• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENERAPAN EKOLABEL PADA PRODUK INDUSTRI KULIT DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN PENERAPAN EKOLABEL PADA PRODUK INDUSTRI KULIT DI INDONESIA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENERAPAN EKOLABEL PADA PRODUK INDUSTRI KULIT DI INDONESIA

Noor Maryam Setyadewi1, Titik Purwati Widowati2

Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik Yogyakarta

Email: nmsetyadewi@gmail.com1, titikpwidowati@rocketmail.com

ABSTRAK

Pengembangan sistem akreditasi dan sertifikasi ekolabel yang diterapkan untuk produk industri/manufaktur di Indonesia mengacu pada ISO 14020,

Environmental labels and declarations-General Principless; ISO 14024,

Environmental labels and declarations-Types I environmental labelling-Principles and procedures, ISO/IEC Guide 65, General requirements for product certification, Pedoman KAN 801-2004 dan ketentuan hukum yang berlaku lainnya. Ekolabel merupakan instrumen manajemen lingkungan yang bersifat proaktif dan sukarela dalam rangka perbaikan kualitas lingkungan dan sarana penyampaian informasi kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk, komponen dan/atau kemasannya. Pada industri kulit, kriteria ekolabel yang telah ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) adalah produk kulit jadi (SNI 19-7188.3.1-2006) dan sepatu kasual dari kulit (SNI 19-7188.3.2-19-7188.3.1-2006). Penerbitan lisensi penggunaan tanda ekolabel produk dilaksanakan oleh lembaga sertifikasi ekolabel (LSE) yang telah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Saat ini di Indonesia hanya memiliki dua lembaga sertifikasi ekolabel (LSE) dengan ruang lingkup kertas tisu untuk kebersihan, kertas cetak tanpa salut, tekstil dan produk tekstil, kertas kemas, produk cat tembok, kantong belanja plastik dan belum terdapat LSE dengan ruang lingkup produk kulit. Hal ini menjadi salah satu kendala dalam penerapan ekolabel pada produk industri kulit selain kurangnya pengetahuan tentang skema sertifikasi ekolabel dan pemahaman pelaku industri kulit mengenai manfaat/pentingnya ekolabel bagi industri yang berorientasi pasar ekspor. Untuk itu diperlukan peningkatan upaya pemerintah dalam hal program sosialisasi dan pembinaan industri terkait penerapan ekolabel, perumusan standar kriteria ekolabel produk kulit, serta perbaikan skema akreditasi dan sertifikasi ekolabel.

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu sektor usaha yang ikut berperan penting dalam pendapatan nasional melalui kegiatan ekspor adalah sektor industri kulit. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian,kontribusi ekspor Indonesia pada tahun 2014 dari sektor non migas sebesar 82,79%. Gambar 1.menggambarkan kondisi ekspor hasil industri kulit, barang kulit dan sepatu/alas kaki di tahun 2014 berperan sebanyak 3,49% terhadap total ekspor hasil industri.Perkembangan industri ini tergolong pesat karena memberikan nilai tambah yang cukup besar. Fenomena inilah yang membuat kulit banyak diekspor ke negara-negara lain, di antaranya adalah Jepang, Amerika Serikat, China, Italia, Hongkong, India, Malaysia, Singapura dan Korea Selatan.

Gambar 1. Peran Ekspor Sub Sektor Non Migas

Dari sisi jumlah ekspor, perkembangan nilai ekspor hasil industri kulit rata-rata meningkat sebesar 5 (lima) persen tiap tahunnya. Sepuluh jenis komoditas ekspor terbesar dari kelompok indusri kulit menurut data Kementerian Perindustrian adalah sepatu sport kulit; sepatu olahraga dari karet/plastik/kanvas; sandal dan alas kaki lainnya dari kulit; sepatu kulit; koper, tas dan dompet dari kulit; sandal dan alas kaki lainnya dari karet/plastik/kanvas; bagian-bagian sepatu; kulit jadi/samak; sepatu teknik lapangan; barang pakaian/perlengkapan dari kulit dan kulit kompos.

