• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAN PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI PERUMAHAN PURI KINTAMANI, CILEBUT, BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SWMM ADE PRASETYO KUSWICAKSONO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI DAN PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI PERUMAHAN PURI KINTAMANI, CILEBUT, BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SWMM ADE PRASETYO KUSWICAKSONO"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PERUMAHAN PURI KINTAMANI, CILEBUT, BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SWMM

ADE PRASETYO KUSWICAKSONO

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi dan Perencanaan Saluran Drainase di Perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor dengan Menggunakan Program SWMM adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Ade Prasetyo Kuswicaksono

(4)

Drainase di Perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor dengan Menggunakan Program SWMM. Dibimbing oleh SUTOYO.

Drainase merupakan sarana untuk mengalirkan air hujan dari suatu tempat ke tempat yang lain. Daerah perumahan Puri Kintamani merupakan daerah yang tidak memiliki topografi yang curam. Selain itu daerah perumahan tersebut berada pada das anak sungai Ciliwung. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model saluran drainase yang sesuai dengan keadaan sesungguhnya sehingga dapat menganalisis dan mengevaluasi saluran drainase. Analisis dan evaluasi dilakukan dengan model EPA SWMM 5.1. Curah hujan rencana yang digunakan pada model yaitu 144.13 mm/hari. Simulasi yang telah dilakukan terlihat garis merah pada

conduit C14 dan C13 pada jam ke 2 sampai ke 3 yang berarti terjadi luapan. Hal ini

ditunjukan dengan debit simulasi pada saluran C13 dan C14 berturut-turut 0.104 m3/detik dan 0.056 m3/detik sedangkan debit maksimum berturut-turut 0.069 m3/detik dan 0.050 m3/detik. Pada data pengukuran elevasi ditunjukan bahwa node-node pada cluster Nusa Dua memiliki ketinggian lebih rendah dibandingkan bagian diluar cluster. Fenomena backwater terjadi pada bagian hilir saluran utama. Setelah dilakukan evaluasi keseluruhan diketahui biaya yang dibutuhkan sebesar Rp502,436,767.30 apabila dilakukan perbaikan pada saluran.

Kata kunci: Curah hujan rencana, evaluasi saluran, luapan, perumahan puri kintamani, saluran drainase

ABSTRACT

ADE PRASETYO KUSWICAKSONO. Evaluation and Drainage Channel Planning at Puri Kintamani Residence, Cilebut, Bogor Using SWMM Program. Supervised by SUTOYO.

Drainage is meant to drain rainwater from one place to another. Puri Kintamani is a residence area with a small slope. This residence is located at Ciliwung watershed. This research aimed to create a model of drainage channels in actual situation for analyzing and evaluating the drainage channels. Analysis and evaluation were done using EPA SWMM 5.1 models. Rainfall plan used in the model was 144.13 mm / day. Red line was seen within the simulations in conduit C14 and C13 in hour 2 to 3, which means that overflow occured. This was shown by simulation on the discharge channel C13 and C14 which was 0.104 m3 / sec and 0.056 m3 / sec, while the maximum discharge is 0.069 m3 / sec and 0.050 m3 / sec. The elevation measurement data indicated that the nodes in the cluster Nusa Dua had a height lower than the outside part of the cluster. Backwater happened on the end of the first channel. After an overall evaluation, cost of Rp502,436,767.30 is needed if reconstruction for the channel is carried out.

Keywords: Drainage channels, evaluation channels, overflowing, rainfall plan, real estate puri kintamani

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

EVALUASI DAN PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI

PERUMAHAN PURI KINTAMANI, CILEBUT, BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM SWMM

ADE PRASETYO KUSWICAKSONO

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(7)

Puri Kintamani, Cilebut, Bogor dengan Menggunakan Program SWMM

Nama : Ade Prasetyo Kuswicaksono

NIM : F44120070 Bogor, Juli 2016 Disetujui oleh Sutoyo, S.TP., M.Si. Dosen Pembimbing Diketahui oleh

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Evaluasi dan Perencanaan Saluran Drainase di Perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor dengan Menggunakan Program SWMM” dapat diselesaikan. Penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, FATETA, IPB.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Sutoyo, S.TP., M.Si selaku pembimbing serta Bapak Maulana Ibrahim Rau, S.T., MSc, dan Bapak Tri Sudibyo, S.T., M.Si selaku penguji yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Dony Kushardono dan Ibu Atik Rustiati selaku orang tua, teman-teman SIL angkatan 49, dan teman teman dari UKM MAX IPB atas semangat dan motivasi yang telah diberikan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Bogor, Juli 2016

Ade Prasetyo Kuswicaksono

(9)

DAFTAR ISI

PRAKATA i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Limpasan 3

Sistem Drainase 3

Storm Water Management Model 5

METODE PENELITIAN 6

Waktu dan Lokasi Penelitian 6

Bahan dan Alat 7

Prosedur Penelitian 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Keadaan Umum Perumahan Puri Kintamani 13

Analisis Curah Hujan Rencana 14

Analisis Saluran Drainase dengan Model SWMM 16

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

(10)

DAFTAR TABEL

1 Nilai Depression storage 8

2 Nilai infiltrasi maksimum dari berbagai kondisi tanah 8 3 Nilai infiltrasi minimum dari berbagai kondisi tanah 9 4 Tipikal nilai koefisien kekasaran manning, n 10 5 Curah hujan maksimum harian tahun 2004 – 2013 14 6 Hasil perhitungan analisis frekuensi curah hujan rencana 15 7 Perbandingan hasil perhitungan nilai Cs dan Ck dengan persyaratan distribusi 15 8 Perhitungan Uji Chi Kuadrat dengan Distribusi Log Pearson III 15

9 Nilai properti subcatchment 17

10 Perbedaan nilai debit simulasi dengan debit maksimum 20 11 Perubahan elevasi pada tiap node di cluster Nusa Dua 21 12 Rencana dimensi saluran pada saluran C6 dan C7 22 13 Hasil evaluasi saluran drainase untuk mengatasi backwater pada hilir 23 14 Hasil evaluasi pada hulu saluran utama 24 15 Hasil perbandingan RAB evaluasi, awal, dan dengan SWMM 25

DAFTAR GAMBAR

1 Site Map Perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor 6

2 Diagram alir penelitian 12

3 Denah pembangunan Perumahan Puri Kintamani tahap 1 13 4 Hasil permodelan jaringan drainase perumahan Puri Kintamani 16 5 Limpasan pada tiap subcatchment di cluster Tampak Siring per jam 18 6 Hasil pemodelan yang telah dijalankan dengan curah hujan rencana 18 7 Kondisi penampang memanjang saluran J5-J8 pada 2.30 jam hujan 19 8 Kondisi penampang memanjang saluran J23-J22 pada 6 jam hujan 19 9 Arah aliran kondisi aktual pada cluster Nusa Dua 20 10 Arah aliran kondisi rencana pada cluster Nusa Dua 21 11 Kondisi penampang memanjang saluran J23-J22 pada jam kedua lebih 21

45 menit hujan setelah di evaluasi

12 Kondisi penampang memanjang saluran J5-J8 pada jam kedua lebih 22 45 menit hujan setelah di evaluasi

13 Kondisi eksisting penampang memanjang di bagian hilir saluran utama 23 14 Kondisi penampang saluran utama di bagian hilir setelah dievaluasi 24 15 Hasil akhir evaluasi dan desain keseluruhan saluran 25

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Siteplan Perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor 28

2 Karakteristik setiap saluran 29

3 Status report dari simulasi menggunakan SWMM 30 4 Contoh perhitungan kapasitas maksimum saluran 32 5 Perbandingan kecepatan hasil simulasi dan saluran yang diperbaiki 34 6 Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada pembangunan saluran di cluster 35

Nusa Dua.

7 Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada pembangunan di saluran C6 dan C7 36 8 Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada pembangunan saluran di hilir 37

saluran utama untuk mengatasi backwater

9 Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada pembuatan hulu saluran utama 38 10 Tampak melintang saluran awal dan saluran usulan 39 11 Denah lokasi perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor 42

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banjir merupakan fenomena alam dimana terjadi kelebihan air yang tidak tertampung oleh jaringan drainase yang diakibatkan oleh alam maupun manusia. Bencana banjir dapat mengakibatkan kerusakan, baik pada sisi kehidupan maupun material. Banjir dapat disebabkan dari beberapa faktor diantaranya sistem drainase yang buruk, kondisi topografi, bertambahnya jumlah penduduk, tata guna lahan yang berubah, dan perubahan iklim. Dampak dari tingginya populasi penduduk tanpa ditunjang dengan sistem sanitasi yang baik dapat meningkatkan bahaya pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan hidup serta mengancam kesehatan masyarakat. Oleh karena itu masalah sanitasi lingkungan memerlukan penanganan yang serius (Oktiawan 2012). Pada perkotaan, fenomena banjir banyak diakibatkan oleh sistem drainase yang tidak mampu menampung air hujan sehingga melebihi kapasitas sistem drainase.

