• Tidak ada hasil yang ditemukan

suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2000).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2000)."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernikahan

2.1.1 Pengertian Pernikahan

Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan salah satu aktivitas individu. Aktifitas individu umumnya akan terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian pula dalam hal perkawinan. Karena perkawinan merupakan suatu aktifitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya mereka pun juga mempunyai tujuan tertentu. Tetapi karena perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka adanya kemungkinan bahwa tujuan mereka itu tidak sama. Bila tersebut terjadi, maka keputusan itu harus dibulatkan agar terdapat suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2000).

Menurut pandangan agama islam, pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan, persiapan fisik dan mental karena menikah merupakan sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang (Kurnia, 2013).

(2)

2.1.2 Peranan Usia dalam Pernikahan

Usia adalah salah satu hal yang memiliki peran besar dalam pernikahan, sebagaimana yang disampaikan Walgito (2000) mengenai beberapa kaitan pasangan dalam keluarga yang terbentuk sebagai akibat dari pernikahan, yaitu :

1. Hubungan usia dengan faktor fisiologis dalam pernikahan.

Usia pernikahan yang ditentukan dalam undang-undang pernikahan tahun 1974 adalah untuk pria yang sudah berusia 19 tahun dan bagi wanitanya berusia 16 tahun. Usia ini dapat dilihat dari segi fisiologis seseorang yang pada umumnya sudah matang, yang berarti pada usia tersebut pasangan sudah dapat membuahkan keturunan.

2. Hubungan usia dengan keadaan psikologis dalam pernikahan.

Usia memiliki kaitan dengan keadaan psikologis seseorang. Semakin bertambah usia seseorang diharapkan lebih matang aspek-aspek perkembangan psikologisnya. Pernikahan pada usia yang masih muda akan mengundang banyak masalah karena dari sisi psikologis pasangan yang belum matang. Pasangan akan mengalami keruntuhan dalam rumah tangga tangganya karena faktor usia yang terlalu muda sehingga dapat menimbulkan perceraian.

3. Hubungan usia dengan kematangan sosial.

Khususnya sosial-ekonomi dalam pernikahan. Kematangan sosial ekonomi pada umumnya berkaitan dengan usia individu. Semakin bertambahnya usia seseorang kemungkinan untuk kematangan dibidang sosial ekonomi juga makin nyata.

(3)

4. Usia yang ideal dalam pernikahan.

Tidak terdapat ukuran yang pasti mengenai penentuan usia yang paling baik dalam melangsungkan pernikahan, akan tetapi untuk menentukan umur yang ideal dalam pernikahan dapat dikemukakan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan :

a. Kematangan fisiologis dan jasmani. Keadaan jasmani yang cukup matang dan sehat diperlukan dalam melaksanakan tugas dalam pernikahan.

b. Kematangan psikologis. Terdapat banyak hal yang timbul dalam pernikahan yang membutuhkan pemecahan dari segi kematangan psikologis.

c. Kematangan sosial. Kematangan sosial khususnya sosial-ekonomi diperlukan dalam pernikahan, karena hal ini merupakan penyangga dalam memutar roda ekonomi keluarga karena pernikahan.

d. Tinjauan masa depan atau jangkauan kedepan. Keluarga pada umumnya menghendaki adanya keturunan yang dapat melanjutkan keturunan keluarga, disamping usia seseorang yang terbatas dimana pada suatu saat akan mengalami kematian.

2.1.3 Hakikat dan Kedudukan Pernikahan

Pernikahan pada dasarnya merupakan aktivitas hidup yang ditempuh untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia baik secara fisologis, psikologis, sosial dan religi. Dipandang dari pemenuhan kebutuhan fisiologis manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri dan dorongan seksual yang perlu dipenuhi. Rasa cinta dan sayang yang dipenuhi dari makhluk lawan jenis merupakan suatu fitrah kemanusiaan sekaligus adanya naluri seks tersebut. Untuk memenuhi hal tersebut tentunya harus

(4)

dilakukan sesuai dengan aturan dan adab, karena perkawinan menjadi kebutuhan terbaik bagi manusia untuk memenuhi hal tersebut (Takariawan, 2006).

2.2 Pernikahan Usia Muda

2.2.1 Pengertian Pernikahan Usia Muda

Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan dibawah usia 20 tahun (BkkbN, 2010). Menurut Suparyanto (2013), Pernikahan usia muda adalah sebuah bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu pasangan berusia dibawah 19 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Pernikahan usia muda merupakan perkawinan dibawah usia yang seharusnya belum siap untuk melaksanakan pernikahan (Nukman, 2009). Menurut Lutfiati (2008), pernikahan usia muda merupakan institusi agung untuk mengikat dua lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga.

