• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN ISI KOTBAH DHAMMACAKAPAVATTANA SUTTA DAN MAHA SATIPATTHANA SUTTA UNTUK MEREALISAIKAN NIBBANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN ISI KOTBAH DHAMMACAKAPAVATTANA SUTTA DAN MAHA SATIPATTHANA SUTTA UNTUK MEREALISAIKAN NIBBANA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

67

PENERAPAN ISI KOTBAH DHAMMACAKAPAVATTANA SUTTA DAN MAHA SATIPATTHANA SUTTA UNTUK

MEREALISAIKAN NIBBANA Boniran

STAB Maha Prajna Jakarta boniraniran@yahoo.com

ABSTRACT

Dhammacakkapavattana Sutta is the First Discourse of the Buddha delivered to the five ascetics, His former friends. In the discourse of the Buddha recommends to all mankind to avoid two extreme way that cause human suffering and always be born in cycle of Suffering. The Buddha explained about the Four Noble truths: Dukkha, the cause Dukkha, the Cessation of Dukkha, and the Road to the Cessation of Dukkha. The Buddha describes the path leading to the cessation of suffering is by menerpakan feet Arya clan. and realize this life is suffering person will be able to realize themselves to attain Nibbana

Maha Satipatthana Sutta is one of discourses that describe about four attention to the physical body, thoughts, feelings, and dhamma. By realizing that the physical body is just a body is not your own or also mulik others, realizing that the mere thought of the mind is not your own or someone else's, realized that his feelings only feelings of not belonging to yourself or also the property of others, realizing that Dhamma is the Dhamma not own property and the property of others. By being aware of these things then Nibbana will be realized.

Nibbana is the lastest goal of Buddhists. To realize Nibbana one should avoid greed, hatred, and ignorance. To release these things one must realize Eightfold Noble Truth. The definition of Nibbana is divided into two types, namely Saupādisesa Nibbana Nibbana by the presence pancakkhandha (five aggregates) is Nibbana of Arahat who are still alive, also called Kilesa - Parinibbana. Kilesa outages in totally, but Pancakkandha (five aggregates) still exists, and An upādisesa Nibbana is Nibbana without pancakkhandha (five groups kkehidupan) is Nibbana of Arahat who has died. Also called aggregates-Parinibbana kilesa, total extinction and extinction as well pancakkandha.

Keywords: Dhammacakapavattana Sutta, Maha Satipatthana Sutta, Nibbana

Pendahuluan

Sedih dan gembira adalah nilai subjektif yang timbul dari pikiran orang yang merupakan refleksi keinginan pribadi, karena refleksi-refleksi tidak mempunyai nilai sejati, maka sedih dan gembira hanya merupakan refleksi "aku" yang khayal. Lenyapnya khayalan itu disebut Nibbana. Jika khayalan "aku" telah terbasmi, maka tiada lagi perubahan-perubahan sedih dan gembira. ltulah yang dimaksud dengan "Nibbanam paramam sukkham" (Nibbana Kebahagiaan Tertinggi), bukan kebahagiaan duniawi atau Kebahagiaan emosional, melainkan pembebasan mutlak dari segala bentuk ikatan indera dan keinginan rendah (tanha). Pengertian Nibbana yang paling singkat dan menyeluruh adalah berakhirnya proses "menjadi" (dumadi)Nibbana bukanlah suatu tempat.

(2)

68

Nibbana bukanlah suatu ketiadaan atau kepunahan. Nibbana bukanlah suatu surga. Tidak ada kata yang cocok untuk menjelaskan Nibbana ini. Nibbana dapat direalisasi dengan cara melenyapkan keserakahan (lobha), kebencian (dosa) dan kebodohan batin (moha).Nibbana dapat dicapai ketika masih hidup (Sa-upadisesa Nibbana) dan ketika meninggal dunia (An-upadisesa Nibbana). Ketika Pangeran Siddhartha mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Samma Sambuddha, maka pada saat itu Beliau mengalami Sa-upadisesa Nibbana.