Permasalahan banjir berulang setiap tahun namun, permasalahan tersebut belum terselesaikan sampai sekarang bahkan tiap tahun cenderung mengalami peningkatan. Paradigma mengenai sistem drainase bahwa runoff harus dialirkan secepatnya ke badan air dapat menambah buruk suatu sistem bila tidak ditunjang dengan dimensi bangunan yang cukup. Banyak sistem drainase yang dibuat terlalu kecil sehingga tidak mampu menampung debit air pada saat hujan turun. Maka dibutuhkan pengelolaan air yang baik untuk mengatasi masalah tersebut.

Drainase merupakan sarana atau prasarana untuk mengalirkan air hujan dari suatu tempat ke tempat yang lain (Dewi 2014). Daerah perumahan Puri Kintamani merupakan daerah yang tidak memiliki topografi yang curam. Disamping itu daerah perumahan tersebut berada pada DAS anak sungai ciliwung. Tata guna pada daerah DAS anak sungai ciliwung tersebut mengalami perubahan sehingga memungkinkan terdapat perubahan debit pada anak sungai yang menyebabkan peristiwa backwater pada sistem saluran drainase. Hal ini dapat menyebabkan sistem drainase tidak dapat bekerja dengan maksimal.

Sistem penanggulangan banjir yang cepat dan tepat hendaknya segera dirancang untuk mengantisipasi banjir pada daerah perumahan tersebut. Sebuah model yang telah dikembangkan dan digunakan di Amerika mungkin dapat menjadi salah satu solusi pemecahan masalah yang terjadi di DAS anak sungai Ciliwung. Storm Water Management Model (SWMM) merupakan model yang mampu untuk menganalisa permasalahan kuantitas dan kualitas air yang berkaitan dengan limpasan daerah perkotaan. Storm Water Management dikembangkan oleh EPA (Environmental Protection Agency – US), sejak 1971 (Huber dan Dickinson 1988). SWMM tergolong model hujan aliran dinamis yang digunakan untuk simulasi dengan rentang waktu yang menerus atau kejadian banjir sesaat. Model ini paling banyak dikembangkan untuk simulasi proses hidrologi dan hidrolika di wilayah perkotaan. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu sistem drainase yang ramah lingkungan dan memiliki effisiensi yang baik sesuai dengan peruntukan di wilayah perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor.

(13)

Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan merancang saluran drainase di perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor. Perumusan masalah yang muncul berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, yaitu:

1. Bagaimana permasalahan tata guna lahan pada daerah tersebut?

2. Bagaimana menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan pada perancangan sistem drainase yang effisien dengan program SWMM? 3. Identifikasi terjadinya runoff pada area subcatchment.

Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari melebarnya permasalahan, maka perlu dibuat batasan-batasan terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun batasan-batasan permasalahan yaitu :

1. Penelitian terbatas pada perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor 2. Evaluasi terbatas pada kapasitas saluran drainase, kondisi daerah

pengaliran, dan kelayakan bangunan drainase

3. Perancangan sistem drainase didasarkan pada data terkait dengan program SWMM, data-data perencanaan, dan pengukuran dilapangan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisis dan mengevaluasi desain saluran drainase pada perumahan Puri Kintamani dengan menggunakan program SWMM

2. Merancang desain saluran drainase yang effisien dengan menggunakan program SWMM

3. Menghitung rencana anggaran biaya (RAB) dari saluran drainase

Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah:

1. Menyelesaikan permasalahan-permasalahan drainase pada daerah perumahan, khususnya pada perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor. 2. Memberikan informasi kepada pengembang perumahan Puri Kintamani,

Cilebut, Bogor mengenai kondisi saluran drainase yang ada pada saat penelitian.

3. Memberikan design saluran drainase yang effisien sehingga dapat menekan anggaran konstruksi.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Hidrologi

Hidrologi merupakan suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran gerakan di ala mini, yang meliputi berbagai bentuk air dan perubahan perubahannya antara lain : dalam bentuk gas, cair, dan padat di atmosfer maupun di dalam tanah. Analisis hidrologi tidak hanya diperlukan dalam perncanaan berbagai bangunan air tetapi juga diperlukan untuk membangun jalan raya, lapangan terbang, dan bangunan lainya (Soemarto 1999). Sikulus hidrologi adalah suatu rangkaian proses yang terjadi dengan air yang terdiri dari penguapan, presipitasi, infiltrasi, dan pengaliran keluar (out flow). Penguapan terdiri dari terdiri dari evaporasi dan transpirasi. Uap mengalami kondesasi dan menjadi awan yang nantinya kembali menjadi air dan turun sebagai hujan atau presipitasi. Sebelum tiba dipermukaan bumi air tersebut ada yang langsung menguap kembali, sebagian tertahan di tumbuhan, dan sebagian mencapai permukaan tanah. Air di permukaan tanah sebagian ada yang masuk kedalam tanah (infiltrasi) sebagian ada yang mengalir di permukaan tanah menuju tempat yang lebih rendah (runoff). Pada perjalanan yang lebih rendah sebagian air mengalami penguapan. Sebagian air yang masuk kedalam tanah akan keluar kembali yang disebut dengan interflow. Sebagian dapat masuk ke tanah yang lebih dalam dan masuk ke dalam aliran bawah tanah (groundwater flow) (Suripin 2004).

Hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperatur dan tekanan atmosfer (Pediano dkk 2014). Hujan merupakan komponen yang sangat penting dalam analisis hidrologi. Hujan dibutuhkan sebagai perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Analisis hidrologi dapat menciptakan analisis frekuensi curah hujan. Analisis frekuensi curah hujan bertujuan untuk menentukan curah hujan rancangan yang akan digunakan dalam permodelan. Curah hujan rancangan merupakan kemungkingan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang tertentu. Data hidrologi mencakup antara lain luas daerah drainase, besar, dan frekuensi dari intensitas hujan rencana. Ukuran dari daerah tangkapan air akan mempengaruhi aliran permukaan sedangkan daerah aliran dapat ditentukan dari peta topografi atau foto udara (Farizi 2015)

Dalam analisis hidrologi terdapat analisis frekuensi yang digunakan untuk memperkirakan hujan rancangan dengan kemungkinan tertinggi pada periode tertentu. Hasil analisis frekuensi berfungsi sebagai dasar perhitungan untuk mengantisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Analisis frekuensi dapat dilakukan dengan metoda probability distribution antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log-Person III, dan Distribusi Gumbel (Triatmodjo 2010)

Sistem Drainase

Drainase secara umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks

(15)

pemanfaatan tertentu (Hasmar 2011). Drainase termasuk dalam salah satu komponen penting pada infrastruktur perkotaan yang menanggulangi masalah banjir dan genangan air (Pania 2013). Saluran drainase berfungsi mengalirkan air dari hulu ke hilir. Pada masa 300 SM jalan-jalan pada masa tersebut dibangun dengan elevasi lebih tinggi untuk menghindari adanya limpasan di jalan (Long 2007) Komponen yang terdapat didalam saluran drainase terdiri dari saluran penerima, saluran pengumpul, saluran pembawa, saluran induk, dan badan air. Drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan airdari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal (Suripin 2004)

Drainase perkotaan/terapan adalah ilmu yang diterapkan khusus pada kawasan perkotaan dan erat kaitannya dengan dengan kondisi sosial budaya yang ada di daerah perkotaan. Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah kota yang meliputi pemukiman, kawasan industri dan perdagangan, sekolah, rumah sakit dan fasilitas lainnya, lapangan olahraga, lapangan parker, instalasi militer, instalasi listrik dan telekomunikasi, pelabuhan udara, pelabuhan laut atau sungai serta tempat lainnya yang merupakan bagian dari sarana kota (Kustamar 2008). Drainase di perkotaan dibutuhkan sebagai salah satu unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota untuk menuju kehidupan yang aman, nyaman, bersih, dan sehat.

Konsep dasar pengembangan sistem drainase yang berkelanjutan adalah meningkatkan daya guna air, meminimalkan kerugian, serta memperbaiki dan konservasi lingkungan (Suripin 2004). Oleh karena itu dibutuhkan upaya yang komperhensif dan inegratif untuk memaksimalkan daya guna air. Konsep yang diterapkan tidak hanya mengalirkan namun juga menahan air hujan ditempat turun hujan. Untuk memaksimalkan sistem drainase yang berkelanjutan dapat menambahkan bangunan yang membantu menahan air di tempat turun hujan. Bangunan tersebut dapat berupa sumur resapan dan danau buatan.

