• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI SALURAN DRAINASE DI PERUMAHAN CINTA KASIH CENGKARENG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL EPA SWMM 5.0 SRI SURYA NINGSIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI SALURAN DRAINASE DI PERUMAHAN CINTA KASIH CENGKARENG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL EPA SWMM 5.0 SRI SURYA NINGSIH"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI SALURAN DRAINASE DI PERUMAHAN

CINTA KASIH CENGKARENG DENGAN MENGGUNAKAN

MODEL EPA SWMM 5.0

SRI SURYA NINGSIH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Saluran Drainase di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng dengan Menggunakan Model EPA SWMM 5.0 adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013 Sri Surya Ningsih NIM F44090058

(4)

ABSTRAK

SRI SURYA NINGSIH. Evaluasi Saluran Drainase di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng dengan Menggunakan Model EPA SWMM 5.0. Dibimbing oleh ASEP SAPEI dan SUTOYO.

Banjir yang terjadi pada musim hujan sudah menjadi peristiwa rutin di beberapa kota di Indonesia khususnya untuk kawasan pemukiman. Kasus seperti tersebut juga terjadi di Perumahan Cinta Kasih yang terletak di Jl. Kamal Raya Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Pada saat hujan turun dengan intensitas yang cukup besar, maka genangan air akan terlihat pada beberapa sisi jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem drainase pada perumahan tersebut dengan menggunakan pemodelan SWMM 5.0 dimana sistem jaringan drainase dimasukkan ke dalam model yang terdiri dari subcatchment, nodes junction, conduit, dan outfall nodes. Hasil penelitian menunjukkan running simulation SWMM 5.0 cukup baik dimana continuity error untuk limpasan dan penelusuran aliran masing-masing adalah sebesar -0.39 % dan 0.00 %. Dari total hujan rencana sebesar 171 mm selama lama efektif hujan 3 jam, respon subcatchment menunjukkan bahwa rata-rata 2 - 4 mm per subcatchment yang terinffiltrasi dan sisanya menjadi limpasan. Pada hasil node flooding terlihat adanya banjir pada node J11, J18, J26, J30, J34, dan J51 sementara pada node lainnya tidak terjadi luapan. Sementara untuk saluran terjadinya luapan pada beberapa saluran seperti C14, C18, C20, C24, C27, C30 , dan C53.

Kata kunci: SWMM 5.0, Drainase, Curah hujan rencana

ABSTRACT

SRI SURYA NINGSIH. Evaluation of Drainage System in Cinta Kasih Residence, Cengkareng Using EPA SWMM 5.0 Model. Supervised by ASEP SAPEI and SUTOYO.

Now in the rainy season, flood become a regular event in several cities in Indonesia, especially for residential areas. The cases also happened in Cinta Kasih residence which located at Jl. Kamal Raya Outer Ring Road East Cengkareng, West Jakarta. When the rain occur with high intensity, the flood will have seen on some side of street. This study aimed to evaluate the drainage system on the residence using modeling SWMM 5.0 where the drainage system entered into the network model consisting of a subcatchment, junction nodes, conduit, and outfall nodes. The results of analysis showed that running simulation SWMM 5.0 is good, where continuity error for surface runoff -0.39 % and flow rate 0.00%. From rainfall design is 171 mm/day with effective time 3 hours, responce of subcatchment showed 2 – 4 mm for infiltration and the residue became a runoff. The result of node flooding showed there was a flood at node J11, J18, J26, J30, J34, and J51. While for conduit occur an overflow at C14, C18, C20, C24, C27, C30 , and C53.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

EVALUASI SALURAN DRAINASE DI PERUMAHAN

CINTA KASIH CENGKARENG DENGAN MENGGUNAKAN

MODEL EPA SWMM 5.0

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Evaluasi Saluran Drainase di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng dengan Menggunakan Model EPA SWMM 5.0

Nama : Sri Surya Ningsih NIM : F44090058

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS Sutoyo, S.TP, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Yudi Chadirin, S. TP., M. Agr

Plh. Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juni 2013 dengan judul Evaluasi Saluran Drainase di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng dengan Menggunakan Model EPA SWMM 5.0.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini, yaitu kepada Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS dan Sutoyo, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, Dr. Satyanto K. Saptomo. S.TP., M.Si selaku dosen penguji ujian akhir, kedua orang tua penulis dan rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2009.

Karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga ide yang disampaikan dalam karya ilmiah ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2013 Sri Surya Ningsih

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR LAMPIRAN iv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Drainase Perkotaan 2 Analisis Hidrologi 4 Model EPA SWMM 5 Kemampuan Model SWMM 6 METODELOGI 7

Waktu dan Tempat 7

Peralatan dan Bahan 8

Metode Penelitian 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Gambaran Umum Lokasi Studi 15

Analisis Hidrologi Curah Hujan Rencana 16

Analisis dengan Pemodelan SWMM 5.0 18

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

(11)

DAFTAR TABEL

1. Nilai depression storage 10

2. Harga infiltrasi maksimum berbagai kondisi tanah 10 3. Harga infiltrasi minimum berbagai jenis tanah 11 4. Curah hujan harian maksimum stasiun Cengkareng 16

5. Hasil perhitungan curah hujan rencana 17

6. Perbandingan uji kecocokan jenis distribusi 17

7. Nilai properti subcatchment 19

8. Hasil perhitungan limpasan 22

9. Perubahan lebar saluran 28

10. Perbandingan ketinggian aliran sebelum dan sesudah perbaikan 29

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur drainase perkotaan 3

2. Siklus hidrologi 4

3. Peta lokasi penelitian 7

4. Diagram alir penelitian 8

5. Pembagian subcatchment pada wilayah studi 18

6. Jenis saluran dan arah aliran output dari SWMM 5.0 20 7. Simulasi airan curah hujan (mm) dan durasi (jam) 21 8. Hasil run status untuk simulasi yang berhasil 22 9. Besar limpasan terhadap waktu (subcatchment S23) 23

10. Simulasi model pada time of day 02.00 24

11. Profil aliran pada saluran J18 sampai dengan J21 25 12. Profil aliran pada saluran J14 sampai dengan OUT1 25 13. Profil aliran pada saluran J43 sampai dengan OUT1 26 14. Debit aliran pada saluran C18 sampai dengan C51 (Out1) 26 15. Debit aliran pada saluran C17 sampai dengan C51 (Out1) 27 16. Debit aliran pada saluran C36 sampai dengan C53 (Out1) 27

DAFTAR LAMPIRAN

1. Masterplan Perumahan Cinta Kasih Cengkareng 32 2. Data pengukuran saluran dan junction nodes 33 3. Hasil simulasi awal evaluasi saluran drainase 36 4. Hasil simulasi ulang dengan penambahan lebar saluran 41

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sistem drainase merupakan salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik akan mampu membebaskan kota tersebut dari genangan air yang mampu menurunkan kualitas kesehatan lingkungan. Namun kenyataanya saat ini di beberapa kota di Indonesia, genangan atau banjir semakin sering terjadi pada musim hujan. Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, bahkan cenderung meningkat, baik frekuensi, luasan, kedalaman, maupun durasinya.

Suripin (2004) menerangkan bahwa berbagai sebab menjadi pemicu terjadinya banjir atau genangan, antara lain kapasitas sistem jaringan drainase yang menurun, debit aliran air yang meningkat, atau kombinasi dari kedua-duanya. Kapasitas saluran drainase berdasarkan kriteria desain sudah diperhitungkan untuk dapat menampung debit air yang terjadi sehingga kawasan perumahan tidak mengalami genangan atau banjir. Namun, tetap saja kejadian banjir kerapkali terjadi akibat menurunnya kapasitas sistem yang disebabkan antara lain, banyak terjadi endapan, terjadi kerusakan fisik sistem jaringan dan adanya bangunan liar di atas sistem jaringan .

Faktor penyebab terjadinya banjir lainnya adalah meningkatnya debit. Grigg dalam Suripin (2004) menyatakan bahwa peningkatan debit disebabkan oleh beberapa hal antara lain curah hujan yang tinggi di luar kebiasaan, perubahan tata guna lahan, dan kerusakan lingkungan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) di suatu kawasan. Pada saat terjadi peningkatan debit aliran tersebut maka kapasitas sistem yang ada tidak mampu lagi menampung debit aliran, sehingga mengakibatkan banjir di suatu kawasan tersebut.