Ketika Buddha Gotama meninggal dunia pada usia 80 tahun di Kusinara, maka Beliau mencapai An-upadisesa Nibbana atau Parinibbana.Cara untuk mencapai Nibbana adalah dengan mempraktekkan sendiri Jalan Mulia Berunsur Delapan, yaitu: 1. Pengertian Benar (Samma ditthi) 2. Pikiran Benar (Samma sankappa) 3. Ucapan Benar (Samma vaca) 4. Perbuatan Benar (Samma kammanta) 5. Penghidupan/Mata Pencaharian Benar (Samma ajiva) 6. Usaha/Daya Upaya Benar (Samma vayama) 7. Perhatian Benar (Samma sati) 8. Konsentrasi/Meditasi Benar (Samma samadhi)

Masalah dalam kajian ini yaitu banyak masyarakat umum khususnya umat Buddha yang belum mengetahui tentang apa itu Nibbana. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi umat Buddha agar lebih memahami tentang bagaiman cara sesorang untuk mencapi Nibbana dengan memahami empat kebenaran mulia, memahami Dukkha, sebab Dukkha, lenyapnya Dukkha, dan jalan menuju lenyapnya Dukkha. Serta dengan menjalankan hasta arya marga sehingga terbebas dari penderitaan dan mencapai Nibbana.Memberikan informasi serta masukan bagi umat Buddha tentang jalan untuk membentuk diri sendiri agar terbebas dari penderitaan.

Tentang Nibanna dijelaskan pengertian Nibbana dalam buku Abhidhammatthasangaha dijelaskan bahwa:

Dalam Abhidhmmatasangaha berbahasa Pali, sebagai berikut: Vana sanhataya tanhaya

Nikkhantatta nibbanam

Artinya: keadaan yang terbebas dari Tanha disebut Nibbana Dalam Paranatthadipanitika berbunyi sebagai berikut: Natthi vanam etthani nibbanam.

Artinya keadaan ketenangan yang timbul dengan terbebasnya dari tanha, disebut Nibbana. Dalam visudddhimagga, berbunyi sebagai berikut:

Tayidam santi lakkhanam.

Artinya: Nibbana adalah keadaan yang terbebas dari kilesa.

Nibbanam Paranam Sukham. Artinya: Nibbana adalah kebahagiaan tertinggi. (Pandit J.Kaharudin, 2005: 213-215-215)

Dalam kitab suci Milinda Panha Dijelaskan bahwa: “Nibbana adalah tempat bagi para makhluk agung (para Arahat) dan dihiasi oleh gelombang pengetahuan dan kebebasan” (Lanny Anggawati, Wena Cintiawati, 2002: 168). Dalam Buku Dhamma – Sari Nibbana dijelaskan

(3)

69

“Penghentian kelangsungan dan tumimbal-lahir (Bhavani-roda) adalah Nibbana.” (MP. Sumedha Widyadharma, 1980 : 48).

Dalam Buku Dhamma – Sari dijelaskan “Nibbana ialah terhentinya tanha secara total, meelepaskan diri, menolak, terbebas dan terlepas dari tanha.” Lebih lanjut lagi “ pudarnya benda-benda yang tercipta, terbebas dari semua noda dan kekotoran batin, padamnya nafsu keinginan, tidak terpengaruh, terhenti, itulah Nibbana.” (MP. Sumedha Widyadharma,1980 : 47)

Dhammacakkapavattana Sutta “Dua pinggiran yang ekstrim, O bhikkhu yang harus dihindari oleh seorang bhikkhu. Pinggiran ekstrim pertama ialah mengumbar nafsu-nafsu, yang bersifat rendah, sifat khas dari orang yang terikat kepada hal-hal duniawi, tidak mulia dan tidak berfaedah. Pinggiran ekstrim kedua ialah menyiksa diri, yang menimbulkan kesakitan hebat, tidak mulia dan tidak berfaedah” (Pandita.S. Widyadharma2004 : 38)Pengertian Maha SatipatthanaSutta dalam buku Meditasi diartikan “sati (sangkrit: smrti) ini aslinya berarti ingatan. Namun dalam buku-buku pali, hanya mempunyai arti ilmu jiwa atau perhatian dan kesadaran”. (Vajra Dharma Nusantara, 2004 : 5)