(3)

Tantangan pasar yang berkembang saat ini adalah gerakan konsumen yang menuntut produk yang dibeli terbuat dari bahan baku yang dikelola secara berkelanjutan melalui proses pembuatan yang ramah lingkungan sehingga terjadilah perubahan pola pembelian suatu produk(green consumer). Dalam proses membeli konsumen tidak lagi hanya memilih berdasarkan aspek kualitas, ketersediaan barang maupun harga, tetapi juga didasari oleh aspek lingkungan yang berhubungan dengan produk tersebut terutama pada produk industri yang berorientasi pasar ekspor termasuk industri kulit dan barang dari kulit. Adanya diskriminasi atas produk kulit Indonesia dan persyaratan bebas formaldehyde, logam berat, PCP dan bahan pewarna azodyes atas poduk kulit ikut melatarbelakangi munculnya program ekolabel di Indonesia (Naim, 2006)

Indonesia menerapkan program ekolabel pada tahun 2004, dan mulai menerapkan secara penuh pada tahun 2006 dengan alasan untuk memenuhi tuntutan perdagangan internasional atas hambatan perdagangan yang mengharuskan sebuah negara memproduksi produk ramah lingkungan dan memiliki dampak negatif yang relatif kecil pada lingkungan. Tujuannya adalah agar produk Indonesia mampu bersaing dengan produk negara lain. Program ekolabel juga merupakan upaya menjaga lingkungan sebagai bentuk jaminan atas keamanan lingkungan (environmental security) dan membantu menjaga lingkungan dari kerusakan serta menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan (Putri,2014).

Menurut Rashid (2009), program ekolabel pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1978 dengan nama Blue Angel, kemudian diikuti negara lain, The Swan (Nordic Eco labeling), Environmental Choice (Canada 1988), Eco Mark (Japan 1989), Green Seal (US 1990), Eco-Mark (India 1991) dan Eco-label (EU 1993). Hingga saat ini telah ada sekitar 25 negara yang telah mempunyai program ekolabel yang pada umumnya menerapkan program ekolabel multikriteria (Tipe I).

PROGRAM EKOLABEL DI INDONESIA

Pemerintah telah berupaya dalam usaha menanggulangi kerusakan lingkungan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup misalnya melalui program penerapan standar di bidang lingkungan yaitu SNI 19-14001 tentang sistem

(4)

manajemen lingkungan, peraturan perundangan yaitu UU No 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup serta program ekolabel. Program ekolabel merupakan salah satu cara pemerintah untuk memperbaiki kualitas lingkungan dari sisi produksi dan konsumsi suatu produk ( Anis, 2015). Dasar hukum penerapan sertifikat ekolabel adalah Undang-Undang no.32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 43 ayat (3) huruf g: pengembangan system label ramah lingkungan sebagai instrument ekonomi proaktif, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.2 tahun 2014 tentang pencantuman logo ekolabel.

Ekolabel adalah suatu pemberian penghargaan berupa symbol, tanda atau label kepada produk dan atau jasa yang dalam daur hidupnya mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi, pendistribusian, penggunaan, dan pembuangan setelah penggunaan, memberi dampak lingkungan relative lebih kecil dibandingkan produk lain yang sejenis. (Niam,2006).Keuntungan ekolabel antara lain ; (1) Pemenuhan terhadap permintaan pasar, (2) Membuka peluang pasar, (3) Meningkatkan citra perusahaan, (4) Pendekatan proaktif: antisipasi potensial trend pasar, (5)Mendorong inovasi industri yang berwawasan lingkungan.

Menurut ISO 14020, ekolabel adalah suatu pernyataan atau klaim yang menunjukkan aspek lingkungan suatu produk dan atau jasa, bersifat sukarela, melibatkan banyak pihak (multistakeholder), bersifat transparan, mempertimbangkan kajian daur hidup, pengujian dengan metoda yang bersifat universal,kriteria harus obyektif dan berdasarkan data ilmiah dan tidak ada konflik kepentingan. Dalam penerapan ekolabel, International Organization for Standardization Technical Committee 207 (ISO/TC 207) mengembangkan Standar Internasional sebagai rujukan dalam penerapannya yaitu :

1. Ekolabel Tipe I, model ekolabel ini besifat sukarela, berbasis multi kriteria dengan proses evaluasi oleh pihak ketiga, standar rujukan ISO 14024 Environmental labels and declarations – Type I environmental labelling – Principles and procedures.

