• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Lengkap Seismik Refleksi Klp 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Lengkap Seismik Refleksi Klp 1"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Seismik Refleksi

SEISMIK REFLEKSI

OLEH :

KELOMPOK 1

SRI WAHYUNI H22115017 HARMITA LESTARI H22115026

PROGRAM STUDI GEOFISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

(2)

i HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM METODE SEISMIK REFLEKSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Mata Kuliah Metode Seismik Refleksi pada Program Studi Geofisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin

Penyusun, KELOMPOK 1

Mengetahui,

Tim Asisten Praktikum Metode Seismik Refleksi,

No. Nama Tanda Tangan

1. Aslam

2. Awal Purnama Putra

3. Ikawati Basri

Menyetujui,

Dosen Mata Kuliah Metode Seismik Refleksi,

Sabrianto Aswad, S.Si, MT . Ir. Bambang Harimei, M.Si. NIP. 197805242005011002 NIP. 196105011990031003

(3)

ii KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga Laporan Lengkap Seismik Refleksi ini dapat disusun sebaik mungkin.

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada Allah SWT dan orang tua serta kepada dosen pengajar mata kuliah ini, dan para asisten, serta semua yang telah membantu penyusun sejak awal praktikum hingga Laporan Praktikum Seismik Refleksi dapat terselesaikan.

Tak lupa juga penyusun mengucapkan terima kasih kepada teman-teman praktikan yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tak langsung.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam laporan lengkap ini. Penyusun mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam perbaikan laporan lengkap ini agar dapat dijadikan atau digunakan sebagai pedoman praktikum berikutnya. Aamiin.

Makassar, 22 Desember 2017

(4)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... ..iii

DAFTAR GAMBAR...v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Tujuan ... 2

I.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... II.1 Akuisis Data Seismik ... 3

II.2 Prinsip Metode Seismik ... 9

II.3 Hukum Fisika Gelombang Seismik ... 10

II.4 Klasifikasi Gelombang Seismik ... 12

II.5 Pengolahan Data Seismik ... 13

II.6 Jenis-Jenis Gangguan Dalam Seismik ... 19

II.7 Acoustic Impedance ... 20

II.8 Frequency Filtering ... 21

II.9 Anomalous Amplitude noise Attenuation (AAA) ... 22

II.10 Seismic Reference Datum (SRD) ... 22

II.11 True Amplitude Recovery (TAR) ... 23

II.12 Hockey Stick ... 23

II.13 MO (Dip Move Out) ... 24

II.14 Angle Mute ... 25

II.15 Non Zero Apex ... 25

II.16 Brute Stack ... 26

II.17 Slant Stack / Transformasi Radon ... 27

II.18 Higher Order Moveout ... 27

(5)

iv

BAB III METODOLOGI PRAKTIKUM ... 31

III.1 Bagan Alir ... 31

III.2 Waktu dan Lokasi Praktikum ... 32

III.3 Data dan Perangkat ... 32

III.3.1. Data ... 32

III.3.2 Perangkat ... 32

III.4 Pengolahan Data ... 32

III.4.1 Akuisisi Data Seismik di Tesseral ... 32

III.4.2 Pengolahan Data di Promax... 38

III.4.2.1 Input Data ... 38

III.4.2.2 Geometry ... 39

III.4.2.3 Parameter Selection ... 49

III.4.2.4 Pre Processing ... 62

III.4.2.5 Koreksi Elevasi Statik ... 63

III.4.2.6 NN First Break Picking ... 66

III.4.2.7 Koreksi Refraksi Statik ... 71

III.4.2.8 F-K Filter ... 79

III.4.2.9 Velocity Analysis ... 81

III.4.2.10 NMO & Stack... 84

III.4.2.11 Velovity Manipulation ... 86

III.4.2.12 Migrasi ... 88

III.4.2.13 SEG-Y Output ... 92

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 96

IV.1 Akuisisi Data Seismik ... 96

IV.2 Geometry ... 97

IV.3 Seleksi Parameter ... 99

IV.4 Pre Posesing ... 100

IV.5 NN First Break Picking ... 101

IV.6 Koreksi Refraksi Statik ... 102

IV.7 F-K Filter ... 102

(6)

v IV.9 Migrasi ... 104 BAB V PENUTUP ... 106 V.1 Kesimpulan ... 106 V.2 Saran ... 107 DAFTAR PUSTAKA ... 108

(7)

vi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sketsa survei data seismik ... 10

Gambar 2.2. Pemantulan dan pembiasan pada bidang batas dua medium untuk gelombang P ... 10

Gambar 2.3. Prinsip Huygens ... 11

Gambar 2.4 Prinsip Fermat ... 12

Gambar 2.5 Alur Pengolahan Data Seismik ... 13

Gambar 2.6 Rekaman data seismik ... 16

Gambar 2.7 Stacking velocity ... 16

Gambar 2.8 Koreksi NMO ... 17

Gambar 2.9 Proses penjumlahan trace-trace dalam satu CDP (stacking) ... 17

Gambar 2.10 Penampang seismik ... 18

Gambar 2.11 Event, Direct Wave, Surface Wave ... 20

Gambar 2.12 contoh aplikasi AAA di dalam pengolahan data seismik ... 22

Gambar 2.13 Data seismik dengan Hockey Stick ... 23

Gambar 2.14 Kasus lapisan miring ... 24

Gambar 2.15 Angle mute ... 25

Gambar 2.16 Non Zero Apex ... 25

Gambar 2.17 Brute stack ... 26

Gambar 2.18 Data hasil olahan Higher Order Moveout ... 28

Gambar 2.19 Ilustrasi Pembutan Peta Kontur Struktur Dengan Mengunan Penampang Horisontal ... 29

Gambar20.Penampang Horisontal Pada 196 ms di Teluk Thailand ... 29

Gambar 21. Penampang Dual Polarity ... 30

Gambar 3.1 Bagan Alir ... 31

Gambar 3.2 Tampilan awal Tesseral ... 32

Gambar 3.3 Menu utnuk input data yang akan diolah ... 32

Gambar 3.4 Model data lapangan ... 33

(8)

vii

Gambar 3.6 Kotak dialog source ... 34

Gambar 3.7 Kotak dialog Receiver ... 35

Gambar 3.8 Menu untuk menyimpan data hasil akuisisi dei Tesseral ... 36

Gambar 3.9 Kotak dialog Wavelet ... 36

Gambar 3.10 Kotak dialog Run modelling ... 37

Gambar 3.11 Data hasil akuisisi ... 37

Gambar 3.12 Penampang dari Data Mentah ... 39

Gambar 3.13 Jendela Geometry setup ... 40

Gambar 3.14 Jendela SRF Ordered Parameter ... 40

Gambar 3.15 Jendela Fill a Marked Colomn untuk Station ... 41

Gambar 3.16. Jendela Fill a Marked Cp;pmn untuk Kolom X ... 41

Gambar 3.17 Jendela Fill a Marked Cp;pmn untuk Kolom Y ... 42

Gambar 3.18 Jendela Fill a marked column untuk elevasi ... 42

Gambar 3.19 Jendela Fill a marked column untuk mark block ... 43

Gambar 3.20 Jendela Fill a marked column untuk source ... 43

Gambar 3.21 Jendela Fill a marked column untuk Station ... 44

Gambar 3.22 Jendela Fill a Marked Colpmn untuk Kolom X ... 44

Gambar 3.23 Jendela Fill a Marked Colpmn untuk Kolom Z... 45

Gambar 3.24 Jendela Fill a Marked Colomn untuk 1st Live Channel ... 45

Gambar 3.25 Recording System Channel...46

Gambar 3.26 Number of Record to Insert – Pattern ... 46

Gambar 3.27 2D Land Binning – Assign Midpoint By ... 47

Gambar 3.28 2D Land Binning – Binning ... 47

Gambar 3.29 2D Land Binning – Finalize Database ... 48

Gambar 3.30 Penampang Geometry ... 49

Gambar 3.31 Simple Spectral Analysis ... 50

Gambar 3.32 Bandpass Filter ... 50

Gambar 3.33 Geometry dari frekuensi yang telah ditentukan ... 51

Gambar 3.34 Geometry setelah melakukan Bandpass Filter ... 52

Gambar 3.35 Killtrace_1 ... 52

(9)

viii

Gambar 3.37 Bandpass Filter ... 54

Gambar 3.38 True Amplitude Recovery ... 54

Gambar 3.39 Geometry berdasarkan TAR yang telah ditentukan ... 55

Gambar 3.40 True Amplitude Recovery - 1... 55

Gambar 3.41 Geometry dengan True Amplitude Recovery 1 ... 56

Gambar 3.42 Geometry berdasarkan AGC yang telah ditentukan ... 57

Gambar 3.43 Automatic Gain Control - 700 ... 58

Gambar 3.44 Geometry dengan Automatic Gain Control 700 ... 59

Gambar 3.45 Select Decongate Paramter File : decongate1 ... 60

Gambar 3.46 Geometry berdasarkan Spiking Decon Operator Length yang telah ditentukan ... 60

Gambar 3.47 Geometry dengan Spiking Decon Operator Length ... 61

Gambar 3.48 Tampilan data seismik hasil analisis spektral setelah melakukan bandpass filter (prepocessing) dengan (a) domain waktu, (b) spektrum amplitudo, (c) domain fasa, (d) domain F-X ... 63

