• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Saluran Drainase Dengan Model Epa Swmm 5.1 Di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi Utara, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Saluran Drainase Dengan Model Epa Swmm 5.1 Di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi Utara, Jawa Barat"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI SALURAN DRAINASE DENGAN MODEL EPA SWMM 5.1

DI PERUMAHAN PONDOK UNGU, BEKASI UTARA, JAWA BARAT

HANIPAH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Saluran Drainase dengan Model EPA SWMM 5.1 di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi Utara, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(5)

ABSTRAK

HANIPAH. Evaluasi Saluran Drainase dengan Model EPA SWMM 5.1 di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi Utara, Jawa Barat. Dibimbing oleh NORA H. PANDJAITAN dan SUTOYO.

Saluran drainase merupakan saluran yang berfungsi untuk menampung serta mengalirkan air hujan dan juga limbah cair domestik. Perumahan Pondok Ungu dibangun di lahan yang semula lahan pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi saluran drainase yang ada di Perumahan Pondok Ungu (Cluster Sanur) Bekasi Utara, menganalisis besarnya limpasan yang terjadi dan kesesuaiannya dengan jaringan drainase yang ada dan mensimulasikan jaringan drainase secara terintegrasi dengan debit banjir. Analisis dilakukan dengan Model EPA SWMM 5.1. Kondisi saluran drainase C1 saat penelitian memiliki kapasitas sebesar 0,74 m3/dt, namun debit dari hasil simulasi hanya sebesar 0,29 m3/dt. Hasil tersebut menunjukkan bahwa saluran yang ada memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan debit rencana. Berdasarkan hasil simulasi dengan Model EPA SWMM 5.1 untuk Cluster Sanur, semua limpasan masih dapat ditampung oleh saluran drainase yang ada karena tidak melebihi kapasitas saluran.

Kata kunci: curah hujan rencana, limpasan, Perumahan Pondok Ungu, saluran drainase, EPA SWMM 5.1

ABSTRACT

HANIPAH. Evaluation of Drainage System Using EPA SWMM 5.1 Model in Pondok Ungu Residence, North Bekasi, West Java. Supervised by NORA H. PANDJAITAN and SUTOYO.

The drainage channel is a channel that serves to convey and drain run off and also domestic waste water. Pondok Ungu Residence was built on land that was originally farmland. The objective of this research were to identify the condition of drainage channels in Pondok Ungu Residence (Cluster Sanur) North Bekasi, to compare drainage channels capacity with total surface run off and to simulate the drainage system integrated with the flood discharge. Analysis was done using EPA SWMM 5.1 Model. The capacity of drainage channel C1 0,74 m3/s, but the discharge from simulation only 0,29 m3/s. The results showed that the capacity of drainage channels bigger than discharge design. Based on simulation results of Cluster Sanur using EPA SWMM 5.1 Model, the existing drainage channels could receive all run off because total run off were lower than the drainage capacity. Keywords: drainage channel, Pondok Ungu Residence, run off, EPA SWMM 5.1,

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

EVALUASI SALURAN DRAINASE DENGAN MODEL EPA SWMM 5.1

DI PERUMAHAN PONDOK UNGU, BEKASI UTARA, JAWA BARAT

HANIPAH

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi :Evaluasi Saluran Drainase dengan Model EPA SWMM 5.1 di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi Utara, Jawa Barat Nama : Hanipah

NIM : F44110027

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Pembimbing I

Sutoyo, STP MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Juli 2015 ini ialah “Evaluasi Saluran Drainase dengan Model EPA SWMM 5.1 di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi Utara, Jawa Barat”.

Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir.Nora H. Pandjaitan, DEA dan Bapak Sutoyo STP, MSi selaku komisi pembimbing serta Dr. Ir. Prastowo, M. Eng selaku penguji yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman SIL 48 atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Manfaat 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Sistem Drainase 2

Analisa Hidrologi 3

EPA SWMM 5

METODE 6

Waktu dan Tempat 6

Bahan dan Peralatan 6

Pelaksanaan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Keadaan Umum Perumahan Pondok Ungu 11

Analisis Hidrologi Curah Hujan Rencana 12

Evaluasi Saluran Drainase dengan Model EPA SWMM 5.1 14

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(13)

DAFTAR TABEL

1 Nilai depression storage 7

2 Laju infiltrasi minimum dari berbagai kelompok tanah 8 3 Laju infiltrasi maksimum dari berbagai kondisi tanah 8 4 Curah hujan harian maksimum (mm) stasiun Halim Perdanakusumah 12 5 Hasil perhitungan analisis frekuensi curah hujan rencana 12 6 Perbandingan parameter distribusi probabilitas 13 7 Perhitungan Uji Chi Kuadrat Distribusi Gumbel 13

8 Nilai properti subcatchment 14

9 Hasil simulasi limpasan subcatchment 16

10 Perbandingan debit rencana dan kapasitas saluran 20

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi penelitian 6

2 Diagram alir penelitian 10

3 Peta Situasi Perumahan Pondok Ungu, Cluster Sanur 11

4 Kondisi saluran drainase yang ada 14

5 Hasil pemodelan jaringan drainase di Cluster Sanur 15 6 Besar debit rencana terhadap waktu pada subcatchment S1 17

7 Simulasi model pada jam ke-2 hujan 17

8 Debit rencana pada saluran C1-C18 (Out1) 18

9 Profil aliran pada node J14-J18 19

10 Profil aliran pada node J18-Out1 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Masterplan Perumahan Pondok Ungu Cluster Sanur 23