Peristiwa genangan atau banjir juga sering terjadi di Perumahan Cinta Kasih yang terletak di Jl. Kamal Raya Outer Ring Road Cengkareng Timur, Jakarta Barat. Pada saat hujan turun dengan intensitas yang cukup besar, maka genangan air akan terlihat pada beberapa sisi jalan. Kapasitas saluran drainase yang terlalu kecil diprediksi sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya genangan, selain juga memang telah terjadi banyak perubahan tutupan lahan pada perumahan tersebut. Oleh karena itu, melihat kejadian banjir yang terjadi pada Perumahan Cinta Kasih tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi keadaan saluran drainase pada perumahan tersebut apakah cukup memadai atau tidak jika ditinjau dari curah hujan yang terjadi beberapa tahun belakangan dengan menggunakan model EPA SWMM 5.0 yang mampu menganalisis permasalahan kuantitas limpasan daerah perkotaan. Menurut Jang et all. (2007), dengan menggunakan EPA SWMM, kondisi yang terjadi di lapangan dapat dimodelkan dengan memasukkan parameter-parameter yang tercatat pada kondisi di lapangan. Selain itu, dengan menggunakan model ini, sistem jaringan drainase dapat disimulasikan ke dalam suatu sistem yang terintegrasi.

(14)

2

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi saluran drainase di Perumahan Cinta Kasih, Cengkareng. Ide penelitian muncul karena permasalahan pada saat hujan turun dengan intensitas yang cukup besar, maka genangan air akan terlihat pada beberapa sisi jalan di perumahan tersebut. Dibutuhkan perhatian khusus pada permasalahan sejenis dengan menggunakan suatu aplikasi model software untuk dapat mensimulasikan sistem ke dalam sebuah jaringan yang terintegrasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:

1. Pemodelan jaringan drainase eksisting ke dalam model SWMM 5.0. 2. Identifikasi terjadinya runoff pada area subcatchment.

3. Identifikasi lokasi-lokasi terjadinya luapan atau banjir. 4. Rekomendasi teknis berdasarkan hasil simulasi model

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem drainase di Perumahan Cinta Kasih, Cengkareng yang terdiri dari :

1. Mengidentifikasi kondisi eksisiting saluran drainase

2. Mengetahui dan mengidentifikasi besarnya limpasan yang terjadi pada area tertentu

3. Mensimulasikan jaringan drainase secara terintegrasi dalam satu kesatuan

Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini diharapkan akan dapat :

1. Membantu menyelesaikan masalah pada kinerja sistem jaringan drainase berdasarkan observasi lapang kondisi eksisting saluran drainase

2. Sebagai rekomendasi data masukan bagi pemerintah setempat dan pengelolan perumahan tersebut dalam melakukan pemeliharaan drainase yang lebih baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Drainase Perkotaan

Drainase berasal dari Bahasa Inggris “drainage” yang mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalirkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase secara umum lebih difokuskan sebagai tindakan teknis untuk mengurangi kelabihan air. Sementara menurut Haryono (1999), drainase merupakan terminologi yang digunakan untuk menyatakan sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air, baik di atas maupun di

(15)

3 bawah permukaan tanah. Pengertian drainase tidak terbatas pada teknis pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang berada didalam kawasan diperkotaan.

Suripin (2004) mengatakan bahwa bagian infrastruktur (sistem drainase) dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interseptor drain), saluran pengumpul (colector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan lainnya, seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct ), pelimpah, pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tando dan stasiun pompa. Pada sistem drainase yang lengkap, sebelum masuk ke badan air penerima air diolah dahulu pada instalasi pengolah air limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur. Hanya air yang telah memliki baku mutu tertentu yang dimasukkan ke dalam badan air penerima, biasanya sungai, sehingga tidak merusak lingkungan.

Selanjutnya menurut Haryono (1999), sistem drainase perkotaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam sistem dan ditambah dengan pengendalian banjir (food control), sistem tersebut adalah:

1. Sistem Jaringan Drainase Utama (Major Urban Drainage System), berfungsi mengumpulkan aliran air hujan dari minor drainase sistem untuk diterusin kebadan air atau flood control (sungai yang melalui daerah pemerintahan kota dan kabupaten, seperti: waduk, rawa-rawa, sungai dan muara laut untuk kota-kota ditepi pantai)

2. Drainase Lokal (Minor Urban Drainage System), adalah jaringan drainase yang melayani bagian- bagian khusus perkotaan seperti kawasan real estate, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan perkampungan, kawasan komplek-komplek, perumahan dan lain-lain.

3. Struktur saluran, secara hirarki drainase perkotaan mulai dari yang paling hulu akan terdiri dari: saluran kwarter/saluran kolektor jaringan drainase lokal, saluran tersier, saluran sekunder dan saluran primer (ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan :

1 : Saluran primer 3 : Saluran tersier 5 : Batasdaerah DTA 2 : Saluran sekunder 4 : Saluran kwarter

(16)

4

Analisis Hidrologi

Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke masa. Menurut Asdak (2002), daur hidrologi secara alamiah dapat ditunjukkan seperti terlihat pada Gambar 2, yaitu menunjukkan gerakan air di permukaan bumi. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air yang tidak pernah berhenti, dari permukaan laut ke atmosfer kemudian kembali ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga dapat dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup lainnya.

Gambar 2. Siklus hidrologi. (Sumber : Asdak 2002)

Pada umumnya sebagian besar hujan untuk sementara waktu pada saat hujan akan tertahan pada tajuk-tajuk tanaman yang pada akhirnya akan dikembalikan lagi ke atmosfer oleh penguapan melalui intersepsi selama dan sesudah hujan berlangsung. Sebagian besar lagi akan mengalir melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju sungai, sementara lainnya akan menembus masuk ke dalam tanah (infiltasi dan perkolasi) menjadi air tanah (ground water). Di bawah pengaruh gravitasi, baik aliran permukaan maupun air tanah bergerak menuju tempat yang lebih rendah yang pada akhirnya akan bermuara ke laut. Namun selama pengaliran, sejumlah besar air permukaan dan bawah tanah dikembalikan ke atmosfer oleh penguapan dan transprasi sebelum sampai ke laut (Linsley, et all, 1991).

Hujan merupakan faktor terpenting dalam analisis hidrologi. Intensitas hujan yang tinggi pada suatu kawasan hunian yang kecil dapat mengakibatkan genangan pada jalan-jalan, tempat parkir, dan tempat-tempat lainnya karena fasilitas drainase tidak didesain untuk mengalirkan air akibat intensitas hujan yang tinggi. Suripin (2004) mengatakan bahwa analisis dan desain hidrologi tidak hanya memerlukan volume atau ketinggian hujan, tetapi juga distribusi hujan terhadap tempat dan waktu. Distribusi hujan terhadap waktu disebut hyetograph.

Dalam analisis frekuensi, hujan rancangan merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang tertentu. Analisis frekuensi sesungguhnya merupakan prakiraan dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rancangan yang berfungsi sebagai dasar perhitungan

(17)

5 perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Analisis frekuensi yang dilakukan pada penelitian ini dengan menggunakan teori probability distribution, antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log Person Tipe III dan Distribusi Gumbel.

Model EPA SWMM

U.S. Environmental Protection Agency (disingkat EPA atau USEPA) adalah sebuah lembaga pemerintah Federal Amerika Serikat yang bertugas melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dengan merumuskan dan menerapkan peraturan berdasarkan undang-undang yang disahkan. EPA dicanangkan oleh Presiden Richard Nixon dan memulai operasinya sejak tanggal 2 Desember 1970, hingga sampai sekarang terus bertanggung jawab atas kebijakan lingkungan Amerika Serikat. USEPA bertanggung jawab untuk melindungi tanah, udara, dan sumber daya air. Di bawah mandat hukum lingkungan hidup nasional, lembaga ini berusaha untuk merumuskan dan melaksanakan tindakan yang mengarah pada keseimbangan kompatibel antara aktivitas manusia dan kemampuan sistem alam untuk mendukung dan memelihara kehidupan.

USEPA memiliki divisi khusus yang menangani permasalahan mengenai air yaitu Water Supply and Water Resources Division. Di bawah divisi tersebut program SWMM (Strorm Water Mangement Model) ini dikembangkan melalui National Risk Management Laboratory dan berhasil dikeluarkan sejak tahun 1971 dan telah mengalami beberapa perkembangan besar sejak tahun-tahun berikutnya. Perkembangan utama adalah: (1) versi 2 pada tahun 1975, (2) versi 3 pada tahun 1981 dan (3) versi 4 pada tahun 1988. Hingga saat ini mencapai versi yang paling terbaru adalah SWMM 5.0.022 pada tahun 2008 yang dapat dijalankan di bawah Windows XP, Windows Vista dan Windows 7. EPA Stormwater Management Model merupakan sebuah program komputer yang dapat menilai dampak dari limpasan tersebut dan mengevaluasi efektivitas strategi mitigasi.

