• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Perumahan Puri Kintamani

Perumahan Puri Kintamani Terletak di Kelurahan Cilebut Timur, Kecamatan Sukaraja, Cilebut, Bogor. Secara geografis perumahan Puri Kintamani berada pada koordinat 6.522310 LS dan 106.799842 BT. Perumahan ini terletak di Jalan Bojong Gede Raya nomor 37 dan berbatasan langsung dengan anak Sungai Ciliwung. Pembangunan perumahan pada tahap 1 dapat dilihat pada Gambar 3. (google earth (tanggal akses: 5/5/2016))

Gambar 3. Denah pembangunan Perumahan Puri Kintamani tahap 1

Daerah perumahan Puri kintamani memiliki ketinggian ±161 mdpl dengan kondisi lahan yang relatif datar dengan kemiringan 0-2%. Perumahan Puri Kintamani memiliki luas lahan sebesar ±5 ha. Perumahan ini masih dalam tahap pengembangan dan dalam beberapa tahun kedepan dapat dipastikan mengalami pertambahan luas. Saat ini perumahan Puri Kintamani memiliki 16 blok. Pengamatan dilakukan pada perumahan Puri Kintamani pembangun tahap pertama. Perumahan Puri Kintamani memiliki fasilitas penunjang seperti taman bermain.

Berdasarkan pengamatan dilapangan sebagian rumah pada perumahan ini belum terbangun, begitupun dengan saluran drainase pada perumahan ini. Namun pihak developer memiliki rancangan saluran drainase dan siteplan yang dapat dianalisis sebagai data penelitian. Perumahan Puri Kintamani membangun saluran pada tiap cluster berupa gorong-gorong dengan diameter 30 cm. Serta saluran pengumpul 1 dengan lebar 40 cm dan tinggi 45 cm. Pada perumahan ini panjang

saluran berkisar antara 8.6 – 146.12 m tergantung dari daerah tangkapan dan jaringan. Saluran yang direncanakan dapat berupa gorong gorong beton, saluran persegi dengan batu kali, dan saluran persegi dengan beton precast. Sehingga nilai manning berbeda-beda tiap saluran.

Beberapa permasalahan yang terjadi pada pembangunan perumahan Puri Kintamani adalah terjadinya fenomena backwater dari sungai apabila terjadi hujan deras. Kondisi saluran drainase pada saat pembangunan perumahan Puri Kintamani banyak terdapat endapan dan tumbuhan sehingga menghambat aliran menuju

outlet. Fenomena backwater juga terjadi pada cluster Nusa Dua pada bagian utara

perumahan Puri Kintamani. Hal ini disebabkan ketinggian tanah lebih rendah dibandingkan wilayah disekitarnya. Dibutuhkan desain kemiringan dan dimensi saluran yang sesuai dengan daerah tangkapan pada perumahan Puri Kintamani.

Analisis Curah Hujan Rencana

Analisis Curah hujan rencana dilakukan untuk mendapatkan nilai rain gage pada model program SWMM. Data curah hujan rencana didapatkan dari data curah hujan maksimum harian dari tiap tahun. Periode tahun yang diambil yaitu 10 tahun dimulai dari tahun 2004 hingga tahun 2013. Data curah hujan harian didapatkan dari stasiun klimatologi terdekat yaitu Stasiun Klimatologi Dramaga Badan Meorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Curah hujan maksimum harian tahun 2004 - 2013 Tahun CH Maksimum Tahun CH Maksimum mm/hari mm/hari 2004 141.6 2009 115.1 2005 126.5 2010 144.5 2006 136.4 2011 97.6 2007 155.5 2012 123.1 2008 104.5 2013 136.8