2 Standar tinggi jagaan pada saluran terbuka 24

3 Data dimensi saluran drainase yang ada 25

4 Perhitungan waktu konsentrasi dan kapasitas saluran 26 5 Penampang hidrolik terbaik untuk masing-masing saluran pada Cluster

Sanur 27

6 Contoh perhitungan penampang terbaik saluran C1 28 7 Hasil run status untuk simulasi yang berhasil 29

8 Skema jaringan drainase Cluster Sanur 30

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hujan merupakan salah satu rangkaian peristiwa yang selalu terjadi dalam siklus hidrologi. Terkadang hujan yang turun pada musim hujan di suatu wilayah dapat menyebabkan kelebihan air, yang biasanya berupa genangan. Selain itu kegiatan manusia yang semakin beragam khususnya yang berkaitan dengan pemanfaatan air juga mengakibatkan adanya air limbah. Bila air limbah ini tidak tertampung dalam saluran drainase maka akan muncul genangan-genangan air kotor pada wilayah pemukiman, yang dapat menurunkan kualitas lingkungan dan kualitas hidup manusia di wilayah tersebut.

Pemanfaatan lahan yang semakin besar juga dapat berdampak terhadap timbulnya kelebihan air. Penutupan lahan dengan berbagai bangunan yang dibutuhkan untuk menambah kenyamanan hidup manusia akan menyebabkan berkurangnya luasan tanah yang dapat menyerap air hujan dan air buangan tersebut, sehingga air akan tergenang dalam waktu yang lama dan dalam jumlah yang semakin banyak.

Drainase merupakan salah satu komponen infrastruktur yang penting untuk menyalurkan kelebihan air. Meningkatnya limpasan karena berkurangnya daerah resapan air dapat diatasi dengan pembangunan saluran drainase yang memadai, yang dapat mengalirkan kelebihan air. Saat ini keberadaan sistem drainase merupakan salah satu penilaian infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat dilihat dari kualitas sistem drainase yang ada.

(15)

2

Tujuan

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi kondisi saluran drainase yang ada di Perumahan Pondok Ungu, Cluster Sanur, Bekasi Utara.

2. Menganalisis besarnya limpasan yang terjadi dan kesesuaiannya dengan jaringan drainase yang ada.

3. Mensimulasikan jaringan drainase secara terintegrasi dengan debit banjir.

Manfaat

Adapun manfaat yang akan didapat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi bagi pengembang di Perumahan Pondok Ungu, Cluster Sanur, Bekasi Utara mengenai kondisi jaringan drainase yang ada pada saat penelitian.

2. Sebagai informasi untuk pengelola perumahan dalam merencanakan dan memelihara jaringan drainase yang baik.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Drainase

Menurut Suripin (2004), drainase bertujuan untuk mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Dalam bidang sipil, drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan.

Berdasarkan sejarah terbentuknya, drainase dibagi menjadi: (1) drainase alamiah dan (2) drainase buatan. Drainase alamiah terbentuk secara alami dan tidak memiliki bangunan-bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, dan gorong-gorong. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi, yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai. Drainase buatan merupakan saluran drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan, pasangan batu/beton, gorong-gorong, dan pipa-pipa (Suripin 2004).

(16)

3 dan tuntutan fungsi pemanfaatan tanah yang tidak mengizinkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, serta taman (Hasmar 2011).

Menurut fungsinya, saluran drainase dibedakan menjadi single purpose dan multi purpose. Saluran single purpose berfungsi untuk mengalirkan satu jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lainnya seperti limbah domestik dan air limbah industri. Saluran multi purpose adalah saluran yang berfungsi untuk mengalirkan beberapa jenis air buangan baik secara bercampur maupun bergantian (Suripin 2004).

Menurut konstruksinya saluran drainase dibedakan menjadi saluran terbuka dan saluran tertutup. Saluran terbuka lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase air non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan atau mengganggu lingkungan. Saluran tertutup adalah saluran yang pada umumya dipakai untuk membuang air limbah (air yang mengganggu kesehatan/lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di tengah kota (Anonim 1997).

Drainase perkotaan menurut Anonim (1997) adalah ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada di kawasan kota tersebut. Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi: permukiman, kawasan industri dan perdagangan, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga, lapangan parkir, instalasi listrik dan telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut, serta tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota.

Analisa Hidrologi

Menurut Suripin (2004) analisis dan desain hidrologi tidak hanya memerlukan volume atau ketinggian hujan, tetapi juga distribusi hujan terhadap tempat dan waktu. Distribusi hujan terhadap waktu disebut juga hyetograph.

Dalam analisis frekuensi, hujan rancangan merupakan hujan dengan kemungkinan tinggi untuk terjadi pada kala ulang tertentu. Analisis frekuensi sesungguhnya merupakan prakiraan dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rancangan. Hasil analisis frekuensi berfungsi sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk mengantisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Analisis frekuensi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metoda probability distribution antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log-Person III, dan Distribusi Gumbel (Triatmodjo 2010).

(17)

4

Dalam pemakaian praktis, perhitungan perkiraan nilai yang diharapkan menggunakan persamaan (1) sebagai berikut (Suripin 2004).

