecerdasan dalam mengolah pikiran

dan sikapnya. Disepanjang hidupnya manusia akan terus

mengahadapai kondisi dan proses kehidupan yang sadar dan tanpa

disadari, manusia melakukan belajar untuk memenuhi dan

melaksanakan kehidupannya secara mandiri. Karena untuk

melaksanakan kehidupannya secara mandiri manusia haruslah

memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap yang baik. Dan semua itu

40 Sardiman A. M., Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), Cet. XXI h. 25.

(39)

dapat diperoleh dari kegiatan belajar yang dilakukan mausia secara

terus-menerus.

4. Bentuk-bentuk Belajar

Begitu banyak aktivitas belajar yang dapat dilakukan dan diterima

peserta didik di dalam kelas. Berikut merupakan bentuk-bentuk

aktivitas belajar yang bisa dilakukan.

Gage dalam Ratna Wilis Dahar mengungkapkan ada lima bentuk

belajar, yaitu: (a) Belajar Responden, (b) Belajar Kontiguitas, (c)

Belajar Operant, (d) Belajar Observasional, dan (e) Belajar Kognitif.42

Kemudian Nanang & Cucu Suhana mengungkapkan, bahwa

aktivitas belajar dibagi ke dalam delapan kelompok, yaitu sebagai

berikut: (a) Kegiatan-kegiatan visual, (b) Kegiatan-kegiatan lisan

(oral), (c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan, (d) Kegiatan-kegiatan

menulis, (e) Kegiatan-kegiatan menggambar, (f) Kegiatan-kegiatan

metrik, (g) Kegiatan-kegiatan mental, dan (h) Kegiatan-kegiatan

emosional.43

Bentuk-bentuk kegiatan belajar yang dilakukan disekolah sangat

ditentukan oleh model-model pengajaran yang diberikan oleh guru.

Pada dasarnya bentuk belajar disesuaikan dengan model pembelajaran

guru dan mengaktifkan indera yang dimiliki siswa sehingga membuat

siswa lebih terlatih.

Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar,

mulai dari kegiatan fisik dan psikis yang berprinsip dengan perhatian dan

motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung atau berpengalaman,

pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta perbedaan

individu. Dalam kegiatan belajar banyak terdapat macam-macam

kegiatan yang berbeda satu dengan yang lainnya dan selalu berubah

sesuai dengan kebutuhan dan kondisi manusia yang melakukan belajar.

(40)

25

Pada dasarnya bentuk belajar disesuaikan dengan model pembelajaran

guru. Tujuannya tetap sama, yaitu untuk mendapatkan pengetahuan,

untuk penanaman konsep dan keterampilan, serta untuk pembentukkan

sikap dan upaya mencapai prestasi siswa.

D.

Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Aktivitas Belajar

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan tempat

kegiatan belajar mengajar yang bertujuan meningkatkan kualitas anak

didik. Tidak hanya menjadikan seseorang memiliki kecerdasan

akademik, tetapi juga kecerdasan dalam mengolah pikiran dan sikapnya.

Kecerdasan selalu diidentikkan dengan prestasi belajar. Prestasi belajar

sendiri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya seperti yang

dikemukakan oleh Muhibbin Syah. Menurutnya, ada tiga faktor yang

dapat mempengaruhi belajar siswa, yaitu:

a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa;

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa;

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.44

Kondisi lingkungan sekolah bisa dipengaruhi oleh budaya sekolah

yang berlangsung. Budaya sekolah merupakan hal yang tidak dapat

dipisahkan dari sekolah sebab merupakan suatu yang dapat menjelaskan,

menggambarkan, dan mengidentifikasi mengenai sekolah tersebut.

Pentingnya membangun budaya sekolah berkenaan dengan upaya

pencapaian tujuan pendidikan sekolah dan peningkatan kinerja sekolah.

Jika dikaitkan dengan prestasi dalam aktivitas belajar, budaya

sekolah memiliki sumbangan yang sangat berharga dalam menunjang

aktivitas belajar. Melalui budaya positif yang diterapkan disekolah,

seperti budaya jujur, budaya saling percaya, budaya kerja sama, budaya

(41)

membaca, budaya disiplin dan efisien, budaya bersih, budaya berprestasi,

serta budaya memberi penghargaan dan menegur siswa akan terlibat

langsung dalam pelakasanaannya yang secara perlahan akan merubah

cara hidup, berpikir siswa dalam melaksanakan aktivitas belajar yang

positif dan memperoleh hasil belajar berupa prestasi belajar yang positif

juga.

Pembelajaran positif hanya berlangsung dalam budaya yang positif.

