• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut (Kusumosuwidho, 2007).Pada tiap negara batas umur tenaga kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut (Kusumosuwidho, 2007).Pada tiap negara batas umur tenaga kerja"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Tenaga Kerja (manpower)

Penduduk dalam usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktiviatas tersebut (Kusumosuwidho, 2007).Pada tiap negara batas umur tenaga kerja berbeda-beda hal ini karena situasi tenaga kerja di masing-masing negara juga berbeda-beda.Di negara Indonesia tenaga kerja ditetapkan dengan UU No. 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan yang menetapkan bahwa batas usia kerja 15 tahun.

Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (Elfindri, 2004).

1. Angkatan kerja, yaitu penduduk yang kegiatan utamanya selama seminggu yang lalu bekerja, atau sedang mencari pekerjaan. Untuk kategori bekerja bilamana minimum bekerja selama 1 jam selama seminggu yang lalu untuk kegiatan produktif sebelum pencacahan dilakukan. Mencari pekerjaan adalah seseorang yang kegiatan utamanya sedang mencari

(2)

pekerjaan, atau sementara sedang mencari pekerjaan dan belum bekerja minimal 1 jam selama seminggu yang lalu.

2. Bukan angkatan kerja, yaitu mereka yang berusia kerja (15 tahun ke atas) namun kegiatan utama selama seminggu yang lalu adalah sekolah, mengrus rumah tangga dan lainnya. Bilamana seseorang yang sedang sekolah mereka bekerja minimal 1 jam selama seminggu yang lalu tetapi kegiatan utamanya adalah sekolah, maka individu tersebut tetap masuk ke dalam kelempok bukan angkatan kerja.

2.1.2 Pasar Kerja

Pasar kerja merupakan aktivitas dari para pelaku yang tujuannya adalah mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja (Sumarsono, 2009). Proses mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja ternyata memerlukan waktu lama.Dalam proses ini, baik pencari kerja maupun pengusaha dihadapkan pada suatu kenyataan sebagai berikut :

1. Pencari kerja mempunyai tingkat pendidikan, keterampilan, kemampuan dan sikap pribadi yang berbeda.Di pihak lain setiap lowongan yang tersedia mempunyai sifat pekerjaan yang berlainan. Pengusaha memerlukan pekerjaan dengan pendidikan, keterampilan, kemampuan, bahkan mungkin dengan sikap pribadi yang berbeda. Tidak semua pelamar akan cocok untuk satu lowongan tertentu, dengan demikian tidak semua pelamar mampu dan dapat diterima untuk satu lowongan tertentu. 2. Setiap pengusaha atau unit usaha menghadapi lingkungan yang berbeda

(3)

mempunyai kemampuan berbeda dalam memberikan tingkat upah, jaminan sosial dan lingkungan pekerjaan. Di pihak lain, pencari kerja mempunyai produktivitas yang berbeda dan harapan-harapan mengenai tingkat upah dan lingkungan pekerjaan. Oleh sebab itu tidak semua pencari kerja bersedia menerima pekerjaan dengan tingkat upah yang berlaku di suatu perusahaan, sebaliknya tidak semua pengusaha mampu serta bersedia memperkerjakan seorang pelamar dengan tingkat upah dan harapan yang dikemukakan oleh pelamar tersebut.

3. Baik pengusaha maupun pencari kerja sama-sama mempunyai informasi yang terbatas mengenai hal-hal yang dikemukakan dalam butir (1) dan (2). Sekian banyak pelamar, pengusaha biasanya menggunakan waktu yang cukup lama melakukan seleksi guna mengetahui calon yang paling tepat untuk mengisi lowongan yang ada.

2.1.3 Permintaan dan Penawaran Tenaga kerja

Permintaan tenaga kerja berhubungan dengan fungsi tingkat upah. Semakin tinggi tingkat upah, maka semkain kecil permintaan pengusaha akan tenaga kerja. Jadi dalam permintaan ini sudah ikut dipertimbangkan tinggi-rendahnya upah yang berlaku dalam masyarakat, atau yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan (Suroto, 1992).