Pernikahan dalam umur belasan tahun adalah berdasarkan keputusan-keputusan yang sesaat. Kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka, biasanya kedua anak laki-laki dan perempuan tidak dewasa secara emosional dan sering dimanjakan. Mereka ingin segera memperoleh apa yang dikehendakinya, tidak perduli apakah itu berakibat bencana (Shappiro, 2000).

Pernikahan dan kedudukan sebagai orang tua sebelum orang muda menyelesaikan pendidikan mereka dan secara ekonomis independen membuat mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang tidak kawin atau orang-orang yang telah mandiri sebelum kawin, hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan halangan bagi penyesuaian perkawinan (Hurlock, 2000).

(5)

2.2.2 Penyebab Pernikahan Usia Muda

Pernikahan usia muda banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap perilaku seksual yang membuat mereka melakukan aktivitas seksual sebelum menikah sehingga menyebabkan kehamilan, yang kemudian solusi yang diambil adalah dengan menikahkan mereka (Sarwono, 2011).

Penyebab pernikahan usia muda tergantung pada kondisi dan kehidupan sosial masyarakatnya. UNICEF mengemukakan 2 alasan utama terjadinya pernikahan usia muda :

1. Pernikahan usia muda sebagai sebuah strategi untuk bertahan secara ekonomi (early marriage as a strategy for economic survival). Kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan timbulnya pernikahan usia muda. Ketika kemiskinan semakin tinggi, remaja putri yang dianggap menjadi beban ekonomi keluarga dan akan dinikahkan dengan pria lebih tua darinya dan bahkan sangat jauh jarak usianya, hal ini adalah strategi bertahan sebuah keluarga.

2. Untuk melindungi (protecting girls) pernikahan dini adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa anak perempuan yang telah menjadi istri benar-benar terlindungi, melahirkan anak yang sah, ikatan perasaan yang kuat dengan pasangan dan sebagainya. Menikahkan anak diusia muda merupakan salah satu cara untuk mencegah anak dari perilaku seks pranikah. Kebanyakan masyarakat sangat menghargai nilai keperawanan dan dengan sendirinya hal ini memunculkan sejumlah tindakan untuk melindungi anak perempuan mereka dari perilaku seksual pranikah (Kristy, 2007).

(6)

Menurut Al-Ghifari (2003), hal-hal yang memengaruhi pernikahan usia muda antara lain :

1. Rendahnya tingkat pendidikan terutama bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan.

2. Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang arti dan makna sebuah perkawinan.

3. Karena tekanan ekonomi yang semakin sulit berakibat timbulnya rasa frustasi sehingga pelariannya adalah kawin.

4. Sempitnya lapangan kerja, sementara angkatan kerja semakin membludak. 5. Hamil sebelum menikah/ semasa sekolah.

6. Kemauan orang tua, dengan kata lain ada unsur perjodohan.

7. Mengikuti trend yang sedang berkembang saat ini, ikut-ikutan meramaikan suasana yang menurutnya membahagiakan.

2.2.3 Dampak Pernikahan Usia Muda Terhadap Kesehatan Reproduksi

Menurut Anonim (2010) dalam Syata (2013), ada beberapa risiko yang timbul dari pernikahan usia muda yaitu :

1. Risiko Tinggi Pada Kehamilan

Dilihat dari segi kesehatan, pasangan usia muda dapat berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan, kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Menurut ilmu kesehatan, bahwa usia yang kecil risikonya dalam melahirkan adalah antara usia 20-35 tahun, artinya melahirkan pada usia kurang dari 20 tahun kebawah sering mengalami prematuritas (lahir

(7)

sebelum waktunya) besar kemungkinan cacat bawaan, fisik maupun mental, kebutaan dan ketulian.

2. Kematian Ibu

Kematian karena melahirkan banyak dialami oleh ibu muda dibawah umur 20 tahun. Penyebab utama karena kondisi ibu yang belum matang atau kurang mampu untuk melahirkan.

3. Kematian Bayi

Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia muda, banyak mengalami nasib yang kurang menguntungkan. Ada yang lahir sebelum waktunya (prematur), ada yang berat badannya kurang dan ada pula yang langsung meninggal.