Banjir merupakan fenomena alam yang terjadi akibat kelebihan air pada suatu tempat. Banjir sebagai bencana alam dapat mengakibatkan kerusakan dari sisi kehidupan maupun material. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya banjir. Secara umum penyebab banjir di berbagai belahan dunia adalah: (Suripin 2004):

1. Pertambahan penduduk yang sangat cepat dapat menjadi faktor penyebab terjadinya banjir. Hal ini dikarenakan pertambahan penduduk yang sangat cepat diatas rata-rata pertumbuhan penduduk nasional. Pertambahan penduduk dapat disebabkan urbanisasi, baik migrasi musiman maupun permanen. Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasaranadan sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi tidak teratur

2. Keadaan iklim yang dapat menyebabkan banjir yaitu ketika hujan turun yang terlalu lama dan gelombang badai yang tinggi. Hujan turun yang terlalu lama dapat menyebabkan banjir pada daerah aliran sungai. Hal ini dikarenakan debit hujan yang dihasilkan tidak mampu ditampung oleh badan air. Sedangkan, gelombang badai yang tinggi dapat menyebabkan banjir pada muara sungai atau daerah pantai. Hal ini dikarenakan kombinasi dari pasang surut, tinggi muka air laut, dan besarnya ombak.

(16)

3. Perubahan tata guna lahan dan kenaikan populasi; perubahan tata guna lahandari pedesaan menjadi perkotaan sangat berpotensi menyebabkan banjir. Banjir banyak terjadi pada daerah muara. Hal ini disebabkan perubahan tata guna lahan yang tidak diselaraskan dengan sistem drainase yang berkelanjutan, sehingga banyak runoff yang dialirkan ke hilir. 4. Land subsidence atau penurunan level tanah dari elevasi sebelumnya.

Pernurunan level tanah dapat disebabkan explorasi bawah tanah yang berlebihan sehingga menyebabkan gelombang pasang dari laut melebihi permukaan sungai pada area penurunan level tanah.

Storm Water Management Model

Storm Water Management Model (SWMM) merupakan model yang mampu untuk menganalisa permasalahan kuantitas dan kualitas air yang berkaitan dengan limpasan daerah perkotaan. Storm Water Management dikembangkan oleh EPA (Environmental Protection Agency – US), sejak 1971 (Huber and Dickinson 1988). SWMM tergolong model hujan aliran dinamis yang digunakan untuk simulasi dengan rentang waktu yang menerus atau kejadian banjir sesaat. Model ini paling banyak dikembangkan untuk simulasi proses hidrologi dan hidrolika di wilayah perkotaan. SWMM telah diaplikasikan secara luas untuk pemodelan kuantitas dan kualitas air di wilayah perkotaan Amerika Serikat, Kanada, Eropa dan Australia. Model ini telah digunakan untuk analisa hidrolika yang kompleks dalam masalah saluran pembuangan (sewer), manajemen jaringan drainase dan studi berbagai permasalahan polusi. Warwick dan Tadepalli (1991) telah melakukan kalibrasi dan validasi SWMM untuk memodelkan daerah aliran sungai di perkotaan seluas ± 10000 km2 di Dallas Negara bagian Texas. Tsihrintzis dan Hamid (1995) memberikan contoh aplikasi SWMM pada empat daerah aliran sungai di Florida bagian selatan dengan karakteristik daerah perkotaan yang berbeda dari segi prosentase pemukiman, pusat perbelanjaan dan tata guna lahan. Model ini juga terus dikembangkan dan disempurnakan untuk memberikan fasilitas pemecahan masalah saat ini.

SWMM menghitung kuantitas dan kualitas dan debit aliran, kedalaman aliran, dan kualitas air di setiap titik outlet selama periode simulasi, meski demikian dalam studi ini tidak memperhatikan masalah kualitas untuk air untuk permodelan drainase (Priyantoro dkk 2014). Aplikasi model SWMM dapat digunakan untuk beberapa hal seperti perencanaan dan dimensi jaringan pembuang untuk pengendalian banjir serta perencanaan daerah penahan sementara untuk pengendalian banjir. Aplikasi model SWMM juga dapat digunakan sebagai pemetaan daerah genangan banjir. Penelitian ini menggunakan software EPA SWMM 5.1 yang memiliki pemburian dalam beberapa hal dari versi sebelumnya. Software ini dapat membaca format file curah hujan yang diambil secara online dari NOAA-NCDC. Terdapat penambahan pilihan pada infiltrasi, yaitu metode Horton. Terdapat dua kategori baru pada control LID, yaitu the green roof dan rain gardens. Pengguna dapat menambahkan sendiri persamaan aliran air tanah untuk

(17)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari bulan Februari – Juni 2016. Saluran drainase yang dianalisis berlokasi pada perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor, Jawa Barat (Gambar 1). Secara geografis perumahan Puri Kintamani berada pada koordinat 6o 31’ 12” LS dan 106o 47’ 24” BT. Pengolahan data dilakukan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor, Jawa Barat. Gambar yang lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 11.

Gambar 1. Site Map Perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa dimensi saluran dan karakteristik saluran drainase. data sekunder berupa data curah hujan maksimum selama 10 tahun di daerah Cilebut, peta tutupan lahan, peta kontur, data harga beton saluran drainase, dan

masterplan perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor. Data curah hujan tahunan

diperoleh dari stasiun klimatologi yang berada di Dramaga. Data kontur, peta tutupan lahan, dan masterplan perumahan Puri Kintamani diperoleh dari kontraktor dan pengembang perumahan atau diperoleh dari pemerintah kota Bogor. Alat yang digunakan yaitu kompas, theodolite, target rod, patok, notebook/laptop, alat tulis, kalkulator, dan software EPA SWMM 5.1.

(18)

Prosedur Penelitian

Penelitian mengenai analisis dan rancangan saluran drainase dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui informasi tentang menganalisis dan merancang saluran drainase. Studi pustaka dapat diperoleh dalam bentuk jurnal, laporan penelitian yang berkaitan tentang analisis dan rancangan saluran drainase, dan buku buku yang menerangkan tentang aspek yang digunakan dalam menganalisis masalah saluran drainase

2. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan dengan melakukan survei ke tempat penelitian. Pada penelitian ini survei dilakukan pada perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor. Tahap persiapan juga meliputi proses identifikasi masalah, data, bahan dan alat apa saja yang diperlukan dalam penelitian ini.

3. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan dilapangan dengan mensurvei data-data yang dibutuhkan di wilayah penelitian. Data-data primer yang dibutuhkan adalah kondisi jaringan drainase pada saat penelitian yaitu meliputi jenis saluran, dimensi saluran, elevasi saluran, dan batas daerah tangkapan air untuk setiap subcatchment. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data curah hujan harian tahun 2005 – 2015 yang di peroleh dari BMKG, peta tutupan lahan, data harga beton saluran drainase, dan masterplan dari perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor.

4. Pengolahan data

Pengolahan data menggunakan data primer dan data sekunder dalam membuat permodelan saluran drainase. data primer yang digunakan adalah kondisi eksisting jaringan drainase meliputi jenis saluran, panjang saluran, lebar saluran, kedalaman saluran, elevasi saliran dan batas daerah tangkapan air untuk setiap

subcatchment. Sementara data sekunder meliputi data curah hujan harian, peta

tutupan lahan, peta lokasi penelitian, dan data harga beton saluran drainase. Dalam simulasi permodelan data-data yang digunakan antara lain: a. Rain Gage

Dalam Software EPA SWMM Rain Gage merupakan data penyedia curah hujan yang digunakan untuk satu atau lebih subcatchment. Data curah hujan didefinisikan sebagai time series pada software. Data curah hujan pada rain gage didapat dari hasil perhitungan curah hujan rencana dengan menggunakan analisis frekuensi distribusi probalitas.

b. Subcatchment

Subcatchment merupakan daerah topogradi dan sistem drainase yang

mengalirkan langsung aliran permukaan menuju suatu titik aliran outlet. Parameter

subcatchment yang digunakan untuk permodelan software EPA SWMM yaitu luas subcatchment, presentase kemiringan subcathcment, panjang pengaliran, Outlet, Rain gauge, presentase luas daerah kedap air dan presentase dari impervious area

tanpa depression storage.

Pada subcatchment terdapat dua macam jenis area, yaitu impervious (kedap air) dan pervious (dapat dilalui air). Pada daerah impervious terdiri dari dua daerah yaitu

(19)

depression storage dan non depression storage. Nilai depression storage dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai Depression storage

Spesifikasi lahan Depression storage (in)

Imprevious Surface 0.05 – 0.10

Lawns 0.10 – 0.20

Pasture 0.2

Forest litter 0.3

Metode perhitungan infiltrasi pada pervious area menggunakan metode Horton seperti pada persamaan 1 (Rossman 2004)

Fp = Fc + (Fo – Fc) e-kt ... (1) Keterangan :

Fp = angka infiltrasi dalam tanah (mm/jam)

Fo = nilai infiltrasi maksimum (mm/jam) (Tabel 3) Fc = nilai infiltrasi minimum (mm/jam) (Tabel 4) t = lama hujan (det)

k = koefisien penurunan head (l/det)

Untuk nilai infiltrasi dari kondisi tanah memiliki dua nilai yaitu nilai infiltrasi maksimum Tabel 2 dan nilai infiltrasi minimum Tabel 3 (Rossman 2004). Sementara itu, untuk debit outflow dari limpasan subcatchment dihitung dengan persamaan Manning 2 dan 3 (Babbit 1969).