Gambar 3.49 Jendela Datum Statics Apply ... 65

Gambar 3.50 Tampilan Geometryuntuk First Break Picking ... 66

Gambar 3.51 Jendel First Break NN Training ... 67

Gambar 3.52 First Break Picking ... 68

Gambar 3.53 First Break NN Training – weight 1... 68

Gambar 3.54 First Break NN Recall ... 69

Gambar 3.55 First Break Hasil Picking ... 70

Gambar 3.56 Edit Picks... 72

Gambar 3.57 Enter NEW First Break Picks File Name : RefrEdit ... 72

Gambar 3.58 Reduction Velocity Layer Analysis ... 73

Gambar 3.59 Refractor Velocity ... 73

Gambar 3.60 View Static - Receiver Delay Time Solutions ... 74

Gambar 3.61 Moveout Velocity Source 1-5 ... 74

Gambar 3.62 Moveout Velocity Source 5-9 ... 75

Gambar 3.63 Moveout Velocity Source 9-13 ... 75

(10)

ix

Gambar 3.65 Moveout Velocity Source 17-20 ... 76

Gambar 3.66 View Static Solution – Source Delay Time Solutions ... 77

Gambar 3.67 Hasil Koreksi Refraksi ... 79

Gambar 3.68 F-K Analysis ... 80

Gambar 3.69 Trace Display F-K Filter ... 81

Gambar 3.70 Velocity Analysis Precompute ... 82

Gambar 3.71 Volume/viewer editor ... 83

Gambar 3.72 Velocity Analysis ... 84

Gambar 3.73 Trace Display NMO & Stack ... 86

Gambar 3.74 Velocity Viewer in Time ... 87

Gambar 3.75 Velocity Viewer in Depth ... 88

Gambar 3.76 Trace Display Migrasi in Time ... 90

Gambar 3.77 Fast Explicitd FD Depth Mig ... 91

Gambar 3.78 Trace Display Migrasi in Depth ... 92

Gambar 3.79 SEG-Y Output – 10NMOstack.segy ... 93

Gambar 3.80 SEG-Y Output – migrasiintime.segy ... 94

Gambar 3.81 SEG-Y Output – migrasiindepth.segy ... 95

Gambar 4.1 Tampilan akusisi data seismik di Tesseral ... 96

Gambar 4.2 Penampang seismik yang diperoleh dari akuisisi data seismik ... 97

Gambar 4.3 Hasil Penampang Geometry ... 97

Gambar 4.4Tampilan Seleksi Parameter ... 99

Gambar 4.5 Tampilan data seismik hasil analisis spektral ... 100

Gambar 4.6 Hasil First Break Piciking ... 101

Gambar 4.7Tampilan hasil Koreksi Refraksi ... 102

Gambar 4.8 F-K Filter ... 102

Gambar 4.9 Koreksi NMO ... 103

Gambar 4.10 Migrasi in Time ... 104

(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Seismik merupakan salah satu metode geofisika yang bekerja dengan memanfaatkan laju perambatan gelombang di dalam permukaan bumi dari suatu sumber getaran yang diberikan di atas permukaan bumi. Oleh sebab itu metode seismic tergolong metode geofisika aktif. Metode seismik terbagi menjadi seismik refleksi dan refraksi, dimana seismik refleksi sendiri memanfaatkan prinsip pemantulan gelombang yang diberikan ke dalam permukaan bumi, sedangkan seismik refraksi memanfaatkan prinsip pembiasan gelombang. Metode seismik banyak digunakan pada pencarian prospek hidrokarbon, penentuan struktur bawah permukaan, dalam bidang geoteknik, pertambangan dan lain sebagainya. Dalam pencarian prospek hidrokarbon metode yang paling cocok dan tepat untuk digunakan adalah metode seismik refleksi, karena metode ini dapat menjangkau lapisan dalam bumi bahkan sampai pada bagian matel bumi.

Sama seperti metode-metode geofisika yang lainnya, metode seismik ini pun memiliki tiga tahapan utama dalam penerapannya, diantaranya a) proses akuisisi data b) proses pengolahan data c) dan proses interpretasi data. Ketiga tahapan ini masing-masing memegang peranan yang sangat penting guna tercapainya tujuan eksplorasi. Akan tetapi tahapan yang akan dijelaskan pada penulisan laporan ini mengkhususkan pada proses pengolahan data seismik khususnya seismik refleksi yang merupakan tahapan penting, karna pada tahap inilah data dari hasil aquisisi diolah sehingga dihasilkan suatu output data untuk kemudian diinterpretasi. Salah satu software yang digunakan dalam pengolahan data seismik adalah Promax yang dikeluarkan oleh Landmark, sebuah perusahaan yang memproduksi software-software dalam bidang Geofisika dan Geologi. Dalam pengolahan data seismik menggunakan promax ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk menghasilkan suatu penampang yang seismik. Tahapan-tahapan tersebut mulai

(12)

2 dari input data, pembuatan geometri, parameter selection, pre processing, koreksi elevasi static, NN first break picking, koreksi refraksi static, fk-filter, velocity analysis, nmo & stack, velocity manipulasi dan migrasi yang akan dibahas dalam laporan ini.

Oleh sebab itu dibuatlah laporan praktikum ini untuk menjelaskan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam pemrosesan data seismik.

I.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mengatuhui proses akuisisi data sesimik refleksi di Tesseral

2. Mengetahui prosesing data seismik refleksi menggunakan software promax 3. Menghasilkan rasio signal to noise (S/N) yang baik

I.3 Manfaat

Manfaat dari praktikum ini adalah agar dapat menambah pengetahuan dan skill dari mahasiswa khususnya praktikan dalam mengolah data seismik 2D Land menggunakan Promax dan menghasilkan signal to noise (S/N) yang baik sehingga struktur bawah permukaan dapat diketahui lebih mendalam.

(13)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Akusisi data seismik II.1.1 Parameter Akuisisi

Akuisisi data seismik merupakan kegiatan untuk memperoleh data dari lapangan yang disurvey. Akuisisi yang baik sangat penting untuk mendapatkan data yang baik dan benar. Persiapan awal yang harus dilakukan adalah menentukan parameter-parameter lapangan yang cocok dari daerah survey. Penentuan parameter tersebut dilakukan untuk menetapkan parameter awal dalam suatu racangan survey yang dipilih sedemikian rupa sehingga dalam pelaksanaannya akan diperoleh informasi target selengkap mungkin dengan noise serendah mungkin. Di dalam survey kemungkinan pasti adanya masalah yang timbul pada saat pengukuran. Conthnya : (Sismanto,1996)

1. Kedalaman Target

2. Kualitas Refleksi

3. Resolusi Vertikal yang di inginkan 4. Kemiringan Target

5. Ciri-ciri Jebakan

6. Masalah Noise yang khusus 7. Problem Logistik Team

8. Proses Spesial yang di inginkan

Dari masalah yang timbul tersebut, cara untuk mengatasinya adalah dengan menentukan parameter-parameter yang diperlukan di lapangan. Parameter pokok yang berpengaruh pada kualitas data yaitu : (Sismanto, 1996).

1. Offset Terjauh (Far Offset)

Adalah jarak antara sumber seismik dengan geophone/receiver terjauh. Penentuan offset terjauh didasarkan atas pertimbangan kedalaman target terdalam yang ingin dicapai dengan baik pada perekaman.

(14)

4 2. Offset Terdekat (Near Offset)

Adalah jarak antara sumber seismik dengan geophone/receiver terdekat. Penentuan offset terdekat didasarkan atas pertimbangan kedalaman target yang terdangkal yang masih dikendaki.

3. Grup Interval

Adalah jarak antara satu kelompok geophone terhadap satu kelompok geophone berikutnya. Satu group geophone ini memberikan satu sinyal atau trace yang merupakan stack atau superposisi dari beberapa geophone yang ada dalam kelompok tersebut. Sususnan geophone didalam kelompok ini tertenu untuk meredam noise.

4. Ukuran Sumber Seismik (Charge Size)

Ukuran sumber seismik (dynamit, tekanan pada air gun, water gun, dll) merupakan energi yang dilepaskan oleh sumber seismik. sumber yang terlalu kecil jelas tidak mampu mencapai target terdalam, sedangkan ukuran sumber yang terlalu besar dapat merusak event (data) dan sekaligus meningkatkan noise. Oleh karena itu diperlukan ukuran sumber yang optimal melalui test charge.

5. Kedalaman Sumber (Charge Depth)

Sumber sebaiknya ditempatkan dibawah lapisan lapuk (weathering zone), sehingga energi sumber dapat dtransfer optimal masuk kedalam system lapisan medium dibawahnya. Untuk mengetahui ketebalan lapisan lapuk dapat diperoleh dari hasil survey seismik refraksi atau uphole survey.

