• Tidak ada hasil yang ditemukan

LATERITISASI NIKEL PULAU PAKAL, KAB. HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LATERITISASI NIKEL PULAU PAKAL, KAB. HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LATERITISASI NIKEL

PULAU PAKAL, KAB. HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA

Heru Sigit Purwanto & Sari Agustini

Program Pascasarjana Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta

ABSTRACT

Laterite nickel study area in the southern part of the Pakal island is nickel mine owned by PT Antam ( presero ) Tbk , which has been done in mining ore for export .Ultramafic rocks are part of a series of regional ophiolite that formed as a plate collision obduction ocean crust on the island arc in the western Pacific plate. Minerals analysis with XRD and petrography are olivine and pyroxene which partially altered into serpentine as lizardite, chrysotile and talc. Olivine is a mineral that most carriers element Ni to 0.3 %. Ultramafic rocks classification based on mineral composition of olivine and piroksen are dunite and peridotite which is weak-strong serpentinize.

Weathering process is strongly influenced by the origin of rock types, minerals and elements stability, mobilization ions, residual concentration and enrichment. Relative concentration of elements Mg and SiO2 which is inversely

proportional to the mobile elements that are immobile Fe. Alteration of olivine and pyroxene due to weathering processes starts from the unstable nature altered into smectite in the saprolite and transition zone. Chrysopras is quartz vein that is formed on the associated with nickel saprolite zone between the boulders filled fractures. Serpentine and talc have altered slower and more stable at acidic pH but in alkaline pH more acid was forming secondary minerals such as oxidation minerals (hematite and gibbsite) and hydroxide minerals as goethite. Ni unstable in acidic pH was close to the surface and then tends to bind elements also form a ferro magnesian garnierite.Weathering process of unserpentine rocks was faster than serpentines rocks. The relative concentration of Ni in unserpentine rocks more than weak until strong serpentinize rocks, with a ratio of 3-6 : 2-3 .Enriched Ni > 1.5 % occurred in the saprolite zone and transition zone with Fe < 13 % , 14-21 % Mg , with a range of 0.03% Co. Concentration of nickel study area can be classified as a potential Hydrous silicate Deposits (saprolite zone) and Oxide deposite (zone limonite - transition), the fix system processing nickel laterite ore for study area is a combination of propagators pyrometalurgical and hydrometallurgy.

(2)

PENDAHULUAN

Laterit nikel di Pulau Pakal berasal dari batuan ultramafik, series ofiolit yang sebagian terserpentinkan dan tersingkap ke permukaan kemudian terlapukan secara kimiawi, dipengaruhi oleh faktor kekar, air permukaan, stabilitas mineral, mobilitas unsur dan Ph, menyebabkan terurainya ikatan ion, termobilisasi unsur dan pembentukan mineral baru yang lebih stabil, serta terjadinya proses pengayaan Ni.

Gambar 1. Lokasi penelitian

Studi literatur, dilakukan di Jakarta, adalah untuk mendapatkan pengetahuan tentang teori pembentukan laterit, penelitian yang dilakukan sebelumnya, adalah

1. Subiyanto dan E Rusmana, 2001, Daerah Buli dan sekitarnya termasuk Pulau Pakal termasuk dalam mintakat Waigeo – Halmahera Timur, merupakan komplek ofiolit dengan litologi penyusun batuan mafik dan ultramafik. Kromit primer bentuk pod berasosiasi dengan dunit terdapat di Pulau Pakal.

2. PT Antam (persero) Tbk – Unit Geomin, tidak di publikasikan, daerah penelitian tersusun oleh batuan ultramafik yang sudah terlapukan dan membentuk laterit nikel. Batuan ultramafik disetarakan dengan batuan ultramafik berumur Tersier dari satuan batuan ultrabasa.

Pengumpulan data sekunder, pada tahap pendahuluan dilakukan di Jakarta, antara lain peta geologi regional, data bor daerah penelitian yang sudah ada, termasuk data diskripsi, data hasil analisa kimia, koordinat bor dan peta topografi.