̅ (1)

Keterangan:

Xr = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun ̅ = nilai rata-rata

S = deviasi standar Kr = faktor frekuensi

Distribusi Log Normal digunakan untuk menggunakan distribusi yang tidak simetris terhadap nilai reratanya. Contoh penggunaan distribusi Log Normal adalah penggambaran fenomena umur atau ketahanan suatu komponen atau sistem. Dalam penggunaan praktis, digunakan persamaan (2) untuk menghitung perkiraan nilai yang diharapkan (Suripin 2004).

̅ (2)

Keterangan:

Yr = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan ̅ = nilai rata-rata

S = deviasi standar Kr = faktor frekuensi

Distribusi Log Person III digunakan untuk mendapatkan kedekatan yang lebih kuat antara data dan teori daripada yang ditunjukkan oleh Distribusi Normal dan Distribusi Log Normal. Berbeda dengan dua distribusi sebelumnya, Distribusi Log Person hampir tidak berbasis teori. Namun distribusi ini masih tetap dipakai karena fleksibilitasnya. Dalam perhitungan praktis, digunakan persamaan (3) untuk menghitung perkiraan nilai yang diharapkan (Suripin 2004).

̅ (3)

Keterangan:

Xr = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan ̅ = nilai rata-rata

S = deviasi standar Kr = faktor frekuensi

Distribusi Gumbel menggunakan harga ekstrem untuk menunjukkan bahwa dalam sebuah deret harga-harga ekstrem mempunyai fungsi distribusi eksponensial ganda. Dalam perhitungan praktis digunakan persamaan (4) untuk menghitung perkiraan nilai yang diharapkan (Suripin 2004).

(4)

dan ̅ (5)

Keterangan:

Xr = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan ̅ = nilai rata-rata

S = deviasi standar YT =reduced variate

Sn =reduced standard deviation Yn =reduced mean

(18)

5 cara menentukan koefisien kemencengan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) (Soewarno 1995). Untuk menentukan jenis distribusi probabilitas yang sesuai, dilakukan perbandingan parameter statistik yaitu koefisien kemencengan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck).

Menurut Soewarno (1995) diperlukan pengujian parameter untuk menguji kecocokan distribusi frekuensi data terhadap fungsi distribusi peluang yang dapat mewakilinya. Uji kecocokan yang digunakan adalah Chi Kuadrat. Uji Chi Kuadrat diperlukan untuk menentukan persamaan distribusi probabilitas yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik data yang dianalisis (Suripin 2004).

EPA SWMM

EPA SWMM adalah model yang digunakan untuk merencanakan, menganalisis dan mendesain yang berhubungan dengan limpasan air hujan dan sistem drainase pada area perkotaan. Menurut Rossman (2004), EPA SWMM adalah model simulasi dinamis hubungan antara curah hujan dan limpasan (rainfall-runoff). Model ini digunakan untuk mensimulasikan kejadian hujan tunggal atau berkelanjutan dalam waktu lama, baik berupa volume limpasan maupun kualitas air, terutama pada suatu daerah perkotaan.

SWMM menghasilkan volume dan kualitas limpasan yang diteruskan dari masing – masing subcatchment, dengan kecepatan aliran, kedalaman aliran, dan kualitas air pada masing – masing pipa dan saluran selama periode simulasi yang terdiri dari berbagai tahapan waktu. EPA SWMM menghitung berbagai proses hidrologis dengan memperhatikan limpasan dari daerah perkotaan, yaitu curah hujan dengan variasi waktu, evaporasi permukaan air, akumulasi salju dan mencairnya, curah hujan di daerah tampungan, infiltrasi dari curah hujan yang masuk ke lapisan tanah tidak jenuh air, perkolasi dan infiltrasi ke dalam lapisan air tanah, aliran bawah antara air tanah, dan sistem drainase.

Aplikasi model EPA SWMM ini dapat digunakan untuk beberapa hal seperti perencanaan dan dimensi jaringan pembuang untuk pengendalian banjir serta perencanaan daerah penahan sementara untuk pengendalian banjir. Selain itu juga dapat digunakan untuk pemetaan daerah genangan banjir.

Penelitian ini menggunakan perangkat lunak EPA SWMM 5.1. EPA SWMM 5.1 memiliki pembaruan dalam beberapa hal yang membedakannya dengan versi sebelumnya. EPA SWMM 5.1 dapat membaca format file curah hujan yang diambil secara online dari NOAA-NCDC. Terdapat penambahan pilihan pada infiltrasi, yaitu metode Horton. Terdapat dua kategori baru pada kontrol LID, yaitu the green roof dan rain gardens. Pengguna dapat menambahkan sendiri persamaan aliran air tanah untuk subcatchment pada EPA SWMM 5.1 (EPA 2015).

(19)

masing-6

masing besarnya -0,39 % dan 0,00 %. Dari total hujan rencana sebesar 171 mm dengan lama hujan efektif 3 jam, respon subcatchment menunjukkan bahwa rata-rata hanya 2 - 4 mm per subcatchment yang terinfiltrasi dan sisanya menjadi limpasan.

Selain Ningsih, Fadhlillah (2013) juga telah melakukan analisis banjir di Perumahan Bogor Nirwana Residence dengan model EPA SWMM 5.1. Dari hasil simulasi dapat diketahui besarnya limpasan maksimum dan limpasan minimum. Selain itu juga dapat dianalisis kesesuaian kapasitas saluran drainase yang ada dengan besarnya limpasan.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari-Juli 2015. Saluran drainase yang dianalisis adalah saluran drainase yang berada di Perumahan Pondok Ungu, Cluster Sanur, Bekasi Utara (Gambar 1). Perumahan tersebut berada pada koordinat 6°14 0 LU dan 106°0 0 BT.