6. Kelipatan Liputan (Fold Coverage)

Fold Coverage adalah jumlah atau seringnya suatu titik di subsurface terekam oleh geophone dipermukaan. Semakin besar jumlah fold-nya, kualitas data akan semakin baik. Untuk mengetahui berapa kali titik tersebut akan terekam dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut ; Jika diketahui jarak trace (antara trace), jarak shot point SP (titik ledakan dynamit) dan jumlah trace (kanal) maka banyak liputannya adalah :

(15)

5 Fold = (jumlah channel / 2) (jarak antar trace / Jarak titik tembak) NSP

NSP adalah jumlah penembakan yang bergantung pada geometri penembakan yang dilakukan. Untuk split mspread dan off end maka NSP = 1, sedangkan untuk Double Off End NSP = 2.

Besar kecilnya lingkup ganda akan berpengaruh pada :

 mutu hasil rekaman

 resolusi vertikal

 besarnya filter pada ambient noise dan ground roll yang masih ada

 besarnya biaya survei

7. Laju Pencuplikan (Sampling Rate)

Penentuan besar kecilnya sampling rate bergantung pada frekuensi maximum sinyal yang dapat direkam pada daerah survey tersebut. Akan tetapi pada kenyataannya, besarnya sampling rate dalam perekaman sangat bergantung pada kemampuan instrumentasi perekamannya itu sendiri, dan biasanya sudah ditentukan oleh pabrik pembuat instrument tersebut.

Penentuan sampling rate ini akan memberikan batas frekuensi tertinggi yang terekam akibat adanya aliasing. Frekuensi aliasing ini akan terjadi jika frekuensi yang terekam itu lebih besar dari frekuensi nyquistnya. Besarnya frekuensi nyquist dapat dihitung dengan rumus :

Frekuensi Nyquist = Fq = (1/2T) = 0,5 F sampling

Dimana : T : besarnya sampling rate 8. High Cut Dan Low Cut Filter

Penentuan filter ini kita lakukan pada instrumen yang kita gunakan. Pemilihan high cut filter dapat kita tentukan atas dasar sampling rate yang kita gunakan. Pemasangan high cut filter ini ditunjukan untuk anti alising filter dan besarnya high cut filter selalu diambil lebih kecil atau sama dengan frekuensi nyquistnya dan selalu lebih besar atau sama dengan frekuensi sinyal tertinggi.

Pemilihan besarnya low cut filter ditunujukan untuk merendam noise yang lebih rendah dari frekuensi yang terdapat pada geophone. Hal ini digunakan jika noise

(16)

6 tersebut terlalu besar pengaruhnya terhadap sinyal sehingga sulit untuk dihilangkan walaupun dengan melakukan pemilihan array geophone atau mungkin juga sulit dihilangkan dalam prosesing. Pemasangan filter ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain :

Target kedalam, kerena akan mempengaruhi frekuensi yang dihasilkan

1. resolusi vertical

2. adanya noise

3. prosesing.

9. Panjang Perekaman (Record Length)

Adalah lamanya merekam gelombang seismik yang ditentukan oleh kedalaman target . Apabila targetnya dalam maka diperlukan lama perekaman yang cukup agar gelombang yang masuk kedalam setelah terpantul kembali dapat merekam dipermukaan minimal 1 detik dari target, namun pada umumnya ± 2 kali kedalaman target (dalam waktu).

10. Rangkaian Geophone

Adalah sekumpulan geophone yang disusun sedemikian rupa sehingga noise yang berupa gelombang horizontal (Ground roll, Air blas/air wave) dapat ditekan sekecil mungkin. Kemampuan merekam noise oleh susunan geophone tersebut bergantung pada jarak antar geophone, panjang gelombang noise, dan konfigurasi susunannya

11. Panjang Lintasan

Panjang lintasan ditentukan dengan mempertimbangkan luas sebaran/panjang target disub-surface terhadap panjangan lintasan survey di surface. Tentu saja panjang lintasan survey di permukaan akan lebih panjang dari panjang target yang dikehendaki Ujung lintasan survey hanya merekam sejauh ½ panjang kabel bentang.

(17)

7 12. Array Geophone

Tujuan dari penentuan array geophone ini adalah untuk mendapatkan bentuk penyusunan geophone yang cocok yang berfungsi untuk meredam noise yang besarnya, dan sebaliknya untuk mendapatkan sinyal yang sebesar-besarnya. Dengan kata lain untuk meningkatkan signal to ratio yang besar.

Dalam penentuan array geophone, maka langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagi berikut.

Menentukan panjang gelombang ground roll yang dominan dengan cara seperti yang telah dijelaskan diatas.

Membuat kurva array geophone, dengan rumus yang digunakan adalah : Untuk wiegted array atau tapered array :

dan besarnya atenuasi adalah : G (dB) = -20 log R

dimana : R : respon array geophone

G : besarnya atenuasi dalam decibel 13. Arah Lintasan

Ditentukan berdasarkan informasi studi pendahuluan mengenai target, survey akan dilakukan pada arah memotong atau membujur atau smebarang terhadap orientasi target pada arah dip atau strike, up dip atau down dip.

II.1.2 Geometri Lay Out Dan Stacking Chart

Untuk dapat memroses data yang telah tersimpan dalam format demultipleks maka data dari masing-masing trace harus diberi lebel, sehingga memudahkan dalam proses pengelompokan trace. Proses dinamakan trace labeling. Secara definisi trace labeling berarti suatu proses pendefinisian identitas setiap trace yang berhubungan dengan shot pointnya, posisi permukaanm kumpulan CDP dan offsetnya terhadap shot point. Keempat variable tersebut sangant bergantung pada geometri penembakannya, sehingga variable tersebut harus didefinisikan dalam suatu system koordinat referensi sehingga setiap variable dapat digambarkan pada suatu system koordinat. Diagram yang menggambarkan model geometri

(18)

8 penembakan/perekaman dalam suatu system koordinat ini disebut stacing chart atau stacking diagram. Setiap trace yang didefinisikan labelnya ini selanjutnya disimpan kedalam tape prosesing dengan format pengamatan tertentu untuk digunkan pada proses selanjutnya.

Sebelum labeling dilakukan harus terlebih dahulu diketahui bentangan geometri penembakan , yaitu bagaimana hubungan satu sama lain dari posisi penerima dan shot point. Untuk itu perlu didefinisikan suatu system koordinat relatif dari suatu lintasan (line) seismic. Informasi-informasi yang diperlukan untuk diperoleh dari stacking chart yang dibut pada saat perekaman data.

Bentangan dari geometri lay out dapat dipandang dalam 4 aspek yaitu: 1. Berdasarkan konfigurasi bentangan kabel

2. Arah gerak perekaman

3. Posisi relatif penerima terhadap titik tembak 4. Berdasarkan raypath.

II.1.3 Konfigurasi Bentangan Kabel

Dalam perekaman data seismik ada beberapa macam bentangan diantaranya adalah:

1. Off End Spread Pada jenis ini posisi titik tembak atau shot point (SP) berada pada salah satu ujung (kiri dan kanan) dari bentangan.Pada bentangan ini SP ditempatkan ditengan antara dua bentagan .

2. Split Spread Bila jumlah trace sebelah kiri dan kanan sama, maka disebut Symitrical Split Spread. Bila tidak sama disebut Asymitrical Split Spread. 3. Alternating Spread Pada model ini shot point berada pada kedua ujung

bentangan dan penembakan dilakukan secara bergantian untuk setiap perubahan coverage.

(19)

9 II.1.4 Arah Gerak Perekaman / Penembakan

Ditinjau dari arah gerak perekaman, maka geometri penembakan dapat dibedakan dalam dua jenis gerakan pushing cable (SP seolah-olah mendorong kabel) dan puiling cable (SP seolah-olah menarik kabel).

II.1.5 Posisi Receiver Terhadap Titik Tembak

Dari hubungan antara posisi relatif receiver terhadap titik tembak dalam suatu bentangan geophone, maka geometri penembakan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: Direct shot dan Reverse shot.

II.1.6 Geometri Raypath

Berdasarkan raypath (sinar gelombang) geometri penembakan dapat dibagi dalam 4 jenis yaitu:

1. Common Source Point (CSP) Yaitu sinyal direkam oleh setiap trece yang dating dari satu titik tembak yang sama.

2. Common Depth Point (CDP) Yaitu sinyal yang dipantulkan dari satu titik reflector direkam oleh sekelompok receiver yang berbeda.

3. Common Receiver Point (CRP) Yaitu satu trace merekam sinyal-sinyal dari setiap titik tembak yang ada.

4. Common Offset (CO) Yaitu sinyal setiap titik reflector masing-masing derekam oleh satu trace dengan offset yang sama.

II.2 Prinsip Metode Seismik

Metode seismik merupakan metode geofisika yang sering digunakan dalam mencitrakan kondisi bawah permukaan bumi, terutama dalam tahap eksplorasi hidrokarbon dengan menggunakan prinsip perambatan gelombang mekanik. Prinsip metode seismik yaitu pada tempat atau tanah yang akan diteliti dipasang geophone yang berfungsi sebagai penerima getaran. Sumber getar antara lain bisa ditimbulkan oleh ledakan dinamit atau suatu pemberat yang dijatuhkan ke tanah (Weight Drop). Gelombang yang dihasilkan menyebar ke

(20)

10 segala arah. Ada yang menjalar di udara, merambat di permukaan tanah, dipantulkan lapisan tanah dan sebagian juga ada yang dibiaskan, kemudian diteruskan ke geophone-geophone yang terpasang dipermukaan.