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu aktivitas penelitian yang menempatkan peneliti untuk mengamati dunia. Hal tersebut terdiri dari serangkaian interprtasi, perbuatan atau kebiasaan yang membuat dunia menjadi tampak. (Denzin & Lincoln, 2009: 3)Penelitian secara ilmiah menurut Sugiyono adalah:Diharapkan data yang akan didapat adalah data yang obyektif, valid dan variable. Obyektif berarti semua orang akan memberikan penafsiran yang sama, valid berarti adanya ketepatan antara data yang terkumpul oleh peneliti dengan data yang terjadi pada obyek yang sesungguhnya, variable berarti adanya ketepatan/kebijakan/konsisten data yang didapat dari waktu ke waktu. (Sugiyono, 2001: 1). Dari teori-teori tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah tatacara bagaimana penelitian dilaksanakan, yaitu dengan cara pengumpulan data dan cara menganalisisnya serta untuk memecahkan suatu masalah yang diteliti. Sedangkan, cara pengumpulan data yang dilakukan melalui studi pustaka (library research) dengan cara membaca buku-buku, majalah, artikel, surat kabar dan sebagainya yang ada kaitanya dengan masalah yang akan diteliti.Oleh karena itu, proses penelitian yang dilakukan memiliki substansi dengan masalah Penerapan kotbah Dhammacakkapavattana Sutta dan Maha SatipatthanaSutta menurut tingkat eksplanasi atau tingkat penjelasan.

(4)

70 Pembahasan

Mengembangkan empat landasan kesadaran atau perhatian (satipatthana), yaitu perhatian terhadap jasmani, perasaan, pikiran, dan bentuk-bentuk pikiran. Dalam praktek ini seseorang merenungkan keempat faktor ini sebagai tidak kekal, tidak menyenangkan, dan tidak memuaskan. Untuk memperhatikan hal ini, ia berdiam dengan tekun, waspada, dan penuh kesadaran setelah melenyapkan semua keserakahan dan kesedihan yang berkenaan dengan keempat faktor ini. Dari keempat landasan perhatian ini, perhatian terhadap jasmani adalah yang umum dilakukan para meditator.

Ada beberapa metode meditasi perhatian terhadap tubuh ini, yaitu perhatian terhadap pernapasan, perhatian terhadap posisi tubuh, kesadaran jernih atas apa yang sedang dilakukan, perenungan terhadap bagian-bagian tubuh (rambut, kuku, gigi, kulit, daging, dan seterusnya), analisis terhadap empat unsur fisik (unsur padat, cair, panas, dan gerak), dan perenungan terhadap mayat. Nibbana Merupakan tujuan terahkir umat buddha Guru Gotama besabda bahwa Nibbana dapat dilihat secara langsung’. nibbana dapat dilihat secara langsung, segera, mengundang orang untuk datang dan melihat, berharga untuk dilaksanakan, untuk dialami sendiri oleh para bijaksana?”bila seseorang dipenuhi nafsu buruk akhlaknya karena kebencian bingung karena kebodohan batin, maka dia merencanakan kerugian bagi dirinya sendiri, kerugian bagi yang lain, kerugian bagi keduanya; dan dipikirannya dia mengalami penderitaan dan kesedihan. Tetapi, bila nafsu, kebencian dan kebodohan batin telah ditinggalkan, dia tidak lagi merencanakan kerugian bagi dirinya sendiri, tidak juga kerugian bagi yang lain, tidak juga kerugian bagi keduanya; dan dipikirannya dia tidak mengalami penderitaan dan kesedihan. Dengan cara inilah, nibbana dapat dilihat secara langsung, segera, mengundang orang untuk datang dan melihat, berharga untuk dilaksanakan, untuk dialami sendiri oleh para bijaksana.Manusia yang merupakan gabungan dari badan jasmani dan batin adalah nyata dicengkram oleh Tilakkhana. Jasmani manusia setiap saat selalu mengalami perubahan. Perubahan secara lambat atau cepat. Dapat kita amati bahwa setiap manusia yang pada awalnya adalah bayi berkembang menjadi anak-anak, berkembang menjadi remaja, berkembang menjadi dewasa, kemudian menjadi tua, sakit dan mati, akhirnya hancur. Kemudian batin yang terdiri dari perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran setiap saat selalu timbul tenggelam bagai arus air yang sangat deras terus mengalir.