2. Ekolabel Tipe II, pada model ini produsen suatu produk dapat mengklaim atau mendeklarasikan sendiri (swadeklarasi) aspek lingkungan dari produknya

(5)

tanpa pemenuhan terhadap kriteria yang ditetapkan dan sertifikasi dari pihak ketiga. Rujukan standar yang digunakan ISO 14021 Environmental labels and declaratios – Self-declared environmental claims (Type II environmental labelling).

3. Ekolabel Tipe III, adalah model ekolabel yang menginformasikan aspek lingkungan pada produk secara kuantitatif. Standar rujukan ISO 14025 Environmental labels and declarations – Type III environmental declarations – Principles and procedures.

Indonesia menerapkan program ekolabel Tipe I dan Tipe II. Untuk program ekolabel tipe I (Ekolabel Indonesia) dilaksanakan dengan system akreditasi, yaitu penerbitan sertifikat ekolabel akan diterbitkan oleh lembaga sertifikasi ekolabel (LSE) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Skema dan logo sertifikasi ekolabeldiilustrasikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema Sertifikasi dan Logo Ekolabel Indonesia

Skema sertifikasi ekolabel diharapkan menjadi alat yang efektif untuk menjaga keamanan fungsi lingkungan hidup, kepentingan sosial dan meningkatkan efisiensi serta daya saingdan untuk mendorong permintaan atas produk-produk ramah lingkungan. Akreditasi untuk lembaga sertifikasi ekolabel didasarkan pada Pedoman KAN 801-2004: Persyaratan Umum untuk Lembaga Sertifikasi Ekolabel (selanjutnya disebut LS Ekolabel (LSE)).Logo hanya boleh dicantumkan di label produk yang

(6)

termasuk dalam lingkup sertifikasi. Apabila terbukti telah melakukan penyalah gunaan tanda kesesuaian, maka dapat diberikan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara garis besar proses sertifikasi Ekolabel Indonesia (Arifiarachman, T.,2015) adalah sebagai berikut:

1. Aplikasi pengajuan sertifikasi Ekolabel kepada LSE 2. Penandatanganan kontrak sertifikasi

3. Peninjauan dokumen dan evaluasi hasil uji. 4. Audit lapangan dan pengambilan contoh

Contoh uji diambil pada jalur proses produksi dan di gudang. Dilakukan oleh petugas pengambil contoh disaksikan oleh pihak perusahaan, dan dibuat berita acara pengambilan contoh. Pengujian oleh laboratorium yang terakreditasi atau akreditasinya diakui oleh KAN

5. Laporan evaluasi

Evaluasi pengujian contoh berdasarkan SNI kriteria Ekolabel. Laporan Evaluasi disusun berdasarkan hasil evaluasi dan pengujian produk dan informasi yang relevan dalam rangka pemenuhan kriteria ekolabel. Evaluator melaporkan hasil evaluasi yang dilaksanakan untuk seluruh kriteria ekolabel tekstil dan produk tekstil. Hasil evaluasi yang tidak memenuhi kriteria harus disertai penjelasan penyebab tidak terpenuhinya kriteria ekolabel tersebut

6. Komite Sertifikasi

Evaluasi oleh komite sertifikasi yang independen untuk memutuskan sertifikasi ekolabel berdasarkan laporan evaluasi oleh evaluator. Sertifkat ekolabel dapat ditangguhkan atau dibekukan bila ditemukan kondisi ketidaksesuaian yang bersifat substansial terhadap ketentuan sertifikasi ekolabel.