Sumber: Stasiun BMKG Dramaga

Data curah hujan harian maksimum diolah untuk mendapatkan periode ulang dari analisis frekuensi. Metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai analisis frekuensi menggunakan metode probability distribution. Distribusi yang digunakan yaitu Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Gumbel, dan Distribusi Log Pearson III. Hasil perhitungan pada tiap distribusi di tiap periode ulang dapat dilihat pada Tabel 6. Metode probability distribution digunakan untuk menentukan distribusi yang digunakan. Menurut Kamiana I Made (2011) terdapat persyaratan pemilihan distribusi (Tabel 7). Pemilihan distribusi ditentukan dengan nilai koefisien kemencengan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Perbandingan nilai Cs dan Ck dengan persyaratan distribusi dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Hasil perhitungan analisis frekuensi curah hujan rencana Jenis Distribusi Periode ulang (mm/hari)

2 tahun 5 tahun 10 tahun 20 tahun 50 tahun Normal 128.16 143.57 151.64 158.25 165.77 Log Normal 126.92 143.77 153.47 161.89 172.05 Gumbel 125.67 147.58 162.08 175.99 194.00 Log Pearson III 128.76 144.13 151.70 159.35 164.01 Tabel 7. Perbandingan hasil perhitungan nilai Cs dan Ck dengan persyaratan jenis

distribusi

Jenis Distribusi Persyaratan Hasil

Perhitungan

Normal Cs ≈ 0 Cs = 0.35

Ck ≈ 3 Ck = 3.30

Log Normal (Cs = Cv3 + 3Cv) maka Cs = 0.4324 Cs = 0.35 (Ck = Cv8 + 6Cv6 + 15Cv4 + 16Cv2 + 3)

maka Ck = 3.3343 Ck = 3.30

Gumbel Cs = 1.14 Cs = 0.35

Ck = 5.4 Ck = 3.30

Log Pearson III Selain dari nilai diatas Cs = 0.35

Ck = 3.30

Pada perbandingan hasil perhitungan dengan persyaratan terlihat (Tabel 7) kecocokan nilai Cs dan Ck pada jenis distribusi Log Pearson III. Selanjutnya dilakukan uji kecocokan untuk mengetahui kebenaran analisis curah hujan terhadap simpangan data vertikal maupun data horizontal. Sehingga dapat diketahui apakah pemilihan metode distribusi frekuensi Log Pearson III dalam perhitungan curah hujan rencana dapat diterima atau di tolak. Uji kecocokan yang digunakan adalah Uji Chi Kuadrat dengan menggunakan parameter X2. Hasil perhitungan Uji Chi Kuadrat dengan Distribusi Log Pearson III dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Perhitungan Uji Chi Kuadrat dengan Distribusi Log Pearson III Kelas Interval Of Ef Of-Ef (Of-Ef)2/Ef

1 > 2.17 1 2 -1 0.5 2 2.11 – 2.17 4 2 2 2 3 2.07 – 2.11 2 2 0 0 4 2.03 – 2.07 1 2 -1 0.5 5 < 2.03 2 2 0 0 Jumlah 10 10 0 3

Hasil perhitungan Uji Chi Kuadrat diperoleh nilai X2 sebesar 3 pada distribusi Log Pearson III. Nilai tersebut lebih kecil dari pada nilai pada tabel Uji Chi Kuadrat sebesar 5.991. Hal ini membuktikan bahwa kecocokan pernyebaran Distribusi Log Pearson III dapat diterima. Menurut KEMENPU 2011 Nilai periode ulang 5 tahun digunakan karena luas lahan tidak lebih besar dari 10 ha. Data curah

hujan rencana yang digunakan untuk input data pada rain gage dalam software SWMM adalah pada periode ulang 5 tahun yaitu 144.13 mm/hari.

