• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Tanah dengan Melakukan

Tradisi Pelepasan Adat di Timika-Papua

Islamic Law’s Review of Buying and Selling of Land With Release Manner Customary in Timika-Papua

1

Pretika Santi, 2M. Roji Iskandar, 3Maman Surahman

1,2,3Prodi Keuangan & Perbankan Syariah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116

email: 1Pretika.santi35@gmail.com

Abstract. Papua is one of the provinces in Indonesia which has a diverse culture and customs. Papua

society upholds the culture and customs, one about buying and selling land by release manner customary in which land’s ownership remain under customary possession. because customary law think that land’s ownership is belonged entirely to the culture. This principal of buying and selling is contrast with the process of buying and selling land in Islamic law which must meet in harmony and requirements stipulated in Islamic law, and should has the voluntary principle of both sides. Of the phenomenon, the authors formulate the problem into the form of the following questions: how the process of transfer of land is done through the process of buying and selling in Papua, the process of buying and selling land according to Islamic law, Islamic law’s review of the sale and purchase of land in Papua. The purpose of this study was to determine the process of transfer of land is done through the process of buying and selling in Papua, the process of buying and selling land according to Islamic law, Islamic law’s review of the sale and purchase of land in Papua. The method that had been used in the preparation of this research was descriptive method with qualitative analysis. Source data used were primary and secondary data sources which was done by interviewed and literature studied. Data analysis tool that had been used used was the data reduction that summarized the activities of the notes field which related to the subject of Islamic legal review of the land purchase by the release of indigenous traditions in Timika, Papua. Based on the overall research shows that the implementation of the sale and purchase of land with a tradition of release customary in Timika, Papua there is a deviation of Islamic law. This can be seen from the first, the process of transfer of land that made through buying and selling in Timika, Papua more like a pawn or lease land.Second, there is no principle tardlin (voluntary on both sides) in the process of buying and selling of land in Timika. And the third reason is Islamic law’s review against the sale and purchase of land in Timika, Papua there are irregularities which states that if the buyer does not follow the customary provision of selling, then the selling and buying of land considered void. It can be conclude that buying and selling of land by custom release in Timika, Papua is not accordance with Islamic law.

Keywords: Islamic Law, Sale and Purchase of Land, Release Manner Customary.

Abstrak. Papua merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki beragam budaya dan adat

istiadat. Masyarakat Papua sangat menjunjung tinggi budaya dan adat istiadatnya, salah satunya mengenai jual beli tanah dengan melakukan pelepasan adat di mana dalam pelepasan adat ini hak milik tanah tetap dalam penguasaan adat. karena adat selalu menggangap jika tanah adat di sana adalah sepenuhnya milik adat. berbeda dengan proses jual beli tanah menurut hukum Islam yang harus memenuhi rukun dan syarat yang telah ditetapkan dalam syariat Islam serta harus adanya prinsip sukarela dari kedua belah pihak dan hak milik berpindah kepada pembeli. Dari fenomena tersebut, maka penulis menyusun rumusan masalah kedalam bentuk pertanyaan sebagai berikut : bagaimana proses pemindahan hak atas tanah yang dilakukan melalui proses jual beli di Papua, proses jual beli tanah menurut hukum Islam, dan tinjauan hukum Islam terhadap jual beli tanah di Papua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pemindahan hak atas tanah yang dilakukan melalui proses jual beli di Papua, proses jual beli tanah menurut hukum Islam, dan tinjauan hukum Islam terhadap jual beli tanah di Papua. Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan analisa kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder yaitu dengan wawancara dan studi pustaka. Alat analisis data yang digunakan adalah reduksi data yaitu kegiatan merangkum catatan-catatan lapangan yang merupakan seluruh data primer dan sekunder dengan memilah hal-hal yang pokok yang berhubungan dengan tinjauan hukum Islam terhadap jual beli tanah dengan melakukan tradisi pelepasan adat di Timika-Papua. Berdasarkan penelitian secara keseluruhan menunjukkan bahwa pelaksanaan jual beli tanah dengan melakukan tradisi pelepasan adat di Timika-Papua terdapat penyimpangan hukum Islam, hal ini dapat dilihat dari pertama, proses pemindahan hak atas tanah yang dilakukan melalui jual beli di Timika-Papua

(2)

lebih menyerupai gadai atau sewa tanah, kedua berdasarkan proses jual beli tanah menurut hukum Islam dalam jual beli ini tidak ada prinsip tardlin (kesukarelaan dari kedua belah pihak), ketiga tinjauan hukum Islam terhadap jual beli tanah di Timika-Papua terdapat penyimpangan yang menyatakan jika pembeli tidak mengikuti ketentuan adat jual beli tersebut maka jual beli di anggap batal. Dapat di simpukan bahwa jual beli tanah dengan melakukan tradisi pelepesan adat di Timika-Papua tidak sesuai dengan hukum Islam.