Demikian juga segala benda dan fenomena diluar diri kita seperti rumah, mobil, bunga-bunga bahkan bumi ini setiap saat berproses dalam perubahan yang akan berakhir pada kehancuran.Demikianlah karena segala benda, bentuk, fenomena dan keadaan adalah selalu berubah tiada henti, kemudian karena kegelapan batin manusia melekati segala bentuk dan fenomena itu untuk dimiliki dan dipertahankan akhirnya menimbulkan Dukkha yaitu, kehausan, kerinduan

(5)

71 ketidakpuasan, kehilangan dan kekecewaan.

Dalam Dhammacakkapavattana Sutta terdapat Empat Kesunyataan Mulia yang menjadi inti dari dhamma tersebut. Dalam Empat Kebenaran mulia dijelaskan tentang Dukkha atau penderitaan yang dialami oleh seluruh mahkluk, tentang sebab terjadinya penderitaan atau asal mula penderitaan, tentang lenyapnya penderitaan atau Nibbana, serta tentang jalan bagaiman untuk melenyapkan penderitaan dan mencapai Nibbana.Setelah menjelaskan tentang Jalan Tengah yang mendukung pandangan dan pengetahuan serta membawa pada ketenangan, kebijaksanaan yang lebih tinggi, pencerahan, dan Nibbāna, Sang Buddha menguraikan tentang Empat Kebenaran Mulia kepada lima pertapa.

Empat Kebenaran Mulia merupakan kebenaran yang ditemukan oleh Sang Buddha dalam upayanya mencapai Penerangan Sempurna. Melalui praktek Jalan Tengah yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, seseorang dapat menyadari dan menyelami Empat Kebenaran Mulia. Apakah para Buddha muncul atau tidak di dunia ini, kebenaran ini selalu ada. Adalah seorang Buddha yang mengungkap kebenaran ini kepada dunia yang telah melupakannya. Kebenaran ini tidak berubah seiring waktu karena mereka adalah kebenaran yang abadi.

Empat Kebenaran Mulia terdiri atas Kebenaran Mulia tentang Penderitaan (Dukkha), Sebab Penderitaan (Dukkha samudaya), Lenyapnya Penderitaan (Dukkha nirodha), dan Jalan Menuju Lenyapnya Penderitaan (Dukkha nirodha gāminipatipadā).Kesenangan dan kebahagiaan yang ada di dunia ini hanyalah bersifat sementara dan hanya pemuasan keinginan. Bagi mereka yang telah menyadarinya dengan pandangan benar, kehidupan ini tidak memuaskan. Kebahagiaan sejati bukan kebahagiaan yang didasarkan pada pemuasan keinginan karena keinginan jika dipuaskan tidak akan habis-habisnya. Oleh sebab itu, para bijaksana menerima kebahagiaan dan penderitaan dunia dengan seimbang dan tidak melekat padanya.Semua yang muncul atau lahir pasti akan tunduk pada kelapukan atau usia tua, penyakit, dan akhirnya kematian. Tidak ada yang dapat mengelak dari empat jenis penderitaan fisik ini.

