• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING SEMINAR NASIONAL MAPEKI XII B-33

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSIDING SEMINAR NASIONAL MAPEKI XII B-33"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KUALITAS PEREKATAN KAYU JATI DARI HUTAN RAKYAT

AKIBAT VARIASI JENIS PERLAKUAN PANAS DAN SUHU

(BONDING QUALITY OF TEAK WOOD FROM COMMUNITY FOREST

WITH VARIOUS TYPE OF HEAT TREATMENTS AND TEMPERATURE)

Oleh:

Muhammad Navis Rofii, Ragil Widyorini dan TA. Prayitno Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan UGM

E-mail:

ABSTRACT

The successful of wood gluability and bonding strength is determined by several factors. Three main factors affecting bonding quality are wood properties, adhesives and technique for wood adhesion process including treatments before the process. Heat treatments on wood before adhesion process is conducted. This study is aimed to examine the effects of two methods of heat treatments at several temperature to gluability and bonding quality of teak wood from community forest.

Two kinds of heat treatments (hydro-thermal and termal treatments) were applied to boards of teak wood. Laminated beams having two lamellas were prepared for mechanical testing of bonding gluelines. Factors used in this study are method of heat treatment (hydro-termal and thermal) and temperature (at 900 C, 1250 C and 1600

The results of the test showed that different method of heat treatment affected to moisture content, hygroscopicity, dry bonding strength and dry wood failure. Relatively, hydro-thermal treatment performed higher moisture content, hygroscopicity, wood failure and lower specific gravity, wettability, bonding strength than thermal treatment. Temperature factor affected the hygroscopicity and wet wood failure. Interaction of two factors affected to moisture content. Generally, this study improved wood quality in decreasing moisture content and hygroscopicity, increasing specific gravity and giving good bonding strength.

C) in order to evaluate bonding strength and wood failure. Other parameters measured are moisture content, specific gravity, hygroscopicity at 98% RH and wettability of wood.

Keywords: Heat treatment, teak wood, bonding properties

PENDAHULUAN

Perlakuan panas pada kayu digunakan antara lain untuk meningkatkan keawetan, menurunkan higroskopisitas dan memperbaiki stabilitas dimensi kayu. Disamping itu proses ini berakibat kurang baik, yaitu menurunkan kekuatan dan kekerasan kayu (Boonstra, dkk, 2007). Perubahan sifat ini dikarenakan adanya perubahan fisik dan kimia dari kayu yang dikenai perlakuan panas. Tingkat dan intensitas perubahan tersebut tergantung dari perlakuan panas yang dilakukan, baik tipe prosesnya, waktu, suhu dan sifat alami dari kayunya sendiri (Nuopponen, 2005 dalam Sernek, dkk, 2007).

Kayu yang dipanasi akan meningkat peluangnya untuk terjadi inactivated surface, yaitu suatu kondisi dimana kayu sulit mengalami wetting (pembasahan). Hal ini disebabkan panas meningkatkan pergerakan ekstraktif dalam kayu yang selanjutnya memperbesar peluang untuk bergerak dan menempel di permukaan kayu. Keadaan ini menyebabkan terhambatnya proses pembasahan perekat pada permukaan kayu. Beberapa pemanasan kayu dapat mengubah komponen kimia kayu dan merusak ikatan yang ada (Forbes, 1998).

Dinding sel kayu merupakan suatu komposit yang tersusun oleh polimer sellulosa yang kaku dalam suatu matrik lignin dan hemiselulosa. Polimer lignin pada lamela tengah dan lapisan S2 bersifat termoplastik, yang mana akan menjadi lunak ketika mengalami proses pemanasan. Suhu transisi lignin menjadi kaca diperkirakan 170o C. Di atas suhu tersebut sangat memungkinkan lignin mengalami aliran termoplastik dan pada saat pendinginan tersetting pada konfigurasi semula ataupun konfigurasi yang sudah termodifikasi (Rowell,1999).

(2)

Perubahan sifat kimia, fisik dan struktur kayu akibat perlakuan panas ini akan berpengaruh pada kemampuan bahan perekat melekat pada permukaan kayu. Perbaikan stabilitas dimensi kayu secara umum akan meningkatkan sifat perekatan karena akan menurunkan kembang susut kayu yang direkat sehingga garis perekatnya tidak mudah rusak oleh adanya kembang susut kayu. Meskipun begitu perlakuan panas akan berpengaruh terhadap proses adaptasi bahan perekat dengan kayu mulai dari proses alir, transfer, penetrasi, pembasahan dan pengerasan perekat.