Penawaran tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dan jumlah satuan pekerja yang disetujui oleh pensupply untuk di tawarkan.Jumlah satuan pekerja yang ditawarkan tergantung pada (1) besarnya penduduk, (2) persentase penduduk yang memilih berada dalam angkatan kerja, (3) jam kerja

(4)

yang ditawarkan oleh peserta angkatan kerja, di mana ketiga komponen tersebut tergantung pada tingkat upah.Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dalam masyarakat.Besarnya penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan tersebut.Selanjutnya, besarnya penyediaan dan permintaan tenaga kerjadipengaruhi oleh tingkat upah.Apabila tingkat upah naik maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat.Sebaliknya jika tingkat upah meningkat maka permintaan tenaga kerja akan menurun.Berikut Gambar 2.1 yang menunjukkan adanya keseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. w SL We DL 0 Ne N

Sumber : Mulyadi Subri, 2003

Gambar 2.1

Kurva Keseimbangan Permintaan Dan Penawaran Tenaga Kerja

Keterangan Gambar :

SL : Penawaran tenaga kerja (supply of labor)

DL : Permintaan tenaga kerja (demand for labor)

W : Upah riil

N : Jumlah tenaga kerja

Ne : Jumlah tenaga kerja yang diminta

We : Tingkat Upah

E : Keseimbangan permintaan dan penawaran

Berdasarkan Gambar 2.1 diketahui bahwa jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta,

(5)

yaitu masing-masing sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian titik-titik keseimbangan adalah titik E.Di sini tidak ada excess supplyof labor maupun excess demand for labor.Pada tingkat upah keseimbangan We maka semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak ada orang yang menganggur.Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We tersebut. Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja pada suatu tingkat upah.Ketidakseimbangan tersebut dapat berupa:

1. Lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor).

Pada Gambar 2.2 terlihat adanya excess supply of labor dimana pada tingkat upah W1 penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar dari permintaan tenaga kerja(DL).Jumlah tenaga kerja yang menawarkan diri untuk bekerja adalah sebanyak N2 sedangkan yang diminta hanya N1dengan demikian ada tenaga kerja yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1 N2.

W

Supply Labour

(6)

Demand Labour

0 N1 N2 N

Sumber : Mulyadi Subri, 2003

Gambar 2.2

Kurva Ketidakseimbangan Antara Permintaan Dan Penawaran Terhadap Tenaga Kerja (Excess Supply Of Labor)

Keterangan Gambar : W : Tingkat upah N : Jumlah tenaga kerja

2. Lebih besarnya permintaan dibanding penawaran terhadap tenaga kerja(excess demand for labor).

Pada Gambar 2.3 terlihat adanya excess demand for labor dimana padatingkat upah W2 permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga kerja (SL).Jumlah tenaga kerja yang menawarkan diriuntuk bekerja padatingkat upah W2adalah sebanyak N3 tenaga kerja,sedangkan yang diminta adalah sebanyak N4 tenaga kerja.

W

Supply Labour

W2

Excess

Demand Demand Labor

0 N3 N4 N

(7)

Gambar 2.3

Kurva Ketidakseimbangan Antara Permintaan Dan Penawaran Terhadap Tenaga Kerja (Excess Demand For Labor) 2.1.4 Pengangguran

Pengangguran adalahangka yang menunjukkan berapa banyak dari jumlah angkatan kerja yang sedang aktif mencari pekerjaan (Subri, 2003).Menurut Suroto, (1992) pengangguran adalah sebagian dari angkatan kerja yang sedang tidak mempunyai pekerjaan.

Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah bagian dari angkatan kerja yang sekarang ini tidak bekerja dan sedang aktif mencari pekerjaan.Sementara setengah menganggur dibagi dalam dua kelompok yaitu: (1) Setengah MenganggurKetara (Visible Underemployment) ialah jika seseorang bekerja tidak tetap (part time) di luar keinginannya sendiri, atau bekerja dalam waktu yang lebih pendek dari biasanya.Dan (2) Setengah Menganggur Tidak Ketara (Invisible Underemployment)ialah jika seseorang bekerja secara penuh (full time) tetapi pekerjaannyadianggap tidak mencukupi, karena pendapatannya terlalu rendah atau pekerjaannya tidak memungkinkan ia untuk mengembangkan seluruh keahliannya(Subri, 2003).