Gambar 2.1 Sketsa survei data seismik (Lanmark, 1995) II.3 Hukum Fisika Gelombang Seismik

II.3.1 Hukum Snellius

Suatu gelombang yang datang pada bidang batas dua media yang sifat fisiknya berbeda akan dibiaskan jika sudut datang lebih kecil atau sama dengan sudut kritisnya dan akan dipantulkan jika sudut datang lebih besar dari sudut kritis.

Gambar 2.2. Pemantulan dan pembiasan pada bidang batas dua medium untuk gelombang P

(21)

11 Sudut kritis adalah sudut datang yang menyebabkan gelombang dibiaskan 900. Jika suatu berkas gelombang P yang datang mengenai permukaan bidang batas antara dua medium yang berbeda, maka sebagian energi gelombang tersebut akan dipantulkan sebagai gelombang P dan gelombang S, dan sebagian lagi akan dibiaskan sebagai gelombang P dan gelombang S, seperti yang diilustrasikan pada gambar dibawah ini : (Bhatia, 1986)

II.3.2Prinsip Huygens

Huygens mengantakan bahwa gelombang menyebar dari sebuah titik sumber gelombang ke segala arah dengan bentuk bola. Prinsip Huygens mengatakan bahwa setiap titik-titik penganggu yang berada didepan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi terbentuknya gelombang baru. Jumlah energi total dari gelombang baru tersebut sama dengan energi utama. Pada eksplorasi seismik titik-titik di atas dapat berupa patahan, rekahan, pembajian, antiklin, dll. Sedangkan gelombang baru tersebut disebut sebagai gelombang difraksi (Sheriff, 1995).

Gambar 2.3. Prinsip Huygens II.3.4 Prinsip Fermat

Prinsip Fermat menyatakan bahwa gelombang yang menjalar dari satu titik ke titik yang lain akan memilih lintasan dengan waktu tempuh tercepat. Prinsip Fermat dapat diaplikasikan untuk menentukan lintasan sinar dari satu titik ke titik yang lainnya yaitu lintasan yang waktu tempuhnya bernilai minimum.

(22)

12 Dengan diketahuinya lintasan dengan waktu tempuh minimum maka dapat dilakukan penelusuran jejak sinar yang telah merambat di dalam medium. Penelusuran jejak sinar seismik ini akan sangat membantu dalam menentukan posisi reflektor di bawah permukaan. Jejak sinar seismik yang tercepat ini tidaklah selalu berbentuk garis lurus (Abdullah,2007).

Gambar 2.4 Prinsip Fermat II.4. Klasifikasi Gelombang Seismik

Gelombang seismik berdasarkan tempat penjalarannya terdiri dari dua tipe yaitu (Ibrahim dan Subardjo, 2005) :

1.Gelombang badan (body wave) yang merupakan gelombang yang menjalar melalui bagian dalam bumi dan biasa disebut free wave karena dapat menjalar ke segala arah di dalam bumi. Gelombang badan terdiri atas gelombang longitudinal (compressional wave) dan gelombang tranversal (shear wave).

2. Gelombang permukaan (surface waves) yang merupakan gelombang elastik yang menjalar sepanjang permukaan. Karena gelombang ini terikat harus menjalar melalui suatu lapisan atau permukaan. Gelombang permukaan terdiri dari gelombang Rayleigh, gelombang Love, dan gelombang Stonely.

(23)

13 II.5 Pengolahan Data Seismik

Pengolahan data seismik bertujuan untuk mendapatkan gambaran struktur geologi bawah permukaan yang mendekati struktur yang sebenarnya. Hal ini dapat dicapai apabila rasio antara sinyal seismik dengan sinyal gangguan (S/N ratio) cukup tinggi. Karena proses pengolahan data akan mempengaruhi seseorang interpreter dalam melakukan interpretasi, maka diperlukan proses pengolahan data yang baik, tepat dan akurat. Kesalahan sedikit dalam pengolahan akan menyebabkan seorang interpreter menginterpretasikan yang salah juga (Nainggolan, 2009).

Urutan Pengolahan data seismic dapat berbeda-beda tergantung dari perangkat lunak yang digunakan. Namun secara garis besar urutan pengerjaan pengolahan data adalah sama. Secara umum tahap pengolahan data seismik adalah sebagai berikut : (Nainggolan, 2009)

(24)

14 Tujuan dari pengolahan data seismik adalah untuk memperoleh gambaran yang mewakili lapisan-lapisan di bawah permukaan bumi. Tujuan utama pemrosesan data seismik menurut VAN DER KRUK (2001) adalah:

1. Untuk meningkatkan signal to noise ratio (S/N).

2. Untuk memperoleh resolusi yang lebih tinggi dengan mengadaptasikan bentuk gelombang sinyal.

3. Mengisolasi sinyal-sinyal yang diinginkan (mengisolasi sinyal refleksi dari multiple dan gelombang-gelombang permukaan) .

4. Untuk memperoleh gambaran yang realistik dengan koreksi geometri. 5. Untuk memperoleh informasi-informasi mengenai bawah permukaan

(kecepatan, reflektivitas, dll).

Secara garis besar urutan pengolahan data seismik menurut SANNY (2004) adalah sebagai berikut:

1. Field Tape

Data seismik direkam ke dalam pita magnetik dengan standar format tertentu. Standarisasi ini dilakukan oleh SEG (Society of Exploration Geophysics). Magnetic tape yang digunakan biasanya adalah tape dengan for-mat: SEG-A, SEG-B, SEG-C, SEG-D, dan SEG-Y. Format data terdiri dari header dan amplitudo. Header berisi informasi mengenai survei, project dan parameter yang digunakan dan informasi mengenai data itu sendiri.

2. Demultiplex

Data seismik yang tersimpan dalam for-mat multiplex dalam pita magnetik lapangan sebelum diperoses terlebih dahulu harus diubah susunannya. Data yang tersusun berdasarkan urutan pencuplikan disusun kembali ber-dasarkan receiver atau channel (demultiplex). Proses ini dikenal dengan demul-tiplexing.

3. Gain Recovery

Akibat adanya penyerapan energi pada lapisan batuan yang kurang elastis dan efek divergensi sferis maka data amplitudo (energi gelombang) yang direkam mengalami penurunan sesuai dengan jarak yang ditempuh. Untuk menghilangkan

(25)

15 efek ini maka perlu dilakukan pemulihan kembali energi yang hilang sedemikian rupa sehingga pada setiap titik seolah-olah datang dengan jumlah energi yang sama. Proses ini dikenal dengan istilah Auto-matic Gain Control (AGC) sehingga nantinya menghasilkan kenampakan data seismik yang lebih mudah diinterpretasi.

4. Editing dan Muting

Editing adalah proses untuk meng-hilangkan semua rekaman yang buruk, sedangkan mute adalah proses untuk menghilangkan sebagian rekaman yang diperkirakan sebagai sinyal gangguan seperti ground roll, first break dan lainnya yang dapat mengganggu data.

5. Koreksi statik

Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh topografi (elevasi shot dan receiver) sehingga shot point dan re-ceiver seolah-oleh ditempatkan pada datum yang sama.

6. Dekonvolusi

Dekonvolusi dilakukan untuk meng-hilangkan atau mengurangi pengaruh ground

roll, multiple, reverberation, ghost serta memperbaiki bentuk wavelet yang kompleks akibat pengaruh noise. Dekonvolusi merupakan proses invers filter karena konvolusi merupakan suatu filter. Bumi merupakan low pass filter yang baik sehingga sinyal impulsif diubah menjadi wavelet yang panjangnya sampai 100 ms. Wavelet yang terlalu panjang meng-akibatkan turunnya resolusi seismik

karena kemampuan untuk membedakan dua event refleksi yang berdekatan

menjadi berkurang. 7. Analisis Kecepatan

Tujuan dari analisis kecepatan adalah untuk menentukan kecepatan yang sesuai untuk memperoleh stacking yang terbaik. Pada grup trace dari suatu titik pantul,

(26)

16 Gambar 2.6 Rekaman data seismik

sinyal refleksi yang dihasilkan akan mengikuti bentuk pola hiperbola. Prinsip dasar analisa kecepatan pada proses stacking adalah mencari persamaan hiperbola yang tepat sehingga memberikan stack yang maksimum.

Gambar 2.7 Stacking velocity 9. Koreksi Dinamik/Koreksi NMO

Koreksi ini diterapkan untuk mengoreksi efek adanya jarak offset antara shot point dan receiver pada suatu trace yang berasal dari satu CDP (Common Depth Point). Koreksi ini menghilangkan pengaruh offset sehingga seolah-olah gelombang pantul datang dalam arah vertikal (normal incident).

(27)

17 Gambar 2.8 Koreksi NMO: (a) belum dikoreksi (b) kecepatan yang sesuai (c)

kecepatan yang lebih rendah (d) kecepatan yang lebih tinggi 9. Stacking

Stacking adalah proses penjumlahan trace-trace dalam satu gather data yang bertujuan untuk mempertinggi sinyal to noise ratio (S/N). Proses ini biasanya dilakukan berdasarkan CDP yaitu trace-trace yang tergabung pada satu CDP dan telah dikoreksi NMO kemudian dijumlahkan untuk mendapat satu trace yang tajam dan bebas noise inkoheren

.