Sekolah yang sehat akan mempengaruhi kesuksesan banyak siswa dan

guru. Ini diperkuat dengan pernyataan dari Sudarwan Danim dan Khoril,

menurutnya “Kultur sekolah yang positif mendorong orang dapat membangun komitmen kuat untuk mencapai sesuatu yang menarik secara

bersama. Sebaliknya kultur sekolah yang negatif dapat mengganggu

hubungan antarkomunitas sekolah.”45

Kemudian Suyono dan Hariyanto juga nyatakan, bahwa:

Pembudayaan adalah suatu proses di mana seseorang belajar tentang sesuatu yang diperlukan oleh budaya yang mengelilingi kehidupannya, sehingga dia memperoleh nilai-nilai dan perilaku yang sesuai dan diperlukan dalam budaya semacam itu. Pengaruh orang tua, orang dewasa lain seperti guru serta temen sebaya akan membantu pembentukkan individu dalam enkulturasi. Jika pengaruh ini berlangsung secara sukses, maka akan menghasilkan peningkatan kompetensi siswa dalam penguasaan bahasa, nilai-nilai yang dipegang, serta berbagai ritual terkait budaya tersebut, termasuk pemahaman dan peraktiknya dalam menghayati agama.46

Pernyataan bahwa budaya sekolah memiliki peran dalam aktivitas

dan prestasi belajar siswa juga diperkuat dengan pernyataan yang

dikemukakan oleh Daryanto dan Hery Tarno. Menurutnya “siswa yang

memiliki budaya mutu memiliki motivasi belajar, komitmen dan

keranjinan yang tinggi dan sebaliknya menolak cara-cara yang tidak fair,

seperti menyontek, dan sebagainya.”47

(42)

27

Dari pernyataan di atas maka dapat dipahami bahwa, budaya sekolah

memiliki peran penting terhadap keputusan dan pelaksanaan pendidikan

yang berlangsung di sekolah asalkan sekolah mampu secara konsisten

melaksanakan budaya sekolah yang telah menjadi cara hidup masyarakat

sekolah. Dengan demikian maka peningkatan mutu sekolah yang

diharapkan dapat tercapai. Karena jika budaya positif sudah ditransfer

dan ditanamkan dalam aktivitas belajar, maka seluruh bagian dalam

sekolah akan bergerak untuk berprestasi.

E.

Penelitian Relevan

Di bawah ini akan dikemukakan hasil penelitian yang relevan dengan

penelitian ini, antara lain:

1. Hasil penelitian mengenai budaya sekolah yang dilakukan oleh Desi

Widiasari dalam skripsi Universitas Negeri Malang (2013) dengan

judul “Transformasi Budaya Disiplin Peserta Didik di SMKPGRI 3

Malang” menunjukkan bahwa peran warga sekolah dalam

transformasi budaya disiplin peserta didik adalah karena adanya

komitmen dari warga sekolah untuk mematuhi peraturan, guru yang

memberikan teladan, guru wali yang memberikan konseling, orang tua

menjadi kendali untuk anaknya ketika dirumah. Hubungan yang

dimaksud adalah semakin besar peran lingkungan sekitar siswa dalam

menerapkan disiplin, semakin tinggi pula nilai positif siswa.

2. Hasil penelitian mengenai budaya sekolah yang dilakukan oleh Ana

Purnama dalam skripsi Universitas Indonesia (2013) dengan judul

“Peran Budaya Sekolah Dalam Mendukung Prestasi Belajar Siswa”

menunjukkan bahwa budaya sekolah yang dimiliki oleh SMA Sugar

Group yang berperan sebagai pendukung prestasi belajar siswa, yaitu

budaya private study time (PST) dan budaya berbahasa inggris.

Budaya sekolah yang berperan sebagai pendukung prestasi belajar

(43)

internalisasi pihak sekolah. Daya dukung prestasi belajar pun lemah.

Hubungan yang dimaksud adalah semakin baik penerapan budaya

sekolah, maka semakin baik pula prestasi belajar siswa.

3. Hasil penelitian mengenai budaya sekolah yang dilakukan oleh

Albertin Dwi Astuti dalam skripsi Universitas Negeri Yogyakarta

(2015) dengan judul “Pengaruh Budaya Sekolah Terhadap Karakter

Siswa Kelas X Jurusan Tata Boga SMK Negeri 3 Klaten”

menunjukkan bahwa budaya sekolah terhadap karakter siswa sebesar

30,2% yang termasuk dalam kategori cukup sehingga bisa

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang cukup signifikan antara

budaya sekolah terhadap karakter siswa. Hubungan yang dimaksud

adalah semakin positif budaya sekolah yang diterapkan maka semakin

positif pula karakter siswa yang terbentuk.