Kata Kunci : Hukum Islam, Jual Beli Tanah, Pelepasan Adat.

A. Pendahuluan

Papua merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang memiliki beragam budaya dan adat istiadat. Masyarakat papua sangat menjunjung tinggi budaya dan adat istiadatnya, salah satunya mengenai jual beli tanah. Bagi masyarakat adat Papua, tidak ada kehidupan diatas muka bumi ini jika tidak ada tanah. Tanah menjadi segala sumber kehidupan di muka bumi ini. Masyarakat adat Papua memandang tanah sebagai keseluruhan dari sumber daya alam, tanah menjadi satu kesatuan dengan apa yang ada di atas maupun di dalamnya. Kepemilikan atas tanah pada masyarakat adat Papua adalah kepemilikan komunal, berdasarkan klan dan marga. Secara turun-temurun tanah bagi orang papua merupakan sumber kehidupan dan indentitas orang Papua, sehingga mereka tidak mengenal jual beli tanah. Namun perubahan dan perkembangan telah membuat masyarakat adat harus rela melepaskan beribu hektar lahan kehidupan mereka sebagai tempat mata pencaharian, tetapi kerena kebutuhan tanah guna kepentingan Negara untuk pembangunan dan kepentingan sosial kemasyarakatan juga masyarakat lain di luar masyarakat hukum adat maka hak ulayat masyarakat hukum adat diperjual belikan dengan pelepasan adat.1

jual beli tanah menurut hukum adat bersifat kontan atau tunai. Pembayaran harga dan penyerahan haknya dilakukan pada saat yang bersamaan. Jual beli tanah dilakukan di depan Kepala Adat (Desa), dengan dilakukan di depan Kepala Adat, jual beli itu menjadi “terang”, pembeli mendapat pengakuan dari masyarakat yang bersangkutan sebagai pemilik yang baru dan akan mendapat perlindungan hukum, jika dikemudian hari ada gugatan dari pihak yang menganggap jual beli tersebut tidak sah. Penguasaan dan pengaturan serta penyelenggaraan penggunaan tanah oleh Negara diarahkan pemanfaatannya dengan mempertahankan Hak Atas Tanah Ulayat, Tanah Rakyat dan fungsi sosial untuk memuwujudkan keadilan sosial bagi seleruh rakyat Indonesia. Hal tersebut lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang berbunyi: “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Penguasaan terhadap tanah hak ulayat termasuk di Timika seharusnya mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan peraturan pelaksanaan lainnya.

Melepaskan hak tanah adat sebagaian atau keseluruhan melalui jual beli dengan pelepasan adat harus diketahui oleh Kepala Adat, lurah, dan camat serta prosedur pendaftaran tanah yang berlaku agar lebih mendapatkan pengakuan dari masyarakat hukum adat sehingga kedepannya tidak menimbulkan sengketa atas penguasaan tanah. Logika hukum antara orang asli Papua dengan logika hukum Indonesia memang berbeda karena ternyata karakteristik logika hukum seperti itu mememang telah menjadi common law di Papua. Dari penelitian di sejumlah tempat diPapua, kasusnya sama: logika hukum yang berbeda dengan hukum positif Indonesia. Contoh logika

1Martinus, Transaksi Jual Beli Tanah di Papua, http://tabloidjubi.wordpress.com/, di akses tanggal 11

(3)

hukum Indonesia: jika A membeli tanah kepada pihak masyarakat adat, maka

masyarakat akan melepaskannya untuk A. Setelah A mendapat pelepasan, maka bisa dijadikan pelepasan itu sertifikat hak atas tanah. Setelah jadi sertifikat jika A ingin menjual pada pihak B maka itu adalah urusan A dan B sepenuhnya. Jual beli hanya dilakukan antara A dan B saja. Selesai. Namun demikian, logika Papua mengatakan: jika A membeli tanah dari masyarakat adat, maka masyarakat akan membuat pelepasan adat untuk A. Tanah itu boleh A sertifikatkan dengan dasar ada pelepasan adat. Jika A ingin menjual kembali tanah itu, maka urusan A memang selesai. A dan B jual beli secara biasa. Tapi, B akan berurusan dengan adat karena adat berfikiran bahwa pelepasan dulu dilakukan oleh adat kepada A, bukan kepada B. Oleh karena itu, B harus membayar uang pelepasan adat kepada pihak adat. Jadi B harus membayar 2 kali, atau bahkan lebih.2 Sementara itu dalam jual beli, Islam telah

menentukan aturan-aturan hukumnya seperti yang telah ditentukan oleh fuqahah baik mengenai rukun, syarat, maupun bentuk jual beli yang diperbolehkan. Berdasarkan uraian diatas, tujuan peneliti ini adalah untuk mengetahui proses pemindahan hak atas tanah yang dilakukan melalui proses jual beli di Papua, untuk mengetahui proses jual beli tanah menurut hukum Islam, Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap jual beli tanah di Papua.