Menurut Rossmann (2004), SWMM (Storm Water Management Model) adalah model simulasi dinamis hubungan antara curah hujan dan limpasan (rainfall-runoff). Model ini digunakan untuk mensimulasikan kejadian tunggal atau yang berkelanjutan dalam waktu lama, baik berupa volume limpasan maupun kualitas air, terutama pada suatu daerah perkotaan. Analisis limpasan dalam SWMM merupakan kumpulan sub daerah tangkapan air yang menerima curah hujan kemudian memprosesnya menjadi limpasan dan angkutan polutan. Analisis limpasan dapat dilakukan pada berbagai macam media penyaluran seperti sistem perpipaan, jaringan saluran terbuka, tampungan atau instalasi pengolahan, pompa dan pengatur. SWMM menghasilkan volume dan kualitas limpasan yang diteruskan dari masing-masing subcatchment, dengan kecepatan alirannya, kedalaman aliran, dan kualitas air pada masing-masing pipa dan saluran selama periode simulasi yang terdiri dari berbagai tahapan waktu.

SWMM menghitung berbagai proses hidrologis yang memperhatikan limpasan dari daerah perkotaan, yaitu curah hujan dengan variasi waktu, evaporasi dari permukaan air, akumulasi salju dan mencairnya, curah hujan yang tertampung di daerah tampungan, infiltrasi dari curah hujan yang masuk ke

(18)

6

lapisan tanah tidak jenuh air, perkolasi dan infiltrasi ke dalam lapisan air tanah, aliran bawah antara air tanah, dan sistem drainase.

Aplikasi model SWMM ini dapat digunakan untuk beberapa hal antara lain perencanaan dan dimensi jaringan pembuang untuk pengendalian banjir, perencanaan daerah penahan (penampung) sementara untuk pengendalian banjir seperti retarding basin, pemetaan daerah genangan banjir dari jaringan pembuang alamiah, perencanaan strategi pengaturan untuk meminimalkan pengaliran dari gabungan sistem pembuangan, evaluasi pengaruh dari inflow dan infiltrasi pada debit aliran dari sistem pembuangan, dan menggenerasi sumber sebaran angkutan polutan.

Beberapa software sejenis dalam perhitungan limpasan dalam analisis banjir antara lain adalah WEAP (Water Evaluation and Planning), Vflo, RainOff, HydroCAD, QHM, dan HEC-HMS. Bila dibandingkan dengan beberapa software tersebut, penggunaan SWMM pada penelitian ini dirasakan lebih cocok dikarenakan penggambaran skema jaringan lebih dapat terwakili sesuai dengan sistem drainase perkotaan yang ada. Sementara untuk software lainnya masing-masing memiliki fokus pengembangan tertentu sehingga peruntukan penggunaannya juga perlu disesuaikan. Salah satu contoh software adalah seperti yang diterangkan oleh Levite (2003) yaitu WEAP (Water Evaluation and Planning) yang merupakan sistem pendukung keputusan berbasis Windows untuk pengelolaan sumber daya air terpadu dan analisis kebijakan. WEAP yang diciptakan pada tahun 1988 oleh Stockholm Environment Institute, Tufts University di Boston, Massachusetts AS ini lebih mengacu kepada alat model bangunan yang digunakan untuk membuat simulasi kebutuhan air, pasokan, limpasan, evapotranspirasi, infiltrasi, kebutuhan irigasi tanaman, kebutuhan aliran, sistem penyimpanan permukaan,dan operasi waduk.

Salah satu software sejenis lainnya adalah Vflo yang tersedia secara komersial. Vflo yang dikembangkan oleh Vieux & Associates, Inc ini menggunakan data curah hujan radar untuk input hidrologi untuk mensimulasikan limpasan didistribusikan. Vflo mempekerjakan peta GIS untuk parameterisasi. Model ini cocok untuk peramalan hidrologi terdistribusi pasca-analisis dan operasi yang terus menerus. Output Vflo adalah dalam bentuk hidrograf pada dipilih grid jaringan drainase, serta peta limpasan didistribusikan meliputi DAS. Model aplikasinya mencakup operasi sipil dan pemeliharaan infrastruktur, prediksi stormwater dan manajemen darurat, limpasan air permukaan kontinu dan jangka pendek, estimasi resapan, pemantauan kelembaban tanah, perencanaan penggunaan lahan, pemantauan kualitas air, dan manajemen sumber daya air.

Kemampuan Model SWMM5.0

Secara umum SWMM dapat digunakan untuk beberapa hal antara lain perencanaan dimensi jaringan pembuang untuk pengendalian banjir, perencanaan daerah penahan (penampung), pemetaan daerah genangan banjir dari jaringan pembuang alamiah, perencanaan strategi pengaturan untuk meminimalkan pengaliran dari gabungan sistem pembuangan, evaluasi pengaruh dari aliran masuk dan infiltrasi pada debit aliran dari sistem pembuangan, dan evaluasi terhadap kualitas polutan.

(19)

7 SWMM ini juga telah dimanfaatkan penggunaannya dalam analisis untuk beberapa permasalahan. Untuk analisis permasahan kuantitas dan kualitas limpasan, SWMM telah digunakan sebagai model dalam beberapa analisis yaitu antara lain analisis banjir untuk areal rumah sakit (Mara 2012), analisis banjir pada DAS Beringin Semarang (Murdiono 2008), analisis banjir di DAS Karst (Blansett 2011), dan analisis limpasan di kota Carolliton Texas (Duncan 2003). SWMM juga sering digunakan sebagai model kuantitas dan kualitas limpasan pada beberapa kondisi lahan atau iklim seperti yang telah digunakan oleh Cervantes (2004), Chung, et all (2010), dan Nandana (2011).

Dalam analisis lainnya, SWMM juga telah digunakan untuk beberapa analisis maupun perencanaan seperti yang telah digunakan oleh Giron (2005) dalam perencanaan drainase dengan pompa di Prentiss New Orleans Lousianna dan Masi (2011) dalam pengembangan sistem denitrifikasi untuk mengestimasi penurunan nitrogen di dalam kandungan air limpasan. Selain itu, SWMM juga digunakan untuk kalibrasi model limpasan atau banjir seperti yang digunakan oleh Acosta (2009).Tate (2010) telah melakukan evaluasi dan perbandingan beberapa model stormwater yaitu PondPack, CivilStorm, dan SWMM dalam upaya pengembangan desain. Dari hasil penelitian tersebut diketahui output hidrograf dari ketiga model stormwater tersebut dapat diterima meskipun masih terdapatnya nilai ketidakrelatifan.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Maret sampai bulan Juni 2013. Pengambilan data dilaksanakan di Perumahan Cinta Kasih Cengkareng Timur Jakarta Barat, yang beralamat di Jalan Kamal Raya Outer Ring Road, Cengkareng Timur, Jakarta Barat (Gambar 3). Sementara analisis data dilakukan di kampus Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.

(20)

8

Peralatan dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : seperangkat komputer dengan perangkat lunak EPA SWMM 5.0, meteran 50 meter, autolevel, target rod, dan kompas. Sementara bahan yang digunakan adalah Data curah hujan harian wilayah Cengkareng tahun 2003 – 2012 yang didapatkan dari Balai Besar Wilayah II BMKG Ciputat, peta tutupan lahan tahun 2011 dari perangkat Google Earth, dan peta masterplan perumahan Cinta Kasih skala 1 : 500 tahun 2001 dari pengelola perumahan.

Metode Penelitian

Tahapan penelitian terdiri dari 4 kegiatan, yaitu 1) tahap persiapan, 2) pengumpulan data, 3) pengolahan data, 4) analisis data. Tahapan penelitian secara lebih jelas seperti disajikan dalam bagan alir pada Gambar 4.

Tidak

Ya

(21)

9 1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan proses identifikasi masalah, data dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini. Persiapan juga dilakukan untuk peralatan yang akan digunakan.

2. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara pengukuran langsung di lapangan. Sementara data sekunder didapatkan dari instansi terkait, studi pustaka dan data-data hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini.