Menurut Mathur Greene dan Malhotra (2003), sejumlah konsekuensi negatif dari pernikahan usia muda yang mengakibatkan remaja terutama remaja putri yang menjadi fokus penelitian serta lingkungan disekitarnya :

1. Akibatnya dengan kesehatan (Health and related outcomes)

a. Melahirkan anak terlalu dini, kehamilan yang tidak diinginkan, dan aborsi yang tidak aman mempengaruhi kesehatan remaja putri.

b. Kurangnya pengetahuan, informasi dan akses pelayanan. c. Tingginya tingkat kematian saat melahirkan dan abnormalitas. d. Meningkatnya penularan penyakit seksual dan bahkan HIV/AIDS. 2. Akibat dengan kehidupan (life outcomes)

a. Berkurangnya kesempatan, keahlian dan dukungan sosial.

b. Berkurangnya kekuatan dalam kaitannya dengan hukum, karena keahlian, sumber-sumber, pengetahuan, dukungan sosial yang terbatas.

(8)

3. Akibat dengan anak (outcomes for children)

Kesehatan bayi dan anak yang buruk memiliki kaitan yang cukup kuat dengan usia ibu yang terlalu muda, berkesinambungan dengan ketidakmampuan wanita muda secara fisik dan lemahnya pelayanan kesehatan reproduktif dan sosial terhadap mereka.

4. Akibat dengan perkembangan (development outcomes)

Hal ini berkaitan dengan Millennium Development Goals (MDGs) seperti dukungan terhadap pendidikan dasar dan pencegahan terhadap HIV/AIDS. Dan bahwa menikah diusia yang tepat akan dapat mencapai tujuan perkembangan, yang meliputi menyelesaikan pendidikan, bekerja, memperoleh keahlian serta informasi yang berhubungan dengan peran dimasyarakat, anggota keluarga, dan konsumen sebagai bagian dari masa dewasa yang berhasil.

Menurut Nugraha (2002), pernikahan usia muda pada remaja pada dasarnya berdampak pada segi fisik maupun psikologis remaja yaitu :

1. Segi Fisik

Pasangan usia muda belum mampu dibebani suatu pekerjaan yang memerlukan keterampilan fisik, untuk mendatangkan penghasilan baginya dan mencukupi kebutuhan keluarganya. Faktor ekonomi adalah salah satu faktor yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangga.

2. Segi Mental/ Jiwa

Pasangan usia muda belum siap bertanggung jawab secara moral, pada setiap apa saja yang merupakan tanggung jawabnya. Mereka sering mengalami

(9)

kegoncangan mental, karena masih memiliki sikap mental yang labil dan belum matang emosinya.

Menurut BkkbN (2003), ada beberapa akibat lain dari pernikahan usia muda, diantaranya yaitu persoalan pendewasaan. Kedewasaan seseorang sangat berhubungan erat dengan usia. Usia muda memperlihatkan keadaan jiwa yang selalu berubah.

2.3 Remaja

2.3.1 Pengertian Remaja

Istilah adolescence atau remaja berasal dari bahasa latin adolescence (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”,istilah adolescence seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, yaitu mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 2000). Sedangkan menurut Kusmiran (2012), remaja merupakan suatu masa kehidupan individu dimana terjadi eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri.

2.3.2 Batasan Usia Remaja

Menurut Hurlock (2000), dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati :

1. Usia 11-13 tahun disebut masa remaja awal (Early adolescence)

2. Usia 14-16 tahun disebut masa remaja pertengahan (Middle adolescence) 3. Usia 17-20 tahun disebut masa remaja lanjut (Late adolescence)

(10)

Sedangkan menurut Pieter dan Lumongga (2011), masa remaja merupakan masa peralihan dari masa pubertas menuju masa dewasa yang akan dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

1. Usia 9-11 tahun disebut remaja awal 2. Usia 12-15 tahun disebut remaja tengah 3. Usia 16-20 tahun disebut remaja akhir.

2.4 Faktor-faktor Yang Menyebabkan Pernikahan Usia Muda

Penyebab pernikahan usia remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor yang timbul dari dalam diri sendiri dan juga dari luar dirinya seperti pengetahuan, agama, ekonomi, dorongan orang tua, budaya dan pergaulan bebas (Suparyanto, 2013).

Pada penelitian ini faktor yang memengaruhi pernikahan usia muda adalah pengetahuan, pemahaman agama, kematangan emosi, budaya, dorongan orang tua, paparan mediamassa dan pergaulan bebas.

2.4.1 Faktor Internal

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

(11)

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengikat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengalaman tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Analisis (Analysis)

Adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

4. Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada suatu areal (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari informasi-informasi yang ada.