Sumber: Google Map (tanggal akses: 20/8/2015)

Gambar 1 Peta lokasi penelitian Bahan dan Peralatan

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari observasi lapangan dan pengukuran secara langsung di lapangan yang mencakup data karakteristik saluran dan sistem jaringan drainase di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi Utara. Data sekunder yang digunakan berupa data intensitas hujan harian maksimum 10 tahun, peta tutupan lahan dan peta masterplan perumahan. Alat yang digunakan yaitu kompas, theodolite, target rod, patok, notebook, alat tulis, kalkulator, dan EPA SWMM 5.1.

U

(20)

7

Pelaksanaan

Adapun langkah–langkah yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu :

a. Pengumpulan data

Data primer yang diperlukan adalah kondisi jaringan drainase pada saat penelitian yang meliputi jenis saluran, panjang, lebar, kedalaman, dan elevasi saluran serta batas daerah tangkapan air untuk setiap subcatchment. Pengumpulan data sekunder bertujuan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam menganalisis saluran drainase yang ada di tempat penelitian. Data sekunder meliputi data curah hujan harian, peta tutupan lahan, dan peta lokasi studi.

b. Pengolahan data

Data curah hujan dapat berupa time series. Kondisi subcatchment adalah kondisi lahan yang mencakup topografi dan sistem drainase yang ada untuk mengalirkan langsung aliran permukaan menuju satu titik outlet. Pada subcatchment terdapat dua macam jenis area, yaitu impervious (kedap air) dan pervious (dapat dilalui air). Pada daerah impervious terdapat depression storage (Tabel 1) dan non depression storage.

Tabel 1 Nilai depression storage

Jenis Nilai (cm)

Debit outflow dari limpasan subcatchment dihitung dengan persamaan Manning (6) (Triatmodjo 2003):

R = jari-jari hidrolik (m)

Kemudian dihitung waktu konsentrasi (tc) dengan menggunakan persamaan

Kirpich (7) (Kamiana 2001):

(7)

Keterangan:

(21)

8

Tabel 2 Laju infiltrasi minimum dari berbagai kelompok tanah Kel

tanah

Pengertian Infiltrasi

minimum (mm/jam) A Potensi limpasan yang rendah. Tanah

mempunyai tingkat infiltrasi yang tinggi meskipun ketika tergenang dan kedalaman genangan tinggi, pengeringan / penyerapan baik unsur pasir dan batuan

> 0,45

B Tanah yang mempunyai tingkat infiltrasi biasa / medium ketika tergenang dan mempunyai tingkat kedalaman genangan medium, pengeringan dengan keadaan biasa didapat dari moderately fine to moderately coarse

0, 30 – 0,15

C Tanah mempunyai tingkat infiltrasi rendah jika lapisan tanah untuk pengaliran air memiliki tekstur bias ke tekstur baik. Contoh lempung, pasir bernalau

0,15 – 0,05

D Potensi limpasan yang tinggi. Tanah mempunyai tingkat infiltrasi rendah ketika tergenang

0,05 – 0,00

Sumber : Rossman (2004)

Tabel 3 Laju infiltrasi maksimum dari berbagai kondisi tanah Kondisi tanah Jenis tanah Infiltrasi

maksimum (mm/jam)

Tanah lembab Tanah berpasir 1,25

Tanah lempung 1

Tanah liat 0,33

Sumber : Rossman (2004)

Conduit adalah pipa atau saluran yang menyalurkan air dari satu node ke node yang lain. Bentuk melintang dari saluran dapat dipilih dari beberapa macam bentuk standar yang disediakan EPA SWMM 5.1.

(22)

9 c. Analisis data

1. Daerah Pervious dan Impervious

Identifikasi daerah pervious dilakukan dengan melakukan ground check di lapang untuk melihat daerah yang dapat menyerap air melalui infiltrasi (pervious) dan daerah yang tidak dapat melewatkan air (impervious). Kemudian dapat dihitung persentase luas daerah pervious dan impervious untuk setiap subcatchment, sebagai input data dalam subcatchment.

2. Nilai Curah Hujan Rencana

Nilai curah hujan rencana merupakan nilai input yang berupa time series. Analisis frekuensi untuk mendapatkan nilai curah hujan rencana dilakukan dengan menggunakan teori probability distribution, antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log Person III dan Distribusi Gumbel. Selanjutnya untuk penentuan jenis distribusi yang digunakan akan dilakukan uji kecocokan berdasarkan Uji Chi Kuadrat.

3. Model EPA SWMM 5.1  Pembagian subcatchment

Langkah awal dalam penggunaan SWMM adalah pembagian subcatchment berdasarkan kondisi area penelitian. Pembagian daerah tangkapan air (DTA) ditentukan berdasarkan pada elevasi lahan dan pergerakan limpasan ketika terjadi hujan.

 Debit banjir

Debit banjir dihitung dengan cara memodelkan suatu sistem drainase melalui proses-proses antara lain aliran permukaan, infiltrasi, air tanah, dan genangan di permukaan.

 Pembuatan Model Jaringan

Pembuatan model jaringan dilakukan berdasarkan sistem jaringan drainase yang ada di lapangan. Model jaringan ini terdiri dari subcatchment, node junction, conduit, outfall node, dan raingauge. Setelah diperoleh model jaringan maka selanjutnya dimasukkan semua nilai parameter yang dibutuhkan untuk semua properti tersebut.