3. Pengolahan Data

Pemodelan ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah kondisi eksisting jaringan drainase yang meliputi jenis saluran, panjang saluran, lebar saluran, kedalaman saluran, elevasi saluran dan batas daerah tangkapan air untuk setiap subcatchment. Sementara data sekunder meliputi data curah hujan harian, peta tutupan lahan, dan peta lokasi studi

Dalam pemodelan dimasukkan nilai properti dari beberapa komponen model. Beberapa komponen model yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

a. Rain Gauge

Rain Gauge menyediakan data hujan untuk satu atau lebih subcatchment area di daerah studi. Data hujan dapat berupa time series yang didefinisikan oleh pengguna sendiri. Pada objek Rain Gauge parameter yang diinput adalah :

a) Rain format : Data hujan yang diinput berupa kumulatif b) Rain interval : Interval waktu pengamatan pembacaan gage c) Data source : Sumber data hujan dapat berupa time series b. Subcatchment

Subcatchment adalah unit hidrologi lahan berupa elemen topografi dan sistem drainase yang mengalirkan langsung aliran permukaan menuju suatu titik aliran outlet. Pada objek subcatchment parameter yang diinput adalah :

a) Raingauge : nama Rain Gauge yang berkaitan dengan subcatchment

b) Outlet : nama node yang menerima run off subcatchment c) Area : luas subcatchment

d) Width : panjang pengaliran

e) % slope : presentase kemiringan subcatchment f) % Imperv : presentase area yang kedap air

g) N- Imperv : nilai n manning untuk aliran permukaan di daerah imprevious

h) N-Perv : nilai n Manning untuk aliran permukaan di daerah previous

i) % Zero imperv : presentase dari impervous area tanpa depression storage

(22)

10

j) Infiltration : pilihan untuk metode perhitungan infiltrasi dan parameternya

Pada EPA SWMM tinggi genangan atau limpasan hujan pada masing-masing subcatchment menggunakan konsep yang ditunjukkan pada Persamaan (1) (Rossmann 2004).

DI = Dt + Rt ... (1)

Keterangan :

DI = kedalaman air setelah terjadi hujan (mm)

Dt= kedalaman air pada sub DAS pada saat waktu t (mm) Rt= intensitas hujan pada interval waktu t (mm/jam)

Pada subcatchment terdapat dua macam jenis area, yaitu impervious (kedap air) dan previous (dapat dilalui air). Pada daerah impervious terdiri dari dua daerah yaitu depression storage (Tabel 1) dan non depression storage. Metode perhitungan infiltrasi pada pervious area menggunakan metode Horton seperti pada Persamaan (2). Fp = Fc + ( Fo – Fc) e-kt ... (2) Keterangan :

Fp = angka infiltrasi dalam tanah (mm/jam)

Fo = harga infiltrasi maksimum (mm/jam) (Tabel 2) Fc = harga infiltrasi minimum (mm/jam) (Tabel 3) t = lama hujan (det)

k = koefisien penurunan head (l/det)

Tabel 1. Nilai Depression storage Impervious surface 0.05 – 0.10 inch

Lawns 0.1 – 0.2 inch

Pasture 0.2 inch

Forest litter 0.3 inch

Sumber : Rosmann (2004)

Tabel 2. Harga infiltrasi maksimum dari berbagai kondisi tanah

No Kondisi tanah Jenis tanah Harga infiltrasi

1 Kering dengan sedikit atau tidak

ada tumbuhan

Sandy soils 5 mm/jam

Loam soils 3 mm/jam

Clay soils 1 mm/jam

2 Kering dengan banyak tumbuhan Sandy soils 10 mm/jam

Loam soils 6 mm/jam

Clay soils 2 mm/jam

3 Tanah lembab Sandy soils 1.25 mm/jam

Loam soils 1 mm/jam

Clay soils 0.33 mm/jam

(23)

11 Tabel 3. Harga Infiltrasi minimum dari berbagai jenis tanah

Kel Pengertian Infiltrasi minimum

A

Potensi limpasan yang rendah. Tanah mempunyai tingkat infiltrasi yang tinggi meskipun ketika tergenang dan kedalaman geangan yang tinggi, pengeringan/ penyerapan baik unsur pasir dan batuan

> 0.45

B

Tanah yang mempunyai tingkat infiltrasi biasa/medium ketika tergenang dan mempunyai tingkat kedalaman genangan medium, pengeringan dengan keadaan biasa didapat dari moderately fine to moderately coarse

0.30 – 0.15

C

Tanah mempunyai tingkat infiltrasi rendah jika lapisan tanah untuk pengaliran air dengan tingkat tekstur bias ke tekstur baik. Contoh lempung, pasir bernalau.

0.15 – 0.05

D

Potensi limpasan yang tinggi. Tanah mempunyai tingkat infiltrasi rendah ketika tergenang

0.05 – 0.00 Sumber : Rossmann (2004)

Debit outflow dari limpasan subcatchment dihitung dengan persamaan Manning (3) dan (4) :

v = 1 𝑛 𝐷 2/3 𝑆1/2 ...(3) 𝑄 = 𝑣 𝐵 𝐷2 ... (4) Keterangan : v = kecepatan (m/det) n = koefisien Manning 𝑆 = kemiringan lahan

𝐵 = lebar lahan/ panjang pengaliran (m) 𝑄 = debit (m3/det)

𝐷 = Jari-jari hidrolis c. Conduit

Conduit adalah pipa atau saluran yang menyalurkan air dari satu node ke node yang lain. Pada objek conduit parameter yang diinput adalah :

a) Inlet node : nama node yang terletak pada inlet saluran b) Outlet node : nama node yang terletak pada outlet saluran c) Shape : bentuk geometri penampang saluran

d) Max depth : kedalaman maksimum melintang saluran e) Length : panjang saluran

f) Roughnes : koefisien kekasaran manning

g) Inlet offset : kedalaman saluran di atas node invert pada hulu h) Outlet offset : kedalaman saluran di atas node invert pada hilir

(24)

12

Bentuk melintang dari saluran dapat dipilih dari beberapa macam bentuk standar yang telah disediakan SWMM. Debit yang masuk ke dalam saluran dihitung dengan menambahkan debit dari lahan (Qoi) dengan debit dari hulu saluran (Qgi) seperti pada Persamaan (5).

Qin = ΣQoi + Σqgi ... (5) Conduit dengan sistem gravitasi menggunakan persamaan Manning seperti pada Persamaan (6).

𝑄 = 1.0𝑆1/2𝑅2/3

𝑛 𝐴 ... (6)

Keterangan:

Q = outflow subcatchment (m3/det) V = kecepatan cross section (m/det) Ax= luas cross section (m2)

S = kemiringan

n = koefisien kekasaran manning R = jari-jari hidrolis = 𝐴𝑥

𝑊+2𝑑𝑥 = 𝑑𝑥, dengan 2dx dapat diabaikan

menjadi W d. Junction Node

Junction adalah node-node sistem drainase yang berfungsi untuk menggabungkan satu saluran dengan saluran yang lain. Secara fisik dapat menunjukan pertemuan dua saluran atau sambungan pipa. Pada objek junction node parameter yang dinput adalah :

a) Invert elevation : elevasi invert dari junction b) Max depth : kedalaman junction maksimum

c) Initial depth : kedalaman air di junction awal simulasi d) Surcharge depth :kedalaman tambahan yang diijinkan e. Outfall Node

Outfall node adalah titik pemberhentian dari sistem drainase yang digunakan untuk menentukan batas hilir (downstream). Pada objek outfall node parameter yang diinput adalah :

a) Invert elevation : elevasi invert dari outfall b) Tide gate : ada atau tidak tide gate

c) Fixed stage : elevasi muka air tipe outfall yang tetap 4. Analisis Data

a. Analisis Daerah Previous dan Impervious

Analisis daerah previous dan impervious ini diketahui dengan melakukan analisis pada peta tutupan lahan perumahan dengan bantuan perangkat Google Earth. Pada peta tersebut dapat dilihat daerah yang dapat dilalui air untuk infiltrasi (previous) dan daerah yang tidak melewatkan air (impervious). Dari peta tersebut dihitung presentase area previous dan impervious untuk setiap subcatchment sebagai nilai input data dalam properti subcatchment.

