• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik Itik Alabio ( Anas platirinchos Borneo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik Itik Alabio ( Anas platirinchos Borneo"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik

Ternak itik merupakan unggas air yang tersebar luas di pedesaan yang dekat dengan sungai, rawa, atau pantai dengan pengelolaan yang masih tradisional. Populasi ternak itik yang tinggi dan perannya yang penting bagi kehidupan peternak sebagai sumber gizi merupakan potensi nasional yang masih dapat ditingkatkan. Itik termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub famili Anatidae, tribus Anatia, genus Anas, dan spesies Anas plathyrynchos (Srigandono, 1997).

Beberapa contoh itik lokal yang memiliki laju pertumbuhan yang cukup tinggi secara genetik, yaitu itik bali, itik mojosari, itik turi, itik nagelang dan itik alabio (Iskandar et al, 1997). Menurut data statistik, pada tahun 2009 populasi itik terbesar berada di daerah Jawa Barat, yaitu sebanyak 8.200.958 ekor. Sejak tahun 2005-2009 populasi itik di Indonesia selalu meningkat, yakni dari angka 32.405.428 ekor hingga 42.090.110 ekor. Peningkatan populasi itik diikuti juga dengan meningkatnya produksi daging itik tersebut. Pada tahun 2005, produksi daging itik sebanyak 21.351 ton. Produksi tersebut terus meningkat hingga angka 44.105 ton pada tahun 2007, namun turun kembali pada tahun 2008 menjadi 30.980 ton dan kembali meningkat hingga angka 31.945 pada tahun 2009 (Ditjen Peternakan Departemen Pertanian, 2009).

Itik Alabio (Anas platirinchos Borneo)

Itik alabio merupakan salah satu plasma nutfah unggas lokal yang mempunyai keunggulan sebagai penghasil telur. Itik ini telah lama dipelihara dan berkembang di Kalimantan Selatan. Itik Alabio semula digembalakan di daerah persawahan, rawa-rawa dan sungai (Suryana, 2007).

Itik alabio merupakan itik lokal unggul dwi fungsi, karena selain mampu menghasilkan produksi telur yang tinggi, yaitu 214,72 butir/tahun, juga berpotensi sebagai penghasil daging yang baik dibandingkan itik lokal lainnya (Biyatmoko, 2005). Itik Alabio memiliki ciri-ciri antara lain postur tubuh tegak membentuk sudut 70º, paruh berwarna kuning sampai kuning jingga dengan bercak hitam pada bagian ujung, terdapat bulu putih membentuk garis mulai dari pangkal paruh sampai ke bagian belakang kepala dan bulu kepala bagian atas berwarna hitam, kaki berwarna

(2)

kuning jingga, bulu leher bagian depan berwarna putih, bulu dada berwarna coklat kemerahan, bulu punggung dan perut berwarna abu-abu dengan bercak coklat, bulu sayap sekunder berwarna biru kehijauan dan mengkilap, bulu ekor berwarna coklat bercak hitam (Standar Nasional Indonesia, 2009). Ciri-ciri itik alabio jantan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Itik Alabio Jantan Sumber : SNI (2009)

Antioksidan

Tubuh tiap makhluk hidup pada dasarnya sudah memiliki sistem perlindungan untuk mencegah pembentukan oksidan. Sistem perlindungan tersebut adalah antioksidan. Menurut Winarno (1997), antioksidan merupakan suatu zat yang dapat menghentikan reaksi berantai pembentukan radikal yang melepaskan hidrogen. Traithip (2005), menyatakan bahwa antioksidan adalah suatu substansi yang meskipun dalam konsentrasi kecil dibandingkan substrat yang mudah teroksidasi, dapat menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi.

Antioksidan dibedakan dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetis (konvensional) dan antioksidan alami. Antioksidan sintetis masih sangat dibatasi penggunaannya karena pertimbangan kesehatan. Antioksidan alami lebih sering digunakan karena berasal dari sayur-sayuran, buah-buahan, biji-bijian dan tanaman-tanaman herba. Antioksidan alami yang sudah dikenal diantaranya adalah daun beluntas, vitamin C dan vitamin E (Randa, 2007).

(3)

Daun Beluntas (Pluchea indica Less.)

Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak dengan ketinggian mencapai 2 meter. Selain itu, beluntas memiliki daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbuku halus, daun muda berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat. Panjang daun beluntas mencapai 3,8-6,4 cm (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Ciri-ciri daun beluntas disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Daun Beluntas (Pluchea indica Less.)

Tanaman beluntas termasuk kedalam kingdom Plantae, kelas Magnoliopsida, ordo Asterales, famili Asteraceae, genus Pluchea cass, dan spesies Pluchea indica Less. Selama ini beluntas berguna sebagai tanaman pagar dan obat-obatan. Tanaman beluntas mengandung asam amino (leusin, isoleusin, triptofan, treonin), alkaloid (antipiretik), flavonoida, minyak atsiri, asam klorogenat, natrium, kalium, alumunium, kalsium, magnesium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin C (Achyad dan Rasyidah, 2003), fenol hidrokuinon, tanin, dan steroid (Ardiansyah, 2002). Daun Beluntas pada manusia daun beluntas secara tradisional berkhasiat sebagai penurun demam (antipiretik), meningkatkan nafsu makan, peluruh keringat (diaforetik), dan penyegar (Dalimartha, 1999).

Berdasarkan hasil penelitian Setiaji dan Sudarman (2005), pemberian ekstrak daun beluntas dapat menurunkan stres pada ayam khususnya yang disebabkan oleh kepadatan kandang yang tinggi. Hasil penelitian Wahyudin (2006), menyatakan bahwa penambahan tepung daun beluntas sampai dengan dosis 2% tidak memberikan pengaruh terhadap konsumsi pakan. Hal ini disebabkan kandungan energi dan protein ransum relatif sama.

(4)

Vitamin C

Menurut Peebles dan Brake (1985), ternak unggas mampu mensintesis vitamin C, namun pada kondisi panas sintesis vitamin C tersebut menurun sehingga kebutuhannya justru meningkat. Sukmono (2009) menyatakan bahwa vitamin C berperan sebagai antioksidan dan di dalam tubuh mampu membantu mengurangi infeksi yang masuk ke dalam tubuh, membantu menyembuhkan luka, meningkatkan penyerapan zat besi, dan dapat meningkatkan kesehatan kardiovaskuler. Hasil penelitian Kusnadi (2006) memperlihatkan bahwa pemberian vitamin C dalam kondisi panas (32oC) dapat memperbaiki konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan ayam broiler. Berdasarkan hasil penelitian Habibie (1993), suplementasi vitamin C dengan taraf 600 ppm memberikan pengaruh sangat nyata terhadap konversi pakan ayam petelur komersial, namun tidak berbeda nyata pada taraf 300 ppm.

Vitamin C sangat penting untuk ketahanan tubuh, karena vitamin C berperan efektif menjaga bentuk reduksi ion tembaga (Cu+) sebagai kofaktor yang dibutuhkan oleh enzim dopanime- -hydroxylase. Enzim ini bekerja dalam produksi adrenalin untuk biosintesis katekholamin. Produksi katekholamin akan meningkat saat terjadi stres dan akan memacu hati untuk memproduksi glukosa sebagai sumber energi untuk mengatasi stres (Masumoto et al., 1991). Almatsier (2001) menyatakan bahwa vitamin C merupakan vitamin yang paling labil. Vitamin C dalam keadaan kering cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama apabila terkena panas. Struktur vitamin C dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Kimia Vitamin C Sumber : Levy (2010)

(5)

Vitamin E (Tokoferol)

Vitamin E merupakan golongan vitamin yang larut dalam lemak. Terdapat empat jenis tokoferol yang penting dalam makanan, yaitu - (alfa), ß- (beta), - (gama), - (delta) tokoferol (Almatsier, 2001). Aktivitas -tokoferol paling besar diantara jenis tokoferol lainnya (Surai, 2003). Vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan, mempunyai aktivitas biologis yang sangat penting untuk perkembangan sistem, struktur dan fungsi syaraf yang normal (Loftus, 2002), untuk integritas dan fungsi organ reproduksi, sirkulasi darah dan kekebalan tubuh (Leshchinsky dan Klasing, 2001).