Tabel 2. Nilai infiltrasi maksimum pada berbagai kondisi tanah No. Kondisi tanah Jenis tanah Infiltrasi maksimum

(mm/jam) 1

Kering dengan sedikit atau tidak ada tumbuhan Tanah berpasir Tanah lempung Tanah liat 5 3 1 2 Kering dengan banyak tumbuhan Tanah berpasir Tanah lempung Tanah liat 10 6 2 3 Tanah lembab Tanah berpasir Tanah lempung Tanah liat 1.25 1 0.33 𝑉 =𝑛1. 𝑅23. 𝑆 1 2 ... (2) 𝑄 = 𝑉. 𝐴 ... (3) Keterangan :

V= kecepatan aliran (m/det) R = jari-jari hidrolis (m) n = koefisien Manning S = kemiringan saluran A = luas penampang saluran terbasahkan (m2) Q = debit (m3/detik)

(20)

Tabel 3. Nilai infiltrasi minimum pada berbagai kondisi tanah

Kelompok Pengertian Infiltrasi minimum

(mm/jam) A Potensi limpasan yang rendah. Tanah

mempunyai tingkat infiltrasi yang tinggi meskipun ketika tergenang dan kedalaman genangan yang tingi, pengeringan/penyerapan baik unsur pasir dan batuan

>0.45

B Tanah yang mempunyai tingkat infiltrasi

biasa/medium ketika tergenang dan mempunyai tingkat kedalaman genangan medium,

pengeringan dengan keadaan biasa didapat dari

moderately fine to moderately course

0.30 – 0.15

C Tanah mempunyai tingkat infiltrasi rendah jika lapisan tanah untuk pengaliran air dengan tingkat tekstur bias ke tekstur baik. Contoh: lempung, pasir bernalau

0.15 – 0.05

D Potensi limpasan yang tinggi. Tanah mempunyai tingkat infiltrasi rendah ketika tergenang

0.05 – 0.00

c. Conduit

Conduit adalah saluran atau pipa yang menyalurkan air dari node satu ke node

lainnya. EPA SWMM menyediakan berbagai macam bentuk conduit yang digunakan dilapangan. Perhitungan debit pada conduit menggunakan persamaan (2) dan (3). Conduit memiliki nilai koefisien kekasaran manning n yang berbeda menurut tipe saluran dan jenis bahan yang digunakan pada saluran (Tabel 4). d. Junction dan Outfall Node

Junction node adalah node – node sistem drainase yang berfungsi untuk

menggabungkan satu saluran dengan saluran lain. Secara fisik dapat menunjukan pertemuan dua saluran atau sambungan pipa. Outfall node adalah titik pemberhentian dari sistem drainase yang digunakan untuk menentukan batas hilir (downstream).

5. Analisis data

a. Daerah Pervious dan Impervious

Identifikasi daerah pervious dilakukan dengan melakukan validasi lapang di lapangan untuk melihat daerah yang dapat menyerap air melalui infiltrasi (pervious) dan daerah yang tidak dapat melewatkan air (impervious). Kemudian dapat dihitung persentase luas daerah pervious dan impervious untuk setiap subcatchment, sebagai input data dalam subcatchment.

b. Nilai Curah Hujan Rencana

Nilai curah hujan rencana merupakan nilai input yang berupa time series. Analisis frekuensi untuk mendapatkan nilai curah hujan rencana dilakukan dengan menggunakan teori probability distribution, antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log Person III dan Distribusi Gumbel. Selanjutnya untuk penentuan jenis distribusi yang digunakan akan dilakukan uji kecocokan berdasarkan Uji Chi Kuadrat. Nilai chi kuadrat adalah nilai kuadrat

(21)

karena itu nilai chi kuadrat selalu positif. Bentuk distribusi chi kuadrat tergantung dari derajat bebas (Db). (Isfandari dan Reini 2014)

Tabel 4. Tipikal nilai koefisien kekasaran manning, n No. Tipe saluran dan jenis bahan Nilai n

minimum normal maksimum 1 Tanah, lurus, dan seragam

Bersih baru

Bersih telah melapuk Berkerikil

Berumput pendek, sedikit tanaman pengganggu 0.016 0.018 0.022 0.022 0.018 0.022 0.025 0.027 0.020 0.025 0.030 0.033 2 Saluran dalam Bersih lurus Bersih, berkelok-kelok Banyak tanaman pengganggu Dataran banjir berumput pendek – tinggi Saluran di belukar 0.025 0.033 0.050 0.025 0.035 0.030 0.040 0.070 0.030 0.050 0.033 0.045 0.080 0.035 0.070 3 Beton

Gorong gorong lurus dan bebas dari kotoran

Gorong – gorong dengan lengkungan dan sedikit kotoran/gangguan Beton dipoles

Saluran pembuang dengan bak kontrol 0.010 0.011 0.011 0.013 0.011 0.013 0.012 0.015 0.013 0.014 0.014 0.017 Sumber : KEMENPU 2011 c. Model EPA SWMM 1) Pembagian subcatchment

Langkah awal dalam penggunaan SWMM adalah pembagian subcatchment pada area penelitian. Pembagian tersebut sesuai dengan daerah tangkapan air (DTA) yang ditentukan berdasarkan pada elevasi lahan dan pergerakan limpasan ketika terjadi hujan.

2) Pembuatan Model Jaringan

Pembuatan model jaringan dilakukan berdasarkan sistem jaringan drainase yang ada di lapangan. Model jaringan ini terdiri dari subcatchment, node

junction, conduit, outfall node, dan rain gage. Setelah model jaringan

selanjutnya dimasukkan semua nilai parameter yang dibutuhkan untuk semua properti tersebut.

3) Simulasi Respon Aliran pada time series

Simulasi respon aliran pada time series dilakukan untuk melihat respon debit aliran terhadap waktu berdasarkan sebaran curah hujan. Nilai yang dimasukkan adalah nilai sebaran curah hujan terhadap waktu dengan total nilai sesuai dengan curah hujan rancangan hasil dari analisis hidrologi.

(22)

4) Simulasi model

Simulasi ini dilakukan setelah model jaringan drainase dan semua parameter berhasil dimasukkan. Simulasi dapat dikatakan berhasil jika continuity error < 10 %. Dalam simulasi SWMM besarnya debit banjir dihitung dengan cara memodelkan suatu sistem drainase. Aliran permukaan atau limpasan permukaan terjadi ketika intensitas hujan yang jatuh di suatu daerah melebihi kapasitas infiltrasi. Nilai Q dapat dihitung dengan Persamaan 4 (Hendrayani 2007). Selanjutnya limpasan terjadi (Q) akan mengalir melalui conduit atau saluran yang ada.

Q = W 1/n (d – dp)2/3 S1/2 ... (4) Keterangan :

Q = debit aliran yang terjadi (m3/det) W = lebar subcatchment (m)

n = koefisien kekasaran Manning

d = kedalaman air (m)

dp = kedalaman air tanah (m) S = kemiringan subcatchment 5) Output SWMM

Output dari simulasi ini antara lain runoff quantity continuity, flow routing continutiy, highest flow instability indexes, routing time step, subcatchment runoff, node depth, node inflow, node surcharge, node flooding, outfall loading, link flow, dan conduit surcharge yang disajikan dalam laporan statistik simulasi

rancangan.

6) Visualiasi hasil

Visualisasi hasil yang ditampilkan berupa jaringan saluran drainase hasil output dari simulasi, profil aliran dari beberapa saluran utama dan yang diketahui tergenang, dan grafik aliran yang terjadi pada saluran.

7) Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Output dari SWMM dapat mengetahui dimensi yang dibutuhkan untuk

membuat saluran drainase yang effisien. Setelah mengetahui dimensi saluran drainase maka dapat diketahui pula RAB dari pembuatan saluran drainase yang dibutuhkan

8) Penyusunan Laporan Akhir

Pada tahap ini dilakukan penyusunan laporan akhir yang berisi keseluruhan proses penelitian yang sudah dikerjakan. Tahapan penelitian lebih jelas disajikan dalam bagan alir pada Gambar 2.