(25)

13 b. Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi dilakukan untuk mendapatkan besar nilai curah hujan rencana yang akan dijadikan sebagai nilai input pada time series untuk properti Rain Gauge. Pada analisis hidrologi ini disediakan data berupa curah hujan harian maksimum. Analisis hidrologi pertama dilakukan dengan menentukan seri data curah hujan harian maksimum tahunan (maximum annual series) untuk selanjutnya digunakan dalam frekuensi distribusi curah hujan rancangan. Analisis frekuensi yang dilakukan dengan menggunakan teori probability distribution, antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log Person Tipe III dan Distribusi Gumbel. Untuk selanjutnya dalam penentuan jenis distribusi yang digunakan dilakukan melalui perhitungan uji kecocokan berdasarkan Uji Chi Kuadrat.

c. Analisis dengan Model SWMM 5.0 1. Pembagian Subcatchment

Langkah pertama dalam pemodelan SWMM 5.0 adalah dilakukan pembagian subcatchment pada area studi. Pembagian subcatchment ini didasarkan pada pertimbangan elevasi lahan dan observasi langsung arah pergerakan limpasan pada saat terjadi hujan.

2. Pembuatan Model Jaringan

Selanjutnya yang dilakukan dalam analisis model SWMM 5.0 adalah pembuatan model jaringan. Pembuatan model jaringan ini didasarkan pada sistem jaringan drainase eksisting di lapangan. Model jaringan ini terdiri dari subcatchment, node junction, conduit, outfall node, dan raingauge. Setelah model jaringan selanjutnya dimasukkan semua nilai parameter yang dibutuhkan untuk seluruh properti tersebut.

3. Simulasi Respon Aliran pada Time Series

Simulasi respon aliran pada time series dilakukan untuk melihat respon debit aliran terhadap waktu berdasarkan sebaran curah hujan. Nilai yang dimasukkan berupa nilai sebaran curah hujan terhadap waktu dengan total nilai sesuai dengan curah hujan rancangan hasil dari analisis hidrologi.

4. Simulasi Model

Simulasi dilakukan setelah model jaringan drainase dibuat dan semua nilai parameter properti berhasil dimasukkan. Setelah itu maka dilakukan running simulasi. Simulasi baru dapat dikatakan berhasil bila tidak terjadi kesalahan dalam proses dan kualitas simulasi dikatakan baik jika continuity error < 10 %. Dalam simulasi SWMM 5.0. menghitung debit banjir dengan cara memodelkan suatu sistem drainase melalui proses-proses antara lain aliran permukaan, infiltrasi, air tanah, pelelehan salju, dan genangan di permukaan.

Dalam penelitian ini direncanakan perhitungan metode aliran permukaan dan infiltrasi untuk mendapatkan hidrograf, maka pemodelan hanya difokuskan pada aliran permukaan dan infiltrasi

(26)

14

saja. Permukaan subcatchment didefinisikan sebagai reservoir non linier, air yang masuk melalui presiptasi dan subcatchment di atasnya. Kemudian air akan mengalir dengan beberapa cara diantaranya melalui infiltrasi, evaporasi, dan aliran permukaan. Aliran permukaan per unit area (Q) terjadi apabila air tanah telah mencapai maksimum dan tanah menjadi jenuh, untuk mendapatkan nilai Q dihitung dengan persamaan Manning pada Persamaan (7).

𝑄 = 𝑊 1

𝑛 𝑑 − 𝑑𝑝

2

3 𝑆 ... (7) Keterangan :

𝑄 : debit aliran yang terjadi (m3

/det) 𝑊 : lebar subcatchment

𝑛 : koefisien kekasaran Manning 𝑑 : kedalaman air (m)

𝑑𝑝 : kedalaman air tanah (m) 𝑆 : kemiringan subcatchment

Selanjutnya limpasan yang terjadi (Q) akan mengalir melalui conduit atau saluran yang ada. SWMM menggunakan persamaan Manning untuk mengetahui debit aliran seperti Persamaan (8). 𝑄 =1 𝑛 𝐴𝑅 2 3 𝑆 ... (8) Keterangan : 𝑄 : debit saluran (m3 /det)

A : luas penampang saluran (m2) R : jari-jari hidrolik (m)

S : kemiringan dasar saluran n : koefisien kekasaran Manning 5. Output SWMM 5.0

Output dari simulasi yang berhasil adalah hasil perhitungan antara lain runoff quantity continuity, flow routing continuity, highest flow instability indexes, routing time step, subcatchment runoff, node depth, node inflow, node surcharge, node flooding, outfall loading, link flow, dan conduit surcharge yang disajikan dalam laporan statistik simulasi rancangan.

6. Visualisasi Hasil

Visualisasi hasil yang ditampilkan berupa skema jaringan hasil output dari simulasi, profil aliran pada beberapa saluran utama dan diketahui tergenang, dan grafik aliran yang terjadi pada saluran.

(27)

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara administratif Perumahan Cinta Kasih termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Cengkareng Timur Kecamatan Cengkareng Kota Jakarta Barat Provinsi DKI Jakarta. Perumahan yang terletak di Jalan Lingkar Luar Kamal Raya (Outer Ring Road) Komplek Bumi Citra Idaman (BCI) ini berada di sebelah timur wilayah Cengkareng. Perumahan ini hanya berjarak sekitar 14 km dari Bandara Soekarno Hatta. Masterplan dari perumahan ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Perumahan ini berbentuk rumah susun yang dikelola olah pihak swasta. Secara umum perumahan ini memiliki luas sekitar 6 ha yang terdiri dari beberapa fasilitas penunjang seperti rumah, sekolah, rumah sakit, lapangan bola, lapangan futsal, aula, taman bermain, mushola, serta beberapa kawasan pertokoan. Perumahan ini dihuni oleh lebih dari 800 kepala keluarga secara keseluruhan. Bila dilihat dari sistem pembangunan saluran drainase untuk kawasan ini sudah terlihat cukup baik, dimana pengaturan saluran dan jaringannya ditempatkan pada hampir semua daerah pelayanan. Selain itu, pada perumahan ini sistem drainase yang diterapkan sudah terpisah antara saluran buangan air hujan atau limpasan dengan air limbah rumah tangga.

Beberapa permasalahan yang kerap terjadi dalam area kawasan tersebut adalah terlihatnya kondisi bebarapa saluran yang tidak baik dengan dipenuhi sampah dan endapan lumpur. Hal tersebut sering menyebabkan genangan air pada beberapa ruas jalan apabila terjadi hujan dengan intensitas lebat yang berdurasi 1-2 jam. Kapasitas saluran yang memang tidak mampu menampung air, terhambatnya aliran air menuju outlet, hingga curah hujan yang terlalu deras dipastikan menjadi penyebab utama terjadinya genangan pada sebagian wilayah perumahan yang ketinggian elevasinya lebih rendah dibandingkan dengan sekitarnya.

Berdasarkan dari observasi lapang diketahui bahwa sistem drainase pada perumahan ini terdiri dari beberapa tipe saluran antara lain saluran pembawa, saluran pengumpul, dan saluran pembuang. Saluran tersebut terdiri dari empat jenis dimensi saluran yang berbeda dengan perbandingan lebar dan kedalaman saluran yaitu 40 cm – 40 cm untuk saluran pembawa, 60 cm – 60 cm untuk saluran pengumpul I, 70 cm – 80 cm untuk saluran pengumpul II dan 80 cm – 80 cm untuk saluran pembuang. Saluran pembawa berfungsi untuk melayani buangan limpasan yang keluar langsung dari subcatchmet bangunan rumah, sementara saluran pengumpul II berfungsi meneruskan aliran dari saluran pengumpul dan saluran pengumpul I menjadi saluran pembuang lagsung bagi beberapa subcatchment antara lain lapangan bola, lapangan futsal, dan aula. Setelah itu aliran diteruskan hingga menuju saluran pembuangan yang berada di bagian selatan dari perumahan ini.

Pada perumahan ini jumlah saluran pengumpul terdapat sebanyak 27 buah salurang dengan rata-rata memiliki panjang sekitar 40- 61 meter tergantung dari panjang area wilayah yang dilayani. Sementara untuk saluran pembawa berjumlah sebanyak 23 buah dengan panjang saluran berkisar dar 5- 80 meter sesuai dengan pengaturan jaringannya dan saluran pembuang berjumlah 6 buah dengan panjang

(28)

16

berkisar 30 – 50 meter. Sehingga untuk total jumlah saluran yang terdapat pada perumahan ini adalah sebanyak 56 buah saluran. Seluruh saluran tersebut terbuat dari beton dengan permukaan halus sehingga ditetapkan untuk saluran tersebut memiliki nilai kekasaran Manning sebesar 0.011 sesuai dengan peruntukannya dalam Rosmann (2004). Secara lengkap data hasil pengukuran untuk seluruh saluran dapat dilihat pada Lampiran 2.