F.

Kerangka Berpikir

Lingkungan belajar merupakan hal yang penting bagi individu

sebagai sarana untuk mendapatkan ilmu atau pengetahuan. Lingkungan

belajar terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Apabila

ketiga macam lingkungan tersebut mendukung dan mendorong dalam

proses belajar seorang siswa maka akan berdampak baik bagi prestasi

belajar individu. Namun pada nyatanya tidak semua lingkungan belajar

dalam kondisi yang kondusif, baik kondisi fisik maupun pelaksanaan

aktivitas pendidikannya. Nyatanya penerapan visi sekolah, disiplin siswa,

budi pekerti, lingkungan luar sekolah dan program pengajaran belum

optimal. Serta masih rendahnya tingkat prestasi siswa dan kompetisi

siswa. Jika kondisi seperti ini terus saja berlangsung tentunya dapat

mempengaruhi prestasi belajar individu, harapan dan efektivitas aktivitas

pendidikan di sekolah tersebut.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan tentunya memiliki harapan

(44)

29

membentuk lulusan yang berkarakter disiplin dan berprestasi sehingga

siap untuk berkompetisi dalam segala hal. Oleh sebab itu sekolah perlu

membangun karakter siswa dan warga sekolah secara serius. Salah

satunya dengan budaya sekolah, karena lembaga pendidikan tidak hanya

perlu didukung oleh sarana prasarana, guru berkualitas dan input siswa

yang baik, tetapi budaya sekolah sangat berperan terhadap peningkatan

keefektifan sekolah.

Dilihat dari kondisi yang berlangsung disekolah ini, maka dapat

dipahami bahwa masalah yang muncul ada pada rendahnya disiplin dan

prestasi siswa dalam menghadapi kompetisi. Maka seharusnya disiplin

dan berprestasi di sekolah ini harus ditingkatkan dan diterapkan secara

sungguh-sungguh dan terus-menerus dalam kegiatan sehari-hari warga

sekolah sehingga menjadi kebiasaan positif yang terpelihara dalam diri

warga sekolah sebagai suatu budaya.

Upaya yang dapat dilakukan sekolah untuk memperbaiki kondisi

yang berlangsung, yaitu dengan mensosialisasikan nilai visi dan misi

sekolah di dalam berbagai program sekolah, menanamkan budaya

disiplin dan efesiensi kepada seluruh warga sekolah, menciptakan budaya

positif dalam diri siswa, meningkatkan mutu melalui berbagai inovasi

dan kreativitas program, memfasilitasi siswa dengan kebutuhan proses

pembelajaran, manajemen sekolah/madrasah yang lebih efektif,

mengadakan diklat secara berkala kepada tenaga pendidik dan

kependidikan. Jika cara-cara tersebut bisa terlaksana dengan baik dan

menjadi sebuah budaya sekolah yang positif tentunya akan memberikan

dampak positif terhadap aktivitas pendidikan di sekolah ini, yang

tentunya juga akan mempengaruhi kualitas out put yang dihasilkan.

Untuk memperjelas kerangka berpikir, maka dibuatkan gambar

(45)
[image:45.595.115.562.76.550.2]

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

G.

Hipotesis Penelitian

Peneliti memandang perlu

Gambar

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Tabel 3.3 Katagori Interprestasi
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Angket
Tabel 3.5 Kisi-kisi Pedoman Wawancara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian adalah Untuk mengetahui bagaimana peran kepala sekolah di SMP Al Hikmah Surabaya, Untuk mengetahui bagaimana bentuk pengembangan pendidikan Islam sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VII A SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta dengan menerapkan pembelajaran kooperatif

Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Materi Ekosistem pada Siswa Kelas VII SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan dengan Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture

Hasil penelitian adalah (1) pendampingan orang tua dalam belajar di rumah pada siswa kelas VII SMP Taman Dewasa Jetis Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013 bergradasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kepemimpinan kepala sekolah dalam mengembangkan budaya religius di SMP N 2 Batang Peranap Kabupaten Indragiri

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa (1) persentase kesalahan konsep yang dilakukan siswa kelas VIII SMP Taman Dewasa

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di SMP Taman Dewasa Ibu Pawiyatan Yogyakarta pada siswa kelas VIIIA dengan menggunakan pembelajaran snowball

KESIMPULAN Implementasi pendidikan karakter religius melalui budaya sekolah di SMP Negeri 22 Mataram bahwa terlaksana melalui program GIRLS gerakan imtaq dan literasi sekolah terdiri