• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI. Oleh Wahyu Kaharjanti A"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB

DI BOYOLALI

Oleh Wahyu Kaharjanti A34404014

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB

DI BOYOLALI

Skripsi sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Wahyu Kaharjanti A34404014

PROGRAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(3)

RINGKASAN

WAHYU KAHARJANTI. Evaluasi Daya Hasil 11 Hibrida Cabai Besar IPB di Boyolali. Dibimbing oleh SRIANI SUJIPRIHATI dan MUHAMAD SYUKUR

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan dan daya hasil 11 hibrida cabai besar IPB dibandingkan dengan varietas pembanding. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat satu atau lebih hibrida cabai besar IPB yang mempunyai daya hasil tinggi atau lebih tinggi daripada varietas pembanding.

Percobaan dilakukan di Boyolali pada bulan Desember 2007 sampai Juni 2008. Bahan tanaman yang digunakan adalah 11 hibrida cabai besar IPB yaitu IPB CH1, IPB CH2, IPB CH3, IPB CH4, IPB CH5, IPB CH6, IPB CH19, IPB CH25, IPB CH28, IPB CH50, dan IPB CH51, serta lima varietas pembanding yaitu Adipati, Gada, Imperial, Biola, dan Hot Beauty. Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal dengan tiga ulangan. Peubah yang diamati meliputi karakter kualitatif dan karakter kuantitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk karakter kualitatif, hampir semua karakter yang diamati pada hibrida cabai besar IPB yang dievaluasi tidak berbeda dengan varietas pembanding kecuali karakter posisi bunga. IPB CH4 mempunyai posisi bunga tegak berbeda dengan semua varietas pembanding yang mempunyai posisi bunga intermediet. Karakter kuantitatif pada beberapa hibrida yang dievaluasi yaitu IPB CH3, IPB CH25, IPB CH28, dan IPB CH51 lebih unggul dibandingkan dengan varietas pembanding. Hibrida-hibrida tersebut mempunyai umur berbunga dan umur panen yang lebih cepat, serta mempunyai bobot per buah, bobot buah layak pasar, bobot buah per tanaman, dan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding.

Hibrida IPB CH3, IPB CH25, IPB CH28, dan IPB CH51 dapat direkomendasikan sebagai calon varietas baru dalam usulan pelepasan varietas, dan sesuai untuk dikembangkan di daerah Boyolali.

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : EVALUASI DAYA HASIL 11 HIBRIDA CABAI BESAR IPB DI BOYOLALI

Nama : Wahyu Kaharjanti NRP : A34404014

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS Dr. Muhamad Syukur, SP. MSi

NIP. 131 284 838 NIP. 132 258 034

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, MAgr NIP. 131 124 019

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis terlahir sebagai putri bungsu dari empat bersaudara keluarga Bapak Suripto Mitro Diharjo dan Ibu Titik Parjini di kota Boyolali, Jawa Tengah pada tanggal 16 Februari 1986.

Tahun 1992 penulis sekolah di SD Negeri Manjung 1. Penulis melanjutkan pendidikan lanjutan di SLTP Negeri 1 Sawit pada tahun 1998. Tahun 2004 penulis menyelesaikan studi tingkat atas di SMU Bhinneka Karya 2 Boyolali. Pada saat di bangku SMU penulis terpilih sebagai wakil dari sekolah untuk mengikuti ‘Olimpiade Kimia’ se-Jawa dan Bali yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI pada tahun 2004 di Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif mengikuti kegiatan-kegiatan di kampus diantaranya penulis pernah menjadi panitia pelaksana kegiatan ‘We Care Bout U’ yang diselenggarakan oleh BEM KM IPB dan panitia pelaksana Seminar Nasional Pertanian ‘Biodiesel Sebagai Sumber Energi Alternatif Dari Pertanian Indonesia’ yang diselenggarakan oleh Departemen Agronomi dan Hortikultura. Tahun 2008 penulis berhasil lolos mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan yang diselenggarakan oleh DIKTI.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia dan kehendak-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak dan Ibu tercinta, Mbak Eko dan Mas Gatot, Mbak Ning, Mas Agus, Niyo, Hima,Om Dani dan keluarga besar penulis atas do’a, limpahan kasih sayang, kebahagiaan, pengorbanan, dan dukungan yang tiada henti sampai saat ini.

2. Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS dan Dr. Muhamad Syukur, SP. MSi selaku dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan dan motivasinya.

3. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan motivasinya untuk tetap berprestasi.

4. Ibu Juang Gema Kartika, SP selaku dosen penguji atas saran untuk perbaikan skripsi ini.

5. Mas Jajang, Mbak Echa, Mbak Cici, Mbak Mawi, dan Mas Undang atas masukan dan motivasi.

6. Rekan satu tim, Sinta dan Dimas untuk perjuangannya dalam menyelesaikan penelitian.

7. Wulan, Isa, Ana, Wati, Ruroh, semua teman-teman PMTB’41, dan keluarga besar Departemen Agronomi dan Hortikultura untuk kebersamaan.

8. Deli, Gita, Devita, dan Menik atas kebersamaan dan kenangan yang tak terlupakan saat KKP.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan mempunyai sumbang sih untuk kemajuan ilmu Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih.

Bogor, Agustus 2008 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Botani dan Morfologi Cabai ... 3

Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ... 4

Perakitan Cabai Hibrida... 4

Pelepasan Varietas... 5

Varietas Cabai Hibrida Pembanding ... 6

BAHAN DAN METODE ... 8

Waktu dan Tempat... 8

Bahan dan Alat ... 8

Metode Penelitian ... 9

Pelaksanaan Penelitian ... 9

Pengamatan...10

Analisis Data...15

HASIL DAN PEMBAHASAN...17

Kondisi Umum...17

Rekapitulasi F-hitung, Peluang, dan Koefisien Keragaman ...18

Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, dan Lebar Kanopi...20

Panjang Daun dan Lebar Daun ...21

Umur Berbunga dan Umur Panen...22

Bobot per Buah, Panjang Buah, Diameter Buah, dan Tebal Daging Buah ...23

Bobot Buah Layak Pasar, Bobot Buah per Tanaman, Jumlah Buah, dan Produktivitas ...25

Pengamatan Karakter Kualitatif...26

Heritabilitas dan Koefisien Keragaman Genetik ...30

KESIMPULAN DAN SARAN...33

Kesimpulan...33

Saran ...33

DAFTAR PUSTAKA ...34

(8)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Hibrida yang dievaluasi dan Varietas Pembanding yang Digunakan Dalam Penelitian ... 8 2. Analisis Ragam untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)....15 3. Rekapitulasi F-hitung, Peluang, dan Koefisien Keragaman Peubah yang

Diamati...19 4. Nilai Rataan Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, dan Lebar Kanopi

Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding...19 5. Nilai Rataan Panjang Daun dan Lebar Daun Hibrida yang Dievaluasi dan

Varietas Pembanding ...21 6. Nilai Rataan Umur Berbunga dan Umur Panen Hibrida yang Dievaluasi

dan Varietas Pembanding...22 7. Nilai Rataan Bobot per Buah, Panjang Buah, Diameter Buah, dan Tebal

Daging Buah Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding ...24 8. Nilai Rataan Bobot Buah Layak Pasar, Bobot Buah per Tanaman, Jumlah

Buah, dan Produktivitas Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding...25 9. Daun dan Habitus Tanaman Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...27 10. Batang dan Posisi Bunga Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...27 11. Bunga dan Bentuk Melingkar pada Pangkal Buah Hibrida yang

Dievaluasi dan Varietas Pembanding...28 12. Tepi Kelopak Buah, Bentuk Buah pada Pelekatan dengan Kelopak,