(28)

18 10. Migrasi

Migrasi adalah suatu proses untuk memindahkan kedudukan reflektor pada posisi dan waktu pantul yang sebenarnya berdasarkan lintasan gelombang. Hal ini disebabkan karena penampang seismik hasil stack belumlah mencerminkan kedudukan yangsebenarnya, karena rekaman normal incident belum tentu tegak lurus terhadap bidang permukaan, terutama untuk bidang reflektor yang miring. Selain itu, migrasi juga dapat menghilangkan pengaruh difraksi gelombang yang muncul akibat adanya struktur-struktur tertentu (patahan, lipatan). Dalam migrasi juga terdapat istilah RTM (Reverse Time Migration) adalah salah satu metoda migrasi mutakhir yang mampu menangani proses migrasi pada struktur yang kompleks (iluminasi gelombang yang terbatas, dip yang tinggi >85 derajat, gelombang prisma, dll.) - yang sebelumnya tidak bisa ditangani oleh metoda migrasi konvensional (Stolt, Wave Equation Migration -WEM, Kirchhoff, dll.). Kelebihan RTM tersebut karena metoda ini melakukan solusi persamaan gelombang dalam dua arah (forward dan reverse) (Abdullah, 2008) :

Penjumlahan dari sample-sample yang dihasilkan sehingga diperoleh cube seismik.

(29)

19 1. Pemodelan ke depan (forward modelling) dari sumber gelombang, jadi seandainya kita memiliki sumber gelombang di permukan bumi, maka hasil modelingnya merupakan downgoing waves.

2. Reverse time modelling dari receiver dengan waktu terbalik (waktu paling akhir terlebih dahulu).

3. Kros Korelasi (Cross Correlation) dari hasil (1) dan (2). II.6 Jenis-Jenis Gangguan (Noise) dalam Seismik

Dalam survei seismik, suatu trace seismik yang ideal mestinya hanya berisi signal data yaitu sederetan spike TWT (Two Way Time) yang berkaitan dengan reflektor di dalam bumi. Namun pada kenyataannya dalam trace seismik tersebut juga terdapat noise. Analisis trace diperlukan untuk mengindentifikasi signal dan noise dalam gather (Laboratorium Geofisika, Universitas Hasanuddin, 2014)

Signal merupakan data yang kita harapkan dalam trace seismik yang berisi informasi reflektifitas lapisan bumi sedangkan noise dalam trace seismik merupakan sinyal atau gangguan yang tidak diinginkan. Pengamatan yang cermat sangat diperlukan dalam tahap analisis trace, misalnya dengan menduga adanya daerah kemenerusan event refleksi (reflektor) pada trace gather, amplitudo sinyal seismik dan polaritas pada setiap trace. Polaritas pulsa terpantul memiliki koefesien refleksi (R) antara -1 dan +1. Bila R = 0, berarti tidak terjadi pemantulan.

Secara garis besar noise dapat dikategorikan menjadi dua, yakni koheren dan inkoheren. Noise koheren memiliki pola keteraturan dari trace ke trace sementara noise inkoheren / acak / random terdiri dari noise-noise yang tidak memiliki pola teratur. Random noise biasanya mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dan fasanya tidak sama sedangkan pada noise koheren frekuensi dan fasanya sama dengan sinyal seismik (Laboratorium Geofisika, Universitas Hasanuddin, 2014)

(30)

20 Gambar 2.11 Event, Direct Wave, Surface Wave

II.7 Acoustic Impedance

Bagian energi refleksi dari sinyal akustik terjadi pada batas, biasanya litologi, antara lapisan kontras impedansi akustiknya. Impedansi akustik dari sedimen adalah hasil dari bagian terbesar densitas dan kecepatan gelombang kompresional medium (Evans at al.,. 1995). Refleksi dari sinyal akustik di medium udara-air, air-sedimen, atau sedimen-sedimen menghubungkan hasil dari perubahan di impedansi akustik di batas-batas medium dihitung berdasarkan rumus berikut (Sylwester, 1983):

dimana: Z adalah acoustic impedansi dari sedimen v adalah kecepatan gelombang di suatu sedimen ρ adalah densitas suatu sedimen

Rasio amplitudo gelombang yang dipantulkan dengan amplitudo gelombang insiden untuk insiden bidang gelombang pada batas antara dua media yang memiliki impedansi akustik yang berbeda adalah koefisien refleksi Rayleigh. Pada kejadian normal Koefisien Refleksi Rayleigh R diberikan dengan (Sylwester, 1983):

(31)

21

dimana R adalah koefisien refleksi Rayleigh, Z1 adalah acoustic impedance, di atas medium suatu sedimen, Z2 adalah acoustic impedance, di bawah medium suatu sedimen

Sylwester (1983) menyatakan bahwa kekuatan sinyal yang dipantulkan tergantung pada kontras impedansi akustik (R) di seluruh permukaan bidang pantul. Dimana kontras antara bahan yang berdekatan besar, seperti pada antarmuka air-udara, sebagian besar energi insiden akan terpantulkan. Kontras antarmuka pada sedimen-sedimen bervariasi dan biasanya berhubungan dengan perubahan litologi. Profil seismik refleksi menyediakan gambar impedansi akustik variasi bawah permukaan relative yang menunjukkan distribusi interface antara lapisan dengan sifat akustik yang berbeda. Akustik impedansi adalah produk dari kerapatan batuan dan kecepatan gelombang kompresional (P-wave) (Huuse and Feary, 2005).

II.8 Frequency Filtering

Menurut Yilmaz (1987) men-jelaskan Frekuensi filtering dapat berupa band-pass, band-reject, high-pass (low cut), atau low-pass (hight-cut) filter. Semua filter ini didasarkan pada prinsip konstruksi yang sama dari sebuah wavelet phase nol dengan spektrum amplitudo yang memenuhi salah satu dari empat spesifikasi. Band-pass filter merupakan yang paling sering digunakan, karena biasanya digunakan untuk menghilangkan beberapa jejak noise frekuensi rendah, seperti ground roll, dan beberapa ambient noise frekuensi tinggi. Energi seismik refleksi dengan sumber suara sparker biasanya terbatas pada bandwidth sekitar 10-70 Hz, dengan frekuensi dominan sekitar 30 Hz. Band-pass filter dilakukan pada berbagai tahap dalam pengolahan data. Jika diperlukan, dapat dilakukan sebelum dekonvolusi untuk menekan energi sisa ground-roll dan ambien noise frekuensi tinggi yang tidak akan mencemari autokorelasi sinyal. Band pass filter adalah

(32)

22 filter yang hanya melewatkan sinyal-sinyal yang frekuensinya tercantum dalam pita frekuensi atau pass band tertentu. Frekuensi dari sinyal yang berada dibawah pita frekuensi maupun diatas, tidak dapat dilewatkan atau diredam oleh rangkaian band pass filter (Yilmaz, 1987).

II.9 Anomalous Amplitude noise Attenuation (AAA)

Adalah teknologi pengolahan data seismik yang merupakan multi step flow (tahapan prosesing bertingkat). AAA ditujukan untuk mengidentifikasi anomali amplitudo seismik (dalam hal ini amplitudo noise) seperti spike noise, swell noise, trace yang bernoise, dll. AAA merupakan filter yang diterapkan pada data didalam domain frekuensi baik dalam CDP, shot maupun offset gather (Abdullah, 2008).

Gambar 2.12 contoh aplikasi AAA di dalam pengolahan data seismik Gambar di atas adalah contoh aplikasi AAA didalam pengolahan data seismik. (A) adalah CDP gather sebelum, (B) adalah setelah proses AAA dan (C) adalah perbedaan antara A dan B. Perhatikan noise di dalam lingkaran hitam yang dapat dihilangkan dengan baik setelah proses AAA. Teknologi AAA merupakan salah satu portofolio pengolahan data seismik yang dimiliki oleh Western Geco (Abdullah, 2008).

II. 10 Seismic Reference Datum (SRD)

Adalah level maya yang menunjukkan rekaman seismik berada pada waktu tempuh nol. Pada data seismik laut, SRD biasanya didefinisikan dengan muka air

(33)

23 lautnya itu sendiri (Mean Sea Level). Pada data seismik darat, SRD adalah level acuan semu pada koreksi statik sehingga trace-trace seismik mencerminkan kontinuitas reflector(Abdullah,2008).

II.11 True Amplitude Recovery (TAR)

True Amplitude Recovery atau Real Amplitude Recovery adalah upaya untuk memperoleh amplitudo gelombang seismik yang seharusnya dimiliki. Saat perekaman, variasi amplitudo terjadi akibat geometrical spreading, atenuasi, variasi jarak sumber penerima dan noise. Variasi amplitudo diatas terbagi menjadi empat kategori (Abdullah, 2008) :

1. Variasi amplitude secara vertikal atau travel-time dependent. Variasi ini terjadi akibat geometrical spreading dan atenuasi.

2. Variasi lateral yang terjadi akibat: geologi bawah permukaan, efek coupling sumber dan penerima, serta perbedaan jarak sumber-penerima. 3. Variasi amplitude yang muncul karena noise

4. Bad shots atau perekam yang mati/rusak. II.12 Hockey Stick

Adalah istilah yang populer digunakan dalam industri pengolahan data seismik untuk menjelaskan fenomena sebuah event seismik yang melengkung menyerupai bentuk stick hockey. Event seismik tersebut berada dalam gerbang CDP setelah proses NMO (Abdullah, 2008).