Ada bermacam metode perlakuan panas yang dilakukan, antara lain proses hidro-termal, steam injection, fully heat treatment dan lain-lain. Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing berdasarkan peralatan, kemudahan aplikasi maupun efek yang ditimbulkan dalam rangka perbaikan kualitas kayu. Dalam kaitannya dengan produk perekatan kayu, proses ini akan menurunkan daya rekat kayu terhadap perekat. Nilai yang sesuai perlu dicari untuk memperoleh metode yang sesuai dengan upaya peningkatan kualitas kayu namun tetap dapat memberikan kekuatan rekat yang optimal.

Beberapa faktor yang berpengaruh pada perekatan kayu perlu dicari dalam kaitannya dengan perlakuan panas yang dilakukan. Secara garis besar ketiga faktor tersebut adalah faktor bahan direkat, faktor bahan perekat dan faktor teknik perekatan termasuk perlakuan-perlakuan tambahan. Pada penelitian ini akan diamati faktor perlakuan sebelum proses perekatan, yaitu perlakuan pemanasan terhadap sifat perekatannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi jenis perlakuan panas dan suhu terhadap kualitas perekatan kayu Jati dari hutan rakyat. Kekuatan rekat kayu dan kerusakan kayu akan diamati. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi tentang pengaruh proses perlakuan panas terhadap kualitas perekatan kayu.

METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah papan kayu Jati (Tectonagrandis L.f) yang diperoleh dari hutan rakyat. Perekat yang digunakan adalah Melamine Formaldehid (MF) dari PT. PAI Probolinggo. Papan kayu dibuat dengan ketebalan 25-40 mm dan lebar 125-150 mm. Kayu berupa log digergaji dengan irisan tangensial (flatsawn) menjadi papan-papan dengan tebal 30 mm dan lebar 150 mm. Papan-papan tersebut dikeringkan dalam oven pengering dengan suhu 500 - 600

Perlakuan Pemanasan terhadap Kayu

C sampai mencapai kadar air kering udara (14% – 18%). Dua macam perlakuan panas diaplikasikan pada kayu, yaitu proses hidrotermal dan proses termal. Pada proses hidrotermal, contoh uji direbus dalam autoklaf. Suhu diatur sesuai suhu pemanasan yaitu 900, 1250 dan 1600 C. Pemanasan dilakukan selama 30 menit waktu efektif. Setelah itu kayu dikeringkan dalam oven pengering dengan suhu 500 - 600 C sampai kadar air kering udara (14% - 18%). Pada proses termal, contoh uji diletakkan dalam oven pengering dan dipanaskan dengan suhu 900, 1250 dan 1600

Penentuan Kadar Air dan Berat Jenis

C selama 30 menit waktu efektif, kemudian dilakukan kondisioning sampai kondisi kering udara.

Contoh uji tanpa perlakuan/kontrol dan yang sudah dikenai perlakuan panas diukur kadar airnya dengan metode oven. Penentuan berat jenis dilakukan dengan membandingkan berat kering tanur dengan volumenya yang ditentukan dengan metode timbangan. Pengujian kadar air dan berat jenis ini sesuai dengan British Standard BS 373-1957.

Penentuan Higroskopisitas

Contoh uji higroskopisitas dibuat dari papan yang sudah dikenai perlakuan panas yang dipotong dengan ukuran tebal 30 mm, lebar 150 mm dan panjang 10 mm. Sebelum pengujian contoh uji dikondisikan pada kelembaban 65%. Contoh uji kemudian dikondisikan pada kelembaban 98% (di atas aquades pada 200 C) sampai mencapai kadar air kesetimbangan (KAS/EMC). Contoh uji kemudian dikeringtanurkan dalam oven (103 + 2)0 C selama 24 jam.

(3)

Sebelum dan sesudah pengujian, contoh uji ditimbang. Pengujian higroskopisitas sesuai dengan penelitian Sernek, dkk (2007).