(23)

Data Primer 1. Dimensi saluran drainase 2. Elevasi saluran drainase 3. Jenis saluran drainase Data Sekunder

1. Data curah hujan 2. Peta masterplan

Daerah pervious dan impervious Nilai curah hujan

rencana

Simulasi dengan EPA SWMM 5.1

Debit Kesesuaian dengan saluran drainase SELESAI Modifikasi dimensi / kemiringan saluran drainase Pembuatan RAB Ya Tidak

Gambar 2. Diagram alir penelitian MULAI

Teridentifikasi garis merah, terdapat masalah, atau tidak effisien

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Perumahan Puri Kintamani

Perumahan Puri Kintamani Terletak di Kelurahan Cilebut Timur, Kecamatan Sukaraja, Cilebut, Bogor. Secara geografis perumahan Puri Kintamani berada pada koordinat 6.522310 LS dan 106.799842 BT. Perumahan ini terletak di Jalan Bojong Gede Raya nomor 37 dan berbatasan langsung dengan anak Sungai Ciliwung. Pembangunan perumahan pada tahap 1 dapat dilihat pada Gambar 3. (google earth (tanggal akses: 5/5/2016))

Gambar 3. Denah pembangunan Perumahan Puri Kintamani tahap 1

Daerah perumahan Puri kintamani memiliki ketinggian ±161 mdpl dengan kondisi lahan yang relatif datar dengan kemiringan 0-2%. Perumahan Puri Kintamani memiliki luas lahan sebesar ±5 ha. Perumahan ini masih dalam tahap pengembangan dan dalam beberapa tahun kedepan dapat dipastikan mengalami pertambahan luas. Saat ini perumahan Puri Kintamani memiliki 16 blok. Pengamatan dilakukan pada perumahan Puri Kintamani pembangun tahap pertama. Perumahan Puri Kintamani memiliki fasilitas penunjang seperti taman bermain.

Berdasarkan pengamatan dilapangan sebagian rumah pada perumahan ini belum terbangun, begitupun dengan saluran drainase pada perumahan ini. Namun pihak developer memiliki rancangan saluran drainase dan siteplan yang dapat dianalisis sebagai data penelitian. Perumahan Puri Kintamani membangun saluran pada tiap cluster berupa gorong-gorong dengan diameter 30 cm. Serta saluran pengumpul 1 dengan lebar 40 cm dan tinggi 45 cm. Pada perumahan ini panjang

(25)

saluran berkisar antara 8.6 – 146.12 m tergantung dari daerah tangkapan dan jaringan. Saluran yang direncanakan dapat berupa gorong gorong beton, saluran persegi dengan batu kali, dan saluran persegi dengan beton precast. Sehingga nilai manning berbeda-beda tiap saluran.

Beberapa permasalahan yang terjadi pada pembangunan perumahan Puri Kintamani adalah terjadinya fenomena backwater dari sungai apabila terjadi hujan deras. Kondisi saluran drainase pada saat pembangunan perumahan Puri Kintamani banyak terdapat endapan dan tumbuhan sehingga menghambat aliran menuju

outlet. Fenomena backwater juga terjadi pada cluster Nusa Dua pada bagian utara

perumahan Puri Kintamani. Hal ini disebabkan ketinggian tanah lebih rendah dibandingkan wilayah disekitarnya. Dibutuhkan desain kemiringan dan dimensi saluran yang sesuai dengan daerah tangkapan pada perumahan Puri Kintamani.

Analisis Curah Hujan Rencana

Analisis Curah hujan rencana dilakukan untuk mendapatkan nilai rain gage pada model program SWMM. Data curah hujan rencana didapatkan dari data curah hujan maksimum harian dari tiap tahun. Periode tahun yang diambil yaitu 10 tahun dimulai dari tahun 2004 hingga tahun 2013. Data curah hujan harian didapatkan dari stasiun klimatologi terdekat yaitu Stasiun Klimatologi Dramaga Badan Meorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Curah hujan maksimum harian tahun 2004 - 2013 Tahun CH Maksimum Tahun CH Maksimum mm/hari mm/hari 2004 141.6 2009 115.1 2005 126.5 2010 144.5 2006 136.4 2011 97.6 2007 155.5 2012 123.1 2008 104.5 2013 136.8

Sumber: Stasiun BMKG Dramaga

Data curah hujan harian maksimum diolah untuk mendapatkan periode ulang dari analisis frekuensi. Metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai analisis frekuensi menggunakan metode probability distribution. Distribusi yang digunakan yaitu Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Gumbel, dan Distribusi Log Pearson III. Hasil perhitungan pada tiap distribusi di tiap periode ulang dapat dilihat pada Tabel 6. Metode probability distribution digunakan untuk menentukan distribusi yang digunakan. Menurut Kamiana I Made (2011) terdapat persyaratan pemilihan distribusi (Tabel 7). Pemilihan distribusi ditentukan dengan nilai koefisien kemencengan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Perbandingan nilai Cs dan Ck dengan persyaratan distribusi dapat dilihat pada Tabel 7.

(26)

Tabel 6. Hasil perhitungan analisis frekuensi curah hujan rencana Jenis Distribusi Periode ulang (mm/hari)

2 tahun 5 tahun 10 tahun 20 tahun 50 tahun Normal 128.16 143.57 151.64 158.25 165.77 Log Normal 126.92 143.77 153.47 161.89 172.05 Gumbel 125.67 147.58 162.08 175.99 194.00 Log Pearson III 128.76 144.13 151.70 159.35 164.01 Tabel 7. Perbandingan hasil perhitungan nilai Cs dan Ck dengan persyaratan jenis

distribusi

Jenis Distribusi Persyaratan Hasil

Perhitungan

Normal Cs ≈ 0 Cs = 0.35

Ck ≈ 3 Ck = 3.30

Log Normal (Cs = Cv3 + 3Cv) maka Cs = 0.4324 Cs = 0.35 (Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3)

maka Ck = 3.3343 Ck = 3.30

Gumbel Cs = 1.14 Cs = 0.35

Ck = 5.4 Ck = 3.30

Log Pearson III Selain dari nilai diatas Cs = 0.35

Ck = 3.30

Pada perbandingan hasil perhitungan dengan persyaratan terlihat (Tabel 7) kecocokan nilai Cs dan Ck pada jenis distribusi Log Pearson III. Selanjutnya dilakukan uji kecocokan untuk mengetahui kebenaran analisis curah hujan terhadap simpangan data vertikal maupun data horizontal. Sehingga dapat diketahui apakah pemilihan metode distribusi frekuensi Log Pearson III dalam perhitungan curah hujan rencana dapat diterima atau di tolak. Uji kecocokan yang digunakan adalah Uji Chi Kuadrat dengan menggunakan parameter X2. Hasil perhitungan Uji Chi

Kuadrat dengan Distribusi Log Pearson III dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Perhitungan Uji Chi Kuadrat dengan Distribusi Log Pearson III Kelas Interval Of Ef Of-Ef (Of-Ef)2/Ef

1 > 2.17 1 2 -1 0.5 2 2.11 – 2.17 4 2 2 2 3 2.07 – 2.11 2 2 0 0 4 2.03 – 2.07 1 2 -1 0.5 5 < 2.03 2 2 0 0 Jumlah 10 10 0 3

Hasil perhitungan Uji Chi Kuadrat diperoleh nilai X2 sebesar 3 pada distribusi Log Pearson III. Nilai tersebut lebih kecil dari pada nilai pada tabel Uji Chi Kuadrat sebesar 5.991. Hal ini membuktikan bahwa kecocokan pernyebaran Distribusi Log Pearson III dapat diterima. Menurut KEMENPU 2011 Nilai periode ulang 5 tahun digunakan karena luas lahan tidak lebih besar dari 10 ha. Data curah

(27)

hujan rencana yang digunakan untuk input data pada rain gage dalam software SWMM adalah pada periode ulang 5 tahun yaitu 144.13 mm/hari.

Analisis Saluran Drainase dengan Model SWMM

Perumahan Puri Kintamani terdiri dari 22 subcatchment yang sudah direncanakan dan 3 subcatchment berupa cluster yang belum direncanakan. Cluster yang belum direncanakan ikut dihitung untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya banjir apabila telah terbangun seluruhnya. Terdapat beberapa properti yang dimasukan dalam pemodelan pada software SWMM diantaranya

subcatchment, junction, conduit, dan outfall nodes. Perumahan Puri Kintamani

memiliki 25 subcatchment, 28 junction, 29 conduit, dan 1 outfall. Pada perumahan ini terdapat dua jenis saluran, yaitu saluran persegi dan gorong-gorong berbentuk lingkaran. Saluran gorong gorong sebanyak 22 saluran dan saluran persegi sebanyak 7 saluran. Tiap subcatchment memiliki outlet. Tiap saluran dihubungkan oleh dua junction. Keterangan mengenai properti pada saluran dapat dilihat pada Lampiran 2. Saluran pada perumahan Puri Kintamani terbuat dari beton dan saluran batu kali. Pembagian subcatchment, junction, conduit, dan outfall dapat dilihat pada Gambar 4. Perumahan Puri Kintamani direncanakan memiliki daerah yang tidak dapat dilewatkan air (impervious) seluas 78%. Nilai impervious diperoleh dari perbandingan antara luas keseluruhan perumahan dengan daerah yang terbangun. Nilai properti pada tiap subcatchment dapat dilihat pada Tabel 9.

