• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. banyak bias sehingga kemiskinan sulit dihilangkan (Chambers, 1983, 2006).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. banyak bias sehingga kemiskinan sulit dihilangkan (Chambers, 1983, 2006)."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan dimanapun adalah masalah pelik yang tidak kunjung terpecahkan. Kegagalan mengatasi persoalan ini sering dikaitkan dengan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tidak berhasil menangkap akar persoalan kemiskinan. Intervensi yang dilakukan oleh pihak luar, sering dikritik memiliki banyak bias sehingga kemiskinan sulit dihilangkan (Chambers, 1983, 2006).

Hal yang senada terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kemiskinan di DIY relatif tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata nasional. Hingga tahun 2014 prosentase penduduk miskin di DIY selalu di atas rata-rata nasional. Padahal tahun 2011 DIY pernah mentargetkan penurunan prosentase penduduk miskin sebesar 2% pertahun. Namun data menunjukkan penurunannya kurang dari 1% pertahun;

Tabel 1 Prosentase Penduduk Miskin DIY-Nasional Tahun 2013-20151

DIY NASIONAL

Proporsi Penduduk Miskin

Tahun 2013 15,03 11,47

Tahun 2014 14,55 11,25**

Tahun 2015* 13,16 11,13

Rata-rata Penurunan Penduduk Miskin

2013-2014 0,48 0,22

2014-2015 1,39 0,12

1

Diolah dari: BPS, Statistik Indonesia 2015(edisi revisi), hal 176, data yang diambil posisi bulan September. *Data tahun 2015, sumber: BPS, Kemiskinan dan Tingkat Ketimpangan Pengeluaran Penduduk Indonesia September 2015, Mei 2016, hal. 108 dan 113. Data yang digunakan posisi bulan September. ** Untuk data presentase kemiskinan nasional, tahun 2014, Sumber: BPS, Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia 2015, hal.25.

(2)

Meskipun tahun 2014-2015 penurunan prosentase penduduk miskin jauh melampaui nasional, namun dari sisi jumlah total prosentase pada tahun 2015 tetap berada di atas rata-rata nasional.

Secara regional, prosentase penduduk miskin di DIY juga relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lain. Prosentase penduduk miskin DIY pada tahun 2014 adalah yang tertinggi di Pulau Jawa dan pada tahun 2015 masih menempati urutan kedua, sbb;

Tabel 2 Perbandingan Prosentase Penduduk Miskin di Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa2

No Nama Provinsi 2014* 2015** 1 Jawa Tengah 13,58 13,32 2 DIY 14,55 13,16 3 Jawa Timur 12,28 12,28 4 Jawa Barat 9,18 9,57 5 Banten 5,51 5,75 6 DKI Jakarta 4,09 3,61 Sumber: BPS

Kemiskinan DIY tetap tinggi meskipun pemerintah daerah memiliki komitmen mengatasi persoalan ini baik melalui kebijakan pembangunan maupun program-program intervensi. Dalam perencanaan pembangunan DIY, komitmen pemerintah daerah untuk menurunkan angka kemiskinan dapat dilacak pada beberapa dokumen kebijakan. RPJMD DIY 3 sebagai dokumen dasar perencanaan pembangunan jangka menengah misalnya, menyebutkan salah satu isu strategis yang

2

*Sumber: Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota Tahun 2014, BPS, Halaman 18-20. **Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Edisi 72, Mei 2016, BPS, Halaman 1113.

3

Perda DIY No 8 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Perda DIY No 8 Tahun 2013 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2012-2017

(3)

menjadi komitmen penting pemerintah daerah adalah masih rendahnya derajat kualitas hidup masyarakat yang salah satunya disebabkan oleh tingginya angka kemiskinan di DIY.4

Pemerintah Daerah DIY juga pernah secara spesifik menetapkan target penurunan jumlah penduduk miskin dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No. 56 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Target MDGs. Pergub ini pada klausul ketentuan umum menyebutkan bahwa DIY menetapkan target penurunan prosentase penduduk miskin sebesar 2% pertahunnya. Secara lebih khusus, Pergub tersebut menyebutkan bahwa dengan target tersebut maka pada tahun 2015 penurunan angka kemiskinan menggunakan standar pendapatan min 1U$ perhari ditetapkan berada pada angka 10,3% dari angka dasar 16,83% pada tahun 2010.