Pengumpulan data dilakukan di Jakarta dan di lapangan. Pengumpulan data percontoan di Jakarta berupa duplikat preparasi analisa kimia berupa bubuk 200#. Pengumpulan data dilapangan berupa percontoan di lokasi kegiatan, yang sebagian sudah terbuka karena aktifitas tambang terbuka dan lokasi MBT.

Analisa yang dilakukan terhadap conto yang telah dikumpulkan adalah

 Analisa mineral menggunakan XRD d8 Advance milik PT Antam (persero) Tbk – Unit Geomin

 Analisa petrografi menggunakan mikroskop polarisasi milik PT Antam (persero) Tbk – Unit Geomin

(3)

Pengolahan data dilakukan di Jakarta, menggunakan beberapa software yaitu map info, surfer, exel dan minitab, dilanjutkan dengan evaluasi dan pembuatan laporan.

Alur kerja penelitian seperti pada diagram di Gambar 2.

(4)

LANDASAN TEORI

Golightly (dalam Elias, 2002:hal 205), laterit nikel adalah produk dari lateritisasi batuan kaya Mg atau ultramafik dengan kandungan Ni 0,2-0,4%. Brand et al (dalam Elias, 2002: 205), batuan ultramafik jenis dunites, harzburgites dan peridotite terjadi di komplek ofiolit dan pada bagian lebih dalam hadir mineral komatiites dan layer intrusives batuan mafik - ultramafik pada lempeng benua. Hasil proses lateritisasi berupa konsentrasi nikel dan cobalt 3-30% pada skala regional dan lokal hasil interaksi dinamis dari beberapa faktor seperti iklim, topografi, tektonik, jenis batuan dasar dan struktur (Elias, 2002:hal 205)

Unsur nikel pada mineral mafik, berkadar semakin kecil sesuai urutan adalah olivin > orthopiroksen > clinopiroksen dan pada batuan ultramafik berkadar semakin kecil sesuai urutan adalah dunit> peridotit>piroksenit. Kromit dan magnetit primer dapat juga sebagai pembawa unsur nikel dalam jumlah kecil.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelapukan kimiawi menurut Ahmad (2006: bab 5 hal 30) adalah :

1. Kestabilan mineral (struktur kristal, melting points) 2. pH (asam / basa)

3. Reduksi / oksidasi 4. Ukuran butir dan kekar 5. Kecepatan pelarutan 6. Iklim

7. Topografi 8. Waktu

9. Struktur batuan 10. Permukaan air tanah

Pembentukan nikel laterite menurut Ahmad,2006, membutuhkan beberapa faktor, yaitu:

1. Batuan induk yang mengandung besi dan alumunium. 2. Temperatur relatif tinggi

3. Tinggi curah hujan 4. Intense leaching

5. Lingkungan yang teroksidasi kuat 6. Gentle topography

Mobilitas unsur kimia di air tanah, menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :

 Polynov (di dalam Ahmad, 2006: bab 5 hal 8), membandingkan komposisi rata-rata dari material terlarut di air sungai dengan komposisi rata-rata-rata-rata batuan beku. Berdasarkan data tersebut, dibuatlah urutan komponen yang mempunyai kemampuan mobilitas dengan urutan Cl, SO4, Ca, Na, Mg, K, SiO2, Fe2O3,Al2O3  Hudson (di dalam Ahmad, 2006:bab 5 hal 9), melanjutkan Polynov, berdasar

perbandingan komposisi kimia di air sungai berdasar komposisi rata-rata dari batuan. Elemen berurut berdasar kemampuan mobilitasnya adalah Cl > SO4 > Na > Ca > Mg > K > Si > Fe+++ > Al, Ca++, Mg++, Na+ adalah unsur yang mudah larut dan hilang pada saat pencucian, Unsur Fe++ (ferrous iron) pada saat pencucian akan termobilisasi. Si adalah unsur yang pada saat proses pencucian berlangsung membentuk larutan H4SiO4. Silica akan mudah terlarut pada

(5)

Quartz akan terlarut dan menjadi silica amorf. Silica biasanya berkombinasi dengan Al, Mg dan Fe pada mineral clay pada kondisi yang tepat. Fe3+ (ferric iron) adalah unsur yang immobile dibawah kondisi oksidasi. Ratio Fe2O3/FeO

meningkat selama proses pelapukan dengan proses oksidasi. Pada kondisi yang bersifat oksidis, maka akan terbentuk mineral goethite. Pada kondisi asam (high organic matter) dan lingkungan yang kurang oksidasinya maka mineral ferrihydrite akan terbentuk. Al3+ adalah unsur yang bersifat immobile pada Ph normal atau 4 - 9.5.