2.1.4.1 Jenis-Jenis Pengangguran

Pengangguran terjadi karena ketidaksesuain antara permintaan dan penyediaan dalam pasar kerja.Berikut bentuk-bentuk pasar kerja menurut (Sumarsono, 2009) yaitu :

(8)

Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang terjadi karena kesulitan temporer dalam mempertemukan pencari kerja dan lowonga kerja yang ada. Kesulitan temporer ini dapat berbentuk : (a) tenggang waktu yang diperlukan selama proses/prosedur pelamaran dan seleksi, atau terjadi karena faktor jarak dan kurangnyainformasi; (b) kurangnya mobilitas pencari kerja dimana lowongan pekerjaan justru terdapat bukan disekitar tempat tinggal si pencari kerja dan (c) pencari kerja tidak mengetahui dimana adanya lowongan pekerjaan dan demikian pula pengusaha tidak mengetahui dimana tersedianya tenaga-tenaga yang sesuai. 2. Pengangguran Musiman

Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena pergantian musim.Di luar musim panen dan turun kesawah, banyak orang yang tidak mempunyai kegiatan ekonomis, mereka hanya sekedar menunggu musimbaru.Selama masa menunggu tersebut mereka digolongkan sebagai penganggur musiman.

3. Pengangguran Siklikal

Pengangguran siklikal dalam kegiatan ekonomi yang ada kalanya terjadi ekspansi kegiatan meningkat.Timbul kejenuhan dan penurunan kegiatan setelah itu diikuti kenaikan intensitas kegiatan lagi.Siklus seperti ini tentu membawa dampak pada permintaan tenaga kerja.

(9)

Pengangguran sturktual adalah pengangguran yang terjadi karena perubahan dalam struktur atau komposisi perekonomian.Perubahan struktur yang demikian memerlukan perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan,sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan baru tersebut.

5. Pengangguran Teknologi

Dalam pertumbuhan industri bahwa teknologi yang dipakai dalam proses produksi yang selalu berubah.Perubahan teknologi produksi membawa dampak kesempatan kerja keberbagai arah.Kekuatan substitutif dan kekuatan merombak spesifikasi jabatan yang ditimbulkan membawa dampak negatif bagi kesempatan kerja berupa pengangguran.

6. Pengangguran Karena Kurangnya Permintaan Aggregat

Permintaan total masyarakat merupakan dasar untuk diadakannya kegiatan investasi.Pengeluaran investasi memberikan peluang untuk tumbuhnya kesempatan kerja.Kurangnya permintaan aggregat diartikan sebagai mendasar bukan sementara bulanan atau sementara tahunan, tetapimerupakan kondisi yang berlaku dalam jangka panjang.Profil yang perlu diketahui adalah tempat terjadinya pengangguran menurut sektor ekonomi, pertanian, pertambangan dan selanjutnya distribusi menurut pendidikan diketahui pengangguran tidak terdidik atau berpendidikan rendah dapat lebih mudah ditangani karena kesempatan kerja bagi tenaga berketerampilan mudah lebih besar, sehingga kemungkinan untuk memperoleh pekerjaan lebih besar.Akan tetapi sebaliknyadapat terjadi bahwa

(10)

orang yang berpendidikan rendah susah menyesuaikan diri dengan keterampilan baru.

2.1.5 Pasar Tenaga Kerja Terdidik dan Tenaga Kerja Tak Terdidik

Penggolongan pasar kerja menurut pasar kerja intern dan eksternmenekankan proses pengisian lowongan kerja.Sebaliknya penggolongan pasar kerjamenurut pasar kerja utama dan biasa hanya menekankan aspek atau keadaanlingkungan pekerjaan dan orang yang sudah bekerja di dalamnya.Pasar kerjamenyangkut kedua-duanya yaitu seluruh penawaran dan pemintaan akan tenagakerja.Penawaran mencakup yang sudah bekerja dan pencari kerja.Permintaanmencakup jumlah pekerjaan yang sudah terisi dan lowongan yang belum terisi.Pasar kerja membicarakan hubungan permintaan dan penawaran akan tenagakerja, jadi mencakup aspek proses pengisian lowongan kerja dan orang-orangyang bekerja serta pekerjaan yang sudah terisi.Tenaga kerja terdidik biasanyamempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi dari tenaga kerja tak terdidik.