Keinginan atau harapan yang tidak terpenuhi juga adalah penderitaan. Kita tidak berharap untuk bertemu dengan hal-hal yang tidak menyenangkan atau orang yang tidak disukai dan berharap untuk bertemu dengan hal-hal yang menyenangkan atau orang yang disukai. Namun, harapan atau keinginan tersebut tidak selalu terjadi. Seringkali apa yang tidak kita harapkan itulah yang terjadi pada kita. Ini menyebabkan penderitaan batin yang tidak terelakkan oleh siapa pun.Ini bukan berarti ajaran Buddha bersifat pesimistik karena memandang kehidupan ini sebagai penderitaan. Sang Buddha juga mengajarkan bahwa terdapat kebahagiaan dari perolehan duniawi, seperti kekayaan, kedudukan, dan kehormatan. Namun jika kebahagiaan yang bersifat sementara ini dipandang dengan penuh kemelekatan dan tidak dipergunakan sebaik-baiknya, ini akan menjadi sumber penderitaan.

(6)

72

Kebahagiaan sejati bukan terletak pada hal-hal yang di luar diri kita, melainkan dapat ditemukan dalam diri kita.Secara singkat, penderitaan berasal dari kemelekatan pada jasmani dan batin, yang disebut lima kelompok kehidupan. Lima kelompok kehidupan merupakan lima unsur yang membentuk kehidupan semua makhluk, yang terdiri atas kelompok jasmani (rupa), perasaan (vedana), pencerapan atau persepsi (sañña), bentuk-bentuk pikiran (sankhara), dan kesadaran (viññana). Empat kelompok terakhir membentuk apa yang disebut batin atau pikiran.Kelompok jasmani merupakan tubuh kita yang dapat dilihat dan dirasakan secara fisik. Menurut filsafat Buddhis (Abhidhamma), tubuh fisik terbentuk dari empat unsur utama, yaitu unsur padat, cair, panas, dan gerak. Unsur padat terlihat pada bagian tubuh yang padat seperti daging, otot, dan tulang; unsur cair terlihat pada bagian tubuh berbentuk cairan seperti darah, nanah, dan ingus; unsur panas memberikan energi dan vitalitas pada tubuh yang terlihat dari suhu dan panas tubuh; unsur gerak memberi pergerakan pada tubuh dan fungsi pernapasan adalah salah satu contohnya.

Dalam tubuh jasmani inilah terdapat pancaindera yang menjadi sarana hubungan atau kontak antara batin dengan dunia luar, yaitu objek-objek pancaindera tersebut.Kelompok perasaan merupakan semua perasaan yang menyenangkan, tidak menyenangkan maupun netral yang timbul dari kontak antara indera dengan objeknya. Kelompok pencerapan merupakan fungsi mental yang mengenali objek yang ditanggapi oleh indera; di sinilah seseorang dapat mengingat suatu objek dengan ingatannya. Kelompok bentuk-bentuk pikiran merupakan semua bentuk mental yang timbul karena kontak indera dengan objeknya, seperti kehendak, dorongan mental, pemikiran, gagasan, keyakinan, kebijaksanaan, keinginan, keserakahan, dan kebencian.

Dari bentuk-bentuk pikiran inilah hukum karma bekerja dan memberikan akibat sesuai dengan baik atau buruknya bentuk pikiran tersebut. Kelompok kesadaran merupakan fungsi mental yang mengetahui sepenuhnya objek tersebut. Dalam hal ini antara kesadaran dan faktor mental lainnya (perasaan, pencerapan, dan bentuk-bentuk pikiran) adalah tidak terpisahkan dan berkaitan satu samalainnya, seperti buah apel yang tidak dapat dibedakan dari atribut-atributnya seperti bau, bentuk, dan warnanya. Keempat kelompok mental inilah membentuk keseluruhan dunia psikologis kita. Kesimpulan

Demikianlah, ajaran pertama Sang Buddha yang dikotbahkan kepada lima pertapa lebih dari 2500 tahun yang lalu di Taman Rusa di Isipatana. Ajaran berisi tentang Jalan Tengah untuk menghindari kedua ekstrem praktek kehidupan yang salah dan membawa pada tujuan akhir, Nibbana, dan Empat Kebenaran Mulia yang menunjukkan hakekat kehidupan ini yang tidak menyenangkan dan sebabnya serta jalan untuk mencapai kebahagiaan sejati.