Menurut Muchtadi (1994), fungsi vitamin E yang utama adalah sebagai antioksidan di dalam tubuh, dimana vitamin E dapat bertindak sebagai scavenger (penangkap) radikal-radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh atau terbentuk di dalam tubuh dari proses metabolisme normal. Vitamin E merupakan protektor yang secara terus menerus akan bertindak sebagai scavanger (penangkap) terhadap radikal bebas yang terbentuk sehingga dimungkinkan tidak terjadi gangguan fungsi sel. Radikal bebas yang menumpuk mengakibatkan terjadinya stres (Winarto, 2010).

Menurut Skibsted et al. (1998), penggunaan vitamin E pada beberapa jenis ternak seperti ayam, kalkun, babi, sapi dan ikan memperlihatkan pengaruh signifikan terhadap penurunan oksidasi lipida di dalam daging dari jaringan adiposa ternak-ternak tersebut. Faktor-faktor penting yang menentukan konsentrasi tokoferol dalam jaringan adalah lama periode pemberian dan jumlahnya yang ditambahkan dalam pakan. Efisiensi penyerapan tokoferol dipengaruhi oleh pencernaan dan penyerapan lipida (Machlin, 1990).

Menurut Almatsier (2001), vitamin E agak tahan terhadap panas dan asam, namun tidak tahan terhadap oksigen. Vitamin E sebagian besar disimpan di jaringan lemak dan selebihnya di hati. Suplementasi vitamin E dapat meningkatkan produksi antibodi (terutama imunoglobulin). Penambahan vitamin E pada ayam dapat meningkatkan proteksi terhadap infeksi Escherichia coli (Tengerdy, 1980). Struktur kimia vitamin E dapat dilihat pada Gambar 4.

(6)

Gambar 4. Struktur Bangun Tokoferol Sumber : Colombo (2010)

Konsumsi Pakan

Pakan merupakan makanan yang disediakan bagi ternak untuk memenuhi kebutuhannya selama 24 jam (Anggorodi, 1990). Pakan merupakan hal terpenting dalam suatu usaha peternakan. Pemberian pakan yang efisien ditentukan oleh pengetahuan mengenai kandungan zat makanan yang tersedia dan besarnya kebutuhan ternak akan zat makanan (Amrullah, 2004). Konsumsi pakan pada unggas dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu jenis unggas, temperatur lingkungan, bobot badan, jenis kelamin, umur, tingkat produksi telur, ukuran telur, bulu penutup, aktivitas ternak, tipe kandang, palatabilitas pakan, kualitas nutrisi pakan, konsumsi air minum serta kandungan lemak tubuh dan cekaman (Conn, 2002). Damayanti (2003) melaporkan bahwa konsumsi pakan pada Mandalung nyata lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi pakan pada itik dan entog. Jumlah konsumsi pakan pada itik, entog dan Mandalung yang dipelihara selama 8 minggu berturut-turut sebesar 4.618,6; 4.148,6 dan 4.915,2 gram/ekor.

Penelitian Iskandar et al.(2001) menunjukkan bahwa itik yang diberi ransum dengan energi 2.750 kkal/kg dan kandungan protein kasar 18% mengkonsumsi ransum rata-rata sebanyak 96,61 gram/hari, sedangkan itik yang diberi ransum dengan energi 3.000 kkal/kg dan protein kasar 20% mengkonsumsi ransum lebih sedikit, yakni rata-rata sebanyak 85,84 gram/hari. Hal tersebut terjadi karena upaya itik untuk memenuhi kebutuhan energi dalam tubuhnya, sehingga itik yang diberikan pakan dengan tingkat energi rendah akan berusaha memenuhi kebutuhan energinya dengan cara mengkonsumsi pakan lebih banyak. Menurut North dan Bell (1990) kandungan energi dalam pakan mempengaruhi konsumsi pakan pada ternak.

O OH

R1

R2

R3

(7)

Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan

Respon pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya kesehatan, pakan dan manajemen (Rose, 1997). Kecepatan pertumbuhan mempunyai variasi yang cukup besar salah satunya bergantung kepada kualitas ransum yang digunakan. Iskandar et al. (1997), menyatakan bahwa beberapa bangsa itik lokal jantan dari tipe petelur yang mempunyai pertumbuhan tinggi diperoleh pada anak itik jantan bali, mojosari, tegal, turi, magelang dan alabio.