Proses pengolahan laterit nikel pada dasarnya dapat dibagi menjadi 3 menurut Ahmad (2006: bab 7 hal 7), yaitu Pyrometallurgical, Hydrometallurgical dan Combine Pyromet / Hydromet, yaitu :

1. Pyrometallurgical : Nikel di pisahkan oleh proses pada molten stage, biasa di gunakan untuk proesesing laterit nikel zona saprolit, tanpa memperhitungkan potensi kobalt.

2. Hydrometallurgical : Ni di pisahkan oleh proses leaching and represipitasi, laterit nikel yang diolah adalah zona non saprolit (konsumsi asam rendah); power yang digunakan dapat di minimalkan, kehadiran kobalt sangat penting dalam keeonomian.

3. Combine Pyromet / Hydromet : dimana proses reduksi terjadi pada kilns tetapi calcine terleaching dari smelter.

GEOLOGI REGIONAL

Daerah penelitian termasuk dalam Mandala Fisiografi Halmahera Timur, meliputi lengan timurlaut, lengan tenggara dan beberapa pulau kecil di sebelah timur Pulau Halmahera. Morfologi mandala ini terdiri dari pegunungan berlereng terjal dan torehan sungai yang dalam, serta sebagian mempunyai morfologi karst. Morfologi pegunungan berlereng terjal merupakan cerminan batuan keras. Jenis batuan penyusun pegunungan ini adalah batuan ultrabasa. Morfologi karst terdapat pada daerah batugamping dengan perbukitan relatif rendah dan lereng yang landai.

Basemen Halmahera bagian Timur meliputi ofiolit, batuan metamorf, dan batuan sedimen. Ofiolit terbentuk oleh gerusan kuat dan mafik terbreksikan dan batuan ultramafik meliputi peridotit terserpentinisasi, gabbro, basalt, dan diabas (Sukamto et al., 1981). Hall et al (1988) mencatat bahwa kompleks basemen tidak hanya didominasi oleh batuan ultrabasa, meskipun jenis batuan terlihat bervariasi dari daerah ke daerah, dan kompleks basemen meliputi rijang radiolaria berwarna merah dan batulumpur berwarna merah.

Batuan beku basa dan batuan ultrabasa, membentuk basemen pada lengan timur Halmahera. Pulau Pakal secara regional tersusun oleh batuan ultrabasa berumur Pra-Tersier.

Komplek batuan ultramafik terdiri dari dunit, harsburgite, lersolit dan serpentinit (Subiyanto & Rusmana, 2001). Dunit berbutir halus sampai menengah, sebagian telah mengalami serpentinisasi. Butiran kromit halus umumnya terdapat secara tersebar dalam jumlah <1%.

Topografi pulau Pakal pada bagian puncak dengan kontur yang tidak rapat, dan semakin mendekati ke pantai kontur semakin rapat atau semakin terjal. Interpretasi kelurusan dari analisa topografi, berarah Timurlaut – Baratdaya dan Tenggara – Baratlaut.

(6)

Gambar 3.

Gambar 3D Pulau Pakal dan interpretasi kelurusan

Analisa Geokimia

Hasil ploting dari 3 unsur oksida SiO2, MgO dan FeO, menunjukkan mineral mafik

penyusun batuan adalah forsterit dan enstantite (Gambar 4).

Gambar 4.

Ploting lomposisi kimia olivin dari komposisi SiO2, MgO dan FeO

Hasil ploting terhadap MgO-NiO-SiO2 maka termasuk dalam kelompok mineral serpentin garnierite Mg, dengan Ni<1% (Gambar 5).

Gambar 5.