Pengujian Wettabilitas

Pengujian wettabilitas dilakukan dengan metode Corrected Water Adsorption Height

(CWAH) menurut Bodig (1962). Sebagian kayu yang sudah diperlakukan dengan perlakuan panas digerinda untuk mendapatkan serbuk kayu. Serbuk kayu diayak +45/-60 mesh kemudian dikeringkan sampai mencapai kering tanur. Serbuk kayu kering tanur diambil dan dimasukkan ke dalam tabung (pipa kaca) yang salah satu ujungnya ditutup dengan kertas saring. Serbuk kayu dalam tabung diusahakan mempunyai kerapatan yang seragam. Tabung dicelupkan dalam bak berisi air setinggi 1,5 cm. Total pengamatan adalah 80 jam.

Pembuatan Papan Laminasi

Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dibuat contoh uji papan laminasi dengan masing-masing papan mempunyai tebal 20 mm, lebar 50 mm dan panjang 300 mm. Dua papan digabungkan dengan perekat MF dengan berat labur 40#/MSGL. Pengempaan dingin dilakukan dengan tekanan 1 MPa selama 6 jam. Jumlah papan laminasi yang dibuat sebanyak 18 buah (2 jenis perlakuan, 3 tingkat suhu dan 3 ulangan) ditambah 3 buah kontrol (tanpa perlakuan). Pengujian Kekuatan Rekat

Pengujian kekuatan geser rekat dilakukan menurut standar sesuai standar ASTM D– 905–49 tahun 1981 dengan ukuran nominal 20 mm x 50 mm x 50 mm yang dibuat dengan memotong kayu laminasi. Pengujian dilakukan pada kondisi kering udara dan basah. Pengujian pada kondisi basah dilakukan dengan merendam contoh uji dalam air mendidih selama 6 jam, kemudian direndam dalam air dingin selama 2 jam hingga suhunya sama dengan suhu kamar, sesuai dengan standar EN 314-1 1993.

Analisis Hasil

Rancangan penelitian yang digunakan berupa Rancangan Acak Lengkap dengan percobaan faktorial 2 x 3 x 3. Faktor yang digunakan adalah jenis perlakuan (hidrotermal dan termal) dan suhu yang digunakan (900, 1250 dan 1600). Masing-masing kombinasi perlakuan diulang 3 kali. Uji statistik yang dilakukan berupa analisis keragaman dan jika terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Honestly Significant Difference (Tukey).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisika Kayu

Data hasil penelitian sifat fisika kayu jati yang telah diperlakukan dengan perlakuan panas disajikan dalam tabel 1, sedangkan peningkatan/penurunan nilai masing-masing parameter uji pada kayu yang dikenai perlakuan terhadap kontrolnya disajikan dalam tabel 2. Tabel 1. Rata-rata sifat fisika kayu jati setelah perlakuan panas

Perlakuan KA (%) BJ KAS (%) Wett (mm)

Kontrol 11,46 0,57 15,01 265,61 HT 900 10,15 0,59 14,55 266,73 HT 1250 10,39 0,59 14,57 196,95 HT 1600 11,53 0,61 13,27 203,35 Rerata HT 10,69 0,60 14,13 222,34 T 900 10,38 0,61 14,40 284,95 T 1250 9,46 0,61 14,08 248,55 T 1600 6,70 0,60 11,86 225,37 Rerata T 8,85 0,61 13,44 252,96

Ket: HT= Hidrotermal KA= kadar air BJ = berat jenis

(4)

Tabel 2. Perbandingan nilai sifat fisika kayu jati setelah perlakuan panas dengan kontrol (%)

Perlakuan KA BJ KAS Wett

Kontrol 0.00 0.00 0.00 0.00 HT 900 -11.47 2.79 -3.04 0.42 HT 1250 -9.36 2.85 -2.94 -25.85 HT 1600 0.60 6.45 -11.60 -23.44 Rerata HT -6.74 4.03 -5.86 -16.29 T 900 -9.46 6.62 -4.09 7.28 T 1250 -17.44 5.69 -6.21 -6.42 T 1600 -41.56 5.11 -21.02 -15.15 Rerata T -22.82 5.81 -10.44 -4.76

Ket: HT= Hidrotermal KA= kadar air BJ = berat jenis T= Termal KAS=kadar air seimbang Wett = wettabilitas

Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa perlakuan pemanasan pada kayu jati menghasilkan kadar air yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan kayu yang kontrol. Hal ini berarti bahwa perlakuan panas dapat menurunkan penyerapan air pada kayu jati. Kedua jenis perlakuan memberikan hasil yang berbeda pada nilai kadar air,dimana kadar air pada proses hidrotermal lebih tinggi daripada kadar air pada proses termal. Faktor suhu juga berpengaruh terhadap nilai kadar air dengan tanggapan yang berbeda pada kedua jenis perlakuan, yaitu semakin tinggi suhu yang diberikan pada proses hidrotermal menghasilkan kadar air yang semakin tinggi sedangkan pada proses termal berlaku sebaliknya. Analisis keragaman yang dilakukan pada taraf 95% menunjukkan adanya interaksi antara kedua faktor. Untuk lebih jelasnya, nilai kadar air kayu jati akibat kedua jenis perlakuan panas dan suhu yang digunakan dapat dilihat pada gambar 1.