(28)

Tabel 9. Nilai properti subcatchment Subcatchment Luas (ha) Outlet lahan impervious (%) lahan pervious (%) blok C6 0.110 J25 80 20 blok C7 0.031 J26 80 20 blok C4 0.015 J23 80 20 blok C5 0.033 J20 80 20 blok C1 0.030 J19 80 20 blok C2 0.026 J24 80 20 blok C3 0.032 J17 80 20 taman 1 0.043 J18 80 20 blok B5 0.057 J11 5 95 blok B4 0.045 J12 80 20 blok B1 0.124 J13 80 20 blok B3 0.106 J9 80 20 taman 2 0.062 J9 5 95 blok B2 0.079 J8 80 20 kios 0.030 J28 80 20 blok A4 0.107 J1 80 20 taman 3 0.062 J1 5 95 blok A2 0.090 J2 80 20 blok A5 0.082 J3 80 20 taman 4 0.024 J4 5 95 blok A3 0.186 J5 80 20 blok A1 0.062 J7 80 20 cluster 6 0.668 J10 75 25 cluster 4 0.321 J14 75 25 cluster 5 0.703 J15 75 25

Lahan impervious didapat dari perbandingan luas tanah tiap lahan dengan luas terbangun pada tiap kavling. Luas lahan yang terbangun tiap kavling dirata-ratakan pada tiap subcathment. Penentuan outlet pada tiap subcatchment didasarkan pada keadaan yang ada di lokasi. Simulasi aliran dilakukan dengan menggunakan data curah hujan rencana yang telah diolah dari hasil analisis hidrologi. Curah hujan rencana total yang dimasukan kedalam time series pada model SWMM telah dibagi dengan lama hujan selama satu hari sehingga terjadi sebaran curah hujan terhadap waktu. Curah hujan rencana selama satu hari yang dianalisis mendapatkan nilai 144.13 mm dan dimasukan kedalam simulasi aliran sebagai respon curah hujan. Lama waktu efektif curah hujan yang berlangsung selama satu hari hujan adalah 3 jam yaitu, 30% pada jam pertama, 47% dan 23% pada jam kedua dan ketiga (Darmadi 1993).

Simulasi yang telah dijalankan mendapatkan hasil dengan continuity error limpasan sebesar -0.19% dan penelusuran aliran sebesar 0.07% (simulasi masih dikatakan baik apabila nilai continuity error < 10%). Simulasi model yang telah dijalankan menghasilkan debit runoff pada tiap subcatchment. Contoh simulasi

(29)

model yang digambarkan pada tiap jam di cluster Tampak Siring dapat dilihat pada Gambar 5. Dapat dilihat hujan maksimal terjadi pada awal jam ke 2 hingga jam ke 3. Nilai limpasan tertinggi ada pada subcatchment blok A3 yaitu sebesar 0.039 m3/detik. Saluran akan kembali pada keadaan semula setelah 15 menit hujan berhenti.

Gambar 5. Limpasan pada tiap subcatchment di cluster Tampak Siring per jam Hasil model yang telah dijalankan dapat dilihat pada Gambar 6. Terlihat beberapa garis merah pada conduit hal ini menyatakan bahwa pada jam ke 2 sampai ke 3 terjadi luapan pada conduit C6, C7, dan C29. Selain itu, setelah terjadi hujan terdapat genangan di dalam saluran pada cluster Nusa Dua yang terdapat pada sisi utara perumahan Puri Kintamani.

(30)

Pada cluster Nusa Dua terdapat genangan dikarenakan elevasi dasar saluran yang lebih rendah dibandingkan daerah disekitarnya. Menurut simulasi model, air yang mengalir menuju cluster Nusa Dua berasal dari subcatchment cluster 6, blok B5, blok B4, dan subcatchment yang berada di dalam cluster Nusa Dua. Maka dibutuhkan ketinggian dasar saluran yang sesuai agar seluruh aliran dapat mengalir ke outfall. Kondisi saluran yang meluap dan menggenang ditunjukan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7. Kondisi penampang memanjang saluran J5-J8 pada 2.30 jam hujan

Gambar 8. Kondisi penampang memanjang saluran J23-J22 pada 6 jam hujan Hasil dari simulasi menunjukan bahwa terdapat 3 saluran yang meluap yaitu saluran C6, C7, dan C29. Melalui perhitungan manual juga diketahui bahwa ketiga saluran tersebut meluap. Sebagai contoh perhitungan manual yang dilakukan pada saluran C6 dengan diameter 0.3 meter memiliki kapasitas maksimum sebesar 0.069 m3/detik sedangkan debit pada simulasi sebesar 0.104 m3/detik. Contoh perhitungan manual dapat dilihat pada Lampiran 4. Perhitungan pada Lampiran 4 mengacu pada Pedoman Perencanaan Sistem Drainase Jalan 2006 (Pd. T-02-2006-B) yang

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

(31)

didasarkan pada SNI-03-3424-1994 tentang cara perencanaan drainase permukaan jalan dan SNI 02-2406-1991 tentang tata cara perencanaan umum drainase perkotaan. Perbedaan debit simulasi dengan debit maksimum dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Perbedaan nilai debit simulasi dengan debit maksimum Nama Saluran Simulasi (m3/detik) Maksimum (m3/detik)

C6 0.104 0.069

C7 0.056 0.050

C29 0.022 0.011

Permasalahan yang terjadi pada cluster Nusa Dua diakibatkan elevasi pada dasar saluran yang tidak sesuai sehingga arah aliran tidak menuju outfall melainkan menuju titik terendah pada cluster tersebut yaitu pada node J27. Gambar arah aliran ditunjukan pada Gambar 9. Terlihat bahwa aliran yang berasal dari luar cluster ikut masuk menuju J27.

Gambar 9. Arah aliran kondisi aktual pada cluster Nusa Dua

Perubahan elevasi dasar saluran pada tiap node di cluster Nusa Dua dilakukan dengan metode coba coba sehingga didapatkan kecepatan dan kapasitas saluran yang sesuai dengan SNI. Dimensi diameter saluran yang digunakan pada saluran adalah 0.3 m sesuai rencana pengembang. Hasil evaluasi elevasi yang didapatkan berkisar antara 160.28 mdpl hingga 160.4 mdpl. Karena terjadi perubahan elevasi pada cluster Nusa Dua maka evaluasi untuk saluran C29 tidak dilakukan. Hal ini disebabkan pada saat simulasi dijalankan saluran pada cluster tersebut tidak ada yang meluap. Hasil perubahan ketinggian dapat dilihat pada Tabel 11. Arah aliran setelah dilakukan evaluasi dapat dilihat pada Gambar 10. Terlihat bahwa arah aliran menuju keluar cluster Nusa Dua dan tidak terdapat garis merah yang menandakan tidak terjadi luapan.

(32)

Tabel 11. Perubahan elevasi pada tiap node di cluster Nusa Dua

Nama Node Elevasi Aktual (mdpl) Elevasi Rencana (mdpl)

J11 159.80 160.28 J18 160.23 160.32 J19 160.06 160.30 J20 159.99 160.32 J21 160.02 160.35 J22 160.02 160.37 J23 159.98 160.38 J24 160.04 160.37 J25 159.78 160.35 J26 159.72 160.39 J27 159.72 160.40

Gambar 10. Arah aliran kondisi rencana pada cluster Nusa Dua

Gambar 11. Kondisi penampang memanjang saluran J23-J22 pada jam kedua lebih 45 menit hujan setelah di evaluasi

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

(33)

Penampang memanjang pada saluran C29 setelah dilakukan evaluasi dasar saluran dapat dilihat pada Gambar 11. Cluster Nusa Dua mengalami perbaikan elevasi dasar saluran dilakukan dengan menambah urugan tanah, membutuhkan biaya sebesar Rp307,762,262.33. Perhitungan RAB dapat dilihat pada Lampiran 6. Evaluasi juga dilakukan pada saluran yang meluap yaitu pada saluran C6 dan C7. Hasil dari perhitungan debit maksimum dapat ditentukan dimensi yang sesuai dan effisien. Saluran C6 sebelumnya berdimensi 0.3 m mengalami luapan sehingga dilakukan evaluasi pada dimensi saluran agar tidak terjadi luapan. Saluran diubah menjadi 0.4 m sehingga memiliki debit maksimum sebesar 0.149 m3/detik. Saluran C7 sebelumnya berdimensi 0.3 m juga mengalami luapan dilakukan evaluasi pada dimensi saluran menjadi 0.4 m. Saluran C6 memiliki debit maksimum sebesar 0.108 m3/detik. Usulan yang akan dilakukan pada dimensi saluran dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Usulan dimensi saluran pada saluran C6 dan C7 Nama Q Simulasi Kondisi Dimensi diameter Q perhitungan Keterangan Saluran (m3/detik) saluran

(m)

(m3/detik)

C6 0.104 Aktual 0.3 0.069 meluap

Usulan 0.4 0.149 tidak meluap

C7 0.56 Aktual 0.3 0.050 meluap

Usulan 0.4 0.108 tidak meluap Kedua saluran mampu menampung debit pada simulasi. Penampang memanjang saluran setelah dievaluasi dapat dilihat pada Gambar 12. Terlihat perubahan dari node J5-J8. Perubahan yang terjadi yaitu saluran yang berdimensi 0.3 m berubah menjadi 0.4 m pada saluran C6 dan C7. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan saluran sebesar Rp12,209,449.48. RAB dapat dilihat pada Lampiran 7.