Penampang Melintang Buah, dan Bentuk Buah Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding...29 13. Permukaan Buah, Warna Buah Intermediet, dan Warna Buah Masak

Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding...30 14. Nilai Heritabilitas Arti Luas, Koefisien Keragaman Genetik (KKG),

Ragam Genotipe, Standar Deviasi Genotipik, dan Kriteria Keragaman Genetik Karakter yang Diamati pada Hibrida yang Dievalusi dan Varietas Pembanding ...31

Lampiran

1. Sidik Ragam Tinggi Tanaman Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding...36

(9)

2. Sidik Ragam Tinggi Dikotomus Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding...36 3. Sidik Ragam Diameter Batang Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...36 4. Sidik Ragam Lebar Kanopi Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...36 5. Sidik Ragam Panjang Daun Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...36 6. Sidik Ragam Lebar Daun Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...37 7. Sidik Ragam Umur Berbunga Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...37 8. Sidik Ragam Umur Panen Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...37 9. Sidik Ragam Panjang Buah Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...37 10. Sidik Ragam Diameter Buah Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...37 11. Sidik Ragam Tebal Daging Buah Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...38 12. Sidik Ragam Bobot per Buah Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...38 13. Sidik Ragam Bobot Buah Layak Pasar Hibrida yang Dievaluasi dan

Varietas Pembanding ...38 14. Sidik Ragam Bobot Buah per Tanaman Hibrida yang Dievaluasi dan

Varietas Pembanding ...38 15. Sidik Ragam Jumlah Buah Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...39 16. Sidik Ragam Produktivitas Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding...39 17. Data Klimatologi di Boyolali Tahun 2007 dan 2008...39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman Teks 1. Bulu Batang...11 2. Habitus Tanaman ...11 3. Bentuk Daun ...11 4. Bulu Daun ...11 5. Posisi Bunga...12

6. Tepi Kelopak Buah ...12

7. Bentuk Melingkar pada Pangkal Buah...12

8. Bentuk Buah pada Pelekatan dengan Kelopak ...13

9. Bentuk Buah...13

10. Gejala Serangan Pada Tanaman Cabai A. Kutu Daun. B. Thrips...17

11. Gejala Serangan Pada Buah dan Tanaman Cabai A. Lalat Buah. B. Penyakit Layu Bakteri. C. Penyakit Antraknosa...18

Lampiran 1. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH1 ...40

2. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH2 ...41

3. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH3 ...42

4. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH4 ...43

5. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH5 ...44

6. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH6 ...45

7. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH19 ...46

8. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH25 ...47

9. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH28 ...48

10. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH50 ...49

11. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida IPB CH51 ...50

12. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida Adipati ...51

13. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida Gada...52

14. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida Imperial ...53

15. Tanaman dan Buah Cabai Hibrida Biola ...54

(11)

Latar Belakang

Cabai besar (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura penting dan mempunyai nilai ekonomi tinggi dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya. Departemen Pertanian (2008), menetapkan sentra produksi utama cabai besar antara lain Jawa Barat (Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur, Bandung), Jawa Tengah (Magelang, Temanggung), Jawa Timur (Malang, Banyuwangi).

Permintaan cabai untuk konsumsi di Indonesia sangat tinggi. Permintaan oleh rumah tangga digunakan sebagai bumbu berbagai macam masakan, juga untuk konsumsi buah segar. Permintaan oleh industri digunakan sebagai bahan dasar pembuatan saos, bahan penyedap, dan bahan dasar kosmetik.