Diagram terniery SiO2, MgO dan NiO jenis garnierit

(7)

Analisa Mineralogi XRD

Komposisi mineral hasil analisa XRD, (Gambar 6), secara umum dapat dikelompokkan menjadi :

a. Serpentin terdiri dari lizardite, chrysotile, antigorite, talc. b. Olivin – Piroksen terdiri dari forsterite, enstantite, diopside c. Oksida berupa goethite, hematite, gibbsite, bayerite, maghemite d. Clay berupa nontronite

e. Mineral silika quartz

f. Mineral hornblende adalah tremolit

Gambar 6. Analisa mineral XRD

Analisa Petrografi

Core CIII-h2/ 24-23, kedalaman 52 m, berupa batuan piroksenit (olivin ortho pyroksenit), komposisi : olivin, dan orthopiroksen, mineral sekunder serpentin (antigorit) mengisi retakan, dan mineral opak sekunder (magnetit), dan oksida besi sebagai lapukan. Mineral aksesories kromit, XRD Enstantite = 27.57%; Antigorite = 21.86 %, Quartz= 50.58%; XRF Ni= 0.36; CO=-; Cr2O3=0.60; CaO=1.55; Fe=7.15;

(8)

Core CIII-h2/ 30-2, kedalaman 46 m, berupa batuan peridotite (harzburgite), komposisi : olivin, mineral sekunder serpentin (antigorit), magnesit, dan magnetit mengisi retakan. Mineral aksesories kromit, pentlandit, magnetit, mineral XRD Lizardite = 30.94; Enstantite = 30.89%; Forsterite = 24.85%; Ferro actinolite = 2.40%; Talc = 10.93% ; XRF Ni= 0.25; CO= -; Cr2O3=0.58; CaO=1.51; Fe=6.45; SiO2=45.50; MgO=37.35; Al2O3=2.61, foto IV.17.

Core CIII-h2/11-16, kedalaman 53,5 m, berupa batuan peridotite (harzburgite), komposisi mineral mafik, olivine dominan, orthopiroksen pada masa dasar afanitik; XRD Lizardite = 65.01%; Quartz = 24.87%; Ferro actinolite 10.12%, XRF Ni= 0.5; CO=0.01; Cr2O3=0.63; CaO=0.30; Fe=7.41; SiO2=45.59; MgO=37.85; Al2O3=1.24

Mobilitas dan konsentrasi unsur

Mobilitas unsur dapat terlihat dari faktor konsentrasi unsur pada lingkungan yang sesuai. Nilai faktor konsentrasi besar menunjukkan adanya perbedaan nilai dari nilai asal (Tabel 1 dan Gambar 7).

Tabel 1. Faktor konsentrasi relatif unsur data bor CIII-i3/22-8 RC, harzburgite terserpentinkan lemah

Konsentrasi

Relatif MgO Al2O3 Fe SiO2 Ni Cr2O3 Co MnO Lim : Bedr 0.06 10.23 5.99 0.21 3.40 4.17 12 10.7 Tran :

Bedrock 0.36 2.44 2.00 0.98 6.64 5.26 3 2.8 Sap :

Bedrock 0.55 2.30 1.80 0.88 5.71 1.45 3 2.4

Gambar 7. Grafik Grafik histogram faktor konsentrasi relatif unsur bor CIII-i3/22-8 RC, harzburgite terserpentinkan lemah.

SiO2 dan MgO bersifat mobile sebagai fungsi dari kandungan Fe yang

bersifat immobile pada profil laterit menunjukkan bahwa SiO2 dan MgO pada saat

pembentukan mineral dari Fe seperti goethite / haematite sudah terlarutkan dan selain itu dapat menunjukkan bahwa MgO lebih mudah larut pada awal pelapukan dan SiO2, akan terlarutkan sampai tahap akhir pelapukan (Gambar 8).

(9)

Gambar 8.