Gambar 12. Kondisi penampang memanjang saluran J5-J8 pada jam kedua lebih 45 menit hujan setelah di evaluasi

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

(34)

Menurut informasi dari pengembang fenomena backwater yang terjadi dari anak sungai Ciliwung menuju kedalam saluran perumahan Puri Kintamani sampai ke node J16. Perbedaan tinggi muka air sungai pada keadaan biasa dengan node J16 yaitu 0.75 m. Backwater dapat dicegah dengan meninggikan elevasi dasar saluran pada saluran drainase utama yang berada pada hilir. Peninggian dasar saluran dilakukan beragam pada tiap node. Penambahan elevasi dasar saluran berkisar antara 0.25 m hingga 1 m. Hasil evaluasi saluran untuk mengatasi fenomena tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil evaluasi saluran drainase untuk mengatasi backwater di hilir Node Elevasi awal Elevasi rencana Penambahan Kedalaman saluran awal Kedalaman saluran rencana (mdpl) (mdpl) (m) (m) (m) O1 157.59 158.34 0.75 - - J17 158.31 158.91 0.60 2.50 1.15 J16 158.23 158.93 0.70 1.00 0.40 J15 158.34 159.35 1.01 1.76 0.68 J14 159.33 159.58 0.25 0.90 0.68

Pada Tabel 14 terlihat dilakukan penambahan elevasi dasar saluran untuk mencegah masuknya air dari anak sungai Ciliwung. Penambahan elevasi dasar saluran dilakukan pada node O1, J17, J16, J15, dan J14. Hal ini dilakukan karena daerah disekitar perumahan tersebut terus mengalami pembangunan dan memungkinkan meningginya permukaan air sungai pada saat terjadi hujan lebat. Penampang memanjang sebelum dilakukan evaluasi pada hilir saluran dapat dilihat pada Gambar 13. Setelah dilakukan evaluasi penampang memanjang dapat dilihat pada Gambar 14. Pada hilir saluran utama untuk mengatasi backwater pada saluran membutuhkan biaya Rp107,233,810.98. Perbaikan yang dilakukan yaitu meninggikan elevasi dasar saluran. Perhitungan RAB untuk perbaikan pada hilir saluran dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gambar 13. Kondisi eksisting penampang memanjang di bagian hilir saluran utama

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

(35)

Gambar 14. Kondisi penampang saluran utama di bagian hilir setelah dievaluasi Evaluasi saluran juga dilakukan pada bagian hulu. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui effisiensi dari saluran utama. Effisiensi dilakukan dengan mengubah dimensi dari saluran eksisting. Hal ini dilakukan agar pada saat terjadi debit maksimum pada saluran, tinggi muka air sesuai dengan standar. Evaluasi dimensi saluran dilakukan pada saluran C8, C9, C10, C11, C12, dan C13. Evaluasi dimensi saluran dilakukan dengan metode perhitungan penampang terbaik dan dilakukan kesesuain pada lokasi. Hasil perubahan dimensi pada saluran utama dapat dilihat pada Tabel 14. Desain hulu saluran utama awal membutuhkan biaya Rp76,524,409.44, sedangkan pada desain saluran rencana sebesar Rp66,839,122.10. Selisih harga antara kondisi eksisting dan rencana adalah Rp9,685,287.34. Perhitungan RAB evaluasi hulu saluran utama terdapat pada Lampiran 9.

Tabel 14. Hasil evaluasi pada hulu saluran utama Nama saluran Dimensi awal (m) Dimensi rencana (m) b h b h C8 0.45 0.40 0.35 0.35 C9 0.45 0.40 0.35 0.35 C13 0.45 0.40 0.35 0.35 C10 0.45 0.40 0.35 0.40 C11 0.45 0.40 0.35 0.30 C12 0.45 0.40 0.35 0.30

Kemiringan pada tiap saluran yang didesain tidak terlalu curam. Kemiringan pada saluran yang curam dapat mengakibatkan tingginya kecepatan pada saluran. Menurut SNI 02-2406-1991 kecepatan saluran untuk saluran beton adalah tidak lebih dari 1.5 m/detik. Seluruh saluran yang dievaluasi memiliki kecepatan berkisar antara 0.26 m/detik hingga 4.93 m/detik. Perbedaan kecepatan antara kecepatan simulasi dengan kecepatan rancangan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

(36)

Hasil keseluruhan evaluasi menunjukan bahwa tidak terdapat garis merah pada saat debit tertinggi simulasi, maka dapat dikatakan desain saluran aman dan effisien. Simulasi hasil akhir desain saluran dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Hasil akhir evaluasi dan desain keseluruhan saluran

Hasil dari keseluruhan evaluasi saluran didapatkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk memperbaiki saluran. Total anggaran biaya yang dibutuhkan apabila akan dilakukan perbaikan adalah sebesar Rp502,827,026.37. Hasil perhitungan RAB dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil perbandingan RAB evaluasi, awal, dan dengan SWMM Nama Pekerjaan RAB evaluasi

(Rp) RAB awal (Rp) RAB dgn SWMM (Rp) Saluran di dalam

cluster Nusa Dua

307,762,262.33 196,536,278.46 301,120,909.01

Saluran C6 dan C7 12,209,449.48 8,969,000.08 10,383,408.30 Hilir saluran utama 107,233,810.98 110,681,409.61 87,451,181.14 Hulu saluran utama 75,621,503.58 76,524,409.44 66,839,122.10

(37)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Simulasi yang telah dilakukan menggunakan periode ulang 5 tahun. Curah hujan rencana yang digunakan sebesar 144.13 mm/hari. Pada simulasi terlihat garis merah pada conduit C6 dan C7 pada jam ke 2 sampai ke 3 yang berarti terjadi luapan. Pada data pengukuran elevasi ditunjukan bahwa node-node pada cluster Nusa Dua memiliki ketinggian lebih rendah dibandingkan bagian diluar cluster. Hal ini menyebabkan aliran yang meluap pada saluran C29. Fenomena

backwater terjadi pada bagian hilir saluran utama, dari anak sungai Ciliwung

menuju ke dalam perumahan. Effisiensi saluran pada hulu saluran utama dilakukan untuk membandingkan design dan biaya yang dibutuhkan.

2. Pada saluran C6 dan C7 dilakukan perubahan diameter saluran dari 0,3 m menjadi 0,4 m. Pada cluster Nusa Dua dilakukan perubahan elevasi dasar saluran untuk mencegah aliran masuk kedalam cluster. Perubahan elevasi dasar saluran pada cluster Nusa Dua dapat dilihat pada Tabel 11. Backwater yang terjadi pada hilir saluran utama dapat dicegah dengan meninggikan elevasi dasar saluran yang dapat dillihat pada Tabel 13. Desain saluran yang effisien pada hulu saluran utama didapat dengan perhitungan manual menggunakan metode desain penampang terbaik. Pada hasil evaluasi simulasi dinyatakan aman karena tidak terdapat garis merah yang menyatakan luapan pada saluran.

3. Setelah evaluasi saluran dilakukan perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang dibutuhkan apabila akan dilakukan perbaikan. RAB yang telah dihitung sebesar Rp502,827,026.37.

Saran

Perlu dilakukan penambahan ketinggian dasar saluran pada cluster Nusa Dua di perumahan Puri Kintamani agar aliran dari tiap subcatchment dapat mengalir seluruhnya menuju outfall. Perubahan dimensi perlu dilakukan dibeberapa bagian yang memiliki kapasitas yang kurang dari hujan rencana agar tidak terjadi luapan dalam saluran. Pengelolaan saluran penting agar tidak terjadi endapan tanah pada saluran mengingat lokasi penelitian belum seluruhnya terbangun.