Produksi cabai besar tahun 2003 sampai 2007 cenderung menurun yaitu sebagai berikut 774 408, 714 705, 661 730, 736 019, dan 641 558 ton. Penurunan produksi tersebut karena terjadi penurunan luas panen, bukan disebabkan adanya penurunan produktivitas. Tahun 2003 luas panen cabai besar sekitar 115 233 ha, tahun berikutnya turun menjadi 110 170, 103 531, 113 079, dan 103 082 ha pada tahun 2007. Sementara itu, produktivitas cabai besar di Indonesia cenderung stabil. Data produktivitas cabai besar tahun 2003 sampai 2007 berturut-turut sebagai berikut 6.72, 6.49, 6.39, 6.51, dan 6.22 ton/ha (Departemen Pertanian, 2008).

Rendahnya produktivitas cabai besar nasional, disebabkan teknik budidaya yang belum optimal, ketersediaan benih unggul dan berdaya hasil tinggi yang masih terbatas, serta besarnya kehilangan hasil karena adanya serangan hama dan penyakit.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas cabai besar nasional adalah penggunaan benih varietas hibrida. Keunggulan dari benih hibrida adalah mampu meningkatkan produktivitas dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas benih non hibrida.

Benih hibrida mempunyai kelemahan yaitu benih tersebut hanya dapat ditanam satu kali musim tanam, sehingga setiap kali mau menanam, petani harus

(12)

2 membeli benih yang baru. Selain itu, benih varietas hibrida cabai yang beredar di pasar domestik didominasi oleh benih-benih cabai hibrida impor. Hal ini menyebabkan adanya ketergantungan terhadap benih hibrida impor dengan harga yang relatif lebih mahal. Upaya untuk menekan peredaran benih cabai hibrida impor adalah dengan mengembangkan varietas hibrida cabai lokal.

Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura telah melakukan perakitan hibrida cabai sejak tahun 2003. Saat ini telah diperoleh beberapa genotipe cabai hibrida yang mempunyai potensi unggul (Firdaus, 2006) yang akan dilepas sebagai varietas baru dan mampu bersaing dengan varietas cabai hibrida yang telah beredar di pasaran.

Evaluasi daya hasil perlu dilakukan terhadap hibrida cabai yang telah dihasilkan, sebelum dilakukan pelepasan varietas. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui manfaat dan sifat-sifat agronomis hibrida cabai tersebut. Hibrida cabai yang akan dilepas harus unggul dan bermutu baik, mempunyai daya hasil tinggi, disukai oleh petani, produsen serta konsumen akhir.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan dan daya hasil 11 hibrida cabai besar IPB dibandingkan dengan varietas pembanding.

Hipotesis

Terdapat satu atau lebih hibrida cabai besar IPB yang memiliki daya hasil tinggi atau lebih tinggi daripada varietas pembanding.

(13)

Botani dan Morfologi Cabai

Tanaman cabai awalnya dibudidayakan di Meksiko dan Amerika Tengah, yang berasal dari spesies liar Chiltepi ( Capsicum annuum var aviculate). Lebih dari 100 spesies Capsicum telah diidentifikasi. Lima spesies di antaranya telah dibudidayakan, yaitu C. annuum, C. chinense, C. frutescens, C. pubescens, dan C.

baccatum. Spesies yang banyak dibudidayakan adalah Capsicum annuum. Selain

itu spesies tersebut juga mempunyai nilai ekonomi penting karena mempunyai tipe buah yang tidak pedas (manis) sampai pedas (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).

Tanaman cabai merupakan tanaman herba yang sebagian besar pangkal batangnya mempunyai kayu dan beberapa tumbuh menjadi semak. Tipe percabangan tanaman cabai tegak atau menyebar, tergantung spesiesnya.

Daun cabai merupakan daun tunggal dengan helai daun yang bervariasi bentuknya antara lain deltoid, ovate atau lanceolate (IPGRI, 1995). Daun cabai berwarna hijau atau hijau tua tumbuh pada tunas samping yang berurutan, pada batang utama dan tunggal tersusun rapi.