(34)

24 Dalam proses NMO, bentuk event yang dikehendaki adalah sedatar mungkin (flat), akan tetapi karena efek anisotropi dan karakter jejak gelombang, bentuk hockey stick adalah bentuk yang lazim diperoleh. Dengan memahami bentuk hockey stick dalam gerbang CDP, kita dapat mendesain mute yang optimal sehingga diperoleh final stack yang bagus. Desain mute yang optimal terletak pada titik lengkung hockey stick tersebut. Jika desain mute terlalu ke arah far offset, maka gelombang frekuensi rendah akibat stretching akan muncul di dalam stack. Jika desain mute terlalu kearah near offset maka kita akan kehilangan data (Abdullah, 2008).

Gambar 2.14 Kasus lapisan miring II.13 MO (Dip Move Out)

Pada kasus lapisan miring, titik tengah M tidak lagi merupakan proyeksi vertikal dari titik hantam D, sehingga pada kasus lapisan miring, CDP gather tidak ekuivalen dengan CMP gather (Abdullah, 2008).

(2.5) (2.6)

(35)

25 II.14 Angle Mute

Istilah angle mute digunakan untuk menjelaskan teknik pemotongan pada CDP gather sebelum memproduksi angle stack. Angle mute terdiri atas inner mute (batas kiri) dan outer mute (batas kanan). Berikut ilustrasinya (Abdullah, 2008).

Gambar 2.15 Angle mute

Gambar diatas menunjukkan angle mute sebelum memproduksi near angle stack

dan far angle stack. Untuk near angle stack batas kiri berwarna merah dan batas kanan berwarna kuning. Sedangkan untuk far angle stack batas kiri berwarna kuning dan batas kanan berwarna pink.

Batas merah dipakai untuk mereduksi efek multiple pada near offset, sedangkan warna pink dipakai untuk mereduksi efek ‘stretching’ akibat koreksi NMO

(Abdullah,2008).

(36)

26 II.15 Non Zero Apex

Adalah fenomena pada CDP (Common Depth Point) gather dengan puncak parabola (apex) tidak pada posisi offset sama dengan nol (non zero). Non zero apex dapat terjadi pada akuisisi seismik 2D dimana jejak sinar seismik (ray path) tidak lurus atau tidak ‘menghantam’ depth point akan tetapi malah menghantam litologi di sampingnya. Adanya penyimpangan ray path tersebut diakibatkan oleh prinsip Fermat (Abdullah, 2007).

Non zero apex dapat terjadi pada akuisisi seismik 2D dimana jejak sinar seismik (ray path) tidak lurus atau tidak ‘menghantam’ depth point akan tetapi malah menghantam litologi di sampingnya. Adanya penyimpangan ray path tersebut diakibatkan oleh prinsip Fermat (Abdullah, 2007).

II.16 Brute Stack

Adalah penampang seismik yang diperoleh dari stacking CMP (Common Mid Point) sebelum NMO (Normal Move Out) akhir maupun koreksi statik diterapkan. Tujuan ditampilkannya brute stack adalah untuk quick look sejauh mana kualiatas data seismik yang baru diperoleh dari sebuah akuisisi, atau sekedar mendapatkan gambaran awal kondisi bawah permukaan. Dibawah ini adalah contoh penampang brute stack. Data adalah courtesy PGS (Abdullah, 2007).

(37)

27 II.17 Slant Stack / Transformasi Radon

Slant Stack atau Transformasi Radon adalah teknik penjumlahan tras-tras seismik pada sudut tertentu yang ditujukan untuk memperjelas kehadiran reflector miring dan ditujukan juga untuk meningkatkan rasio signal terhadap noise (SNR-Signal to Noise-ratio). Terdapat dua tahap didalam melakukan Slant Stack. Pertama, koreksi LMO (Linear Move Out). LMO adalah proses proyeksi tras-tras pada gerbang CDP (Common Deep Point) atau CMP (Common Mid Point) dengan sudut tertentu. Sudut yang dimaksud berkorelasi dengan parameter sinar (p) dan offset (x). Dengan LMO, kita memperoleh reflektor dengan waktu :

Tahap kedua, setelah LMO dilakukan, tras-tras tersebut dijumlahkan (stack) sehingga diperoleh Slant Stack (Abdullah, 2007).

II.18 Higher Order Moveout Perhatikan persamaan di bawah ini:

Persamaan (2.4) adalah persamaan NMO konvensional sedangkan persamaan (2.5) adalah persamaan NMO order 4 (fouth order) dengan alpha sebuah koefisien. Koefisien tersebut mewakili sifat anisotropi batuan dan variasi kecepatan seismik vertikal.Yang dimaksud dengan Higher Order Moveout adalah analisis NMO (Normal Moveout) dengan menggunakan persamaan NMO order yang lebih tinggi. Proses NMO konvensional dengan menggunakan persamaan NMO order dua dapat berkerja dengan baik pada model bumi homogen isotropis. Sedangkan pada model bumi yang kompleks persamaan NMO order yang lebih tinggi sangat diperlukan.

Selain untuk memenuhi kondisi ‘kompleksitas’ bumi, persamaan NMO order yang lebih tinggi diperlukan juga untuk mengkoreksi tras-tras seismik pada offset

(2.6) (2.7) (2.5)

(38)

28 yang cukup jauh ( seperti offset 6 sampai 10 km). Sebagaimana yang kita pahami, koreksi NMO akan memiliki error yang lebih besar pada offset yang jauh. Gambar di bawah ini menunjukkan perbedaan gather seismik dengan koreksi NMO order dua dan gather yang dikoreksi NMO order dua terlebih dahulu (kiri) kemudian di-fine tune dengan order 4 (kanan) untuk data sintetik dan real (Abdullah, 2007).

Gambar 2.18 Data hasil olahan Higher Order Moveout II. 19 Interpretasi Data Seismik

II.19.1 Interpretasi Struktur Geologi

Interpretasi, menurut Sheriff (1995), mengandung pengertian determinasi atau penerjemahan makna geologi yang diturunkan dari data seismik. Interpreter Sismik 3D bekerja dengan sebuah data volume. Normalnya itu selesai dengan mempelajari beberapa diantaranya dari three orthogonal slice yang melewati suatu volume. Interpreter struktur membutuhkan kemampuan memutuskan kapan

(39)

29 mengunakan penampang horizontal dan kapan mengunakan irisan vertikal dalam perjalanan sebuah kegiatan interpretasi menyeluruh (Brown, 2004).

Gambar 19. Ilustrasi Pembutan Peta Kontur Struktur Dengan Mengunan Penampang Horisontal

II.19.2 Interpretasi Stratigrafi

Pada saat penampang vertikal seismik memotong sebuah obyek stratigrafi biasanya akan ditemukan suatu anomali kecil dari karakter atau amplitud. Sebaliknya, penampang horisontal mengambarkan penyebaran spasial dari anomali tersebut sehingga bentuk karakteristiknya bisa dikaitkan dengan lebih mudah pada obyek geologi terkait (Brown, 2004).

Gambar 20. Penampang Horisontal Pada 196 ms di Teluk Thailand Menunjukkan Meandering Stream Channels

(40)

30 II.19.3 Identifikasi Kehadiran Hidrokarbon Dari Data Seismik

Tanda-tanda adanya suatu minyak dan gas bumi di dalam bumi dari penampang seismik yaitu diantanaya adanya anomali amplitudo yang disebabkan oleh perubahan impedansi akustik, adanya flat spot, dim spot dan bright spot yang ditumbuhkan oleh adanya kontak langsung antara gas/minyak, gas/air maupun minyak/air dalam batuan yang berpori, dan adanya daerah dengan data yang jelek yang kadang disebabkan oleh adanya minyak maupun gas bumi didaerah tersebut (Brown, 2004).

Gambar 21. Penampang Dual Polarity Yang Menunjukkan Bright Spot pada 1.62 dan 1.72 S Serta Flat Spot pada 1.72 S.

(41)

31 BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

III.1 Bagan Alir

Gambar 3.1 Bagan Alir

SEG-Y

Input Data

Geometry Assignment

Parameter Selection

Preprocessing

Koreksi Elevasi Statik

Koreksi Refraksi FK Filter Velocity Analisis Koreksi NMO&Stack Migrasi Finite Difference Trace Kill Interactive Analysis Spectral Bandpass Filter True Amplitude Recovery Amplitude Gain Control Deconvolusi

Load Model 3. Small Inclussion

Acquisition Geometry Run Modelling Akuisisi Data Seismik di Software Tesseral Pengolahan Data Seismik di Software ProMAX NN First Break Picking

(42)

32 III.2 Waktu dan Lokasi Praktikum

Praktikum ini dilakukan di Labrotarium Geofisika, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan selama 17 November – 24 Desember 2017.