 Simulasi Respon Aliran pada Time Series

Simulasi respon aliran pada time series dilakukan untuk melihat respon debit rencana terhadap waktu berdasarkan sebaran curah hujan. Nilai yang dimasukkan adalah nilai sebaran curah hujan terhadap waktu dengan total nilai sesuai dengan curah hujan rancangan hasil dari analisis hidrologi.

 Simulasi model

Simulasi ini dilakukan setelah model jaringan drainase dan semua parameter berhasil dimasukkan. Simulasi dapat dikatakan berhasil jika continuity error < 10%. Dalam simulasi SWMM menghitung debit banjir dengan cara memodelkan suatu sistem drainase. Aliran permukaan atau limpasan permukaan terjadi ketika intensitas hujan yang jatuh di suatu daerah melebihi kapasitas infiltrasi (Sosrodarsono dan Takeda 2003).

Output EPA SWMM 5.1

(23)

10

node, banjir pada node, limbah buangan, sambungan aliran, dan biaya tambahan saluran yang disajikan dalam laporan statistik simulasi rancangan.

 Hasil

Hasil yang ditampilkan berupa jaringan hasil output dari simulasi, profil aliran dari beberapa saluran utama dan saluran yang diketahui tergenang, serta grafik aliran yang terjadi pada saluran.

d. Studi pustaka

Metode studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam menganalisis permasalahan yang diteliti. Studi Pustaka yang ditelaah dapat berupa publikasi ilmiah atau jurnal, laporan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan, dan buku-buku yang menerangkan tentang aspek yang digunakan dalam menganalisis permasalahan.

(24)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Perumahan Pondok Ungu

Perumahan Pondok Ungu Permai terletak di Kelurahan Kali Abang Tengah, Kecamatan Bekasi Utara. Luas wilayah Perumahan Pondok Ungu Permai ini ± 50 ha. Keadaan topografi di Kelurahan Kali Abang Tengah sedikit lebih tinggi dari pada sungai yang merupakan saluran pembuangan akhir.

Sumber: google earth (tanggal akses: 1/7/2014)

Gambar 3. Peta Situasi Perumahan Pondok Ungu, Cluster Sanur

Daerah Perumahan Pondok Ungu Permai memiliki ketinggian 5-10 m dpl dengan kondisi lahan yang relatif datar karena sebagian besar memiliki kemiringan antara 0-2%. Lokasi yang diamati adalah Cluster Sanur. Luas Cluster Sanur sebesar 3,5 ha. Cluster Sanur memiliki satu outlet yang mengalir ke arah Sungai Kali Abang Tengah. Cluster Sanur terdiri dari 10 blok perumahan (Gambar 3).

Berdasarkan pengamatan lapangan, sistem pembangunan saluran drainase di cluster ini dapat dikategorikan cukup baik karena pengaturan saluran ditempatkan pada setiap daerah pelayanan. Beberapa permasalahan yang ada di cluster ini adalah banyaknya saluran yang kondisinya kurang terawat karena adanya sampah dan endapan lumpur yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan air tidak dapat mengalir dengan baik dalam saluran dan tinggi air maksimum yang dapat ditampung oleh saluran menjadi berkurang karena adanya endapan yang cukup tinggi.

Berdasarkan pengamatan lapangan, presentase lahan terbangun lebih banyak daripada lahan bervegetasi, sehingga air hujan yang terinfiltrasi ke tanah sedikit dan sebagian besar menjadi limpasan. Saluran drainase pada cluster ini berbentuk persegi. Cluster Sanur membangun saluran pada tiap rumah dengan dimensi lebar 40 cm dan tinggi 50 cm, serta saluran pengumpul yang berdimensi lebar 60 cm dan tinggi 70 cm. Pada kompleks perumahan ini, panjang saluran berkisar antara 15–390 m tergantung dari

U

(25)

12

jaringan dan daerah tangkapan. Saluran terbuat dari beton dengan permukaan halus, sehingga nilai Manning yang dipakai sebesar 0,01.

Analisis Hiidrologi Curah Hujan Rencana

Analisis hidrologi dilakukan untuk mendapatkan besar nilai curah hujan rencana yang akan dijadikan sebagai nilai input pada model. Data hidrologi curah hujan dianalisis untuk membuat keputusan dan menarik kesimpulan mengenai fenomena hidrologi berdasarkan sebagian data hidrologi yang dikumpulkan (Soewarno 1995). Pada analisis hidrologi ini disediakan data berupa curah hujan harian maksimum. Dalam penelitian ini digunakan data curah hujan harian dari tahun 2004-2013 yang didapatkan dari Stasiun Halim Perdanakusumah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Curah hujan rencana dihitung berdasarkan data curah hujan harian selama 10 tahun seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Curah hujan harian maksimum (mm) stasiun Halim Perdanakusumah Tahun

Berdasarkan data curah hujan harian maksimum 2004-2013 dihitung nilai hujan rencana dengan menggunakan distribusi probabilitas. Hasil perhitungan dengan distribusi probabilitas dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil perbandingan koefisien kemencengan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5 Hasil perhitungan analisis frekuensi curah hujan rencana Periode

ulang

(26)

13

Tabel 6 Perbandingan parameter distribusi probabilitas No Jenis Distribusi Persyaratan

Hasil

Dari hasil perbandingan nilai Cs dan Ck (Tabel 6) jenis distribusi yang memenuhi adalah Gumbel. Pengambilan keputusan berdasarkan uji kecocokan terhadap parameter X2 dengan hasil perhitungan seperti pada Tabel 7.