SiO2 dan MgO % sebagai fungsi

dari Fe %, bor CIII-i3/22-8RC

Jejak unsur mobile dan immobile pada laterit

Jalur pembentukan lateritisasi dapat digambarkan sebagai fungsi dari unsur SiO2

dan MgO terhadap Fe

Tabel 2. Perbandingan prosentase perubahan unsur pada batuan terserpentinkan (Ser) dan tidak terserpentinkan (Non Ser)

Zona SiO2 MgO FeO

Ser Non Ser Ser Non Ser Ser Non Ser

Limonite 9 5 1 4 90 91

Transisi 32 39 9 11 59 60

Saprolite 60 50 30 32 10 18

Bedrock 50 51 45 40 5 9

Perbandingan jumlah dalam prosen perubahan unsur setiap zona pada batuan yang terserpentinkan dan tidak terserpentinkan, Tabel V.2, menunjukkan perbedaan di MgO pada zona saprolit, lebih besar di batuan tidak terserpentinkan karena terbentuk formasi saprolit, dengan boulder yang masih membawa tekstur batuan asal dan dibatasi oleh bidang kekar yang dapat dilalui air sebagai media pelapukan kimia, sehingga FeO meningkat. Zona transisi SiO2 pada batuan tidak

terserpentinkan berasosiasi dengan mineral lempung yang merupakan mineral sekunder ubahan olivine (Gambar 9).

Gambar 9. Jalur pembentukan laterit batuan terserpentinkan (A) dan tidak terserpentinkan (B).

(10)

Diagram terniery antara SiO2, MgO dan NiO, zona bedrock dan saprolit

dengan Ni<1%, kemudian di zona limonite 1,2-2,5% dan pada zona transisi rata-rata >2%., lihat Gambar 10, dan tidak termasuk dalam jenis mineral garnierite.

Gambar 10. Diagram terniery unsur SiO2, MgO dan NiO perzona bor CIII-i2/22-8 RC Supergene Ni

supergene Ni, ada kick nilai Ni<1.5% dan bahkan cenderung mendekati nilai 0.3% yang merupakan jumlah kandungan Ni pada olivine. Hal ini dapat dikorelasikan dengan data bor dan data mineral, adalah boulder batuan asal yang belum terlapukan dan terdapat di zona saprolit (Gambar 11)

Kadar Ni yang tinggi dapat di interpretasikan berasosiasi dengan quartz (XRD) diperkirakan sebagai krisopras, di bagian bawah saprolit, dan beberapa nilai tinggi yang lainnya adalah garnierite (XRD).

Gambar 11.

Supergene / pengayaan unsur Ni profil laterit bir CIII-i2/22-8RC

(11)

Stabilitas unsur pada laterit

Gambaran stabilitas unsur pada laterit seperti pada gambar 12.

Gambar 12.

Supergene Ni pada laterit batuan ultramafik (modifikasi Taylor & Eggleton, 2001).

PROSES LATERITISASI

Proses mineralisasi laterit karena pelapukan kimia biasanya terjadi karena adanya ketidakseimbangan air yang dekat permukaan, temperature dan aktivitas biologi. Pelapukan kimia dapat berupa proses hydrolysis, oxidation, hydration dan solution, yang akan menghasilkan mineral baru yang berbeda dari mineral asalnya.

Perubahan mineral-mineral asal dan pembentukan mineral baru dapat digambarkan pada Gambar 13.

Gambar 13.

Sketsa perubahan dari batuan asal menjadi laterit (modifikasi).

Perubahan yang terjadi pada batuan ultramafik menjadi laterit pada zona bedrock, saprolit, transisi dan limonit dengan tahapan sebagai berikut :

Tahap 1 :

Batuan ultramafik, dominan olivin (forsterit), piroksen (enstantite) dan serpentin (lizardit), terkekarkan dan terlapukkan daerah sekitar kekar terlebih dahulu. Mineral serpentine berupa hydrothermal mafic mineral (Ahmad, 2006), seperti lizardit dan mineral talk. Talk dapat terbentuk karena ubahan dari serpentin pada temperature

(12)

500-625°C, karena proses hydration, dengan reaksi kimia dibawah ini, melepaskan air dan ion Mg terlarutkan

3MgO.2SiO2.2H2O  3MgO.4SiO2.H2O + 3H2O + 3MgO

Serpentine  talc + air + ion Mg (Ahmad, 2006)

Talc pada bor CIII-i3/22-8, pada zona bedrock hadir 14.17% dan semakin keatas semakin kecil menjadi 0.94%, dan pada batas dengan saprolit naik menjadi 9.35%, dan pada boulder 2.2%. Hal ini menunjukkan bahwa talk adalah mineral hasil proses serpentinisasi dari olivin.