10.1510.38 10.39 11.53 9.46 6.70 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 90 125 160 Suhu K a d a r A ir ( % ) HT T

Gambar 1. Histogram nilai kadar air kayu setelah perlakuan panas

Berat jenis kayu dapat dipakai sebagai pendekatan untuk menduga kekuatan mekanis kayu, dimana secara umum dinyatakan bahwa kekuatan mekanik kayu akan meningkat seiring peningkatan berat jenis kayu. Nilai berat jenis yang dihasilkan akibat perlakuan panas lebih tinggi daripada kontrol, yaitu dengan kenaikan 4,03% pada proses hidrotermal dan 5,31% pada proses termal. Meskipun analisis keragaman pada taraf 95% tidak menunjukkan adanya pengaruh suhu namun secara relatif nilai berat jenis kayu jati akibat perlakuan panas makin naik seiring kenaikan suhu pada proses hidrotermal dan relatif sama pada proses termal. Grafik nilai berat jenis kayu jati akibat perlakuan panas disajikan dalam gambar 2.

Mengamati higroskopisitas kayu merupakan tinjauan yang lebih dalam untuk melihat sampai sejauh mana kayu akan menyerap air apabila kondisi lingkungannya sangat lembab. Higroskopisitas kayu jati yang dikenai perlakuan panas secara relatif menurun terutama pada proses termal. Faktor suhu secara relatif mempengaruhi nilai higroskopisitas yang semakin kecil

(5)

dengan kenaikan suhu yang digunakan. Secara grafis, pengaruh perlakuan panas terhadap higroskopisitas kayu jati disajikan dalam gambar 3.

0.59 0.59 0.61 0.61 0.61 0.60 0.54 0.56 0.58 0.60 0.62 0.64 0.66 0.68 90 125 160 Suhu B er at Jen is HT T

Gambar 2. Histogram nilai berat jenis kayu setelah perlakuan panas

14.55 14.57 13.27 14.40 14.08 11.86 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 90 125 160 Suhu K a d a r A ir S e ti m b a n g p a d a R H 98% ( % ) HT T

Gambar 3. Histogram nilai kadar air kesetimbangan pada kelembaban 98%

266.73 196.95 203.35 284.95 248.55 225.37 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 90 125 160 Suhu CW AH ( m m ) HT T

Gambar 4. Histogram nilai wettabilitas kayu

Salah satu parameter untuk menilai kualitas perekatan suatu jenis kayu adalah dengan mengetahui nilai wettabilitasnya yang merupakan tingkat kemudahan kayu untuk dibasahi dengan bahan perekat. Meskipun analisis keragamanan yang dilakukan pada taraf 95% tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan namun secara relatif dapat dinyatakan bahwa kedua jenis perlakuan memberikan tanggapan berbeda pada nilai wettabilitas kayu jati, yaitu proses hidrotermal memberikan nilai yang lebih rendah daripada kontrol sedangkan proses termal

(6)

berlaku sebaliknya. Semakin tinggi suhu yang diberikan terjadi penurunan nilai wettabilitas. Untuk lebih jelas melihat perubahan nilai wettabilitas kayu dapat dilihat pada gambar 4.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Keteguhan Rekat dan Kerusakan Kayu

Data hasil penelitian kekuatan rekat dan kerusakan kayu jati setelah perlakuan panas disajikan dalam tabel 3, sedangkan peningkatan/penurunan nilai masing-masing parameter uji dari kayu yang dikenai perlakuan panas terhadap kontrolnya disajikan dalam tabel 4.