III.3Data dan Perangkat yang Digunakan III.3.1 Data

Adapun data yang digunakan pada praktikum ini adalah data pemodelan hasil akuisisi di Tesseral

III.3.2 Perangkat

Adapun perangkat yang digunakan dalam pengolahan data berupa computer yang berisi peragkat lunak pengolahan data seismik

III.4 Pengolahan Data

III.4.1 Akuisisi Data Seismik di Tesseral

1. Buka aplikasi Tesseral, kemudian pilih “Load Model”

Gambar 3.2 Tampilan awal Tesseral

(43)

33 gunakan adalah data Starting Model dari Terseral.

Gambar 3.3 Menu utnuk input data yang akan diolah 3. Berikut tampilan penampang geologi sebelum dilakukan akuisisi

(44)

34 4. Lakukan akuisisi dengan memilih Model => Akuisisi Geometry => yes

=> next .

Gambar 3.5 Observation Scheme

5. Selanjutnya akan muncul kotak dialog Source sebagai berikut. Masukkan nilai dari setiap parameter yang diinginkan.

Gambar 3.6 Kotak dialog source

6. Klik next, maka selanjutnya akan muncul kontak dialog receiver. Isi kotak dialog tersebut sesuai dengan parameter yang diinginkan.

(45)

35 Gambar 3.7 Kotak dialog Receiver

Adapun parameter-parameter yang digunakan:

 Panjang lintasan: 800 meter

 Near Offset: 19.5 meter

 Jumlah Source: 20

 Spasi penembakan: 30 meter

 Jumlah Receiverar: 60

 Spasi antar receiver: 13 meter

 V1: 2750 m/s

 V2: 3000 m/s

(46)

36 7. Klik next, selanjutnya simpan data yang akan diakuisisi pada folder yang

diinginkan.

Gambar 3.8 Menu untuk menyimpan data hasil akuisisi dei Tesseral 8. Klik Ok, maka akan muncul tampilan sbb;

Gambar 3.9 Kotak dialog Wavelet

Disini kami menggunakan Wavelet Ricker dengan frekuensi 100 Hz. Jenis frekuensi yang dipilih akan mempengaruhi kualitas data hasil akuisisi nantinya.

(47)

37 Gambar 3.10 Kotak dialog Run modelling

10. Setelah dilakukan Run model maka diperolehlah data hasil akuisisi sbb:

Gambar 3.11 Data hasil akuisisi

Output dari proses ini adalah data seismik seg.y yang akan digunakan sebagai data lapangan pada tahap prosesing data seisimik.

(48)

38 III.4.2 Pengolahan Data di Promax

1. Membuka software Promax 2D dengan MB3 pada layar komputer → klik Open Terimal kemudian ketik ./lmgrd → enter → ketik ./promax

2. Klik jendela AREA → Add : KLP 1 (MITA&UNI)_2015 → enter

3. Kemudian MB1 KLP 1 (MITA&UNI)_2015 → Line → Add → mita&uni →

enter

III.4.2.1 Input Data

1. MB1 mita&uni → Flow → 1. Input Data → Editing flow → Add : SEG-Y

Input, Disk Data Output, Add Flow Comment, Disk Data Input, Trace Display.

2. Lalu MB3 (aktif) pada SEG-Y Input, Disk Data Output, Add Flow Comment,

MB3 (nonaktif) Disk Data Input, Trace Display

MB2 SEG-Y Input → pada “Type of strogae to use” ganti Tape menjadi Disk MB2 Disk Data Output → output dataset filename : rawdata → execute

3. Kemudian MB3 (nonaktif) pada SEG-Y Input, Disk Data Output, Add Flow

Comment, MB3 (aktif) pada Disk Data Input, Trace Display

MB2 Disk Data Input → selct dataset : rawdata → execute maka akan tampil gambar penampang dari data mentah seperti pada gambar di bawah ini :

(49)

39 Gambar 3.12 Penampang dari data mentah

III.4.2 2 Geometry

1. Flow → 2. Geometry → Editing flow add : 2D Land Geometry Spreadsheet,

Disk Data Input, Inline Geom Header Load, Disk Data Output, Add Flow Comment, Disk Data Input, Trace Display.

2. Kemudian MB3 (aktif) pada 2D Land Geometry Spreadsheet, MB3 (nonaktif)

pada Disk Data Input, Inline Geom Header Load, Disk Data Output, Add Flow Comment, Disk Data Input, Trace Display → execute.

3. Muncul jendela promax 2D Land Geometry Assignment 5000

a. Pilih Setup maka akan muncul jendela Geometry Setup, lalu isi kota-kotak dengan angka yang telah ditetapkan seperti pada gambar di bawah ini

(50)

40 Gambar 3.13 Jendela Geometry Setup

b. Pilih Receiver maka akan mucul jendela SRF Ordered Parameter File

 MB1 pada kolom Station kemudian MB3 pada kolom Mark Block baris

paling akhri

 Edit → insert → Number of record to insert : 46 karena baris yang dibutuhkan 60 dan default barisnya 14 → Klik Ok

(51)

41  MB1 pada kolom Station kemudian Mb3 pada kolom Mark Block baris paling akhir untuk memblok lalu MB2 pada kolom Station, maka akan muncul jendela Fill a markes column → isi kotak Starting Value : 1, Increment : 1 → Klik OK

Gambar 3.15 Jendela Fill a marked column untuk station

 Blok kolom X seperti pada langkah sebelumnya, lalu MB2 pada kolom X → isi

kotak Starting Value : 0, Increment : 1 → Klik OK

(52)

42

 MB2 pada kolom Y → Starting Value : 0, Increment : 0 → Klik Ok

Gambar 3.17 Jendela Fill a marked column untuk Y

 MB2 pada kolom elevasi → Starting Value : -100, Increment : 0, → Klik OK

Gambar 3.18 Jendela Fill a marked column untuk elevasi

(53)

43  Edit → Insert → Number of records to insert : 6 karena baris yang

dibutuhkan 20 dan default barisnya 14 → OK

Gambar 3.19 Jendela Fill a marked column untuk mark block

 MB1 pada kolom Station kemudian MB3 pada kolom nomor 1 untuk memblok lalu MB2 pada kolom Source → Starting Value : 1, Increment : 1 → OK

(54)

44

 MB2 pada kolom Station → Starting Value : 19.5 , Increment : 30 →

OK

Gambar 3.21 Jendela Fill a marked column untuk station

 MB2 pada kolom X, starting value : 19.5 (karena 19.5 adalah koordinat dimana shooting pertama dilakukan), Increment : 30 (karena 30 merupakan jarak antar tiap shot).

Gambar 3.22 Jendela Fill a marked column untuk X  MB2 pada kolom Y, Starting Value : 0, Increment : 0

(55)

45 Gambar 3.23 Jendela Fill a marked column untuk Z

 MB2 pada kolom FFID, Starting Value : 1, Increment : 1

 MB2 pada kolom Skid, Starting Value : 0.5, Increment : 0  MB2 pada Pattern, Starting Value : 1, Increment : 1

 MB2 pada Num Chn, Starting Value : 60, Increment : 0

 MB2 pada 1st Live Station, Staring Value : 1, Increment : 0

 MB2 pada 1st Live Channel, isikan dengan channel ke berapa yang pertama aktif dengan melihat data di Tesseral

(56)

46

 MB2 pada Gap Chan, Starting Value : 0, Increment : 0

 MB1 pada kolom Pattern, maka akan muncul kotak dialog Recording System Channel, pada maximum number of data channels/record : 60 →OK

Gambar 25. Recording System Channel

 MB1 pada kolom Pattern kemudian MB3 pada kolom nomor 1

 Edit → Insert → Number of records to insert : 6 karena baris yang dibutuhkan 20 dan default barisnya 14 → OK

(57)

47  Untuk membuat Pattern, isi baris 1 dengan Pattern :1, Min Chn : 1, Max/Gap Chn: 60, Chn Inc : 1, Rcv Min Chn : 1, Rcv Max Chn : 60, Rcv Inc : 1

 File → Save, File →Exit

 Klin Bin, maka akan muncul jendela 2D Land Binning

 Pilih Assign Mid Point → Ok → Proceed → Ok

Gambar 3.27 2D Land Binning – Assign Midpoint By

 Pilih Binning, Method : Add Source and Receiver Stations, user defined oFB Parameters → Ok → Proceed → Ok

(58)

48

 Pilih Finalize database → Ok → Proceed → Ok

Gambar 3.29 2D Land Binning – Finalize Database

 Pilih Trace QC maka akan muncul jendela TRC Ordered parameter File. File → Save, File → Exit.

4. MB3 (nonaktif) pada 2D land Geometry Spreadsheet, MB3 (aktif) pada Disk Data Input, Inline Geom Header Load, Disk Data Output, Add Flow Comment. MB3 (nonaktif) pada Disk Data Input, Trace Display

 MB2 Disk Data Input → Select Dataset ganti dengan rawdata

 Mb2 Disk Data Output → Output Dataset Filename diganti geometry, →

Execute

5. MB3 (nonaktif) pada 2D land Geometry Spreadsheet, Disk Data Input, Inline Geom Header Load, Disk Data Output. MB3 (aktif) pada Disk Data Input, Trace Display.