Tahap 2 :

Pelapukan tahap pertama ini akan melepaskan unsur Mg2+ dan Si2+, Fe, Ni, Al menjadi ion-ion yang bersifat lepas. Mineral olivin akan terlarutkan lebih dahulu, dilanjutkan oleh piroksen dan serpentin menurut Golightly (di dalam Ahmad, 2006).

Olivin yang lapuk, akan membentuk mineral smectite atau bisa langsung menjadi goethite, sedangkan pelapukan piroksen dapat menghasilkan talk atau serpentin.

8(MgFe)2SiO4 + 16H+ + O  2Mg3Si4O10(OH)2 – 2FeO(OH) + 8Mg2+ + 5H2O

Olivin  Saponite (Taylor & Eggleton, 2001) (Fe,Mg)2SiO4 + 5H

+  2FeOOH + H

4SiO4 + Mg 2+

Olivin + ion hydrogen  Goethite + molekul silicic acid + ion Mg (Golightly) (Mg, Fe)SiO3 + 2 H+ + H2O  Mg2+ + Fe2+ + H4SiO4

Piroksen + ion hidrogen + air  Ion Mg, Fe + molekul silicic acid (Golightly) Jika pada proses pelapukan terdapat mineral yang bersifat tidak stabil seperti olivin (cepat larut) dan mineral yang lebih stabil (tidak mudah larut), maka cenderung akan terbentuk mineral sekunder, karena adanya ketidakstabilan yang bersifat ekstrim (Golightly).

Perubahan pH merupakan faktor yang dapat menyebabkan suatu mineral menjadi tidak stabil. pH air tanah menjadi lebih basa / alkalin karena kontak langsung dengan mineral-mineral mafik seperti olivin dan piroksen semakin ke permukaan dan pengaruh air hujan dan air tanah akan menjadi lebih bersifat netral sampai asam. Olivin dan piroksen adalah termasuk mineral yang tidak stabil dan mudah larut pada PH 5-9 Golightly (di dalam Ahmad, 2006).

Si yang terlepas dari mineral olivin atau piroksen dari ikatan struktur silikat, kemudian silica yang telah bebas terikat dengan molekul air membentuk silicid acid / asam silikat. Silica larutan ini akan mengikat kation yang lain seperti Fe dan Al SiO2 + 2H2O  H4SiO4

Sisa Silica + air  asam silikat

Al, Fe, Cr termasuk unsur yang bersifat stabil. Al tidak stabil pada kondisi lingkungan PH <4 atau >8, sehingga mudah larut. Al yang terlepas dari ikatan mineral ferro magnesian dapat bergabung dengan silica atau kation lainnya membentuk mineral lempung, seperti nontronit (Fe-smectite). Cr tidak terlarutkan, sehingga akan menjadi residu pada setiap zona dalam bentuk mineral-mineral spinel.

(13)

Mineral serpentine yang lebih bersifat stabil dari pada olivin dan piroksen, tidak mudah terlapukkan, sehingga hampir di temukan pada zona saprolit sampai batas atas. Mineral talk lebih bersifat stabil dari serpentine, mineral ini hadir pada zona saprolit. Mineral talk yang hadir di zona ini di perkirakan adalah mineral talk primer yang ridak mengalami proses pelapukan, karena sifatnya yang stabil di bandingkan mineral yang lainnya.

Ni yang bersifat setengah mobile akan tertinggal dan mengikatkan diri dengan H4SiO2 mengisi rekahan diantara boulder menjadi vein-vein krisopras.

Tahap 3 :

Pada tahap ini terjadi proses oksidasi, berupa penambahan O2-, di bagian atas laterit dekat permukaan. Pengaruh air permukaan menyebabkan PH lingkungan bagian atas menjadi lebih asam.

Fe akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida (Fe3+), membentuk mineral goethite FeOOH dan hematit Fe2O3. Cobalt hadir dalam jumlah kecil, Al yang membentuk mineral bauksit menunjukkan pH pembentukan antara 4 – 8 pada bagian atas laterit.