Bunga tanaman cabai bersifat tunggal dan tumbuh pada ujung ruas. Alat kelamin jantan dan betina terdapat dalam satu bunga, sehingga sebagian besar tanaman cabai menyerbuk sendiri disamping ada beberapa yang menyerbuk silang dengan bantuan lebah. Mahkota bunga ada yang berwarna ungu dan ada yang berwarna putih tergantung dari kultivarnya. Helaian mahkota berjumlah lima atau enam. Warna mahkota bunga bervariasi dari putih, putih kehijauan, putih keunguan hingga ungu tua. Posisi bunga pada tanaman cabai ada yang menggantung, ada yang intermediet, dan ada juga yang tegak. Umumnya cabai merah besar mempunyai posisi bunga intermediet sampai menggantung, sedangkan pada cabai rawit kebanyakan posisi bunganya tegak.

Ukuran buah pada cabai merah besar, mempunyai karakter besar dan panjang dengan diameter lebih dari 1.5 cm, dengan ujung buah tumpul hingga runcing, dengan rasa buah tidak pedas (manis) sampai pedas. Sedangkan cabai

(14)

4 merah keriting ukuran buahnya panjang dan ramping, dengan diameter kurang dari 1 cm, runcing, dan rasanya lebih pedas dari cabai merah besar.

Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Adaptasi tanaman cabai mencakup daerah yang luas, dataran rendah sampai dataran tinggi. Cabai merah dapat tumbuh pada ketinggian 0–1200 m dpl. Tanaman ini dapat dibudidayakan pada setiap jenis tanah baik tanah ringan maupun tanah berat, dengan pH berkisar antara 5.5-6.8. Tanaman cabai menginginkan tanah yang subur, kaya bahan organik, gembur, tidak tergenang, juga bebas dari hama dan penyakit.

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997), suhu rendah cenderung menyebabkan tanaman dan buah lebih rentan terhadap kerusakan. Bunga cabai tidak akan terbuahi pada suhu kurang dari 16 ºC atau di atas 32 ºC, karena tepung sari yang dihasilkan oleh tanaman cabai rusak. Penyerbukan dan pembuahan yang optimum akan terjadi pada suhu 20 ºC – 25 ºC.

Perakitan Cabai Hibrida

Hibridisasi merupakan persilangan antara dua atau lebih tetua yang berbeda genotipe untuk menggabungkan sifat yang berbeda agar didapatkan kombinasi genetik yang diharapkan dan lebih unggul dari varietas yang sudah ada (Poespodarsono, 1988). Kendala yang dihadapi pada saat melakukan persilangan adalah adanya ketidaksesuaian alat kelamin (incompatible) pada bunga, dan ukuran bunga yang relatif kecil, sehingga diperlukan ketelitian dan kesabaran ekstra saat melakukan persilangan.

Persilangan akan menghasilkan keragaman dan pada populasi F2 akan terjadi segregasi. Terjadinya segregasi membuktikan bahwa terdapat perbedaan genetik pada populasi tersebut. Hal ini merupakan aspek penting bagi para pemulia untuk mengembangkan suatu varietas. Dengan adanya perbedaan genetik maka dapat dilakukan seleksi yang bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat dari varietas yang ingin dikembangkan.

Cabai besar (Capsicum annuum L.) umumnya peka terhadap penyakit antraknosa terutama jika ditanam pada saat musim hujan, hal ini karena kelembaban nisbi yang relatif tinggi pada musim tersebut. Persilangan antar

(15)

spesies pada tanaman cabai yaitu C. annuum dengan C. frustescens dapat meningkatkan resistensi tanaman cabai terhadap serangan antraknosa , namun kelemahan dari persilangan antar spesies umumnya keturunan hasil persilangan mempunyai sterilitas tinggi (Setiamihardja, 1993).