7. Penerbitan sertifikat bagi yang memenuhi syarat

8. Pemberian hak penggunaan tanda ekolabel pada kemasan produk. 9. Pemantauan tiap tahun pada kunjungan surveilan

10. Resertifikasi setelah 3 tahun.

Terdapat beberapa kriteria penting pada sertifikasi Ekolabel, yaitu sebagai berikut:

(7)

1. Aspek prasyarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh pemohon sebelum yang lain, antara lain:

- Penataan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup

- Penerapan system manajemen mutu (SNI 9001:2008/ISO 9001:2008)

- Penerapan system manajemen lingkungan (SNI 19-14001/ISO 14001)

- Penggunaan kemasan yang ramah lingkungan

2. Aspek Lingkungan

- Teknis Produk

- Proses Produksi

KLH melalui Panitia Teknis Manajemen Lingkungan telah menyusun kriteria ekolabel Indonesia yang diterbitkan dalam bentuk Standar Nasional Indonesia (SNI). Ada 7 kategori produk yang telah disusun yaitu kertas, deterjen, tekstil dan produk tekstil, kulit, baterai, cat tembok, kantong belanja plastik, ubin keramik dengan 12 (dua belas) kriteria ekolabel sebagaimana tercantum dalam Tabel 1. berikut:

Tabel 1. Kriteria Ekolabel Indonesia

No Judul SNI

1 Kriteria ekolabel – Bagian 1: Kategori produk kertas –

Seksi 1: Kertas kemas SNI 19-7188.1.1-2006

2 Kriteria ekolabel – Bagian 1: Kategori produk kertas –

Seksi 2: Kertas tisu untuk kebersihan (Sanitary tissue) SNI 19-7188.1.2-2006 3 Kriteria ekolabel – Bagian 1: Kategori produk kertas–

Seksi 3: Kertas cetak tanpa salut SNI 19-7188.1.3-2006 4 Kriteria ekolabel – Bagian 1: Kategori produk kertas –

Seksi 4: Kertas cetak salut SNI 7188.1.4:2010 5 Kriteria ekolabel – Bagian 2: Kategori produk deterjen –

Seksi 1: Serbuk deterjen pencuci sintetik rumah tangga SNI 19-7188.2.1-2006 6 Kriteria ekolabel – Bagian 3: Kategori produk kulit – seksi

(8)

No Judul SNI 7 Kriteria ekolabel – Bagian 3: Kategori produk kulit – Seksi

2: Sepatu kasual SNI 19-7188.3.2-2006

8 Kriteria ekolabel – Bagian 4: Kategori tekstil dan produk

tekstil SNI 19-7188.4.1-2006

9 Kriteria ekolabel – Bagian 5: Kategori produk baterai –

Seksi 1: Baterai primer tipe carbon zinc dan alkaline SNI 7188.5.1:2010

10 Kriteria ekolabel – Bagian 6: Kategori produk cat tembok SNI 7188.6:2010 11 Kriteria ekolabel – Bagian 7: Kategori produk kantong

belanja plastic SNI 7188.7:2011

12 Kriteria ekolabel – Bagian 8: Kategori produk ubin

keramik SNI 7188.8:2013

BSN juga telah menetapkan 3 (tiga) SNI yang terkait dengan penerapan ekolabel yaitu :

1. SNI 7228.1:2011 Prasyarat ekolabel – Bagian 1: Cara uji senyawa bersifat bioakumulatif dengan penetapan koefisien partisi oktanol-air secara Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi (High Performance Liquid Chromatography/HPLC)

2. SNI 7228.3:2011 Prasyarat ekolabel – Bagian 3: Cara uji biodegradasi surfaktan anionic

3. SNI 7228.2:2011 Prasyarat ekolabel – Bagian 2: Cara uji organohalida yang dapat diabsorbsi (AOX) dalam air limbah secara microcoulometry

Program ekolabel berikutnya yang diterapkan di Indonesia adalah Program Ekolabel Swadeklarasi Indonesia, yaitu ekolabel yang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)dengan merujuk pada model ekolabel tipe II. Program ini merupakan apresiasi kepada produsen yang telah mampu mempertimbangkan aspek lingkungan pada produknya.