Produktivitas kerja pada dasarnya tercemin dalam tingkat upah, tiap lowonganpekerjaan umumnya selalu dikaitkan dengan persyaratan tingkat pendidikan bagicalon yang akan mengisinya.Penyediaan tenaga kerja terdidik harus melaluisistem sekolah yang memerlukan waktu lama, oleh karena itu elastisitaspenyediaan tenaga terdidik biasanya lebih kecil daripada penyediaan tenaga takterdidik.Tingkat partisipasi kerja tenaga terdidik lebih tinggi daripada partisipasitenaga tak terdidik.Tenaga terdidik biasanya berasal dari keluarga yang lebihberada, yaitu keluarga kaya, yang mampu menyekolahkan anak-anaknya

(11)

keSekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dan Perguruan Tinggi.Dengandemikiantenaga kerja dari keluarga miskin umumnya tidak mampu meneruskanpendidikannya dan terpaksa mencari pekerjaan (Payaman, 1998).

2.1.6 Teori Mencari Kerja (Job Search Theory)

Search Theory adalah suatu metode model yang menjelaskan masalah pengangguran dari sudut penawaran yaitu keputusan seorang individu untuk berpartisipasi di pasar kerja berdasarkan karakteristik individu pencari kerja.Search Theorymerupakan bagian dari economic uncertanty yang timbul karena informasi di pasar kerja tidak sempurna, artinya para penganggur tidak mengetahui secara pasti kualifikasi yang dibutuhkan maupun tingkat upah yang ditawarkan pada lowongan-lowongan pekerjaan yang ada di pasar.Informasi yang diketahui pekerja hanyalah distribusi frekuensi dari seluruh tawaran pekerjaan yang didistribusikan secara acak dan struktur upah menurut tingkatan keahlian.

Search Theory mengasumsikan bahwa pencari kerja adalah individu yang riskneutral, artinya mereka akan memaksimisasi expected income-nya.Dengan tujuan maksimisasi expected net income dan reservation wage sebagai kriteria menerima atau menolak suatu pekerjaan.Pencari kerja akan mengakhiri proses mencari kerja pada saat tambahan biaya (marginal cost) dari tambahan satu tawaran kerjatepat sama dengan tambahan imbalan (marginal return) dari tawaran kerja tersebut. Pencari kerja menghadapi ketidakpastian tentang tingkat upah sertaberbagai sistem balas jasa yang ditawarkan oleh beberapa lowongan pekerjaan.Kalaupun informasi tentang hal ini ada, tetapi biaya untuk memperolehnya mahal(Sutomo, dkk, 1999).

(12)

2.1.7Teori Human Capital

MenuruthElfindri (2006), hasil investasi manusia adalah merupakan bagian dari utilitas rumah tangga, maka hasil utilitas tersebut perlu dioptimalkan. Pencapaian utilitas optimal pada level seluruh rumah tangga adalah upaya yang dimaksud untuk mencapai kesejahteraan manusia. Ada dua aspek utama dalam investasi di bidang sumber daya manusia yakni:

a. Pendidikan dan training dijadikan sebagai objek penelitian, selanjutnya dipelajari berbagai faktor pengubah yang dapat mempengaruhinya.

b. Pendidikan dan training dijadikan sebagai objek yang mempengaruhi berbagai indikator output dan outcomers, baik dampak pendidikan terhadap peningkatan penghasilan, perubahan tingkah laku, maupun manfaat sosial dari pendidikan.

2.1.8aHubungan Antara Variabel Dependen dengan Variabel aaaaaIndependen

Hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen menjelaskan tentang adanya kemungkinan keterkaitan antara variabel dependen dengan variabel independen.

1..Hubungan Antara Umur dengan Lama Mencari Kerja

Menurut penelitian yang dilakukan Sutomo,dkk tentang analisis pengangguran tenaga kerja terdidik di Kotamadya Surakarta tahun 1999 menemukan bahwa

(13)

meningkatnya umur cenderung menurunkan probabilitas dalam mendapatkan pekerjaan baik tenaga kerja laki-laki maupun tenaga kerja perempuan.