Tabel 7 Perhitungan Uji Chi Kuadrat Distribusi Gumbel

Interval Of Ef Of-Ef (Of-Ef)2 ((Of-Ef)2)/Ef

Dari hasil perhitungan pada Tabel 7 didapat nilai X2 sebesar 5,20 yang kurang dari nilai X2 pada tabel uji Chi Kuadrat yang besarnya 5,991. Hasil tersebut menunjukkan pengujian kecocokan penyebaran Distribusi Gumbel dapat diterima. Curah hujan rencana yang digunakan pada simulasi model EPA SWMM 5.1 adalah 252 mm. Nilai tersebut didapat dari periode ulang 5 tahun untuk drainase saluran pada daerah tangkapan air yang luasnya kurang dari 10 ha (KEMENPU 2011).

Evaluasi Saluran Drainase dengan Model EPA SWMM 5.1

(27)

14

Tabel 8 Nilai properti subcatchment subcatchment Luas(ha)

Pemodelan jaringan drainase adalah langkah utama dalam simulasi. Sistem jaringan yang ada di perumahan dimodelkan ke EPA SWMM 5.1. Beberapa properti yang dimasukkan dalam pemodelan adalah subcatchment area, junctions nodes, conduit, dan outfall nodes. Pada pemodelan kawasan Cluster Sanur, terdiri dari 10 subcatchment, 18 junctions nodes, 18 conduit, dan 1 outfall.

Setiap subcatchment memiliki saluran pengeluaran. Setiap saluran dihubungkan dari dua junction nodes yang mempunyai perbedaan elevasi dasar saluran yang sesuai dengan arah alirannya. Elevasi dasar saluran yang digunakan adalah kondisi yang ada di lapangan yaitu saluran dengan endapan setebal 10-20 cm seperti pada Gambar 4. Hasil pemodelan jaringan drainase pada EPA SWMM 5.1 dapat dilihat pada Gambar 5.

(28)

15

Gambar 5 Hasil pemodelan jaringan drainase di Cluster Sanur U

(29)

16

Simulasi respon aliran dilakukan untuk melihat respon debit rencana

terhadap waktu berdasarkan sebaran curah hujan. Simulasi aliran dilakukan

menggunakan data curah hujan rencana yang telah didapat dari hasil analisis hidrologi sebelumnya. Nilai yang dimasukkan berupa nilai sebaran curah hujan terhadap waktu dengan total nilai sesuai dengan curah hujan rancangan hasil dari

analisis hidrologi. Curah hujan harian rencana sebesar 252 mm dimasukkan

dalam simulasi aliran sebagai respon curah hujan terhadap durasi. Lama waktu efektif hujan yang berlangsung selama satu hari hujan adalah 3 jam berdasarkan penelitian Darmadi (1993).

Dari simulasi yang telah dilakukan, didapatkan hasil simulasi (Lampiran 8) dengan continuity error limpasan dan penelusuran aliran masing-masing sebesar -0,28% dan 0,00% (simulasi kurang baik jika continuity error > 10%). Hasil simulasi untuk limpasan yang terjadi pada setiap subcatchment dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil simulasi limpasan subcatchment

Subcatchment

Besarnya total limpasan setiap subcathment berbeda-beda disebabkan perbedaan persentase area impervious untuk masing-masing subcatchment. Semakin besar persentase area impervious, total limpasan yang dihasilkan juga akan besar. Menurut Wanielista (1990) laju limpasan akan bertambah jika curah hujan terjadi terus menerus dengan intensitas tertentu sampai mencapai waktu konsentrasi (tc). Waktu konsentrai (tc) tercapai ketika seluruh bagian DAS telah memberikan kontribusi aliran di outlet.

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air dari titik terjauh pada daerah aliran sampai ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir saluran (Wesli 2008). Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 4, waktu konsentrasi (tc) yang diperlukan oleh air hujan untuk mencapai titik outlet pada Cluster Sanur adalah 5 menit.

(30)

17

Gambar 6 Besar debit rencana terhadap waktu pada subcatchment S1

Skala 1: 12.500

(31)

18

Hasil simulasi yang ditunjukkan pada Gambar 7 menunjukkan bahwa terjadi limpasan pada jam ke-2 saat hujan di seluruh subcatchment antara 236,9 – 250,4 mm yang ditunjukkan pada Tabel 9. Terjadinya limpasan yang besar pada hasil pemodelan disebabkan Cluster Sanur memiliki lahan impervious yang lebih besar dibandingkan lahan pervious, sehingga sebagian besar air tidak terinfiltrasi ke dalam tanah. Menurut Gülbaz (2012) Daerah pervious dan impervious mempengaruhi jumlah infiltrasi dan jumlah limpasan permukaan. Penggunaan lahan untuk perumahan yang tinggi ditandai dengan luassn daerah impervious hingga 80 % - 95%.