Klaim lingkungan swadeklarsi adalah klaim lingkungan yang dibuat oleh produsen, importir, distributor, pengecer (retail) atau pihak lain yang mungkin memperoleh manfaat dari klaim tersebut, tanpa sertifikasi pihak ketiga (SNI ISO 14021:2009). Persetujuan untuk menggunakan logo Swadeklarsi Indonesia diberikan

(9)

oleh KLH setelah suatu produk diverifikasi terhadap kesesuaian klaimnya. Skema dan logo klaim lingkungan swadeklarasi diilustrasikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme Klaim dan Logo Swadeklarasi Indonesia

Beberapa persyaratan yang diberlakukan dalam membuat klaim adalah sebagai berikut;

1. Klaim lingkungan yang tidak spesifik atau tidak jelas atau memberikan kesan terlalu luas bahwa produk tersebut bermanfaat bagi lingkungan atau tidak berbahaya bagi lingkungan tidak boleh digunakan. Contoh klaim tidak spesifik antara lain: aman terhadap lingkungan (environmentally safe), bersahabat dengan bumi (earth friendly), tidak mencemari (non-polluting), hijau (green), sahabat alam (nature’s friend), bersahabat dengan ozon (ozone friendly).

2. Klaim lingkungan “bebas ….” Hanya boleh dibuat jika kadar suatu bahan tertentu tidak melebihi kadar dari bahan yang diketahui zat pengotornya (kadar bahan tersebut dalam kondisi alami).

3. Tidak boleh ada klaim pencapaian berkelanjutan (sustainability) karena konsep yang terkait dengan berkelanjutan sangat komplek dan belum tersedia metode pasti untuk membuktikan pencapaiannya.

4. Klaim harus disertai dengan pernyataan penjelasan apabila penggunaan klaim tanpa pernyataan penjelasan dapat mengakibatkan salah pengertian. Klaim lingkungan tanpa pernyataan penjelasan hanya boleh dibuat jika klaim tersebut sah tanpa persyaratan pada berbagai kondisi yang mungkin ada.

(10)

5. Persyaratan khusus; Klaim lingkungan swadeklarasi dan pernyataan penjelasan apapun termasuk pernyataan penjelasannya harus memenuhi semua persyaratan di bawah ini :

a) harus akurat dan tidak menyesatkan; b) harus bermakna dan dapat diverifikasi; c) harus relevan terhadap produk tersebut;

d) harus jelas, apakah klaim digunakan untuk keseluruhan produk atau hanya untuk satu komponen produk, atau kemasannya saja atau untuk satu elemen dari suatu jasa;

e) harus spesifik dalam hal aspek lingkungan atau perbaikan lingkungan dari produk yang diklaim;

f) tidak boleh dinyatakan kembali dengan menggunakan istilah yang berbeda yang mengesankan manfaat ganda dari suatu perubahan lingkungan; g) tidak memungkinkan terjadinya salah tafsir/salah pemahaman;

Contoh : mobius loop : bermakna dapat didaur ulang atau dari bahan daur ulang

h) tidak hanya terkait dengan produk akhir, tetapi juga harus mempertimbangkan semua aspek yang berkaitan dengan daur hidup produk sehingga teridentifikasi kemungkinan meningkatnya suatu dampak dalam proses pengurangan dampak lainnya; (hal ini tidak berarti bahwa asesmen daur hidup perlu dilakukan).

i) tidak mengesankan bahwa produk tersebut didukung atau disertifikasi oleh pihak ketiga yang mandiri, jika memang situasi sebenarnya tidak demikian; j) aspek lingkungan suatu produk yang berkaitan dengan klaim tidak

boleh memberikan kesan adanya perbaikan lingkungan yang sebenarnya tidak terjadi, baik secara eksplisitataupunimplisitdan juga tidak boleh berlebihan;

k) harus menunjukkan secara jelas bahwa klaim lingkungan dan pernyataan penjelasan dapat dibaca bersama. Pernyataan penjelasan tersebut harus dalam ukuran yang memadai dan letaknya berdekatan dengan klaim lingkungan yang disertainya;

(11)

l) apabila dibuat suatu pernyataan perbandingan dari keunggulan atau perbaikan lingkungan, maka dasar perbandingannya harus spesifik dan jelas; m) apabila klaim berdasarkan pada aspek yang telah ada (pre-existing)tetapi

belum pernah dipaparkan, maka klaim harus diperagakan dengan tepat sehingga tidak memberikan kesan kepada pembeli, calon pembeli dan pengguna produk bahwa klaim tersebut berdasarkan pada modifikasi produk , atau proses yang terbaru;

n) tidak boleh dilakukan bila didasarkan pada ketiadaan kandungan atau fitur yang tidak pernah ada atau berkaitan dengan kategori produk tersebut; o) harus diases ulang dan dimutakhirkan sesuai dengan perubahan

teknologi, produk unggulan atau kondisi lain yang dapat merubah ketepatan klaim; dan

p) harus relevan dengan wilayah dimana terjadi dampak lingkungan (suatu klaim yang terkait dengan proses dapat dilakukan dimanapun, sepanjang dampak lingkungan terjadi di wilayah lokasi proses produksi. Ukuran wilayah tersebut akan ditentukan oleh sifat dampak).