(7)

73 Saran.

Dengan mengetahui bahwa hidup ini adalah penderitaan hendaknya manusia dapat menyadari dan dapat menjalakan ajaran yang telah dibabarkan oleh sang bhagava, selalu menjalankan sila dengan benar mempraktekan meditasi sebagai jalan untuk mencapai kebahagiaan.

Daftar Pustaka

http://filsafat.kompasiana.com/2011/07/14/dhammacakkappavattana-sutta-ajaran-pertama-sang-buddha-bagian-1.

http://filsafat.kompasiana.com/2011/07/14.

Ven. Hye Dhammvuddho. 2008). Ajaran Buddha. Jakarta: Dian Dhamma.

Tim Penyusun. 2003. Materi Kuliah Agama Buddha Untuk Perguruan Tinggi Agama Buddha, Jakarta : CV. Dewi Kayana Abadi.

YM. Ajhan Chah.2006. Hidup Sesuai Dhamma, Dian Dhamma.

______________.2007. Kamus Umum Bahasa Pali-Sanskerta-Indonesia. Jakarta: Santusita Publising.

Virana. 2008.Keyakinan Umat Buddha . Jakarta: CV. Santusita .

Mettadewi. 1992.Kitab Suci Abhidhamma Pitaka I, Jakarta: Ditjen Bimas Hindu dan Buddha dan Universitas Terbuka.

Wowor, Cornelis. 2004) Pandangan Sosial Agama Buddha, Proyek Peningkatan Bhikkhu Revata, 2011. Bangunlah, Dunia! Yayasan Handaya Vatthu.

Sumedha Widyadharma.1992/1993. Dhamma Sari, Jakarta: Yayasan Kanthaka Kencana. Sugiono.2001.Metode Penelitian Administrasi, Cet. Kedelapan, Bandung: CV. Alfabeta. _______________.2001. Metode Penelitian Bisnis, Cet. Ketiga, Bandung: CV Alfabeta. Sugiyono.2002.Statistik untuk penelitian, Bandung: CV. Alfabeta.

Teja S.M. Rasid.1997.Sila dan Vinaya, Jakarta: Buddhis Bodhi.

Ivan Taniputera Dipl.Ing.2003. Sains Modern dan Buddhisme, Yayasan Penerbit Terbuka. Tim Penyusun. 2010. Himpunan Materi, Tangerang Banten.

Panjika. 2004. Kamus Umum Buddha Dhamma, Jakarta: Tri Sattva Buddhist Centre Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah benih per lubang tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai.. Hasil dari penelitian ini

terhadap pemilihan transportasi laut. Terdapat kesenjangan aksesibilitas antar wilayah di Propinsi Papua Barat dengan besarnya perbedaan nilai IA yang diperoleh. Semakin

Salah satu solusi promosi media yang tidak ingin mengeluarkan uang berlebih untuk promosi adalah dengan menggunakan fasilitas internet untuk menjangkau penonton

Ami Maryami, M.Si Dorang Luhpuri, SIP, Ph.D Krisna Dewi Setianingsih, M.Si, Ph.D Meiti Subardhini, M.Si, Ph.D Krisna Dewi Setianingsih, M.Si, Ph.D Meiti Subardhini, M.Si, Ph.D Dra..

Saya harap anda menutup E-book ini dan bagikan pada teman kalian yang memang benar-benar membutuhkan. Kebanyakan bagi mereka yang membuat slide powerpoint

Sikap tidak suka menjadi karyawan yang dimiliki oleh masyarakat etnis Tionghoa mempunyai hubungan sangat erat dengan budaya kerja etnis Tionghoa dalam

Sarana utilitas utama yang diperlukan bagi kelancaran produksi asam asetat adalah kebutuhan energi listrik dan air. Kebutuhan energi listrik  pabrik asam asetat

Plotting pada kertas kalkir kedudukan platform, weir dan muka air;Tutup lobang pada tangki penampung dengan penyumbat lubang... Pada percobaan aliran dengan penghalang ambal