Untuk mewujudkan hal tersebut, arah kebijakan dan sasaran-sasaran penurunan angka kemiskinan kemudian diterjemahkan, salah satunya, melalui program tahunan yang termuat dalam APBD Pemda DIY yang secara spesifik berupa kegiatan-kegiatan yang bersifat pro-poor.

Pada tahun 2015, awalnya terdapat total 56 program dan 112 kegiatan bersifat

pro-poor yang termuat dalam dokumen KUA PPAS yang kemudian menjadi kegiatan

dalam APBD. Tetapi ketika dilakukan evaluasi pada TW III muncul fakta menarik, yaitu SKPD membuat pengelompokan ulang kegiatan yang bersifat pro-poor karena pengelompokan pada saat KUA PPAS dianggap tidak sesuai. Hasil pengelompokan

4

(4)

ulang ini menghasilkan 142 program dengan 602 kegiatan pro-poor.5 Sedangkan pada tahun 2016, terdapat 16 program dengan 37 kegiatan yang bersifat pro-poor.6 Menurut keterangan awal yang didapatkan oleh penulis, pengurangan yang sangat signifikan terkait jumlah kegiatan pro-poor dibandingkan tahun 2015, terkait dengan perbaikan dalam proses pemilihan kegiatan yang bersifat pro-poor. Sehingga meskipun jumlah kegiatannya lebih sedikit, namun secara kualitas kegiatan lebih baik.

Namun melihat belum tercapainya target penurunan prosentase penduduk miskin sebesar 2%, mengindikasikan adanya persoalan pada kegiatan pro-poor

tersebut dalam mendukung pencapaian target penurunan prosentase penduduk miskin. Terdapat beberapa temuan penting dalam evaluasi yang dilakukan dari tahun 2013 hingga tahun 2016, yang mengindikasikan ada persoalan mendasar terkait dengan belum tercapainya target penurunan angka kemiskinan 2% pertahun, misalnya;

1) Belum adanya kesepahaman dan persamaan persepsi SKPD tentang program/kegiatan yang dapat dikategorikan bersifat pro-poor; dan

2) Banyak program kegiatan, khususnya pada awal monitoring dilakukan yaitu tahun 2013 hingga 2015, yang secara substansi sebenarnya tidak termasuk kegiatan pro-poor namun dimasukkan dalam kelompok

pro-poor.

5

Laporan Pengendalian Bantuan Keuangan Triwulan III Tahun 2015 (Kemiskinan, Hibah Bansos dan Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota), Bappeda DIY, 2015, Halaman 25.

6

Hasil perhitungan yang didapatkan dengan membandingkan program kegiatan bersifat pro-poor pada KUA PPAS 2015 dengan dokumen APBD 2015.

(5)

Fakta ini misalnya dapat dilihat saat dilakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan pada tahun 2015 banyak SKPD yang memperbaiki daftar kegiatan pro-poor yang sedang berjalan.7

Dokumen evaluasi kegiatan pro-poor pada periode sebelumnya juga memperlihatkan kondisi yang semacam ini. Pada tahun 2014 sebagai contoh, terdapat kegiatan-kegiatan yang sifatnya administratif namun dimasukkan sebagai bagian dari kegiatan pro-poor. Kegiatan tersebut misalnya adalah kegiatan “Penyusunan Laporan Kinerja dan Ikhtisar Realisasi Kinerja SKPD” dengan output kegiatan berupa “Draf Akhir LKIP/LKPJ/LPPD 2013”8

Demikian juga pada hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan pro-poor pada semester I tahun 2016. Meskipun kualitas kegiatan pro-poor dilihat dari keluaran relatif lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, namun masih adanya kegiatan yang terindikasi kurang relevan dengan target penurunan presentase penduduk miskin sebesar 2%. Misalnya terdapat kegiatan yang masuk dalam pengembangan aparatur namun dikelompokkan dalam kategori pro-poor. Sebagai contoh, salah satu kegiatan

pro-poor yang dimiliki oleh BPPM adalah kegiatan “Senam Kesegaran Jasmani”.