Terdapat beberapa istilah yang umumnya digunakan pada klaim lingkungan swadeklarasi. Klaim ini dapat digunakan, bila relevan, pada tahapan pabrikasi dan distribusi, penggunaan produk dan pemulihan (recovery) produk serta pembuangan produk. Istilah tersebut antara lain adalah:

1. Dapat dibuat kompos (compostable); sifat suatu produk, kemasan atau beberapa komponen terkait yang mampu terurai secara biologi, menghasilkan bahan seperti humus yang relatif homogen dan stabil.

2. Dapat terurai (degradable);sifat dari suatu produk atau kemasan pada kondisi khusus yang memungkinkan produk atau kemasan tersebut terurai menjadi tingkatan spesifik dalam waktu tertentu.

3. Dirancang untuk dapat diurai (design for disassembly); sifat rancangan suatu produk yang memungkinkan produk tersebut diambil bagiannya sedemikian rupa pada akhir masa penggunaannya, sehingga memungkinkan komponen atau bagiannya untuk digunakan kembali, didaur ulang, dipulihkan energinya, atau dengan cara lain dialihkan dari alur limbah.

(12)

4. Perpanjangan umur produk (extended life product); suatu produk yang dirancang untuk waktu penggunaan yang lebih lama, didasarkan pada peningkatan daya tahan maupun fitur yang dapat ditingkatkan (upgradability), sehingga dapat mengurangi penggunaan sumberdaya ataupun mengurangi limbah.

5. Energi yang dipulihkan (recovered energy); sifat dari suatu produk yang dibuat dengan menggunakan energi yang dipulihkan dari suatu bahan atau energi yang telah dibuang sebagai limbah namun dikumpulkan kembali melalui proses yang dikelola.

6. Dapat didaur ulang (recyclable); karakteristik produk, kemasan atau komponen terkait yang dapat dialihkan dari aliran limbah melalui proses dan program yang tersedia, dan dapat dikumpulkan, diproses dan dikembalikan untuk digunakan kembali dalam bentuk bahan baku atau produk.

7. Kandungan hasil daur ulang (recycled content); diinterpretasikan sebagai berikut:

a. Kandungan hasil daur ulang : Perbandingan massa bahan hasil daur ulang dalam produk atau kemasan. Hanya bahan sebelum digunakan konsumen

(pre-consumer) dan setelah digunakan konsumen (postcosumer) yang dipertimbangkan sebagai kandungan hasil daur ulang.

b. Bahan yang didaur ulang: bahan yang telah diproses kembali dari bahan yang telah dipulihkan (reclaimed) melalui proses pabrikasi dan dibuat menjadi produk akhir atau menjadi komponen untuk digabungkan menjadi suatu produk.

c. Bahan yang dipulihkan: bahan yang tidak akan dibuang sebagai limbah atau digunakan untuk energi yang dipulihkan yang dikumpulkan dan dipulihkan (reclaimed) sebagai pasokan bahan, sebagai pengganti bahan primer yang baru untuk proses daur ulang atau proses pabrikasi.

8. Pengurangan konsumsi energy (reduced energy consumption); pengurangan sejumlah energi yang berkaitan dengan penggunaan produk dalam melaksanakan fungsinya dibandingkan dengan energi yang digunakan oleh produk lain yang melaksanakan fungsi yang sama. Klaim pengurangan konsumsi energi umumnya juga dinyatakan sebagai efisien menggunakan energi

(13)

(energy-efficient), mengkonservasi energi (energy-conserving), atau hemat energi

(energy-saving).