Analisis Saluran Drainase dengan Model SWMM

Perumahan Puri Kintamani terdiri dari 22 subcatchment yang sudah direncanakan dan 3 subcatchment berupa cluster yang belum direncanakan. Cluster yang belum direncanakan ikut dihitung untuk memperkirakan kemungkinan terjadinya banjir apabila telah terbangun seluruhnya. Terdapat beberapa properti yang dimasukan dalam pemodelan pada software SWMM diantaranya

subcatchment, junction, conduit, dan outfall nodes. Perumahan Puri Kintamani

memiliki 25 subcatchment, 28 junction, 29 conduit, dan 1 outfall. Pada perumahan ini terdapat dua jenis saluran, yaitu saluran persegi dan gorong-gorong berbentuk lingkaran. Saluran gorong gorong sebanyak 22 saluran dan saluran persegi sebanyak 7 saluran. Tiap subcatchment memiliki outlet. Tiap saluran dihubungkan oleh dua junction. Keterangan mengenai properti pada saluran dapat dilihat pada Lampiran 2. Saluran pada perumahan Puri Kintamani terbuat dari beton dan saluran batu kali. Pembagian subcatchment, junction, conduit, dan outfall dapat dilihat pada Gambar 4. Perumahan Puri Kintamani direncanakan memiliki daerah yang tidak dapat dilewatkan air (impervious) seluas 78%. Nilai impervious diperoleh dari perbandingan antara luas keseluruhan perumahan dengan daerah yang terbangun. Nilai properti pada tiap subcatchment dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai properti subcatchment Subcatchment Luas (ha) Outlet lahan impervious (%) lahan pervious (%) blok C6 0.110 J25 80 20 blok C7 0.031 J26 80 20 blok C4 0.015 J23 80 20 blok C5 0.033 J20 80 20 blok C1 0.030 J19 80 20 blok C2 0.026 J24 80 20 blok C3 0.032 J17 80 20 taman 1 0.043 J18 80 20 blok B5 0.057 J11 5 95 blok B4 0.045 J12 80 20 blok B1 0.124 J13 80 20 blok B3 0.106 J9 80 20 taman 2 0.062 J9 5 95 blok B2 0.079 J8 80 20 kios 0.030 J28 80 20 blok A4 0.107 J1 80 20 taman 3 0.062 J1 5 95 blok A2 0.090 J2 80 20 blok A5 0.082 J3 80 20 taman 4 0.024 J4 5 95 blok A3 0.186 J5 80 20 blok A1 0.062 J7 80 20 cluster 6 0.668 J10 75 25 cluster 4 0.321 J14 75 25 cluster 5 0.703 J15 75 25

Lahan impervious didapat dari perbandingan luas tanah tiap lahan dengan luas terbangun pada tiap kavling. Luas lahan yang terbangun tiap kavling dirata-ratakan pada tiap subcathment. Penentuan outlet pada tiap subcatchment didasarkan pada keadaan yang ada di lokasi. Simulasi aliran dilakukan dengan menggunakan data curah hujan rencana yang telah diolah dari hasil analisis hidrologi. Curah hujan rencana total yang dimasukan kedalam time series pada model SWMM telah dibagi dengan lama hujan selama satu hari sehingga terjadi sebaran curah hujan terhadap waktu. Curah hujan rencana selama satu hari yang dianalisis mendapatkan nilai 144.13 mm dan dimasukan kedalam simulasi aliran sebagai respon curah hujan. Lama waktu efektif curah hujan yang berlangsung selama satu hari hujan adalah 3 jam yaitu, 30% pada jam pertama, 47% dan 23% pada jam kedua dan ketiga (Darmadi 1993).

Simulasi yang telah dijalankan mendapatkan hasil dengan continuity error limpasan sebesar -0.19% dan penelusuran aliran sebesar 0.07% (simulasi masih dikatakan baik apabila nilai continuity error < 10%). Simulasi model yang telah dijalankan menghasilkan debit runoff pada tiap subcatchment. Contoh simulasi

model yang digambarkan pada tiap jam di cluster Tampak Siring dapat dilihat pada Gambar 5. Dapat dilihat hujan maksimal terjadi pada awal jam ke 2 hingga jam ke 3. Nilai limpasan tertinggi ada pada subcatchment blok A3 yaitu sebesar 0.039 m3/detik. Saluran akan kembali pada keadaan semula setelah 15 menit hujan berhenti.