DAFTAR PUSTAKA

Babbit HE. 1969. Sewage and Sewerage Treatment Plant. New York: Mcgraw Hill Dewi AK, Setiawan A, Saido AP. 2014. Evaluasi Sistem Saluran Drainase di Ruas Jalan Solo Sragen Kabupaten Karanganyar. Jurnal Matriks Teknik Sipil. Vol. 2(1):170-176

Darmadi.1993. Analisis hidrograf Satuan Berdasarkan Parameter Fisik DAS (disertasi). Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor

[EPA] Environmental Protection Agency. 2015. Storm Water Management Model

(38)

[Internet]. (diunduh 2 Februari 2015). Tersedia pada http:// http://www.epa.gov/water-research/storm-water-management-model-swmm Farizi D. 2015. Analisis dan Evaluasi Saluran Drainase pada Kawasan Perumnas Talang Kelapa di SubDAS Lambidaro Kota Palembang. Jurnal Teknik Sipil

dan Lingkungan. (Universitas Sriwijaya) Vol. 3(1): 755-765

Hasmar HHA. 2011. Drainase Terapan. Yogyakarta (ID): UII Press

Hendrayani Y. 2007. Perencanaan Sistem dan Jaringan Drainase DAS Kali

Semarang (skripsi). Semarang (ID). Universitas Diponegoro Semarang

Huber WC, Dickinson RE. 1988. Storm Water Management Model Version 4,

User’s manual. EPA 600/ 388/ 001a (NITS PB88-236641/ AS). U.S.

Environmental Protection Agency, Athens, GA

Isfandari DT, Reini SI. 2014. Analisis Sistem Drainase di Kawasan Pemukiman pada Sub DAS Aur Palembang (Studi Kasus: Pemukiman 9/10 Ulu). Jurnal

Teknik Sipil dan Lingkungan. Vol 2(1)

[KEMENPU] Kementrian Pekerjaan Umum. 2006. Pedoman Konstruksi dan

Bangunan: Perencanaan Sistem Drainase Jalan (Pd. T-02-2006-B). Jakarta

(ID): Kementrian Pekerjaan Umum

[KEMENPERA] Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. 2011.

Materi Bidang Drainase. Jakarta (ID): Kementrian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat

Kustamar, Hidayat I, Hirijanto, Rahmawati W. 2008. Kajian Sistem Drainase Guna Menanggulangi Genangan Air Hujan Daerah Gading Kasri-Bareng. Jurnal

Sondir. Vol. 2(3):1-15

Long AR, Ioannides AM. 2007. Drainage Evaluation at the U.S. 50 Joint Sealant Experiment. Journal of Transportation Engineering. Vol 1 (1):133

Oktiawan W, Amalia S. 2012. Pengaruh Kondisi Sistem Drainase, Persampahan dan Air Limbah Terhadap Kualitas Lingkungan. Jurnal Presipitasi. Vol. 9(1):41-50.

Pania HG, Tangkudung H, Kawet L, Wuisan EM. 2013. Perencanaan Sistem Drainase Kawasan Kampus Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Sipil Statik. Vol 1(3):164-170

Pediano D, Hadiani R, Suyanto. 2014. Penelusuran Banjir di DAS Temon dengan Metode Muskingum-Cunge Menggunakan HydroCAD. Jurnal Matriks

Teknik Sipil. Vol 2(4):718-726

Priyantoro D, Sisinggih D, Irianto DB. 2014. Analisa Penataan Outlet Channel Sungai Karang Anyar di Kota Tarakan. Jurnal Teknik Pengairan. Vol 5(2): 149 - 157

Rossman L. 2004. Storm Water Management Model User’s Manual Version 5.0.

Cincinnati. Washington (US): EPA United Stated Evironmental Agency

Soemarto CD. 1999. Hidrologi Teknik. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): CV. Andi Offset

Triatmodjo B. 2010. Hidraulika II. Yogyakarta(ID): Beta Offset

Tsihrintzis V, Hamid R. 1998. Runoff Quality Prediction from Small Urban Catchments Using SWMM. Hydrol Process. 12 (2) 311-329

Warwick JJ, Tadepalli P. 1991. Efficacy of SWMM Application. Journal of water

(39)
(40)
(41)

Lampiran 2. Karakteristik setiap saluran

Nama

saluran Jenis saluran

dimensi (m) Panjang saluran (m) b h D C1 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 30.08 C2 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 16.07 C3 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 106.40 C4 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 146.12 C5 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 52.87 C6 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 28.03 C7 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 7.00 C8 Persegi 0.40 0.45 . 42.77 C9 Gorong-gorong persegi 0.40 0.45 . 7.00 C10 Persegi 0.40 0.45 . 102.36 C11 Gorong-gorong persegi 0.40 0.45 . 7.00 C12 Gorong-gorong persegi 0.40 0.45 . 7.00 C13 Persegi 0.40 0.45 . 155.49 C14 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 43.17 C15 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 12.42 C16 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 27.81 C17 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 21.63 C18 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 24.17 C19 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 24.17 C20 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 30.45 C21 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 32.77 C22 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 37.74 C23 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 43.17 C24 Persegi 0.90 0.70 71.99 C25 Persegi 0.90 0.90 77.60 C26 Persegi 1.06 1.76 32.22 C27 Gorong-gorong persegi 0.90 1.00 33.59 C28 Persegi 1.81 2.50 13.11 C29 Gorong-gorong Lingkaran . . 0.30 7.00

(42)

Lampiran 3 Status report dari simulasi menggunakan SWMM

EPA STORM WATER MANAGEMENT MODEL - VERSION 5.1 (Build 5.1.007) --- Puri Kintamani Drainage Design

********************************************************* NOTE: The summary statistics displayed in this report are based on results found at every computational time step, not just on results from each reporting time step.

********************************************************* **************** Analysis Options **************** Flow Units ... CMS Process Models: Rainfall/Runoff ... YES RDII ... NO Snowmelt ... NO Groundwater ... NO Flow Routing ... YES Ponding Allowed ... NO Water Quality ... NO Infiltration Method ... HORTON Flow Routing Method ... DYNWAVE

Starting Date ... FEB-13-2016 00:00:00 Ending Date ... FEB-13-2016 06:00:00 Antecedent Dry Days ... 0.0

Report Time Step ... 00:15:00 Wet Time Step ... 00:05:00 Dry Time Step ... 01:00:00 Routing Time Step ... 30.00 sec Variable Time Step ... YES

Maximum Trials ... 8

Head Tolerance ... 0.004921 m

************************** Volume Depth Runoff Quantity Continuity hectare-m mm ************************** --- --- Total Precipitation ... 0.453 144.132 Evaporation Loss ... 0.000 0.000 Infiltration Loss ... 0.006 1.799 Surface Runoff ... 0.448 142.554 Final Surface Storage .... 0.000 0.030 Continuity Error (%) ... -0.174

************************** Volume Volume Flow Routing Continuity hectare-m 10^6 ltr ************************** --- --- Dry Weather Inflow ... 0.000 0.000 Wet Weather Inflow ... 0.448 4.476 Groundwater Inflow ... 0.000 0.000 RDII Inflow ... 0.000 0.000 External Inflow ... 0.000 0.000 External Outflow ... 0.448 4.475 Internal Outflow ... 0.000 0.000 Evaporation Loss ... 0.000 0.000 Exfiltration Loss ... 0.000 0.000 Initial Stored Volume .... 0.000 0.000 Final Stored Volume ... 0.000 0.000

(43)

Lampiran 3 Status report dari simulasi menggunakan SWMM (lanjutan)

Continuity Error (%) ... -0.002

*************************** Time-Step Critical Elements *************************** Link C16 (87.82%) Link C18 (6.23%) ******************************** Highest Flow Instability Indexes ******************************** All links are stable.

************************* Routing Time Step Summary *************************

Minimum Time Step : 1.76 sec Average Time Step : 3.64 sec Maximum Time Step : 30.00 sec Percent in Steady State : 0.00 Average Iterations per Step : 2.00 Percent Not Converging : 0.00

***************************

Analysis begun on: Fri Jun 10 04:51:58 2016 Analysis ended on: Fri Jun 10 04:51:59 2016 Total elapsed time: 00:00:01

(44)

Lampiran 4. Contoh perhitungan kapasitas maksimum saluran Nama saluran : C6

Node awal saluran : J2 Node akhir saluran : J8

Jenis saluran : Gorong gorong Panjang saluran (Ls) : 28.03 m

Elevasi node awal saluran : 160,15 mdpl Elevasi node akhir saluran : 160.00 mdpl Diameter saluran : 0.3 m Freeboard = D – h (h=0.814 D (SNI) ) = 0.3 – 0.2442 = 0.0558 y = 0.0942 m r = 0.15 m Cos a = 159 a = 51.09 β = 360 - 2a = 360 – 102.18 = 257.82 L = 3602a x πr2 = 102.18360 x 3.14 x 0.152 = 0.0505 m2 Sin a = xr Sin 51,09 = xr x = 0.734 r = 0.1101 m L = 12 xy = 12 x 0.1101 x 0.0942 = 0.00518 m2 A = 2L + L = 2 x 0.00518 + 0.0505 = 0.0609 m2 P = 360β x 2πr = 257.82360 x 2πr = 0.674

Gambar

Gambar 1. Site Map Perumahan Puri Kintamani, Cilebut, Bogor
Gambar 2. Diagram alir penelitian MULAI
Gambar 3. Denah pembangunan Perumahan Puri Kintamani tahap 1
Gambar 4. Hasil pemodelan jaringan drainase perumahan Puri Kintamani
+7

Referensi

Dokumen terkait