Setioko et al. (1994), menyatakan bahwa percepatan pertumbuhan maksimum itik terjadi pada umur 4-10 minggu dan menurun cepat setelah itu. Menurut Brahmantiyo et al. (2003), peningkatan pertumbuhan bobot badan itik jantan pegagan hanya terjadi sampai dengan umur 9 minggu, kemudian bobot badannya menurun.

Konversi Pakan

Konversi pakan berkaitan erat dengan pertambahan bobot badan, sehingga berpengaruh pada konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Konversi pakan berguna untuk mengukur produktivitas ternak (Lacy dan Vest, 2004). Konversi pakan dapat digunakan sebagai gambaran untuk mengetahui tingkat efisiensi produksi. Menurut Fan et al (2008), efisiensi pakan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi penggunaan pakan serta kualitas pakan. Jika angka konversi tinggi maka penggunaan pakan kurang ekonomis, sebaliknya jika angka konversi pakan rendah maka penggunaan pakan semakin ekonomis.

Menurut Amrullah (2004), konversi ransum mencerminkan keberhasilan dalam memilih atau menyusun ransum yang berkualitas. Angka konversi ransum minimal dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu (1) kualitas ransum, (2) teknik pemberian pakan dan (3) angka mortalitas.

Penelitian Bintang et al. (1997), memperoleh kisaran konversi ransum pada jenis itik tegal dan hasil persilangannya dengan itik mojosari pada umur 0-8 minggu sebesar 3,84 dan 3,87. Brahmantyo et al. (2003), memperoleh konversi ransum itik pegagan pada umur 8 minggu sebesar 4,98. Hasil penelitian Randa (2007), itik Cihateup jantan selama 10 minggu memiliki konversi pakan antara 6,95-7,13.

(8)

protein pakan, konversi pakan yang diperoleh akan semakin rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemakaian energi dan protein yang semakin tinggi akan memberikan nilai yang lebih ekonomis dari segi pemberian pakan, karena konsumsi pakan yang lebih rendah memberikan tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Angka konversi pakan yang diperoleh dalam penelitian tarsebut sebesar 4,39; 5,01; 5,54 masing-masing dengan kandungan energi metabolis 3.000 kkal/kg dan 20% protein, 2.750 kkal/kg dan 18% protein serta 2.500 kkal/kg dan dan 16% protein. Kebutuhan protein itik periode starter (1-2 minggu) adalah 21,5%, periode grower (2-7 minggu) 17,2% dan periode finisher (>7 minggu) adalah 16% (Morris, 2008).

Gambar

Gambar 1. Itik Alabio Jantan                      Sumber : SNI (2009)
Gambar 2. Daun Beluntas (Pluchea indica Less.)
Gambar 4. Struktur Bangun Tokoferol    Sumber : Colombo (2010)

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menandakan bahwa angkutan Ojek Sepeda Motor dan Cidomo dalam posisi yang kuat dan berpeluang, Sehingga rekomendasi strategi yang diberikan adalah

Dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair and share (tps) ini diharapkan dapat mempermudah pendidik dalam menyampaikan materi dan dapat meningkatkan

Keterbatasan lain yang muncul dalam sistem informasi keuangan klasik adalah memungkinkan user untuk melakukan manipulasi dan kecurangan pada saat melakukan pengolahan laporan

Beberapa perkara telah dapat dikesan dalam kajian ini, meliputi status penampilan sumber seni budaya Malaysia dalam internet yang muncul dalam laman web, blog, akhbar dan majalah

Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam Rupiah dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125% (seratus dua puluh lima persen) dari rata-rata suku

Hal ini sejalan dan sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurwani (2016) yang menyatakan bahwa secara empiris variabel suku bunga memiliki pengaruh negatif

Resitasi adalah pemberian tugas kepada siswa dalam ruang kelas pada akhir pembelajaran dalam bentuk soal, sedangkan Sistem Persamaan Linear Tiga Variabel dijadikan sebagai

Berikut ini adalah tampilan menu home yang dapat dilihat setelah melakukan login pada Aplikasi Pemilihan Dosen Pembimbing Tugas Akhir Mahasiswa Berdasarkan Kategori