Gambar 5. Limpasan pada tiap subcatchment di cluster Tampak Siring per jam Hasil model yang telah dijalankan dapat dilihat pada Gambar 6. Terlihat beberapa garis merah pada conduit hal ini menyatakan bahwa pada jam ke 2 sampai ke 3 terjadi luapan pada conduit C6, C7, dan C29. Selain itu, setelah terjadi hujan terdapat genangan di dalam saluran pada cluster Nusa Dua yang terdapat pada sisi utara perumahan Puri Kintamani.

Pada cluster Nusa Dua terdapat genangan dikarenakan elevasi dasar saluran yang lebih rendah dibandingkan daerah disekitarnya. Menurut simulasi model, air yang mengalir menuju cluster Nusa Dua berasal dari subcatchment cluster 6, blok B5, blok B4, dan subcatchment yang berada di dalam cluster Nusa Dua. Maka dibutuhkan ketinggian dasar saluran yang sesuai agar seluruh aliran dapat mengalir ke outfall. Kondisi saluran yang meluap dan menggenang ditunjukan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7. Kondisi penampang memanjang saluran J5-J8 pada 2.30 jam hujan

Gambar 8. Kondisi penampang memanjang saluran J23-J22 pada 6 jam hujan Hasil dari simulasi menunjukan bahwa terdapat 3 saluran yang meluap yaitu saluran C6, C7, dan C29. Melalui perhitungan manual juga diketahui bahwa ketiga saluran tersebut meluap. Sebagai contoh perhitungan manual yang dilakukan pada saluran C6 dengan diameter 0.3 meter memiliki kapasitas maksimum sebesar 0.069 m3/detik sedangkan debit pada simulasi sebesar 0.104 m3/detik. Contoh perhitungan manual dapat dilihat pada Lampiran 4. Perhitungan pada Lampiran 4 mengacu pada Pedoman Perencanaan Sistem Drainase Jalan 2006 (Pd. T-02-2006-B) yang

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

didasarkan pada SNI-03-3424-1994 tentang cara perencanaan drainase permukaan jalan dan SNI 02-2406-1991 tentang tata cara perencanaan umum drainase perkotaan. Perbedaan debit simulasi dengan debit maksimum dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Perbedaan nilai debit simulasi dengan debit maksimum Nama Saluran Simulasi (m3/detik) Maksimum (m3/detik)

C6 0.104 0.069

C7 0.056 0.050

C29 0.022 0.011

Permasalahan yang terjadi pada cluster Nusa Dua diakibatkan elevasi pada dasar saluran yang tidak sesuai sehingga arah aliran tidak menuju outfall melainkan menuju titik terendah pada cluster tersebut yaitu pada node J27. Gambar arah aliran ditunjukan pada Gambar 9. Terlihat bahwa aliran yang berasal dari luar cluster ikut masuk menuju J27.

Gambar 9. Arah aliran kondisi aktual pada cluster Nusa Dua

Perubahan elevasi dasar saluran pada tiap node di cluster Nusa Dua dilakukan dengan metode coba coba sehingga didapatkan kecepatan dan kapasitas saluran yang sesuai dengan SNI. Dimensi diameter saluran yang digunakan pada saluran adalah 0.3 m sesuai rencana pengembang. Hasil evaluasi elevasi yang didapatkan berkisar antara 160.28 mdpl hingga 160.4 mdpl. Karena terjadi perubahan elevasi pada cluster Nusa Dua maka evaluasi untuk saluran C29 tidak dilakukan. Hal ini disebabkan pada saat simulasi dijalankan saluran pada cluster tersebut tidak ada yang meluap. Hasil perubahan ketinggian dapat dilihat pada Tabel 11. Arah aliran setelah dilakukan evaluasi dapat dilihat pada Gambar 10. Terlihat bahwa arah aliran menuju keluar cluster Nusa Dua dan tidak terdapat garis merah yang menandakan tidak terjadi luapan.