9. Pengurangan penggunaan sumberdaya (reduced resource use); Pengurangan sejumlah bahan, energi atau air yang digunakan untuk memproduksi atau mendistribusikan produk atau kemasan atau komponen terkait lainnya.

10.Pengurangan pemakaian air (reduced water consumption); Pengurangan pemakaian air terkait dengan penggunaan produk dalam melaksanakan fungsi yang dimaksudkan dibandingkan dengan jumlah air yang digunakan oleh produk lain untuk melaksanakan fungsi yang sama. Klaim pengurangan pemakaian air umumnya juga dinyatakan sebagai efisien menggunakan air

(water-efficient), mengkonservasi air (water-conserving) atau hemat air

(water-saving).

11. Dapat digunakan kembali dan dapat diisi ulang (reusable and refillable)

1) Dapat digunakan kembali adalah karakteristik suatu produk atau kemasan yang dibuat dan dirancang untuk memenuhi sejumlah tertentu perjalanan, perputaran/rotasi atau penggunaan sepanjang daur hidupnya untuk tujuan penggunaan yang sama sesuai tujuannya.

2) Dapat diisi ulang adalah karakteristik suatu produk atau kemasan yang dapat diisi ulang dengan produk yang sama atau serupa lebih dari satu kali, dalam bentuk aslinya dan tanpa proses tambahan, kecuali untuk persyaratan tertentu seperti pembersihan atau pencucian.

12. Pengurangan limbah (waste reduction); pengurangan jumlah (massa) bahan yang masuk dalam alur limbah sebagai hasil dari perubahan produk, proses atau pengemasan.

EKOLABEL PADA PRODUK INDUSTRI KULIT

Ekolabel untuk produk industri kulit telah diterapkan dengan adanya SNI 19-7188.3.1-2006 untuk kriteria produk kulit jadi (berlaku untuk jenis kulit boks dan kulit glace kambing/domba yang digunakan untuk atasan sepatu, kulit jaket dari kulit sapi dan kulit domba/kambing, kulit sarung tangan dan kulit jok) sertaSNI 19-7188.3.2-2006untuk kriteria produk kulit sepatu kasual (berlaku untuk produk sepatu kasual

(14)

dengan bagian atas dari kulit dan sol luar dari kulit, plastik atau karet). Hasil penerapan program ekolabel di Indonesia dapat dilihat pada gambar 4 berikut ini.

Gambar. 4. Jumlah sertifikat produk ekolabel di Indonesia

Terdapat 19 (sembilan belas) merk produk yang telah disertifikasi Ekolabel oleh KAN untuk kategori produk kertas (Anonim, 2015). Dari KLH telah terbit 14 ekolabel swadeklarasi untuk produk deterjen, pengharum cucian, pembersih kaca, pembersih lantai dan sabun. Pada produk cat tembok setifikasi yang diperoleh berasal dari lembaga sertifikasi ekolabel di Singapura (Green Label). Penerapan sertifikasi ekolabel untuk produk industri kulit di Indonesia masih belum berjalan sesuai dengan harapan, jika dilihat dari awal program ekolabel di Indonesia di tahun 2004 hingga saat ini, belum ada sertifikat ekolabel yang terbit untuk produk industri kulit. Indonesia baru memiliki 2 (dua) Lembaga Sertifikasi Ekolabel (LSE) dengan ruang lingkup kertas tisu untuk kebersihan, kertas cetak tanpa salut, tekstil dan produk tekstil, kertas kemas, produk cat tembok, kantong belanja plastik. Belum adanya LSE dengan ruang lingkup produk kulit menjadi salah satu kendala dalam penerapan ekolabel produk industri kulit. Di sisi lain, sertifikasi ekolabel memiliki prinsip bersifatsukarela (voluntary), sehingga pelaku usaha/industri masih kurang memprioritaskan program ekolabel dalam kegiatan usahanya. Peran pemerintah untuk mensosialisasikan penerapan ekolabel produkindustri kulit di Indonesia masih

(15)

perlu ditingkatkan. Solusi saat ini bagi produsen produk kulit yang menginginkan sertifikasi ekolabeladalah dengan menerapkan ekolabel tipe 2: klaim lingkungan swadeklarasi untuk produknya dengan mengikuti ketentuan klaim dari Kementerian Lingkungan Hidup.