Analisis Hidrologi Curah Hujan Rencana

Analisis hidrologi dilakukan untuk mendapatkan besar nilai curah hujan rencana yang akan dijadikan sebagai nilai input pada time series untuk properti Rain gauge. Pada analisis hidrologi ini disediakan data berupa curah hujan harian maksimum. Dalam penelitian ini digunakan data curah hujan harian untuk wilayah Cengkareng dari tahun 2003-2012 yang didapatkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Curah hujan rencana dihitung berdasarkan data curah hujan harian selama 10 tahun seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Curah hujan harian maksimum stasiun Cengkareng Tahun Curah Hujan Harian Maks

(mm/hari)

Terjadi Pada Tanggal

2003 67.9 26 Desember 2003 2004 114.5 17 Februari 2004 2005 158.1 16 Mei 2005 2006 62.4 6 Juni 2006 2007 158.6 4 Desember 2007 2008 322.7 2 Februari 2008 2009 108.4 11 Januari 2009 2010 106.2 1 Juni 2010 2011 56.1 22 Januari 2011 2012 101.8 4 April 2012 Rata-Rata 122.32

Sumber : Balai Besar Wilayah II BMKG,Ciputat

Curah hujan rencana merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang tertentu sebagai hasil dari rangkaian analisis hidrologi yang biasa disebut analisis frekuensi curah hujan (Harto, 1993).

1) Analisis Frekuensi dan Probabilitas

Suripin (2004) mengatakan bahwa sistem hidrologi terkadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan. Besaran peristiwa ekstrem tersebut berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, dimana peristiwa yang luar biasa ekstrem kejadiannya sangat langka. Tujuan analisis frekuensi data hidrologi adalah berkaitan dengan besaran peristiwa ekstrem yang berkaitan dengan besaran peristiwa-peristiwa ekstrem yang berkaitan dengan frekuensi kejadiannya melalui penerapan

(29)

17 distribusi kemungkinan. Data hidrologi yang dianalisis diasumsikan tidak bergantung (independent) dan terdistribusi secara acak dan bersifat stokastik.

Analisis frekuensi sesungguhnya merupakan prakiraan dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rancangan yang berfungsi sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Dalam analisis frekuensi ini digunakan seri data curah hujan harian maksimum tahunan (maximum annual series). Analisis frekuensi yang dilakukan pada penelitian ini antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Person Tipe III, Distribusi Log Person Tipe III dan Distribusi Gumbel. Hasil perhitungan curah hujan rencana untuk berbagai jenis distribusi disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Curah Hujan Rencana

Periode Ulang

Analisa Frekuensi Curah Hujan Rencana (mm/hr) Normal Log Normal Gumbel Pearson III Log Pearson III Tr2 125.67 109.95 115.66 101.78 102.64 Tr5 191.04 170.27 203.79 173.06 165.03 Tr10 225.28 214.11 262.13 227.00 220.45 Tr25 253.30 258.26 335.85 298.36 311.18 Tr50 285.21 319.73 390.54 352.29 394.38 Tr100 307.00 369.91 444.83 406.23 495.41 2) Uji Kecocokan

Suripin (2004) mengatakan bahwa diperlukan penguji parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Hasil perhitungan dari uji kecocokan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan Uji Kecocokan Jenis Distribusi No. Jenis Distribusi

Jenis Uji Kecocokan Rata-rata %

Error Deviasi Chi Kuadrat

1 Normal 21.94 39.33 80.04

2 Log Normal 11.34 36.34 42.90

3 Gumbel 21.78 32.23 73.09

4 Pearson III 26.78 39.41 94.53

5 Log Pearson III 26.02 42.14 104.58

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dikertahui bahwa jenis ditribusi yang memiliki nilai error, deviasi, dan uji Chi Kuadrat terkecil adalah untuk jenis distribusi Log Normal. Dengan hasil ini maka jenis distribusi yang digunakan adalah Log Normal. Mengacu pada Tabel 5, maka curah hujan rencana yang

(30)

18

digunakan sebagai curah hujan dasar dalam simulasi dan perencanaan adalah sebesar 170.27 mm/hari. Nilai tersebut didapatkan untuk periode ulang yang diambil adalah sebesar 5 tahun sesuai dengan peruntukan drainase saluran untuk daerah tangkapan air lebih kecil dari 10 ha sesuai KEMENPU (2011 ).

Analisis dengan pemodelan SWMM 5.0

Menurut Rosmann (2004), SWMM merupakan suatu pemodelan matematika yang digunakan untuk mensimulasikan kuantitas dan kualitas runoff suatu daerah akibat air hujan atau kombinasi dengan sistem air limbah. SWMM menggabungkan perhitungan dinamis rainfall-runoff untuk satu kejadian atau simulasi yang berkelanjutan (Huber dan Dickinson, 1998). Data hujan diperlukan untuk melihat respon terhadap subcatchment, infiltrasi dengan menggunakan model Horton’s atau Green and Ampt’s, waktu konsentrasi yang dihitung berdasarkan teori Kinematic Wave, dan runoff yang diteruskan dengan menggunakan prinsip algoritma non linier. Sementara untuk aliran permukaan dihitung dengan mempertimbangkan tipe penggunaan lahan, topografi, kelembaban tanah, kehilangan infiltrasi pada area previous, dan penahan di permukaan (Chung.et all , 2010).

1) Pembagian Subcatchment

Perumahan ini hampir mencapai 65 % terdiri dari permukaan yang tidak dapat melewatkan air ke dalam tanah (impervious) yakni berbentuk aspal beton pada area-area jalan dan permukaan yang dapat melewatkan air (previous) yang berada pada bagian halaman rumah dan jalan depan rumah. Kawasan perumahan ini terdiri dari 26 subcatchment yang dibagi dengan melihat pertimbangan elevasi dan aliran air pada saat terjadinya hujan. Secara lengkap pembagian subcatchment tersebut ditunjukkan pada Gambar 5. Subcatchment tersebut dinamakan S1-S26. Nilai properti subcatchment yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 7.

(31)

19 Tabel 7. Nilai properti subcatchment

Nama Subcatchment A (m2) Saluran pengeluaran % Imperv % Perv Blok A1-A5 S1 1760.4 C1 80 20 Blok A7-A11 S2 805.3 C4 60 40 Blok A7-A11 S3 805.3 C6 60 40 Blok A13-A17 S4 805.3 C8 60 40 Blok A13-A17 S5 805.3 C14 60 40

Blok A6, A12 S6 2632.0 C11 25 75

Lap. Bola S7 2759.8 C15 5 95 Kantor Pengelola S8 2912.4 C17 52 48 Aula S9 2600.6 C13 52 48 Blok B4-B8 S10 1692.2 C55 80 20 Blok B10-B14 S11 848.4 C54 60 40 Blok B10-B14 S12 848.4 C32 60 40 Blok B16-B20 S13 848.4 C31 60 40 Blok B16-B20 S14 848.4 C29 60 40 Blok B22-B26 S15 848.4 C28 60 40 Blok B22-B26 S16 848.4 C26 60 40 Blok B28-B32 S17 848.4 C25 60 40 Blok B28-B32 S18 848.4 C23 60 40 Blok B34-B38 S19 848.4 C22 60 40 Blok B34-B38 S20 848.4 C20 60 40 Blok B1-B33 S21 5640.0 C48 65 35 Mushola S22 2430.7 C56 45 55 Rumah Sakit S23 7371.8 C40 42 58 Taman S24 5454.2 C43 12 88 Sekolah I S25 9550.8 C36 68 32 Sekolah II S26 4230.4 C37 61 39

2) Pembuatan Model Jaringan

Pemodelan jaringan drainase merupakan langkah utama dalam simulasi. Sistem jaringan drainase yang ada di lapangan dimodelkan ke dalam SWMM 5.0 menjadi beberapa bagian. Secara umum dari hasil observasi lapang diketahui beberapa properti yang dimasukkan ke dalam pemodelan adalah subcatchment area, junction nodes, conduit, dan outfall nodes. Untuk kawasan perumahan ini terdiri dari 26 subcatchment, 53 junction nodes, 56 conduit, dan 1 outfall nodes. Hasil dari pemodelan jaringan output dari SWMM dapat dilihat pada Gambar 6.