Tabel 11. Perubahan elevasi pada tiap node di cluster Nusa Dua

Nama Node Elevasi Aktual (mdpl) Elevasi Rencana (mdpl)

J11 159.80 160.28 J18 160.23 160.32 J19 160.06 160.30 J20 159.99 160.32 J21 160.02 160.35 J22 160.02 160.37 J23 159.98 160.38 J24 160.04 160.37 J25 159.78 160.35 J26 159.72 160.39 J27 159.72 160.40

Gambar 10. Arah aliran kondisi rencana pada cluster Nusa Dua

Gambar 11. Kondisi penampang memanjang saluran J23-J22 pada jam kedua lebih 45 menit hujan setelah di evaluasi

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

Penampang memanjang pada saluran C29 setelah dilakukan evaluasi dasar saluran dapat dilihat pada Gambar 11. Cluster Nusa Dua mengalami perbaikan elevasi dasar saluran dilakukan dengan menambah urugan tanah, membutuhkan biaya sebesar Rp307,762,262.33. Perhitungan RAB dapat dilihat pada Lampiran 6. Evaluasi juga dilakukan pada saluran yang meluap yaitu pada saluran C6 dan C7. Hasil dari perhitungan debit maksimum dapat ditentukan dimensi yang sesuai dan effisien. Saluran C6 sebelumnya berdimensi 0.3 m mengalami luapan sehingga dilakukan evaluasi pada dimensi saluran agar tidak terjadi luapan. Saluran diubah menjadi 0.4 m sehingga memiliki debit maksimum sebesar 0.149 m3/detik. Saluran C7 sebelumnya berdimensi 0.3 m juga mengalami luapan dilakukan evaluasi pada dimensi saluran menjadi 0.4 m. Saluran C6 memiliki debit maksimum sebesar 0.108 m3/detik. Usulan yang akan dilakukan pada dimensi saluran dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Usulan dimensi saluran pada saluran C6 dan C7 Nama Q Simulasi Kondisi Dimensi diameter Q perhitungan Keterangan Saluran (m3/detik) saluran

(m)

(m3/detik)

C6 0.104 Aktual 0.3 0.069 meluap

Usulan 0.4 0.149 tidak meluap

C7 0.56 Aktual 0.3 0.050 meluap

Usulan 0.4 0.108 tidak meluap Kedua saluran mampu menampung debit pada simulasi. Penampang memanjang saluran setelah dievaluasi dapat dilihat pada Gambar 12. Terlihat perubahan dari node J5-J8. Perubahan yang terjadi yaitu saluran yang berdimensi 0.3 m berubah menjadi 0.4 m pada saluran C6 dan C7. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan saluran sebesar Rp12,209,449.48. RAB dapat dilihat pada Lampiran 7.

Gambar 12. Kondisi penampang memanjang saluran J5-J8 pada jam kedua lebih 45 menit hujan setelah di evaluasi

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

Menurut informasi dari pengembang fenomena backwater yang terjadi dari anak sungai Ciliwung menuju kedalam saluran perumahan Puri Kintamani sampai ke node J16. Perbedaan tinggi muka air sungai pada keadaan biasa dengan node J16 yaitu 0.75 m. Backwater dapat dicegah dengan meninggikan elevasi dasar saluran pada saluran drainase utama yang berada pada hilir. Peninggian dasar saluran dilakukan beragam pada tiap node. Penambahan elevasi dasar saluran berkisar antara 0.25 m hingga 1 m. Hasil evaluasi saluran untuk mengatasi fenomena tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Hasil evaluasi saluran drainase untuk mengatasi backwater di hilir Node Elevasi awal Elevasi rencana Penambahan Kedalaman saluran awal Kedalaman saluran rencana (mdpl) (mdpl) (m) (m) (m) O1 157.59 158.34 0.75 - - J17 158.31 158.91 0.60 2.50 1.15 J16 158.23 158.93 0.70 1.00 0.40 J15 158.34 159.35 1.01 1.76 0.68 J14 159.33 159.58 0.25 0.90 0.68