Semakin meningkatnya umur seseorang mencari kerja semakin lama waktu untuk mendapatkan pekerjaan, namun untuk orang yang telah memiliki pengalaman kerja hubungan umur dengan lama mencari kerja berhubungan negatif, artinya semakin meningkatnya umur akan semakin cepat didalam mendapatkan pekerjaan. Untuk yang tidak mempunyai pengalaman kerja, semakin meningkatnya umur lama mencari kerja akan semakin lama atau berhubungan positif (Muniarti,2003).

2. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dengan Lama Mencari sssssKerja

Tingkat Pendidikan akan mengurangi biaya mencari kerja, karena tenaga kerja terdidik semakin efisien dalam mencari pekerjaan sebab pengetahuannya tentang pasar kerja beserta kelembagaannya, serta lingkungan pekerjaan semakin baik. Dan seiring dengan menurunnya biaya mencari kerja, reservation wage akan meningkat, sehingga semakin lama ia mencari kerja (Moeis,1992).

Menurut Mauled Moelyono dalam Sutomo,dkk mengenai analisis pengangguran tenaga kerja terdidik di Kotamadya Surakarta menyatakan kecenderungan angka pengangguran tenaga kerja terdidik telah menjadi suatu masalah yang makin serius. Kemungkinan ini disesuaikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin tinggi pula aspirasi untuk mendapatkan kedudukan atau kesempatan kerja yang lebih sesuai. Proses untuk mencari kerja yang lebih lama pada kelompok pencari kerja terdidik disebabkan pencari kerja terdidik lebih banyak mengetahui perkembangan informasi di pasar kerja dan pencari kerja terdidik lebih

(14)

berkemampuan untuk memilih pekerjaan yang diminati dan menolak pekerjaan yang tidak disukai.

3. Hubungan Antara Harapan Pendapatan dengan Lama Mencari sssssKerja

Suatu keluarga dapat mengatur siapa yang bekerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga, pada dasarnya tergantung dari pendapatan rumah tangga dan jumlah tanggungan dari keluarga yang bersangkutan. Tenaga kerja terdidik umumnya berasal dari keluarga yang lebih berada terutama karena pendidikan di Indonesia masih dirasakan mahal. Dengan demikian tenaga kerja dari keluarga miskin umumnya tidak mampu meneruskan pendidikannya dan terpaksa mencari pekerjaan. Lamanya mencari kerja lebih panjang di kalangan tenaga kerja terdidik daripada tenaga kerja tak terdidik. Pencari kerja tenaga kerja terdidik selalu berusaha mencari kerja dengan gaji/upah, jaminan sosial, dan lingkungan kerja yang lebih baik. Bila satu keluarga mempunyai pendapatan rumah tangga yang lebih baik, biasanya keluarga tersebut mampu membiayai anaknya menganggur selama satu sampai dua tahun lagi dalam proses mencari pekerjaan yang lebih baik. Sebaliknya pencari kerja tenaga kerja terdidik yang biasanya datang dari keluarga miskin, tidak mampu menganggur lebih lama dan terpaksa menerima pekerjaan apa saja yang tersedia (Simanjuntak,1998).

4. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Lama Mencari Kerja

Menurut Mauled Mulyono (1997) dalam analisis mengenai pengangguran tenaga kerja terdidik di Indonesia tahun 1996 menunjukkan bahwa pencari kerja laki-laki mempunyai tingkat probabilitas untuk mencari kerja lebih tinggi daripada pencari

(15)

kerja perempuan. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya probabilitas mencari kerja yang lebih besar pada pencari kerja laki-laki daripada pencari kerja perempuan.