Dari hasil debit rencana di saluran pada jam ke-2 saat terjadi hujan yang ditunjukkan pada Gambar 8, terlihat tidak terjadi luapan pada seluruh saluran. Debit rencana masih berada di bawah kapasitas saluran meskipun pada saluran terdapat endapan seperti terlihat pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 8 Debit rencana pada saluran C1-C18 (Out1)

Hasil simulasi grafik aliran juga dapat dilihat untuk masing-masing saluran sesuai dengan arah alirannya. Gambar 8 menunjukkan pergerakan aliran debit rencana yang terjadi pada saluran C1, C2, C16, C17, dan C18. Debit rencana paling tinggi terjadi pada C18. Hal tersebut disebabkan C18 merupakan saluran outlet dengan debit rencana gabungan dari limpasan pada setiap subcatchment. Debit rencana maksimum ada pada saluran C18 sebesar 0,93 m3/dt terjadi di jam ke-2 hujan. Lalu debit rencana perlahan turun sampai mencapai keadaan kering pada tiap saluran.

(32)

19

Gambar 9 Profil aliran pada node J14-J18

Gambar 10 Profil aliran pada node J18-Out1

. Gambar 9 dan 10 menunjukkan bahwa dasar saluran yang digunakan adalah muka endapan yang terdapat pada saluran, sehingga kapasitas saluran menjadi berkurang. Garis putus-putus yang terdapat pada profil aliran Gambar 9 dan 10 menunjukkan adanya perbedaan kedalaman maksimum yang menghubungkan node-node saluran.

Kondisi saluran yang ada di perumahan ini dapat menampung debit rencana yang terjadi pada saat hujan yang ditunjukkan pada Gambar 9 dan 10. Namun keadaan tersebut menunjukkan bahwa kapasitas saluran memenuhi debit rencana yang dapat ditampung saluran. Hasil simulasi tersebut menunjukkan saluran yang ada pada perumahan ini dibangun dengan dimensi yang besar. Oleh karena itu diperlukan evaluasi terhadap kriteria hidrolik saluran drainase untuk mengetahui penampang terbaik saluran drainase di cluster ini.

C17 C18

J16

J14

J18

J18 J1

C13 C15

(33)

20

Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada simulasi model, diketahui bahwa saluran pada kondisi yang ada memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan debit rencana yang dihasilkan simulasi. Dari hasil perhitungan manual pada Tabel 10 dibuktikan bahwa kapasitas saluran memenuhi debit rencana yang dihasilkan.

Pada saluran C1, debit rencana hasil simulasi model EPA SWMM 5.1 sebesar 0,29 m3/det. Dimensi saluran yang ada pada C1 mempunyai lebar 0,85 m dan kedalaman 0,73 m mempunyai kapasitas sebesar 0,74 m3/det (Lampiran 5). Kondisi ini menunjukkan bahwa saluran dibuat untuk dapat menampung debit yang nilainya lebih besar dari debit rencana (Tabel 10).

Tabel 10 Perbandingan debit rencana dan kapasitas saluran

Saluran (CIDA 1994 dalam KEMENPU 2011) dijelaskan bahwa standar freeboard untuk saluran yang terbuat dari beton dengan debit < 0,5 m3/dt adalah sebesar 0,2 m. Tinggi jagaan pada saluran drainase di Cluster Sanur mencapai 0,4 m.

Untuk mengetahui efisiensi saluran dilakukan analisis penampang hidrolik terbaik untuk seluruh saluran drainase di Cluster Sanur yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari hasil perhitungan didapatkan saluran drainase yang ada kurang efisien, karena kapasitas saluran melebihi limpasan yang ada. Penampang saluran terbaik atau penampang saluran ekonomis adalah penampang saluran yang mempunyai keliling basah minimum dan memberikan daya tampung maksimum kepada penampang saluran (CIDA 1994 dalam KEMENPU 2011).

(34)

21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Telah dilakukan pemetaan pada sistem saluran drainase yang ada di lokasi penelitian dan terlihat pada saluran yang ada terdapat endapan serta saluran memiliki kapasitas yang lebih besar dibandingkan dengan debit rencana. Berdasarkan hasil simulasi pemodelan pada EPA SWMM 5.1 untuk Cluster Sanur, saat hujan mencapai 252 mm limpasan maksimum sebesar 250,40 mm terjadi pada subcatchment S1. Debit rencana hasil simulasi masih dapat ditampung oleh saluran drainase yang ada karena tidak melebihi kapasitas saluran.

Saran

Daerah resapan air di Cluster Sanur perlu diperbanyak agar infiltrasi dapat bertambah dan limpasan pada setiap subcatchment dapat berkurang. Perlu dilakukan pembersihan saluran karena endapan yang ada dapat menurunkan kapasitas saluran dan mengurangi tinggi jagaan (freeboard). Selain itu, sebaiknya perencanaan saluran drainase disesuaikan dengan debit rencana yang akan ditampung saluran agar pembuatan saluran dan biaya dapat lebih efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1997. Drainase Perkotaan. Depok (ID): Penerbit Gunadarma. Darmadi.1993. Analisis hidrograf Satuan Berdasarkan Parameter Fisik DAS

(disertasi). Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

EPA. 2015. Storm Water Management Model (SWMM) version 5.1.001 with Low Impact Development (LID) controls [Internet]. ([diunduh 19 Agustus 2015). Tersedia pada http://www2.epa.gov/water-research/storm-water-management-model-swmm

Fadhillah LM. 2013. Evaluasi Saluran Drainase di Bogor Nirwana Residence Dengan Model EPA SWMM 5.1 [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Gülbaz S, CM Kazezyilmaz-Alhan. 2012. "Impact of Land Use/Cover

Changes on Water Quality and Quantity in a Calibrated Hydrodynamic Model. "Conference Proceedings CD-ROM, 10th International Congress on Advances in Civil Engineering (ACE 2012). Ankara (TR):Middle East Technical University.