Padahal kegiatan ini pelaksanaannya ditujukan untuk penyelenggaraan senam rutin mingguan yang diikuti oleh pegawai di internal BPPM, bukan untuk masyarakat.9

Perlu digarisbawahi bahwa meskipun program/ kegiatan pemerintah bukan

7

Laporan Pengendalian Bantuan Keuangan Triwulan III Tahun 2015 (Kemiskinan, Hibah Bansos dan Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota), Bappeda DIY, 2015. Halaman 49 sd. 50

8

Kajian Monitoring dan Evaluasi Penyaluran dan Pencairan Bantuan Keuangan Khusus dan Program Pro Poor untuk Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan Ke-3 Tahun 2014, Bappeda DIY, 2014. Halaman 43.

9

(6)

satu-satunya faktor yang berkontribusi terhadap penurunan kemiskinan, namun karena secara spesifik dibuat untuk mengatasi kemiskinan maka seharusnya memiliki kontribusi yang cukup signifikan. Signifikansi ini dapat dilihat dari beberapa indikator efektivitas program/kegiatan. Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan dalam perencanaan kebijakan maupun pelaksanaan kebijakan agar menghasilkan kegiatan pro-poor yang benar-benar tepat pada sasaran.

Sehingga data lambatnya penurunan angka kemiskinan di DIY jika kemudian disandingkan dengan fakta bahwa telah ada upaya dan komitmen pemerintah, mengindikasikan bahwa upaya dan komitmen ini belum efektif menjadi solusi permasalahan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa komitmen dan upaya tersebut masih gagal mengatasi persoalan? Perlu dilakukan evaluasi terhadap efektivitas program kegiatan yang ada agar persoalan kemiskinan di DIY dapat dikelola dengan lebih baik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diajukan thesis ini adalah;

1. Bagaimanakah operasionalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan menjadi kegiatan-kegiatan pro-poor tahun 2016 di DIY?

2. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap operasionalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan?

(7)

1.3. Fokus Penelitian

Penelitian ini berfokus pada diskusi bagaimana kebijakan pro-poor

dioperasionalisasikan oleh SKPD di lingkungan Pemda DIY menjadi kegiatan tahunan yang bersifat pro-poor. Kegiatan tahunan yang dimaksud adalah kegiatan yang dalam proses perencanaan untuk tahun 2016 masuk dalam pengelompokan pro-poor berdasarkan sifat kegiatan. Pengelompokan ini terdapat dalam sistem perecanaan jogjaplan yang merupakan wadah perencanaan kegiatan sejak RKPD hingga KUA PPAS. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok sifat kegiatan pro-poor yang lolos hingga APBD 2016 inilah yang menjadi fokus penelitian ini.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui operasionalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan menjadi kegiatan pro-poor di DIY pada Tahun 2016.

2. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap operasionalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan di DIY.

1.5. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan umpan balik bagi penyempurnaan proses operasionalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan menjadi kegiatan tahunan dikerangkai dalam skema pro-poor sehingga lebih tepat sasaran dalam menurunkan kemiskinan di DIY.