Mineral-mineral yang tidak stabil pada lingkungan asam menjadi tidak stabil dan terlarutkan. Menurut Golightly (di dalam Ahmad, 2006) dan dikorelasikan dengan pH pembentukan gibbsite, maka beberapa mineral seperti olivin, piroksen, serpentin, talk dan silica amorf menjadi mudah larut. Butiran mineral chromit yang berkomposisi dominan goethite + chromite+mineral aksesories.

Tahap 4 :

Pada tahap ini, unsur-unsur yang bersifat mobile sudah melarut dalam air, dan tinggal beberapa unsur yang bersifat semi mobile seperti Ni dan Co, menyababkan pH menjadi lebih bersifat asam.

Ni relatif lebih gampang terlarutkan dari Mn2+ dan Co2+ pada kondisi air permukaan yang bersifat asam dan akan cenderung turun ke bawah dengan pH nya sedikit lebih basa, menggantikan ion Mg yang lebih mudah larut dalam mineral serpentine dan terjadi pengayaan dalam bentuk mineral garnierite yang mengisi rekahan-rekahan.

Tahap 5 :

Ni pada goethite di zona limonit pada pH rendah menjadikannya bersifat mobilitas rendah dan cenderung turun ke zona transisi dan zona saprolit yang mempunyai pH lebih alkalin terhadap kedalaman sehingga menjadi zona pengayaan.

Selain itu Ni, yang menggantikan unsur Mg pada mineral serpentine, membentuk mineral Ni serpentine atau nickeliferous serpentine.

H4Mg3Si2O9 + 3Ni 2+  H4Ni3Si2O9 + 3 Mg 2+ (Ahmad, 2006) Serpentine + Ni  Ni serpentine + Mg

Ni yang berasosiasi dengan silica menjadi krisopras dan mengisi rekahan. Co yang bersifat mobilitas rendah pada kondisi asam akan cenderung turun dan terendapkan pada zona transisi yang merupakan batas bawah zona limonit dan bagian atas zona saprolit.

(14)

Gambar 14.

Skema pembentukan mineral sekunder, mobilitas dan konsentrasi unsur pada laterit nikel hasil pelapukan.

Potensi Nikel di batuan terserpentinkan

Potensi Ni pada batuan terserpentinkan pada batuan harzburgit terserpentinkan kuat – sedang – lemah.

Batuan harzburgite yang terserpentinkan (lemah), berkomposisi forsterit 40.50%, enstantite 25.04%, tremolite 3.67%, lizardit 16.63%, talc 14.17%, terbentuk formasi saprolit (zona saprolit) yang berpotensi terjadinya pelapukan kimia pada bidang retakan antar boulder yang rendah Mg dan kaya akan SiO2 amorf (XRD) dengan relatif konsentrasi Ni mencapai 6x dari bedrock dan pada bagian atas zona saprolit pengaruh fluktuasi muka air tanah, sehingga menjadi zona yang lebih lapuk, sehingga Ni dapat terkayakan.

Batuan harzburgit yang terserpentinkan (sedang), berkomposisi lizardit = 30.94; enstantite = 30.89%; forsterite = 24.85%; ferro actinolite = 2.40%; talc = 10.93%, dimana serpentine > enstantite > forsterit, terbentuk formasi saprolit, dengan rekahan yang membatasi boulder sebagai jalan proses pelapukan kimiawi oleh air tanah, Mg dan Si rendah, Fe mulai meningkat, dan Ni terkonsentrasi pada zona saprolit.

Batuan harzburgite yang terserpentinkan (kuat) berkomposisi lizardit = 65.01%; Quartz = 24.87%; ferro actinolite 10.12%, mineral serpentine > piroksen, terbentuk formasi saprolit dengan boulder yang lebih sedikit (karena lebih keras) sehingga pelapukan kimiawi di rekahan antar boulder menjadi tidak efektif di cirikan dengan kandungan Mg dan Si di luar boulder masih tinggi. Pada zon transisi di bagian atas zona saprolit dipengaruhi fluktuasi air permukaan mengakibatkan pelapukan kimiawi lebih inetnsif dan Ni lebih dapat terkonsentrasi.