B. Landasan Teori

Jual beli diistilahkan dengan al-bai’, al-tijarah, dan al-syira`, yang secara sederhana diartikan menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan yang lain, atau menurut Amir Syarifuddin,3 diartikan sebagai peralihan hak dan pemilikan dari satu tangan ke tangan yang lain. Hal ini merupakan satu cara dalam memperoleh harta di samping mendapatkan sendiri sebelum menjadi milik seseorang dan ini merupakan cara yang paling lazim dalam mendapatkan hak. Lafal al-bai’ dalam bahasa Arab kadang-kadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni al-syira`. Dengan demikian, kata al-bai’ berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti al-syira`, membeli.4 Untuk kata al-syira`(beli), sering digunakan dari kata jual, yaitu ibta’a (ََعاَتْبِا). Secara terminology (istilah), jual beli banyak didefinisikan oleh ulama dengan berbagai pengertian, walapun secara substansi dan tujuan masing-masing arti adalah sama. Misalnya. Ulama Hanafiyah5 mendefinisikan :

ٍصْوُصَْمَ ٍهْجَو ىَلَع ٍلاَمبِ ٍلاَم ُةَلَداَبُم

Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu; atau

ٍصْوُصَْمَ ٍدَّيَقُم ٍهْجَو ىَلَع ٍلْثممبِ مهْيمف ٍبْوُغْرَم ٍئَش ُةَلَداَبُم

Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.

2Adam, Logika Hukum Orang Papua Tentang Jual Beli Tanah,

https://adampisan.wordpress.com/2009/05/07/logika-hukum-orang-papua-tentang-jual-beli-tanah/, diakses tanggal 11 Juni 2016, pukul 08.00 wib.

3Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, ( Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 189. 4Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah. (Gaya Media Pratama, Jakarta 2007), hlm. 111.

5Ibnu Abidin, Radd al-Mukhtar ‘ala al-Duur al-Mukhtar, Jilid IV, hlm. 3, Lihat juga, Imam al-Kasani, al-Bada`i’u al-Shana`i’u Jilid V, hlm. 133.

(4)

Jual beli yang sah adalah yang berlangsung menurut cara yang dihalalkan, dan harus mengikuti ketentuan yang ditetapkan. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud itu adalah rukun dan syarat jual beli yang merujuk kepada petunjuk Nabi dalam haditsnya. Dalam penentuan rukun dan syarat jual beli ini, ulama berpeda pendapat, walaupun perbedaan itu secara substansial tidak terlalu signifikan, dan tidak terlalu berpengaruh kepada sah tidaknya jual beli, karena permasalahannya hanya terletak pada penempatan rukun dan syarat tersebut. Di lain pihak, jumhur ulama menetapkan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu :6

1. al-Muta’aqidani ( dua pihak yang berakad-penjual dan pembeli); 2. Shighat ( ungkapan ijab dan qabul);

3. Ma’qud ‘Alaih (objek dan harga syarat), dan

4. al-Tsaman ( nilai tukar pengganti objek transasksi).7

Adapun yang termasuk syarat-syarat sah jual beli yang sesuai dengan rukun jual beli, menurut jumhur ulama, adalah :8

1. Berakal. Jual beli yang dilakukan orang yang tidak berakal atau gila, hukumnya tidak sah, dan

2. Pihak-pihak yang berakad itu harus orang yang berbeda. Seseorang tidak boleh bertindak sebagai pembeli sekaligus sebagai penjual dalam waktu yang bersamaan.