 MB2 Disk Data Input → Seelect dataset ganti dengan geometry

(59)

49 Gambar 3.30 Penampang Geometry

III.4.2.3 Parameter Selection

1. Add Flow → 3. Parameter Selection → Editing Flow Add → Disk Data Input, Interactive Spectral Analysis, Parameter Test, Bandpass Filter, Trace Display, Add Flow Comment

 MB3 (nonaktif) pada Parameter Test, Bandpass Filter, Trace Display,

Add Flow Comment

 MB2 Disk Data Input → Select dataset : Geometry

 MB2 Interactive Spectral Analysis → Pre-FFT Time Window Taper type : Hanning

(60)

50 Gambar 3.31 Simple Spectral Analysis

 Catat frekuensi tiap source yang berwarna merah (batas atas dan batas bawah ) 30 – 80.

 File → Exit/Continue Flow

 MB2 Bandpass Filter → Type of Filter Specification : Ormbsy bandpass,

Ormbsy filter frequency values : 99999

(61)

51  MB2 Parameter test → Enter Parameter values (frekuensi yang dibatasi

pada Simple Spectral Analysis) 30-45-60-80 / 30-50-60-80/30-40-60-80  MB2 Trace Display → Number of ensemble (line segments)/screen : 2,

Number of display panels : 2.

 Execute

Gambar 3.33 Geometry berdasarkan frekuensi yang telah ditentukan

 Pilih trace display yang bagus reflector primernya dengan

membandingkannya dengan control copy.

 MB2 Bandpass Filter → Type of filter spesification : Ormbsy bandpass, Ormbsy filter frequency values : 30-45-60-80

 MB2 Trace Display → Number of ensemble (line segments)/screen : 1, Number of display panels : 1.

(62)

52

 Execute

Gambar 3.34 Tampilan Geometry setelah melakukan Bandpass Filter  Picking → Kill Traces → Enter a new list name : killtrace_1 → OK →

CHAN → OK

(63)

53

 MB1 pada spike untuk ‘meng-kill’ trace → next ensemble → lakukan hal

yang sama pada shot selanjutnya

 File → save picks → File → Exit/continue flow

 Execute

 Picking → Pick Misscellaneous Time Gates → Enter a new list name →

decongate1→ Ok → AOFFSET → Ok

Gambar 3.36 decongate1

 Klik pada trac bagian atas mulai Chan-1 sampai akhir (garis berwarna merah) → MB3 New layer akan membuat garis berwarna biru

 Klik pada trace bagian bawah mulai Chan-1 sampai akhir (garis berwarna

merah)

 File → Save Picks → File → Exit/Continue Flow

 MB3 (nonaktif) Disk Data Input, Interactive Spectral Analysis, Parameter Test, Bandpass Filter, Trace Display. MB3 (aktif) Add Flow Comment 2. Add : Disk Data Input, Bandpass Filter, Parameter Test, True Amplitude

Recovery, Trace Display, Add Flow Comment.

(64)

54  MB2 Bandpass Filter → Type of filter spesification : Ormbsy bandpass,

Ormbsy filter frequency values : 30-45-60-80

Gambar 3.37 Bandpass Filter

 MB2 Parameter Test → Enter parameter values : -1/0/1

 MB2 True Amplitude Recovery → dB/sec correction constant :99999

Gambar 3.38 True Amplitude Recovery

 MB2 Trace Display → Number of ensemble (line segments)/screen : 2, Number of display panels : 2.

(65)

55 Gambar 3.39 Geometry berdasarkan TAR yang telah ditentukan

 Pilih trace display dengan nilai TAR yang paling bagus dengan

membandingkannya dengan control copy. Di sini kami memilih TAR : 1 File → Exit/Continue Flow

 MB3 (nonaktif) Parameter Test. MB2 True Amplitude Recovery →

dB/sec correction constant : 1 (ini karena penulis menganggap nilai TAR yang paling bagus atau paling mendekati control copy untuk geometri yang digunakan adalah 1)

(66)

56 Gambar 3.40 True Amplitude Recovery - 1

 MB2 Trace Display → Number of ensemble (line segments)/screen : 1, Number of display panels : 1.

 Execute

Gambar 3.41 Geometry dengan True Amplitude Recovery 1

 File → Exit / Continue Flow

 MB3 (nonaktif) Disk Data Input, Bandpass Filter, Parameter Test, True Amplitude Recovery, Trace Display, MB3 (aktif) Add Flow Comment 3. Add : Disk Data Input, Bandpass Filter, True Amplitude Recovery, Parameter

Test, Automatic Gain Control, Trace Display, Add Flow Comment.

(67)

57  MB2 Bandpass Filter → Type of filter spesification : Ormbsy

bandpass, Ormbsy filter frequency values : 30-45-60-80

 MB2 True Amplitude Recovery → dB/sec correction constant : 1

 MB2 Parameter Test → Enter Parameter Values : 500/700/900

 MB2 Automatic Gain Control → AGC Operator Length : 99999

 MB2 Trace Display → Number of ensemble (line segments)/screen : 2, Number of display panels : 2.

 Execute

Gambar 3.42 Geometry berdasarkan AGC yang telah ditentukan

 Pilih trace display dengan nilai AGC yang paling bagus dengan membandingkannya dengan control copy. Di sini kami memilih AGC :

(68)

58 700 (ini karena penulis menganggap nilai AGC yang paling bagus atau paling mendekati control copy untuk geometri yang digunakan adalah 700)

 File → Exit/Continue Flow

 MB3 (nonaktif) Paremeter Test

 MB2 Automatic Gain Control → AGC Operator Length : 700

Gambar 3.43 Automatic Gain Control - 700

 MB2 Trace Display → Number of ensemble (line segments)/screen : 1, Number of display panels : 1.

(69)

59 Gambar 3.44 Geometry dengan Automatic Gain Control 700

 File → Exit/Continue Flow

 MB3 (nonaktif) Disk Data Input, Bandpass Filter,, True Amplitude Recovery, Parameter Test, Automatic Gain Control, Trace Display, MB3 (aktif) Add Flow Comment.

4. Add : Disk Data Input, Bandpass Filter, True Amplitude Recovery, Automatic Gain Control, Parameter Test, Spiking/Predictive Decon, Trace Display, Add Flow Comment.

 MB2 Disk Data Input → Select dataset : geometry

 MB2 Bandpass Filter → Type of filter spesification : Ormbsy bandpass, Ormbsy filter frequency values : 30-45-60-80

 MB2 True Amplitude Recovery → dB/sec correction constant : 1

(70)

60

 MB2 Parameter Test → Enter Parameter Values : 50/60/70/80

 MB2 Spiking/Predictive Decon → Decon Operator Length : 99999, Select

Decongate Paramter File : decongate1

Gambar 3.45 Select Decongate Paramter File : decongate1

 MB2 Trace Display → Number of ensemble (line segments)/screen : 2, Number of display panels : 2.

 Execute

Gambar 3.46 Geometry berdasarkan Spiking Decon Operator Length yang telah ditentukan

(71)

61

 Pilih amplitudo yang bagus (sedang runcing trace) pilih DCN OPER yang

sesuai. Di sini kami memilih Spiking Decon Operator Length : 80.

 MB3 (nonaktif) Paremeter Test

 MB2 Spiking/Predictive Decon → Decon Operator Length : 80, Select Decongate Paramter File : decongate1.

 MB2 Trace Display → Number of ensemble (line segments)/screen : 1, Number of display panels : 1.

 Execute

Gambar 3.47 Geometry dengan Spiking Decon Operator Length 80

Gambar

Gambar diatas menunjukkan  angle mute sebelum memproduksi  near angle stack  dan far angle stack
Gambar 21. Penampang Dual Polarity Yang Menunjukkan Bright Spot pada 1.62  dan 1.72 S Serta Flat Spot pada 1.72 S
Gambar 3.3 Menu utnuk input data yang akan diolah   3.  Berikut tampilan penampang geologi sebelum dilakukan akuisisi
Gambar 3.8 Menu untuk menyimpan data hasil akuisisi dei Tesseral  8.  Klik Ok, maka akan muncul tampilan sbb;
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode ini merupakan salah satu metoda geofisika yang digunakan untuk eskplorasi sumber daya alam dan mineral yang ada di bawah permukaan bumi dengan bantuan gelombang...

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon kecepatan gelombang seismik refraksi pada lapisan bawah permukaan dan ketebalan lapisan lapuk dengan

Metode magnetik merupakan metode geofisika yang bekerja memanfaatkan sifat- sifat magnetik dari batuan dan material- material yang berada di bawah permukaan bumi. Data

Yaitu gelombang yang arah getarannya berimpit dengan arah rambatannya. Bunyi yang dapat kita dengar disebabkan sumber bunyi yang berupa benda bergetar melakukan perambatan

Metode magnetik merupakan metode geofisika yang bekerja memanfaatkan sifat- sifat magnetik dari batuan dan material- material yang berada di bawah permukaan bumi. Data

Pada studi penelitian ini digunakan metode tomografi travel time dengan memanfaatkan travel time gelombang P untuk mencitrakan struktur bawah permukaan bumi di wilayah

*arena material bumi yang bersifat elastik, apabila ada sumber  gelombang+ seperti berasal dari palu, dinamit, air gun, dan lain-lain yang dihasilkan dari sumber

Eksplorasi seismik adalah istilah yang dipakai di dalam bidang geofisika untuk menerangkan aktifitas pencarian sumber daya alam dan mineral yang ada di bawah permukaan bumi