(12)

6. Evaluasi (Evaluation)

Yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

2. Pemahaman agama

Menurut pandangan agama islam seseorang dikatakan dewasa apabila dia sudah mengalami “Aqil baliqh” yaitu mimpi basah bagi laki-laki dan sudah mendapatkan menstruasi bagi perempuan atau telah mencapai usia 15 tahun. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “ Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian sudah mencapai ba’ah, maka kawinlah. Karena sesungguhnya kawin lebih bisa menjaga dari pandangan mata dan lebih menjaga kemaluan. Bila tidak mampu melaksanakannya maka berpuasalah karena berpuasa adalah baginya kendali (dari gairah seksual) ”. Jadi, pada usia tersebut setiap orang sudah bisa melangsungkan sebuah ikatan pernikahan agar mereka dapat terhindar dari perilaku-perilaku menyimpang (Kurnia, 2013).

Menurut Yusuf (2010), dalam islam pada dasarnya tidak ada keterangan yang jelas untuk membatasi usia/umur diperbolehkannya seseorang melaksanakan aqad nikah. Hubungan antar laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan saling ridho dengan dilangsungkannya upacara pernikahan. Karena dengan pernikahan seseorang akan terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh agama

(13)

seperti halnya seks bebas, sebab dengan cara pernikahan maka akan lebih efektif dan efesien untuk mencegah perbuatan zina, sehingga fenomena maraknya pernikahan di usia muda semakin banyak terjadi.

3. Kematangan emosi

Salah satu ciri kedewasaan seseorang dapat dilihat dari segi psikologis. Bila seseorang telah matang emosinya, telah dapat mengendalikan emosinya, maka individu akan dapat berfikir secara matang, berfikir secara baik dan berfikir secara objektif. Hal ini dituntut agar suami istri dapat melihat permasalahan yang ada dalam keluarga secara baik.

Adapun aspek-aspek kematangan emosi diantaranya dapat menerima keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti apa adanya sesuai dengan keadaan sesungguhnya, tidak bersifat impulsif (melakukan perbuatan tanpa berfikir), dapat mengontrol emosinya dengan baik sehingga dapat mengatur kapan kemarahan itu perlu dimanifestasikan, bersifat sabar, bersifat tanggung jawab yang baik (Walgito, 2000).

Periode kehidupan yang emosinya sangat menonjol yaitu pada masa remaja. Karena itu banyak perbuatan atau tingkah laku remaja yang kadang-kadang sulit dimengerti atau diterima oleh fikiran yang baik, selain itu para pasangan muda keadaan psikologisnya masih belum matang sehingga masih belum bisa menghadapi masalah yang timbul dalam pernikahan (Marlina, 2012).

(14)

2.4.2 Faktor Eksternal

1. Dorongan Orang Tua

Kemauan orang tua, dengan kata lain ada unsur dijodohkan untuk menikah dimasa kuliah. Perjodohan semasa anak masih kuliah bukanlah hal yang baru. Orang tua sebelumnya telah membuat komitmen dengan koleganya untuk mengawinkan anaknya, meskipun anaknya masih sama-sama kuliah (Ikhsan, 2004).

Mayoritas laki-laki dan perempuan yang kawin di bawah umur 20 tahun akan menyesali pernikahan mereka. Sayang sekali orang tua sendiri sering mendorong anaknya menikah diusia yang sangat muda. Orang tua menganggap bahwa pernikahan dalam usia muda mempunyai suatu faktor pematangan. Dibalik motivasi orang tua yang ingin sekali untuk segera mengawinkan anaknya ialah demi melepaskan mereka dari tanggung jawab atas perilaku kejahatan dan kenakalan anaknya (Shappiro, 2000).

2. Budaya

Faktor budaya juga turut mengambil andil yang cukup besar, karena kebudayaan ini diturunkan dari kepercayaan orang tertua. Dalam budaya setempat ada yang mempercayai apabila anak perempuannya tidak segera menikah, akan memalukan keluarga karena dianggap tidak laku dalam lingkungannya (Syata, 2013).

Pernikahan usia muda juga terjadi karena orang tua takut anaknya dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan. Faktor adat dan budaya, di beberapa belahan daerah di Indonesia, masih terdapat beberapa pemahaman tentang perjodohan. Dimana anak gadisnya sejak kecil sudah dijodohkan orang tuanya. Pada umumnya anak perempuan mulai menstruasi di usia 12 tahun. Maka dapat dipastikan

(15)

anak tersebut akan dinikahkan pada usia 12 tahun, yang masih jauh dibawah batas usia minimum untuk melakukan sebuah pernikahan (Ahmad, 2007).