Dalam hukum pertanahan menurut Islam dapat didefinisikan sebagai hukum-hukum Islam mengenai tanah dalam kaitannya dengan hak kepemilikan (milkiyah), pengelolaan (tasharruf), dan pendistribusian (tauzi’) tanah. Dalam studi hukum Islam, hukum pertanahan dikenal dengan istilah Ahkam Al-Aradhi.9

Dalam pandangan Islam, segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi – termasuk tanah hakikatnya adalah milik Allah SWT semata. Seperti firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah [2] : 284:



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ

َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



ََ



َ



َ



َ



َ



َ



ََ



َ



َ



َ



َ



َ



َََ َ

284. kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Ayat diatas menegaskan bahwa pemilik hakiki dari segala sesuatu (termasuk tanah) adalah Allah SWT semata.10 Kemudian, Allah SWT sebagai pemilik hakiki, memberikan kuasa (istikhlaf) kepada manusia untuk mengelola milik Allah ini sesuai dengan hukum-hukum- Nya. Dan Islam telah menjelaskan dengan gamblang filosofi

6Nasrun Haroen, Op Cit., hlm. 115. mengutip dari al-Buhuthi, al-Kasysyaf al-Qina’, Jilid II, hlm.125. 7Neneng Nurhasanah, MUDHARABAH dalam Teori dan Praktik, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm.

49.

8Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuh, Jilid IV, hlm. 354.

9Mahasari, Pertanahan dalam Hukum Islam, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 39. 10Yasin Ghadiy, Al-Amwal wa Al-Amlak al-’Ammah fil Islam, hlm. 19.

(5)

kepemilikan tanah dalam Islam. Intinya ada 2 (dua) poin, yaitu pemilik hakiki dari tanah adalah Allah SWT dan Allah SWT sebagai pemilik hakiki telah memberikan kuasa kepada manusia untuk mengelola tanah menurut hukum-hukum Allah.

Menurut Abdurrahman Al-Maliki cara-cara Memperoleh Kepemilikan tanah dapat dimiliki dengan 6 (enam) cara menurut hukum Islam, yaitu melalui :

1. Jual beli 2. Waris 3. Hibah

4. Ihya`ul mawat (menghidupkan tanah mati) 5. Tahjir (membuat batas pada tanah mati) 6. Iqtha` (pemberian negara kepada rakyat).11

Berdasarkan penjelasan diatas maka, dalam proses jual-beli (termasuk tanah) harus dijalankan berdasarkan prinsip dasar jual beli menurut rukun dan syarat yang telah ditetapkan dalam syariat Islam seperti di dalam prinsip sukarela atau "tardlin" (Kesukarelaan dari kedua belah pihak). Sebagaiamana dalam firman allah bersabda dalam An-Nisa [4]: 29:



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



َ



ََ



َ



َ



ََ



َ



َ



َ



َ



َ



َََ

Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian makan harta

sesamamu dengan cara yang tidak benar, kecuali melalui jalan jual-beli berdasarkan suka-sama suka di antara kamu.."

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Proses jual beli tanah menurut hukum Islam, harus dijalankan berdasarkan prinsip dasar jual beli menurut rukun dan syarat yang telah ditetapkan dalam syariat Islam, serta harus adanya prinsip sukarela atau "tardlin" (Kesukarelaan dari kedua belah pihak). Kemudian jual beli (al’bai) merupakan perpindahan barang dari satu pihak ke pihak lain, yang dilakukan dengan menukarkan uang dengan barang disertai dengan perpindahan kepemilikan. Hal ini pun berlaku untuk jual beli tanah, di mana terjadi perpindahan kepemilikan dari penjual kepada pembeli yang dilakukan dengan penyerahan uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Bila dikaitkan dengan jual beli tanah yang ada di Papua, proses pemindahan hak atas tanah yang dilakukan hanya bersifat sementara, yakni pemindahan hak atas tanah tersebut lebih menyerupai gadai atau sewa tanah. Karena dalam hal ini kepemilikan hak atas tanah hanya menimbulkan hak penguasaan tanah saja, bukan untuk menimbulkan hak milik atas tanah tersebut. Sedangkan dilihat dalam prinsip tardlin (Kesukarelaan dari kedua belah pihak) yang seharusnya terjadi antara kedua belah pihak menjadi tersamarkan, karena pembeli secara tidak langsung terpaksa untuk mengikuti adat istiadat setempat dalam membeli tanah di Papua. Sehingga hak atas tanah yang telah dibeli oleh pembeli tidak sepenuhnya menjadi milik pembeli tersebut, karena adat selalu menggangap jika tanah adat di sana adalah sepenuhnya milik adat.

Kemudian, dalam melakukan pelepasan adat di Papua terdapat upacara yang biasa dilakukan oleh adat. Dimana pihak adat mengundang semua kepala suku marga, beserta rombongannya untuk mengadakan upacara dan pesta yang biasanya

(6)

berlangsung hingga seminggu, dan seluruh biaya di tanggung oleh orang yang hendak membeli tanah adat atau tanah ulayat tersebut. jika pembeli tidak mengikuti ketentuan adat jual beli tanah tersebut maka jual beli di anggap batal.

D. Simpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu dapat disimpulkan bahwa :

1. Proses pemindahan hak atas tanah yang dilakukan melalui proses jual beli di Papua bersifat sementara lebih menyerupai gadai atau sewa tanah, karena dalam hal ini jual beli tanah tersebut hanya menimbulkan hak penguasaan tanah saja, bukan untuk menimbulkan hak milik. Sehingga dalam hal ini hak atas tanah yang telah dibeli oleh pembeli tidak sepenuhnya menjadi miliknya karena adat selalu menggangap bahwa tanah adat adalah sepenuhnya milik adat. Jika pembeli tidak mengikuti ketentuan adat jual beli tanah tersebut maka jual beli di anggap batal.

2. Proses jual beli tanah menurut hukum Islam harus dijalankan berdasarkan prinsip dasar jual beli menurut rukun dan syarat yang telah ditetapkan dalam syariat Islam serta harus adanya prinsip sukarela atau tardlin (Kesukarelaan dari kedua belah pihak) yang terjadi antar kedua belah pihak.

3. Bila dikaitkan dengan hukum Islam terdapat ketidak sesuaian antara jual beli tanah di Papua dengan hukum Islam yakni pemindahan atas hak kepemilikan tanah lebih menyerupai gadai atau sewa tanah saja, karena dalam hal ini kepemilikan hak atas tanah hanya menimbulkan hak penguasaan tanah, dan prinsip tardlin (Kesukarelaan dari kedua belah pihak) yang seharusnya terjadi antar kedua belah pihak menjadi tersamarkan, karena pembeli secara tidak langsung terpaksa untuk mengikuti adat istiadat setempat dalam membeli tanah, jika pembeli tidak mengikuti ketentuan adat jual beli tanah tersebut maka jual beli di anggap batal.

Daftar Pustaka Al Qur’an

Al-Qur’an dan Terjemahan, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta, 2003.

Buku

Al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mustla, hlm.51.

Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, ( Jakarta: Prenada Media, 2005), hlm. 189. Ibnu Abidin, Radd al-Mukhtar ‘ala al-Duur al-Mukhtar, Jilid IV, hlm. 3, Lihat juga,

Imam al-Kasani, al-Bada`i’u al-Shana`i’u Jilid V, hlm. 133.

Mahasari, Pertanahan dalam Hukum Islam, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 39. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah. (Gaya Media Pratama, Jakarta 2007), hlm. 111.

Nasrun Haroen, Op Cit., hlm. 115. mengutip dari al-Buhuthi, al-Kasysyaf al-Qina’, Jilid II, hlm.125.

Neneng Nurhasanah, MUDHARABAH dalam Teori dan Praktik, PT. Refika Aditama, Bandung.

(7)

Dan Lain-lain

Adam, Logika Hukum Orang Papua Tentang Jual Beli Tanah,

https://adampisan.wordpress.com/2009/05/07/logika-hukum-orang-papua-tentang-jual-beli-tanah/, diakses tanggal 11 Juni 2016, pukul 08.00 wib.

Martinus, Transaksi Jual Beli Tanah di Papua, http://tabloidjubi.wordpress.com/, di akses tanggal 11 Juni 2016, pukul 08.00 WIB.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji parameter kualitas perairan pada zona budidaya ikan kerapu dan rajungan, menganalisis nilai kesesuaian zona pemanfaatan umum,

(2008: 154) juga menyatakan bahwa pembelajaran yang melibatkan aktivitas Problem Posing dapat menimbulkan ketertarikan peserta didik terhadap matematika, meningkatkan

Bahwa Terdakwa pada hari Kamis tanggal 22 Oktober 2009 sekira pukul 19.00 Wit Terdakwa meminta ijin secara lisan kepada Danki Lettu Inf Yulian Syafitri untuk pergi ke

Melalui gerakan ini, BPPT telah melakukan penurunan pemakaian air (38,13%) yang signifikan dan telah memperoleh pengakuan sebagai gedung yang hemat energi dan air dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi dan disiplin kerja secara simultan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai pada BKP Provinsi

Negara berkembang merupakan Negara yang sedang dalam proses dalam kemajuan dari setiap aspek Negara tersebut.. Komponen-komponen dari aspek Negara

Pendidikan yang benar yang harus di tanamkan kepada anak, baik oleh orang tua, para guru dan masyarakat adalah pendidikan Islam (pendidikan Agama) yaitu di antaranya:.

Diharapkan pengalaman yang didapat dari kegiatan lesson study ini bermanfaat untuk merubah budaya guru dari pengajaran yang berpusat pada guru (teacher centered)