5. Hubungan Antara Tempat Tinggal dengan Lama Mencari Kerja

Seseorang yang berletak tinggal di perkotaanmemiliki lebih banyak akses yang dapat mempersingkat waktu tunggu kerja (Pratiwi, 2014). Adanyakesempatan kerja yang lebih besar serta tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang lebihlengkap, memudahkan seseorang untuk mendapat pekerjaan. Selain itu, pendapatan yanglebih tinggi yang ditawarkan di daerah perkotaan dapat memenuhi reservation wage tenaga kerja terdidik. Didsisidlain,fregulasi juga dapat menjadi faktor yang menyebabkansignifikansi pengaruh tempat tinggal terhadap lama mencari kerja. Misalkan, adanyaperaturan memiliki kartu kuning dan pengurusan SKCK (Surat Keterangan CatatanBerkelakuan Baik) untuk memenuhi persyaratan administrasi ketika melamar pekerjaan-pekerjaanbersifat formal seperti menjadi Pegawai Negeri Sipil atau karyawan perusahaan swasta (Disnaker, 2014). Untuk memiliki kedua syarat tersebut, pelamar kerja harusmengurus syarat administrasinya di Dinas Sosial dan Keternagakerjaan serta di kantorkepolisian sesuai dengan domisili yang tercantum pada kartu identitas pencari kerja. Halini memperlihatkan bahwa tempat tinggal dapat membuat limitasi kesempatan melamarpekerjaan.

2.1.9 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan hasil-hasil dari penelitian sebelumnya yang terkait tentang lama mencari kerja pada tenaga kerja terdidik. Beberapa penelitian tersebut antara lain :

(16)

1. Azhar Putera Kurniawan dan Herniawati Retno Handayani (2013)

Judul : Analisis lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik di Kabupaten Purworejo. Hasil penelitian sebagai berikut :

a. Variabel pendidikan memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap lama mencari kerja.Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan pencari kerja di Kabupaten Purworejo akan semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mencari kerja.

b. Variabel umur memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap lama mencari kerja. Berarti bahwa semakin tua umur pencari kerja akan semakin lama waktu yang digunakan untuk mencari kerja.

c. Variabel gaji memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap lama mencari kerja.Hal ini menunjukkan semakin tinggi gaji yang diperoleh akan semakin lama waktu yang digunakan untuk mencari kerja.

d. Terdapat perbedaan lama mencari kerja antara status pekerjaan formal dan status pekerjaan informal, yaitu responden yang bekerja di sektor formal waktu untuk mendapatkan pekerjaan lebih lama dibandingkan responden yang bekerja di sektor non-formal yang membutuhkan waktu lebih singkat untuk mendapatkan pekerjaan.

e. Dari empat variabel yang digunakan pada penelitian ini, variabel umur merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik di Kabupaten Purworejo.Dari empat variabel pada penelitian ini variabel status pekerjaan secara individu tidak berpengaruh terhadap lama mencari kerja. Namun dari empat

(17)

variabel yang digunakan penelitian ini secara bersama memiliki pengaruh terhadap lama mencari kerja.

2.Satrio Adi Setiawan (2014)

Judul : Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi lama mencari kerja bbagi tenaga kerja terdidik di Kota Bengkulu (studi kasus di Kecamatan bGading Cempaka). Hasil penelitian sebagai berikut :

a. Variabel umur dan variabel tingkat upah memiliki pengaruh terhadap lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidik di kota Bengkulu.

b. Variabel tingkat pendidikan dan variabel jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap lama mencari kerja bagi tenaga kerja terdidikdi kota Bengkulu. c. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel

independen berpengaruh terhadap lama mencari kerja bagi tenaga kerjaterdidik di kota Bengkulu.

3. Ratih Pratiwi (2014)

Judul : Analisis faktor yang mempengaruhi lama mencari kerja lulusan sekolah menengah dan pendidikan tinggi diIndonesia pada tahun 2012. Hasil penelitian sebagai berikut :

a. Variabel jeniskelamin memiliki pengaruh positif terhadap lama mencari kerja berarti bahwa pencari kerja yang berjenis kelamin perempuan akan lebih lama waktu yang digunakan untuk mencari kerja dibandingkan dengan laki-laki.