Potensi nikel laterit berkembang baik pada batuan harzburgite yang terserpentinkan lemah dibandingkan batuan yang terserpentinkan sedang – kuat. Hal ini di karenakan mineral olivin system kristal single tetrahedral lebih tidak stabil dibandingkan serpentine yang system kristal sheet silicon tetrahedral.

(15)

KESIMPULAN

1. Koefisien relatif unsur SiO2 dan MgO sebagai fungsi Fe, adalah indikator

proses pelapukan kimiawi dalam pembentukan laterit nikel.

2. Perilaku unsur dipengaruhi oleh stabilitas mineral, Ph lingkungan, proses reduksi / oksidasi, air permukaan dan topografi.

3. Batuan ultramafik terserpentinkan lebih lama terlapukan dibandingkan batuan ultramafik yang tidak terserpentinkan.

4. Potensi Ni, laterit batuan ultramafik tidak terserpentinkan lebih besar dibandingkan batuan yang terserpentinkan hal ini di pengaruhi oleh jenis mineral, stabilitas mineral, stabilitas unsur dan Ph lingkungan.

5. Proses pengolah bijih Ni pada daerah penelitian yaitu kombinasi hydrometalurgi dan pyrometalurgi, dengan Ni 1.5-1.8%, Co 0.02 – 0.1%, Fe 10-25%, MgO 15-35% dan Cr2O3 1-2%.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, W. 2008, Nickel Laterites : Fundamental of chemistry, mineralogy, weathering process, formation and exploration, Tidak di publikasikan, Vale Inco – VISTL, hal 330

Apandi dan Sudana, 1980, Peta Geologi Lembar Ternate, Maluku Utara, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, hal 1

Augusman, R., 2009, Estimasi dan Simulasi Sumberdaya nikel laterit menggunakan metode geostatistik, studi kasus enadapan nikel laterit di Pulau Pakal, Halmahera Timur, Maluku Utara, Tidak di publikasikan, ITB, hal VI-2 Elias, M., 2002, Nickel laterite deposits – geologic overview, resources and

exploitation in Giant ore Deposits: characteristics, genesis, and exploration, Cooke, D.R., Pongratz, J.,eds Centre for ore deposits research special Publication 4. University of Tasmania, hal 205-220.

Golightly, J.P. 1979, Nickeliferous laterite : A General Description, International laterite Symposium, New Orleans 1979, Society of Mining Engineers American Institute of Mining and Metallurgical, and Petroleum Engineers, Incorporated, hal 24-37

Kadarusman, A., 2008, Nickel Laterite Potenstial in Eastern Indonesia, Tidak di publikasikan, power point, hal 39

Taylor, G. and Eggleton, R.A. 2001, Regolith geology and geomorphology, Wiley, New York, hal 375

Gambar

Gambar 1. Lokasi penelitian
Gambar 2. Diagram alir kegiatan penelitian
Gambar 3D Pulau Pakal dan interpretasi  kelurusan
Gambar 6. Analisa mineral XRD
+4

Referensi

Dokumen terkait

Nilai karbon pada kompos dipengaruhi oleh jenis bahan organik yang digunakan karena karbon pada tanaman lebih besar dari pada karbon limbah ternak dan juga dekomposer

Berdasarkan penelitian ini, ditemukan empat jenis tindak advisoris guru dalam pembelajaran bimbingan konseling, yaitu: (1) tindak advisoris menasihatkan,

Ekosistem pesisir memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dimana Indonesia merupakan salah satu negara dengan keragaman organisme laut tertinggi di dunia, sehingga kajian

UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RS ROYAL PROGRESS Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif

[r]

Jika telah habis batas waktu sewa, pemohon dapat mengajukan permohonan perpanjangan sewa ke Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Madiun.. Jika sewa sudah

Oleh sebab itu dirancang sistem informasi manajemen persediaan barang yang harus diad untuk menjamin kelancaran dalam kegiatan pelayanan purna jual, serta

Keempat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, semestinya harus kita jaga, pahami, hayati dan laksanakan dalam pranata kehidupan sehari-hari, di mana Pancasila