(32)
(33)

21 3) Simulasi Respon aliran pada Time Series

Dalam pemodelan SWMM selanjutnya dilakukan pemodelan simulasi aliran. Simulasi aliran ini dilakukan dengan menggunakan data curah hujan rencana yang telah didapatkan dari hasil analisis hidrologi sebelumnya. Dari curah hujan harian rencana sebesar 170.27 mm/hari maka dilakukan simulasi aliran sebagai respon curah hujan terhadap durasi. Hasil yang telah didapatkan dari simulasi aliran tersebut ditunjukan pada Gambar 7. Pada penelitian ini ditetapkan bahwa lama waktu efektif hujan yang berlangsung selama satu hari hujan adalah sekitar 3 jam berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Darmadi (1993). Sementara untuk sebaran curahan hujan dalam satu hari terhadap waktu didasarkan pada Materi Bidang Drainase Perkotaan (KEMENPU 2011).

Gambar 7. Simulasi aliran curah hujan (mm) dan durasi (jam) 4) Simulasi Model

Simulasi selanjutnya dijalankan setelah pemodelan jaringan drainase dan respon aliran dilakukan. Dari simulasi yang dilakukan didapatkan hasil kualitas simulasi yang diperoleh (Gambar 8) adalah cukup baik dimana continuity error untuk limpasan dan penelusuran aliran masing-masing adalah sebesar -0.39 % dan 0.00 % (kualitas simulasi kurang baik jika continuity error > 10 %). Dari total hujan sebesar 171 mm selama lama efektif hujan 3 jam, respon subcatchment menunjukkan bahwa rata-rata 2 - 4 mm per subcatchment yang terinfiltrasi dan sisanya menjadi limpasan. Hasil perhitungan limpasan yang terjadi pada setiap subcatchment disajikan pada Tabel 8.

(34)

22

Gambar 8. Hasil Run Status untuk simulasi yang berhasil Tabel 8. Hasil perhitungan limpasan

Subcatchment Total hujan (mm) Total infiltrasi (mm) Total limpasan (mm) Limpasan puncak (liter/detik) S1 172 2.08 169.02 50.25 S2 172 2.08 169.43 23.14 S3 172 2.08 169.43 23.14 S4 172 2.08 169.43 23.14 S5 172 2.08 169.43 23.14 S6 172 3.90 166.29 74.64 S7 172 4.94 163.67 71.23 S8 172 4.42 167.94 82.54 S9 172 2.50 166.14 73.83 S10 172 1.04 170.48 48.32 S11 172 2.08 169.41 24.28 S12 172 2.08 169.41 24.28 S13 172 2.08 169.41 24.28 S14 172 2.08 169.41 24.28 S15 172 2.08 169.41 24.28 S16 172 2.08 169.41 24.28 S17 172 2.08 169.41 24.28 S18 172 2.08 169.41 24.28 S19 172 2.08 169.41 24.28 S20 172 2.08 169.41 24.28 S21 172 1.82 169.21 161.00 S22 172 2.86 167.63 68.81 S23 172 3.02 166.59 195.26

(35)

23

S24 172 4.58 162.60 110.22

S25 172 2.61 168.78 272.48

S26 172 2.25 169.99 120.75

Besarnya total limpasan pada setiap subcatchment berbeda-beda dikarenakan adanya perbedaan besar presentase area impervious untuk masing-masing subcatchment. Subcatchment dengan presentase area impervious yang besar maka akan menimbulkan limpasan yang besar juga. Limpasan puncak untuk setiap subcatchment menggambarkan nilai debit limpasan puncak berdasarkan distribusi curah hujan terhadap waktu yang telah dimodelkan dalam time series. Salah satu contoh pergerakan debit limpasan terhadap waktu untuk subcatchment dapat dilihat pada Gambar 9 untuk contoh subcacthment S23.

Gambar 9. Besar limpasan terhadap waktu (Subcacthment S23) Pada Lampiran 3, bagian node flooding summary terlihat adanya banjir pada node J11, J18, J19, J26, J30, J34, dan J51 sementara pada node lainnya tidak terjadi luapan. Sehingga dari hasil tersebut node yang membutuhkan tambahan kedalaman adalah hanya pada J11, J18, J19, J26, J30, J34, dan J51. Sementara pada node depth summary (junction) terlihat bahwa maksimum kedalaman air dalam saluran berkisar antara 0.2 m – 0.8 m. Hal tersebut menunjukkan bahwa limpasan terus terbuang hingga menuju outlet 1 namun masih terjadi luapan pada beberapa saluran yaitu pada saluran C14, C18, C24, C27, C30 dan C53 sesuai dengan pemodelan yang ditunjukkan pada Gambar 10. Secara lengkap hasil simulasi dapat dilihat pada Lampiran 3.

Hasil simulasi yang ditunjukkan pada jendela map dengan pilihan Time of day, terlihat bahwa pada 01.15 mulai terjadi limpasan untuk seluruh subcatchment dengan nilai rata-rata lebih besar dari 20 liter/detik seperti yang juga ditunjukkan pada Tabel 8. Hingga pada jam 02.15 runoff mulai berkurang pada seluruh subcatchment. Terjadinya runoff yang besar pada pemodelan ini dikarenakan lokasi perumahan yang didominasi oleh area yang impervious yang

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0:00 2:24 4:48 7:12 9:36 12:00 L im p asan ( L iter /d etik ) Waktu simulasi

(36)

24

tidak dapat menginfiltrasi air ke dalam tanah. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Schueler (1994) dimana proses hidrologis dapat berubah akibat adanya peningkatan permukaan impervious akibat adanya pembangunan. Selain itu hal yang membuat meningkatnya runoff adalah perubahan dari tanaman alami ke tanaman hias (Boyer dan Brian, 2002) dan pemadatan area previous (Pitt et all, 2008).

Gambar 10. Simulasi model pada time of day 02.00

Hasil ketinggian aliran maksimum dimana pada beberapa saluran terjadinya luapan dapat dilihat pada profil aliran yang ditunjukkan pada Gambar 11 – 13. Dari hasil yang diperoleh, pada Gambar 11 dapat dilihat pada jam 02.00 time of day untuk aliran dari node J18 hingga J21 terjadinya luapan pada saluran C18. Sementara untuk saluran lainnya tidak terjadi luapan karena ketinggian aliran maksiumum masih berada di bawah ketinggian saluran. Namun keadaan saluran tidak berada pada posisi yang baik dimana kemiringan saluran hingga menuju outlet cenderung landai sehingga perlu ditambah kemiringannya untuk mempercepat aliran.

(37)

25

Gambar 11. Profil aliran dari node J18 hingga node J21

Profil aliran tersebut hanya menggambarkan kedudukan ketinggian aliran maksimum terhadap ketinggian saluran. Luapan terjadi ketika ketinggian aliran lebih tinggi daripada ketinggian saluran, dimana pada profil aliran tersebut digambarkan untuk saluran – saluran yang meluap ketinggian aliran berwarna biru mengisi penuh kapasitas saluran. Adanya garis putus-putus pada profil aliran seperti pada Gambar 12 dan 13 tersebut tidak menggambarkan sesuatu yang spesifik dimana garis putus-putus tersebut hanya menggambarkan perbedaan kedalaman maksimum node pada saluran tersebut. Pada Gambar 12 dan 13 juga terlihat luapan pada saluran C24, C27, C30 dan C53

(38)

26

Gambar 13. Profil aliran dari node J43 hingga node Out1

Selain itu grafik aliran juga dapat dilihat sebagai hasil dari simulasi. Grafik aliran pada masing-masing arah jaringan saluran hingga menuju ke outlet dapat dilihat pada Gambar 14 – 16. Gambar 14 menggambarkan pergerakan besar debit aliran yang terjadi pada saluran C18, C19, C20, C21, C46, hingga C51 atau Out1 yang berada dalam satu arah aliran jaringan drainase. Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada beberapa jam, aliran pada saluran C18 – Out1 telah mencapai kapasitas maksimum hingga menyebabkan terjadinya luapan pada saluran C18.

(39)

27

Gambar 15. Debit aliran pada saluran C17 sampai dengan C51 (Out1)

Gambar 16. Debit aliran pada saluran C36 sampai dengan C51 (Out1) Untuk pergerakan debit aliran yang ditunjukkan pada Gambar 15 dan 16 terlihat bahwa aliran mencapai maksimum pada jam 02.00 dengan debit aliran mencapai 500 liter/detik untuk saluran C51 dan 700 liter/detik untuk saluran C53. Ketinggian aliran kemudian turun setelahnya hingga mencapai kering. Secara umum gerak aliran yang divisualisasikan pada grafik tersebut sudah menunjukkan sistem yang cukup baik, namun tetap masih terdapatnya kekurangan dimana terjadinya luapan pada beberapa saluran yang dilewati aliran dengan kapasitas maksimum tersebut.