Pada Tabel 14 terlihat dilakukan penambahan elevasi dasar saluran untuk mencegah masuknya air dari anak sungai Ciliwung. Penambahan elevasi dasar saluran dilakukan pada node O1, J17, J16, J15, dan J14. Hal ini dilakukan karena daerah disekitar perumahan tersebut terus mengalami pembangunan dan memungkinkan meningginya permukaan air sungai pada saat terjadi hujan lebat. Penampang memanjang sebelum dilakukan evaluasi pada hilir saluran dapat dilihat pada Gambar 13. Setelah dilakukan evaluasi penampang memanjang dapat dilihat pada Gambar 14. Pada hilir saluran utama untuk mengatasi backwater pada saluran membutuhkan biaya Rp107,233,810.98. Perbaikan yang dilakukan yaitu meninggikan elevasi dasar saluran. Perhitungan RAB untuk perbaikan pada hilir saluran dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gambar 13. Kondisi eksisting penampang memanjang di bagian hilir saluran utama

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

Gambar 14. Kondisi penampang saluran utama di bagian hilir setelah dievaluasi Evaluasi saluran juga dilakukan pada bagian hulu. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui effisiensi dari saluran utama. Effisiensi dilakukan dengan mengubah dimensi dari saluran eksisting. Hal ini dilakukan agar pada saat terjadi debit maksimum pada saluran, tinggi muka air sesuai dengan standar. Evaluasi dimensi saluran dilakukan pada saluran C8, C9, C10, C11, C12, dan C13. Evaluasi dimensi saluran dilakukan dengan metode perhitungan penampang terbaik dan dilakukan kesesuain pada lokasi. Hasil perubahan dimensi pada saluran utama dapat dilihat pada Tabel 14. Desain hulu saluran utama awal membutuhkan biaya Rp76,524,409.44, sedangkan pada desain saluran rencana sebesar Rp66,839,122.10. Selisih harga antara kondisi eksisting dan rencana adalah Rp9,685,287.34. Perhitungan RAB evaluasi hulu saluran utama terdapat pada Lampiran 9.

Tabel 14. Hasil evaluasi pada hulu saluran utama Nama saluran Dimensi awal (m) Dimensi rencana (m) b h b h C8 0.45 0.40 0.35 0.35 C9 0.45 0.40 0.35 0.35 C13 0.45 0.40 0.35 0.35 C10 0.45 0.40 0.35 0.40 C11 0.45 0.40 0.35 0.30 C12 0.45 0.40 0.35 0.30

Kemiringan pada tiap saluran yang didesain tidak terlalu curam. Kemiringan pada saluran yang curam dapat mengakibatkan tingginya kecepatan pada saluran. Menurut SNI 02-2406-1991 kecepatan saluran untuk saluran beton adalah tidak lebih dari 1.5 m/detik. Seluruh saluran yang dievaluasi memiliki kecepatan berkisar antara 0.26 m/detik hingga 4.93 m/detik. Perbedaan kecepatan antara kecepatan simulasi dengan kecepatan rancangan dapat dilihat pada Lampiran 5.

Periode ulang 5 tahun Curah Hujan 144.13 mm/hari

Hasil keseluruhan evaluasi menunjukan bahwa tidak terdapat garis merah pada saat debit tertinggi simulasi, maka dapat dikatakan desain saluran aman dan effisien. Simulasi hasil akhir desain saluran dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Hasil akhir evaluasi dan desain keseluruhan saluran

Hasil dari keseluruhan evaluasi saluran didapatkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) untuk memperbaiki saluran. Total anggaran biaya yang dibutuhkan apabila akan dilakukan perbaikan adalah sebesar Rp502,827,026.37. Hasil perhitungan RAB dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil perbandingan RAB evaluasi, awal, dan dengan SWMM Nama Pekerjaan RAB evaluasi

(Rp) RAB awal (Rp) RAB dgn SWMM (Rp) Saluran di dalam

cluster Nusa Dua

307,762,262.33 196,536,278.46 301,120,909.01

Saluran C6 dan C7 12,209,449.48 8,969,000.08 10,383,408.30 Hilir saluran utama 107,233,810.98 110,681,409.61 87,451,181.14 Hulu saluran utama 75,621,503.58 76,524,409.44 66,839,122.10

Dokumen terkait