KESIMPULAN

Penerbitan sertifikat ekolabel produk industri kulit di Indonesia masih jauh dari harapan, hingga saat ini belum ada sertifikat ekolabel maupun klaim lingkungan yang terbit terkait dengan produk industri kulit. Untuk itu diperlukan peningkatan upaya pemerintah dalam hal program sosialisasi dan pembinaan industri terkait penerapan ekolabel, perumusan standar kriteria ekolabel produk kulit, serta perbaikan skema akreditasi dan sertifikasi ekolabel.

DAFTAR PUSTAKA

Anis,R.,2015, Ekolabel Tekstil dan Produk Tekstil SNI 19-788.4.1.-2006, Sosialisasi Ekolabel Tekstil dan Produk Tekstil, Yogyakarta.

Anonim, - , Pedoman Klaim Lingkungan Swadeklarasi, Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta.

Anonim, 2015, Perkembangan Ekspor Indonesia Berdasarkan Sektor, http://www.kemenperin.go.id/statistik/peran.php?ekspor=1 diakses tanggal 2 Oktober 2015

Anonim, 2015, Produk Hijau,

http://www.indonesiagreenproduct.com/category/produk-hijau/ diakses tanggal 2 Oktober 2015

Arifiarachman, T.,2015, Mekanisme Sertifikasi Ekolabel Tekstil dan Produk Tekstil, Sosialisasi Ekolabel Tekstil dan Produk Tekstil, Yogyakarta.

ISO, 2012, Environmental Labels and Declarations - How ISO Standards Helps, ISO Central Secretariat,Switzerland.

KAN, 2004, Pedoman Umum Akreditasi dan Sertifikasi Ekolabel, Komite Akreditasi Nasional, Jakarta. Naim, M., 2006, Ekolabel sebagai Peluang Pengelolaan Lingkungan di Indonesia, Makalah Pelatihan Audit Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup.

(16)

Putri, Destyane P., 2014, Pelaksanaan Program Ekolabel di Indonesia, Skripsi Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Jember.

Rashid, Nik Ramli N.A., 2009, Awareness of Eco-label in Malaysia’s Green Marketing Initiative, International Journal of Busines and Management, Vol.4, No.8, August 2009.

SNI ISO 14021: 2009, Label Lingkungan dan deklarasi- Klaim Lingkungan Swadeklarasi (pelabelan lingkungan Tipe II), Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Suminto, 2011, Kajian Penerapan Ekolabel Produk di Indonesia, Jurnal Standardisasi Vol 13, No.3 Tahun 2011; 201-206.

Gambar

Gambar 1. Peran Ekspor Sub Sektor Non Migas
Gambar 2. Skema Sertifikasi dan Logo Ekolabel Indonesia
Tabel 1.     Kriteria Ekolabel Indonesia
Gambar 3. Mekanisme Klaim dan Logo Swadeklarasi Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Mencetak handouts PowerPoint ke Word Untuk membuat handout ada yang lebih rumit dari pada apa yang dapat Anda buat dalam Microsoft Office Power Point 2010,

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing meningkat dari pada hasil belajar sebelum

Anda ingin punya kemampuan bicara seperti

User-user yang mengirimkan data-data sensitif dapat ditempatkan dalam 1 VLAN tertentu, dan user yang tidak berada dalam VLAN yang sama tidak akan dapat

Pada penelitian ini mencoba mengembangkan dari penelitian sebelumnya untuk merancang sistem kamera pengawas pada perangkat bergerak (smartphone android) sehingga

Berdasarkan analisis data dari penelitian yang dilakukan pada anak kelompok B TK Aisyiyah Karanganyar tahun ajaran 2015/2016 sebanyak 2 siklus 3 pertemuan

Proses pembelajaran problem posing setting kooperatif dalam penelitian ini yaitu guru memberikan gambaran situasi dan siswa secara berkelompok mengajukan soal

Penggunaaan model pembelajaran kontekstual berbasis berita diharapkan agar mahasiswa bisa langsung berhubungan dengan kehidupan nyata, karena banyak mahasiswa yang