Tabel 3. Rata-rata keteguhan rekat dan kerusakan kayu jati setelah perlakuan panas Perlakuan KRK (kg/cm2) KKK (%) KRB (kg/cm2) KKB (%) Kontrol 40.92 72.47 24.85 14.85 HT 900 23.11 36.70 20.17 0.00 HT 1250 28.67 71.30 25.16 53.64 HT 1600 17.58 79.90 13.79 50.26 Rerata HT 23.12 60.63 19.71 34.64 T 900 38.70 67.65 37.91 5.94 T 1250 31.89 56.99 27.61 38.66 T 1600 39.88 27.72 34.75 36.81 Rerata T 36.82 50.79 33.42 27.14

Ket: HT = Hidrotermal KRK/B = keteguhan rekat kering/basah T = Termal KKK/B = kerusakan kayu kering/basah

Tabel 4. Perbandingan nilai keteguhan rekat dan kerusakan kayu jati setelah perlakuan dengan kontrol (%) Perlakuan KRK KKK KRB KKB Kontrol 0.00 0.00 0.00 0.00 HT 900 -43.52 -49.36 -18.82 -100.00 HT 1250 -29.94 -1.62 1.24 261.12 HT 1600 -57.02 10.24 -44.50 238.38 Rerata HT -43.49 -13.58 -20.69 133.17 T 900 -5.41 -6.66 52.56 -60.00 T 1250 -22.05 -21.36 11.09 160.25 T 1600 -2.54 -61.75 39.82 147.80 Rerata T -10.00 -29.92 65.66 82.68

Ket: HT = Hidrotermal KRK/B = keteguhan rekat kering/basah T = Termal KKK/B = kerusakan kayu kering/basah

Dari tabel 3 dapat diketahui nilai parameter uji berupa keteguhan rekat dan kerusakan kayu jati. Kedua jenis perlakuan memberikan nilai keteguhan rekat yang berbeda yaitu proses termal menghasilkan keteguhan rekat yang lebih tinggi dan semuanya berada di bawah nilai keteguhan rekat kontrol pada pengujian kondisi kering. Pada pengujian kondisi basah, nilai keteguhan rekat kayu yang dikenai proses termal mempunyai nilai lebih tinggi daripada kontrol. Faktor suhu menurut analisis keragaman tidak memberikan pengaruh nyata. Perubahan nilai keteguhan rekat kering dan basah kayu jati setelah perlakuan panas secara grafis dapat dilihat pada gambar 5 dan 6.

Kerusakan kayu adalah gambaran permukaan bidang rekat setelah mengalami uji rekat, baik dalam kondisi uji kering maupun uji basah. Kerusakan kayu juga menunjukkan kekuatan rekat antara bahan perekat dengan kayu. Pada pengujian kering, persen kerusakan kayu jati menurun dengan adanya perlakuan panas, sedangkan pada pengujian basah persen kerusakan kayu jati meningkat dengan perlakuan panas dengan nilai kerusakan yang lebih tinggi pada perlakuan hidrotermal. Persen kerusakan kayu pada kondisi basah mempunyai nilai yang lebih kecil dibandingkan pada kondisi kering. Hal ini dikarenakan pengaruh perebusan dan

(7)

perendaman air yang dilakukan sebelum pengujian keteguhan rekat yang menyebabkan ikatan antara molekul bahan perekat dengan kayu menjadi lemah sehingga dapat disebutkan bahwa gaya kohesif molekul kayu tinggi atau lebih tinggi daripada adhesi perekat dengan kayu. Apabila adhesi antara bahan perekat dengan kayu sangat lemah maka dipastikan bahwa kerusakan kayu akan kecil.

23.11 28.67 17.58 38.70 31.89 39.88 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 90 125 160 Suhu ket eg u h an R ekat K er in g (kg /cm 2) HT T

Gambar 5. Histogram nilai keteguhan rekat kering kayu jati setelah perlakuan panas

20.17 25.16 13.79 37.91 27.61 34.75 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 90 125 160 Suhu K et eg u h an R ekat B asah (kg /cm 2) HT T

Gambar 6. Histogram nilai keteguhan rekat basah kayu jati setelah perlakuan panas KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis perlakuan panas memberikan nilai yang berbeda pada parameter kadar air, higroskopisitas, keteguhan rekat kering dan kerusakan kayu kering. Secara relatif, proses hidrotermal menghasilkan kadar air, higroskopisitas dan kerusakan kayu yang lebih tinggi serta berat jenis, wettabilitas dan keteguhan rekat yang lebih rendah daripada proses termal. Faktor suhu yang digunakan mempunyai pengaruh terhadap higroskopisitas dan kerusakan kayu basah. Interaksi antara kedua faktor dalam penelitian hanya mempunyai pengaruh pada kadar air kayu. Secara umum perlakuan panas yang diberikan memberikan peningkatan kualitas dalam hal penurunan kadar air dan kadar air seimbang (KAS), penaikan berat jenis serta memberikan keteguhan rekat yang masih baik.