(18)

b. Variabel umur memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadaplama mencari kerja. Hasil ini memperlihatkan bahwa umur yang semakin tua akansemakin sulit untuk mencari kerja.

c. Variabel tempat tinggal juga berpengaruh secara signifikan terhadap lamamencari kerja yang berarti bahwa lamamencari kerja bagi pencari kerja yang bertempat tinggal di daerah perkotaan memiliki waktutunggu kerja lebih singkat dibandingkan dengan pencari kerja yang berdomisilidi daerah pedesaan.

d. Variabel pelatihan teknis berpengaruh negatif artinya bahwa lama mencari kerja bagi pencari kerja yang pernah mengikuti pelatihan teknis akan lebih singkat dibandingkan dengan pencari kerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan.

e. Variabel pendidikan SMK berpengaruh negatif yang menyatakan bahwa lama mencari kerja bagi pencari kerja tamatan SMK lebih singkat. Variabel pendidikan diploma berpengaruh negatif yang menyatakan bahwa lama mencari kerja bagi pencari kerja tamatan diploma lebih singkat. Variabel pendidikan sarjana berpengaruh negatif dan terdapat kecenderungan yang kuat bahwa pencari kerja tamatan sarjana singkat. f. Variabel metode informal memiliki pengaruh positf dan signifikan

terhadapprobabilitas durasi lama mencari kerja yang lebih pendek daripada variabel metode formal.

(19)

g. Variabel jenis pekerjaan paruh waktu memiliki pengaruh positif artinya punya kecenderungan untuk mendapat pekerjaan lebih cepat bagi pencari kerja purna waktu.

4. A. Zaretky dan C. Coughlin (1995)

Judul: An Intorduction to Theory and Estimation of a Job-Search Model:

nnMonthly Labor Review. Hasil penelitian sebagai berikut :

a.bhTerdapat pengaruh negatif bagi perempuan, seseorang yang bbb,profesi sebagai data processor, seseorang yang memiliki asuransi bbb,pengangguran, dan masa kerja yang lebih lama terhadap ggg,probabilitas mendapat pekerjaan kembali.

b.,,,Terdapat pengaruh positif karena perbedaan pendidikan tingkat

ffffjperguruan tinggi dan insinyur dibandingkan yang tidak terhadap Ln

ffffgaji di tempat kerja baru.

2.2 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dalam penelitian adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4 Umur(X1) Pendidikan (X2) Pendapatan (X3) Jenis Kelamin (X4) Lama Mencari Kerja (Y) Tempat Tinggal (X5)

(20)

Kerangka Konseptual 2.3 Hipotesis

Dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Diduga umur berpengaruh positif terhadap lama mencari kerja.

2. Didugatingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap lama mencari kerja.

3. Diduga harapan pendapatan berpengaruh positif terhadap lama mencari kerja.

4. Diduga terdapat perbedaan lama mencari kerja antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

5. Diduga terdapat perbedaan lama mencari kerja antara tempat tinggal di kota dan bukan kota.

Gambar

Gambar 2.4 Umur(X1) Pendidikan (X2) Pendapatan (X3) Jenis Kelamin (X4)  Lama Mencari Kerja (Y)   Tempat Tinggal (X5)

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan-peraturan yang hingga waktu mulai berlakunya Undang-undang ini berlaku buat stadsgemeente dan desa (Kalurahan) berlaku juga buat Haminte-Kota Yogyakarta dan desa

〔刑法四〕刑法二一八條の「病者ヲ保護ス可キ責任アル者」にあた る事例 昭和三四年七月二四日最高裁第二小法廷判決 上告棄却 宮澤,

Jika kita melihat korelasi antara permbuat kebijakan (pemerintah) dan pelaksana kebijakan (Dinas Sosial) dalam program permakanan, ini sangat tepat Dinas Sosial

yang terdapat pada Lampiran 28, yaitu 3 siswa atau 8.33% yang memiliki kemampuan sangat tinggi, 9 siswa atau 25% yang memiliki kemampuan tinggi, 14 siswa atau 38.89% yang

Hal lain yang sangat berkaitan dengan kehidupan serangga adalah bahwa serangga memiliki tipe alat mulut yang bervanasi sehingga satu kelompok serangga dengan yang

Seperti halnya seorang siswa dengan efiksai diri rendah dan situasi lingkungan yang kurang responsif maka seseorang siswa akan merasa kurang percaya diri, tidak berdaya,

1 menunjukan bahwa nilai rata-rata hasil belajar fisika peserta didik Pretest dan post-test pada kelas eksperimen yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran

Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan; (2) kemampuan mengelola emosi : kemampuan yang bergantung