3. Paparan Media Massa

Kemajuan teknologi yang semakin canggih, membuat remaja semakin mudah dalam mencari berbagai informasi melalui media, baik itu media massa maupun media elektronik yang terus menyajikan tantangan seksual seperti pornografi bagi kaum remaja yang dapat menyebabkan remaja melakukan pelecehan/ perilaku seksual terhadap lawan jenisnya pada usia sekolah yang pada akhirnya remaja harus berhenti sekolah untuk menikah (Kurnia, 2013).

Menurut Rohmawati (2008), Paparan media massa baik cetak (koran, majalah, buku-buku porno) maupun elektrolit (TV, VCD, Internet) mempunyai pengaruh terhadap remaja untuk melakukan hubungan seksual pranikah. Paparan informasi seksualitas dari media massa (baik cetak maupun elektronik) yang cenderung bersifat pornografi dan pornoaksi dapat menjadi referensi yang tidak mendidik bagi remaja. Remaja yang dalam periode ingin tau, dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat dan didengarnya dari media massa tersebut.

4. Pergaulan Bebas

Pernikahan usia muda terjadi karena akibat kurangnya pemantauan orang tua yang akan mengakibatkan kedua anak tersebut melakukan tindakan yang tidak pantas. Hal ini tidak sepenuhnya kedua anak tersebut yang harus disalahkan, mungkin dalam kehidupannya mereka kurang mendapatkan perhatian dari orang tua, kasih sayang orang tua dan pemantauan orang tuanya. Yang pada akhirnya mereka melakukan pergaulan secara bebas (Wicaksono, 2013).

(16)

Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dikota-kota besar. Pernikahan pada usia remaja pada akhirnya menimbulkan masalah tidak kalah peliknya. Jadi dalam situasi apapun tingkah laku seksual pada remaja tidak pernah menguntungkan. Pada halnya masa remaja adalah periode peralihan kemasa dewasa (Sarwono, 2011).

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Terjadinya Pernikahan Usia Muda Pada Remaja.

2.6 Hipotesis

1. Ada pengaruh pengetahuan terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja.

2. Ada pengaruh pemahaman agamaterhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja.

3. Ada pengaruh kematangan emosi terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja. Faktor Internal Pengetahuan PemahamanAgama Kematangan Emosi Faktor Eksternal

Dorongan Orang Tua Budaya

Paparan Media Massa Pergaulan bebas

Pernikahan Usia Muda

(17)

4. Ada pengaruh dorongan orang tua terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja.

5. Ada pengaruh budaya terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja. 6. Ada pengaruh pergaulan bebas terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada

remaja.

7. Ada pengaruh paparan media massa terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja.

8. Ada pengaruh sebagian atau semua variabel independen (faktor internal seperti pengetahuan, kematangan emosi, pemahaman agama dan faktor eksternal seperti dorongan orang tua, budaya, paparan media massa, pergaulan bebas) terhadap variabel dependen pernikahan usia muda.

Gambar

Gambar 2.1   Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Terjadinya  Pernikahan Usia Muda Pada Remaja

Referensi

Dokumen terkait

Tenaga pelayanan kesehatan yang diperlukan pada saat operasional haji di Arab Saudi terdiri dari tenaga kesehatan haji indonesia (TKHI), panitia penyelenggara ibadah haji

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPA di SMPLB merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai peserta didik dan menjadi acuan dalam

Paulus mendaftarkan lima karunia pelayanan yang dimaksudkan untuk memberikan pimpinan dalam gereja. Apakah hanya orang percaya tertentu saja yang memiliki karunia untuk

This research used “Freedom Writers” movie subtitles as primary data which will be analyzed by researcher through tenor dimensions and

Rasio lancar ( Current Ratio ) merupakan Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva

Jawa pos sendiri memiliki beberapa divisi di dalamnya seperti yang akan di bahas nantinya ialah divisi pemasaran dimana fungsinya bertugas memasarkan koran baik ke

Kelebihan kota Larantuka adalah kota ini memiliki keindahan wisata budaya yang tidak dimiliki kota lain di Indonesia dan juga memiliki wisata alam yang sangat indah.

Konsekuensi dari kondisi ini adalah bahwa rencana proyek pada akhirnya juga harus uptodate apabila pada saat pelaksanaan memungkinkan dilakukannya perubahan-perubahan baik