Saran-saran yang perlu dipertimbangkan adalah perlunya melakukan penelitian perlakuan panas ini pada jenis-jenis kayu hutan rakyat yang lain yang memiliki potensi sebagai bahan baku furnitur maupun struktural serta penggunaan bahan-bahan perekat lain baik yang sintetik maupun bahan perekat alami. Parameter lain seperti perubahan warna perlu diamati untuk melihat sejauh mana perlakuan panas yang dilakukan memberikan efek perubahan warna baik yang dapat dinilai positif maupun negatif dari sisi visual.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1957. British Standard Methods of Testing Small Clear Speciments of Timber. British Standard Institution Decoporated by Royal Charter. British Standard House. London. ______. 1981. Standards Methods of Test for Strength Properties of Adhesive Bond on Shear by

Compression Loading. ASTM D-905-49.

Bodig. J. 1962. Wettability Related to Gluabilities of Five Philippine Mahagonies, Forest Products Journal. University of Washington, Seattle, Washington.

Boonstra, M.J, A. Pizzi, F. Zomer, M. Ohlmeyer and W. Paul, 2006. The effects of two stage heat treatment process on the properties of particleboard, Holz-Roh-Werkst 64:157-164 Boonstra, MJ., J. Van Acker and E. Kegel, 2007. Strength Properties of Thermally Modified

Softwoods and Its Relation to Polymeric Structural Wood Constituents, Ann For Sci 64:679-690.

Forbes, C, 1998. Wood surface inactivation and adhesive bonding. North Carolina State University. Raleigh

Prayitno. T.A. 1996. Perekatan Kayu KTM 650. Program Pascasarjana Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Jogjakarta

Rowell, M. R., 1999. Specialty treatment, Wood Handbook, Forest Product Laboratory, Madison Sernek, M, M.J. Boonstra, A. Pizzi, A. Despres and P. Gerardin, 2007. Bonding Performance of

Gambar

Tabel 1. Rata-rata sifat fisika kayu jati setelah perlakuan panas
Tabel 2. Perbandingan nilai sifat fisika kayu jati setelah perlakuan panas dengan kontrol (%)
Gambar 4. Histogram nilai wettabilitas kayu
Tabel 4. Perbandingan nilai keteguhan rekat dan kerusakan kayu jati setelah perlakuan dengan   kontrol (%)  Perlakuan  KRK  KKK  KRB  KKB  Kontrol  0.00  0.00  0.00  0.00  HT 90 0  -43.52  -49.36  -18.82  -100.00  HT 125 0 -29.94  -1.62  1.24  261.12  HT 1
+2

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh kekuasaan dan wewenang yang komprehensip dan umum yang diberikan kepada negara untuk mengintervensi kehidupan ekonomi masyarakat, dipandang sebagai salah satu

Perusahaan telah melakukan sistem perencanaan yang sukup baik pada setiap tahapan kerja yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan hal ini dikarenakan

Setelah pola dari Yield Line telah ditentukan maka sekarang hal yang perlu dilakukan adalah menentukan penurunan di satu titik ( biasanya di titik penurunan maksimumnya)

Diagram dekomposisi pada sistem yang diusulkan terdapat delapan subsistem yaitu, subsistem pengguna, subsistem kelola pelanggan, subsistem kelola supplier, subsistem

Dari dimensi pasar, dengan beralihnya kepemilikan dari wewenang pemerintah pusat melalui pemerintah provinsi ke pemerintah daerah (kabupaten), terjadi perubahan

Berdasarkan dari rumusan masalah dan hasil penelitian mengenai pengaruh peningkatan kemampuan gerak motorik kasar anak tunagrahita (downdyndrome) di SLB C Negeri Tulungagung

Jika pada periode berikutnya, jumlah penurunan nilai atas investasi tersedia untuk dijual berkurang dan penurunan dapat dikaitkan secara obyektif dengan peristiwa yang terjadi

Jadi, penggunaan kata mas yang dilakukan pedagang pakaian di Pasar Kolpajung Pamekasan merupakan bentuk campur kode berupa kata yang masuk dalam tuturan bahasa