(40)

28

5) Perbaikan Sistem Drainase

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada evaluasi sebelumnya, diketahui bahwa terjadi luapan pada beberapa saluran yaitu C13, C14, C18, C44, dan C53. Dari hasil perhitungan secara manual juga dapat dibuktikan bahwa memang pada saluran tersebut tidak memenuhi kapasitas yang diperlukan. Pada perhitungan yang dilakukan untuk saluran C18, diketahui bahwa debit hasil simulasi SWMM 5.0 adalah sebesar 0.0278 m3/det. Sementara dengan dimensi saluran eksisting, lebar 40 cm dan kedalaman 40 cm hanya mampu menampung debit aliran sebesar 0.008 m3/det. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Melihat hasil tersebut maka perlu dilakukan perbaikan saluran drainase untuk mengatasi terjadinya luapan agar tidak terjadi genangan. Perbaikan saluran drainase dimaksudkan agar saluran tersebut mampu menampung debit aliran pada setiap waktu dengan meningkatkan kapasitas salurannya. Perbaikan saluran tersebut dapat dilakukan dengan cara antara lain melebarkan saluran, memperdalam saluran, dan atau kombinasi keduanya. Pemilihan tersebut dilakukan dengan melihat kondisi lapangan sebagai faktor utama, serta melihat volume galian yang harus dilakukan. Dengan menggunakan cara perbaikan pada saluran C13, C14, C18, C44, dan C53, setelah dilakukan simulasi ulang diketahui bahwa luapan tidak lagi terjadi setelah dilakukan penambahan lebar seperti disajikan dalam Tabel 9.

Tabel 9. Perubahan lebar saluran

Nama saluran Lebar awal (cm) Lebar rencana (cm) Lebar tambahan (cm)

C14 40 70 30 C18 40 50 10 C20 40 50 10 C24 60 110 50 C27 60 80 20 C30 60 80 20 C53 60 70 10

Dalam pemilihan upaya peningkatan kapasitas saluran yang dapat dilakukan perlu dipilih cara yang paling baik untuk dilakukan disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Dalam hal ini upaya yang paling baik dilakukan adalah dengan cara pelebaran saluran. Hal tersebut merupakan langkah yang paling sesuai dilakukan bila melihat keadaan kondisi di lapangan. Pelebaran saluran masih dapat dilakukan dengan mengurangi luas jalan dan halaman. Sementara cara penambahan kedalaman saluran tidak dapat dilakukan karena elevasi yang dibutuhkan tidak mencukupi hingga mencapai outlet pembuangan.

Pelebaran saluran sebagai upaya yang disarankan paling baik untuk dilakukan didapatkan melalui simulasi ulang yang telah dilakukan dengan penambahan dimensi lebar sesuai dengan Tabel 9. Dari hasil simulasi ulang diketahui bahwa tidak lagi terjadi kejadian saluran meluap. Perbandingan ketinggian aliran sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan dapat dilihat pada Tabel 10. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa setelah dilakukan perbaikan pelebaran saluran, ketinggian aliran sudah berada di bawah dari ketinggian saluran

(41)

29 sehingga tidak terjadi lagi luapan pada saluran tersebut. Secara lengkap hasil simulasi ulang tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 10. Perbandingan ketinggian aliran sebelum dan sesudah perbaikan hasil simulasi ulang

Node Ketinggian saluran (m)

Ketinggian aliran (m)

Sebelum perbaikan Setelah perbaikan

J11 0.4 0.8 0.37 J18 0.4 0.4 0.36 J19 0.4 0.4 0.36 J26 0.6 0.8 0.56 J30 0.6 0.8 0.59 J34 0.6 0.8 0.55 J51 0.6 0.6 0.55

Peningkatan kapasitas saluran drainase dengan menambah lebar saluran menimbulkan konsekuensi pengurangan lebar halaman rumah dan jalan di sekitar saluran – saluran yang perlu diperbaiki. Penambahan lebar saluran tersebut akan memperkecil ruang jalan, namun hal tersebut masih dapat diatasi dengan pembuatan saluran terbuka yang dilengkapi dengan penutup pada atas saluran sehingga bagian tersebut masih dapat digunakan sebagai ruang jalan.

Selain itu, dalam penyelesaian permasalahan sistem drainase perlu dikembangkan konsep dasar pengembangan drainase yang berkelanjutan dimana difokuskan pada peningkatan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan. Prioritas utama dalam konsep tersebut ditujukan untuk mengelola limpasan permukaan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan seperti kolam penyimpanan atau lubang resapan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

 Berdasarkan pengukuran di lapangan didapatkan saluran drainase terdiri dari empat jenis dimensi saluran yang berbeda dengan perbandingan lebar dan kedalaman saluran yaitu 40 cm – 40 cm untuk saluran pembawa, 60 cm – 60 cm untuk saluran pengumpul I, 70 cm – 80 cm untuk saluran pengumpul II dan 80 cm – 80 cm untuk saluran pembuang.

 Limpasan pada subcatchment yang terjadi rata-rata sebesar 70 liter/detik, dengan limpasan maksimum adalah sebesar 272.48 liter/detik yaitu pada S25 dan limpasan minimum adalah sebesar 23.14 liter/detik yaitu S2-S5.  Dari total hujan sebesar 171 mm selama lama efektif hujan 3 jam, respon

subcatchment menunjukkan bahwa rata-rata 2 - 4 mm per subcatchment yang terinfiltrasi dan sisanya menjadi limpasan. Saluran yang meluap yaitu pada saluran C14, C18, C24, C27, C30 dan C53.

 Dalam upaya perbaikan saluran, berdasarkan hasil simulasi ulang diketahui perbaikan yang paling baik dilakukan adalah dengan penambahan lebar saluran dengan rata-rata sebesar 10 cm – 50 cm. Penambahan lebar saluran tersebut akan memperkecil ruang jalan, namun

(42)

30

hal tersebut masih dapat diatasi dengan pembuatan saluran terbuka yang dilengkapi dengan penutup pada atas saluran sehingga bagian tersebut masih dapat digunakan sebagai ruang jalan. Alternatif lain dengan konsep pengembangan drainase yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan seperti kolam penyimpanan atau lubang resapan.

Saran

 Untuk penelitian sejenis perlu dilakukan penyediaan data hujan dari stasiun penakar hujan otomatis sehingga dapat akurat dalam menentukan sebaran curahan hujan terhadap waktu.

 Perlu dilakukan pengujian terhadap presentase zero impervious yang merupakan area impervious tanpa depression storage

 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengolahan dan perbandingan data di lapangan untuk mencapai hasil yang maksimal dengan bantuan perangkat pemrograman yang lainnya.

 Perlu dilakukan pembersihan saluran dari endapan lumpur yang dapat menurunkan kapasitas saluran dan juga meningkatkan presentase area previous dengan kembali membuka area-area hijau.

DAFTAR PUSTAKA

[KEMENPU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2011. Materi Bidang Drainase. Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan Umum

Acosta, Ivan Rivas.2009. Design and implementation of hydrologic unit watersheds for rainfall-runoff modeling in urban areas [disertasi]. Colorado (US): Colorado State University

Blansett,Katherine Lee. 2011. Flow, Water Quality, and SWMM Model Analysis for Five Urban Karst Watershed [disertasi]. Pennsylvania (US): The Pennsylvania State University The Graduate School

Boyer M, Burian SJ. 2002. The effects of construction activities and the preservation of indigenous vegetation on stormwater runoff rates in urbanizing landscapes. Di dalam: Proceedings, indigenous vegetation within urban development, 14–16 August 2002, Uppsala, Sweden.

Cervantes, William D Medina. 2004. Modelling Water Quantity and Water Quality with the SWMM Contionuous Streamflow Model Under Non-Stationary Land Use Condition Using GIS [tesis]. Maryland (US) : Department of Civil and Environmental Engineering, University of Maryland

Chung Eun Sung, Hong Won Pyo, Lee Seong Kil, Burian J Steven.2010. Integrated Use of a Continuous Simulation Model and Multi-Attribute Decision Making for Rangking Urban Watershed Management Alternatives. Water Resource Manage (2011) 25:641–659

Darmadi.1993. Analisis hidrograf Satuan Berdasarkan Parameter Fisik DAS (disertasi). Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 2. Siklus hidrologi. ( Sumber : Asdak 2002)
Gambar 3. Peta lokasi penelitian
Gambar 4.  Diagram alir penelitian
Gambar 5. Pembagian subcatchment pada wilayah studi
+7

Referensi

Dokumen terkait