1.6. Keaslian Penelitian

(8)

hasil kajian terkait dengan evaluasi program kegiatan pro-poor yang dilakukan oleh Pemda DIY secara mandiri. Beberapa dokumen evaluasi tersebut adalah;

1. Kajian Monitoring dan Evaluasi Penyaluran dan Pencairan Bantuan Keuangan Khusus dan Program Pro Poor untuk Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan KE-3 TAHUN 2014 (Triwulan III), Bappeda DIY, 2014;

2. Laporan Percepatan penanggulangan Daerah (LP2KD) DIY Tahun 2015, Bappeda DIY, 2015;

3. Laporan Pengendalian Bantuan Keuangan Triwulan III Tahun 2015 (Kemiskinan, Hibah Bansos dan Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota), Bappeda DIY, 2015;

4. Laporan Monitoring dan Evaluasi Kemiskinan Semester I Tahun 2016, Bappeda DIY, 2016

Studi-studi terkait dengan monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan yang sebelumnya telah dilakukan tersebut atas masih sebatas pada membandingkan ketercapaian prosentase realisasi kegiatan dengan target dalam

output kegiatan yang telah ditetapkan. Evaluasi yang lebih menyeluruh terkait proses

penetapan kebijakan pro-poor sehingga diketahui relevansinya dengan target penurunan prosentase kemiskinan di DIY maupun hambatan yang muncul dalam proses tersebut belum dilakukan.

(9)

yang terkait dengan pembahasan kebijakan penanggulangan kemiskinan, sbb;

1. Rachman, Nisa Agistiani. 2014. Pengukuran Kinerja Implementasi Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Studi Kasus: Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pariwisata di Desa Wisata Brayut. Yogyakarta: Thesis, MAP UGM.

2. Silber, Jaques (ed).2015. Poverty Reduction Policies and Practices in

Developing Asia. Springer, ADB.

3. Ravallion, Martin. 2009. How Relevant Is Targeting to the Success of an

Antipoverty Program? The World Bank Research Observer , Vol. 24, No.

2. Oxford University Press

Publikasi-publikasi ini secara umum memberikan kontribusi positif terhadap penyempurnaan pendekatan dalam mengatasi persoalan kemiskinan. Namun hasil-hasil penelitian di atas, belum ada yang secara spesifik memberikan analisa terhadap indikator output kegiatan/ program penanggulangan kemiskinan.

Rachman (2014) misalnya, secara komperhensif membahas mengenai implementasi kebijakan PNPM mamdiri sebagai salah satu bentuk upaya

penanggulangan kemiskinan namun cakupannya hanya satu kegiatan dan belum

secara langsung dikaitkan dengan analisa terkait operasionalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan secara keseluruhan. Silber (2015) membahas program-program penanggulangan kemiskinan di Asia, namun analisa yang digunakan belum secara spesifik mengenai indikator output program tersebut dan

(10)

kaitannya dengan payung kebijakan pengenatsan kemiskinan.

Sedangkan Ravallion (2009) membahas mengenai banyaknya target dalam penanggulangan kemiskinan ternyata tidak memberikan hasil yang menggembirakan, kemiskinan tetap tinggi. Sehingga Kritik yang disampaikan adalah kebijakan penanggulangan kemiskinan banyak yang sasaran dengan memberikan contoh kasus di berbagai negara, termasuk China. Namun, karya ini belum secara spesifik menjelaskan bagaimana proses penentuan target tersebut sehingga kebijakannya menjadi salah sasaran.

Berdasarkan studi pustaka awal ini, keaslian penelitian penulis dapat dilihat dari kebaruan, objek penelitian dan sudut pandang penelitian. Penelitian ini menurut pendapat penulis penting dilakukan karena pemahaman mengenai proses operasionalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan hingga menjadi kegiatan-kegiatan pro-poor menjadi titik awal keberhasilan kebijakan sebelum dilaksanakan. Karena dari proses operasionalisasi jika terjadi ketidaktepatan dalam menentukan sasaran, cakupan program/ kegiatan maupun jenis output suatu kegiatan

pro-poor, maka meksipun target kegiatan tercapai semua namun bisa dipastikan tidak

memberikan kontribusi yang signifikan, seperti contoh temuan di DIY pada tahun 2014 hingga 2015.