Hasmar HHA. 2011. Drainase Terapan. Yogyakarta (ID): UII Press

Kamiana I Made. 2001. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.

(35)

22

Lee J, J Heaney. (2003).”Estimation of Urban Imperviousness and its Impacts on Storm Water Systems. ”J. Water Resour. Plann. Manage., 129(5), 419–426.

Ningsih SS. 2013. Evaluasi Saluran Drainase di Perumah Cinta Kasih Cengkareng dengan Menggunakan Model EPA SWMM 5.0 [skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Rossman L. 2004. Storm Water Management Model User’s Manual Version 5.0. Cincinnati. Washington (US): EPA United Stated Environmental Agency.

Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Jilid 1. Bandung (ID): Penerbit Nova.

Sosrodarsono S, K Takeda. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta (ID): Pradnya Paramita.

Suripin M. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): ANDI.

Triatmodjo B. 2003. Hidraulika II. Yogyakarta (ID): Beta Offset. Triatmodjo B. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta (ID): Beta Offset. Wanielista MP. 1990. Hydrology and Water Quality Control. Florida (US):

John Wiley & Sons.

(36)

23 Lampiran 1 Masterplan Perumahan Pondok Ungu Cluster Sanur

Skala 1: 12.500 S1

S2

S4

S10

S5

S6

S9

S3

(37)

24

(38)

25 Lampiran 3 Data dimensi saluran yang ada

Saluran

Panjang (m)

Lebar (m)

Kedalaman (m)

Kapasitas saluran (m3/det)

C1 180 0,85 0,73 0,74

C2 15 0,57 0,48 0,25

C3 186 0,40 0,33 0,09

C4 180 0,39 0,26 0,07

C5 12 0,11 0,22 0,10

C6 129 0,48 0,37 0,14

C7 21 0,58 0,47 0,25

C8 129 0,51 0,47 0,21

C9 51 0,71 0,52 0,37

C10 124 0,59 0,52 0,29

C11 20 0,68 0,62 0,44

C12 117 0,52 0,62 0,30

C13 25 0,67 0,64 0,45

C14 110 0,50 0,64 0,29

C15 23 0,72 0,71 0,56

C16 104 0,54 0,71 0,37

C17 50 0,78 0,73 0,65

(39)

26

Lampiran 4 Perhitungan waktu konsentrasi dan kapasitas saluran a) Diketahui :

Panjang saluran (L) : 180 m Kemiringan lintasan air (S) : 0,02 Ditanyakan : kemiringan saluran (S) : 0.001 Ditanyakan:

Q yang seharusnya dapat ditampung saluran (penampang segi 4)

(40)

27 Lampiran 5 Penampang hidrolik terbaik untuk masing-masing saluran pada

Cluster Sanur (nilai koefisien manning = 0,01) Saluran Debit

S : kemiringan dasar saluran y: kedalaman aliran (m)

(41)

28

Lampiran 6 Contoh perhitungan penampang terbaik saluran C1

S : kemiringan dasar saluran

y: kedalaman aliran (m)

(42)
(43)
(44)

30

(45)
(46)

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Januari 1993 dari pasangan Bapak Jahendar dan Ibu Mawarni. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, adik dari Jamaris dan kakak dari Rahmad Ramadhan. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SDN Gedong 09 Pagi Jakarta, dan diterima di SMPN 233 Jakarta. Penulis lulus dari SMP pada tahun 2008 dan diterima di SMAN 104 Jakarta. Pada tahun 2011 penulis lulus SMA dan melanjutkan pendidikan di IPB melalui jalur undangan SNMPTN di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.

Gambar

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Tabel 2  Laju infiltrasi minimum dari berbagai kelompok tanah
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Gambar 3. Peta Situasi Perumahan Pondok Ungu, Cluster Sanur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perumahan ini hampir mencapai 65 % terdiri dari permukaan yang tidak dapat melewatkan air ke dalam tanah (impervious) yakni berbentuk aspal beton pada area-area

Komponen hidrolika pada EPA SWMM 5.1 yang digunakan pada penelitian ini adalah junctions, conduits (saluran), serta outfalls (outlet). Selain itu, komponen

Berdasarkan hasil simulasi menggunakan dimensi saluran yang telah diperbaiki, tidak ada saluran yang meluap pada jam pertama dilihat dari tidak ada warna merah

Bahkan pada Jalan Kruwing terdapat rumah tinggal yang di bangun di atas saluran drainase sehingga saluran drainase tersebut tidak dapat di fungsikan.Pengalih fungsian

Simulasi ini dilakukan setelah model jaringan drainase dan semua parameter berhasil dimasukkan. Simulasi dapat dikatakan berhasil jika continuity error &lt; 10 %. Dalam simulasi

Perumahan ini hampir mencapai 65 % terdiri dari permukaan yang tidak dapat melewatkan air ke dalam tanah (impervious) yakni berbentuk aspal beton pada area-area

Bagaimana menghitung debit banjir rencana kala ulang 25 tahun pada saluran drainase di Perumahan Tugu Bungur Asri di Kecamatan Patrang Kabupaten Jember2. Berapa besar

Perumahan Bumi Alam Indah Kebun Agung yang berlokasi dikecamatan Samarinda utara saat ini belum memiliki saluran drainase, oleh karena itu, perencanakan sistem drainase