(11)

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tesis ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Berisi latarbelakang persoalan yang mendasari dipilihnya judul atau topik penelitian operasionalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan dalam kegiatan pro-poor di DIY. Pada bagian ini juga disampaikan rumusan masalah penelitian beserta batasan penelitian.

Bab II Kerangka Teori

Bagian ini membahas teori-teori yang digunakan sebagai dasar logika dalam keseluruhan proses penelitian. Secara garis besar kerangka teori yang digunakan adalah teori tentang tahapan dalam kebijakan publik dan teori mengenai kemiskinan.

Bab III Metode Penelitian

Berisi langkah-langkah yang dilakukan oleh penulis dalam melakukan penelitian. Langkah-langkah yang dimaksud mulai dari pengumpulan data, analisa hingga proses pengambilan kesimpulan.

Bab IV Gambaran Umum Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di DIY

Bab ini pada dasarnya menggambarkan konteks yang melingkupi penanggulangan kemiskinan di DIY. Konteks ini berupa kebijakan-kebijakan penanggulangan kemiskinan yang memuat tujuan-tujuan kebijakan yang menjadi arah kegiatan penanggulangan kemiskinan/ kegiatan pro-poor di Pemda DIY.

(12)

Bab V Operasionalisasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan Menjadi Kegiatan-Kegiatan Pro-Poor

Berisi temuan lapangan yang mendiskripsikan kondisi operasionalisasi kebijakan penanggulangan kemiskinan menjadi kegiatan-kegiatan pro-poor di kedelapan SKPD pengampu di DIY. Bagian ini menjelaskan bagaimana setiap SKPD pengampu menerjemahkan kebijakan penanggulangan kemiskinan menjadi kegiatan-kegiatan yang sifatnya lebih operasional dengan out-put tertentu.

Bab VI Analisa Operasionalisasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di DIY Tahun 2016

Analisa di bagian ini menyajikan pembahasan mengenai kecenderungan/ pola-pola yang muncul dalam proses operasionalisasi kebijakan. Dalam bagian ini juga dibahas mengenai faktor-faktor yang memunculkan kecenderungan-kecenderungan yang ditemukan pada bab sebelumnya.

Bab VII Kesimpulan dan Rekomendasi

Pada dasarnya bagian kesimpulan ini berisi tentang jawaban terhadap rumusan masalah penelitian yang dihasilkan dari keseluruhan bab-bab sebelumnya. Selain itu juga dimunculkan rekomendasi yang terkait dengan jawaban terhadap permasalahan penelitian. Bab ini juga berisi tentang saran bagi penelitian yang lebih lanjut.

Gambar

Tabel 2 Perbandingan Prosentase Penduduk Miskin    di Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa 2

Referensi

Dokumen terkait

Genotipe harapan ubijalar Unpad memiliki variabilitas genetik sempit dengan rentang 6.20–8.42 pada karakter panjang bunga dan lebar bunga; agak sempit dengan rentang 10.10–19.29

Terwujudnya pelayanan prima dalam perijinan Indeks Kepuasan Masyarakat dalampelayanan perijinan Optimalisasi kelembagaan pelayanan perijinan yangdilaksanakan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk karakter kualitatif, hampir semua karakter yang diamati pada hibrida cabai besar IPB yang dievaluasi tidak berbeda dengan

[r]

 Melalui penjelasan guru siswa mampu mengidentifikasi kalimat yang menggunakan kosakata tentang kegiatan malam hari dengan tepat..  Setelah mengidentifikasi siswa mampu

4 Dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan kebijakan di bidang perlindungan sosial bagi keluarga rumah tangga sangat miskin (RTSM),

Menurut paparan di atas, penulis merasa sangat tertarik untuk mengangkat penelitian yang berhubungan dengan manajemen dana zakat pada BAZNAS Kabupaten Banjar, kemudian

Pengendalian Panduan Buku Panduan merupakan buku yang berisi pedoman untuk mahasiswa dan dosen dalam menempuh prosedur administrasi yang berlaku di STIMA IMMI Bagian layanan