Dalam perakitan varietas hibrida cabai umumnya dibentuk melalui persilangan tunggal (single cross). Perakitan varietas hibrida cabai relatif lebih mudah dibandingkan dengan perakitan varietas hibrida untuk tanaman menyerbuk sendiri lainnya. Hal tersebut karena tanaman cabai merupakan tanaman menyerbuk sendiri dengan persentase penyerbukan silang yang sangat besar yaitu mencapai 30 %. Selain itu, tanaman cabai mempunyai tipe penyerbukan terbuka (kasmogami), dimana putik dan benang sari reseptif setelah bunga mekar. Hal itu juga merupakan faktor yang mempermudah pelaksanaan persilangan, disamping tanaman cabai mempunyai bunga dengan ukuran yang relatif besar. Pada saat dilakukan persilangan, tingkat heterozigositas yang dihasilkan lebih tinggi dan peluang berhasil membentuk varietas hibrida lebih besar dibandingkan dengan tanaman menyerbuk sendiri pada umumnya.

Pelepasan Varietas

Menurut Badan Benih Nasional (2007), pelepasan varietas adalah pengakuan pemerintah terhadap varietas unggul hasil pemuliaan di dalam negeri dan/atau introduksi yang dinyatakan dalam keputusan Menteri Pertanian bahwa varietas tersebut dapat disebarluaskan. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, calon varietas yang akan dilepas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut, menunjukkan keunggulan terhadap varietas pembanding serta memenuhi kriteria BUSS (Baru, Unik, Seragam, dan Stabil).

Hibrida cabai yang akan dilepas menjadi varietas baru harus memenuhi persyaratan pelepasan varietas. Uji adaptasi diperlukan untuk membuktikan bahwa hibrida cabai yang dihasilkan mempunyai keunggulan baik dari segi agronomi maupun aspek ekonomi. Hibrida yang direkomendasikan untuk varietas cabai hibrida dataran rendah harus dievalusi di tiga lokasi yang mewakili daerah tersebut pada musim yang dikehendaki.

(16)

6 Berdasarkan pedoman Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura (2006) syarat pelepasan varietas adalah sebagai berikut : (a) silsilah tetua dan cara mendapatkannya harus jelas, (b) lebih unggul dibandingkan dengan varietas komersial yang sudah dikembangkan sebelumnya, (c) harus terdapat deskripsi varietas yang lengkap dan jelas, (e) ketersediaan benih.

Untuk memenuhi semua persyaratan tersebut perlu dilakukan evaluasi daya hasil, yang merupakan salah satu rangkaian uji multi lokasi terhadap hibrida cabai yang akan dilepas sebagai varietas baru. Dalam pengujian tersebut harus ada varietas pembanding dari varietas komersial yang sudah ada. Hasil pengujian harus menunjukkan bahwa hibrida cabai calon varietas baru harus mempunyai potensi yang lebih unggul daripada varietas pembanding.

Varietas Cabai Hibrida Pembanding

Saat ini, beberapa varietas cabai hibrida yang sudah beredar di pasaran dan sesuai ditanam di dataran rendah serta banyak digunakan oleh para petani antara lain: Adipati, Gada, Imperial, Biola, dan Hot Beauty. Umumnya varietas cabai hibrida yang sudah dilepas mempunyai daya hasil tinggi, ukuran buah baik panjang buah maupun diameter buah relatif besar, dan umur panen yang relatif genjah.

Varietas cabai hibrida Adipati merupakan varietas introduksi yang dikembangkan oleh PT. East West Seed Indonesia. Varietas tersebut sesuai dikembangkan di dataran rendah dan sesuai ditanam pada saat musim hujan. Warna buah varietas Adipati merah cerah, dengan kulit buah mulus mengkilap, ukuran buahnya panjang mencapai 15-16 cm dan diameter buah 1.6-1.7 cm, serta rasa buahnya pedas. Varietas Adipati resisten terhadap penyakit layu bakteri. Umur panen mencapai 90-100 HST. Varietas ini mempunyai bobot buah per tanaman lebih dari 1 kg (East West Seed Indonesia, 2006).

Varietas Gada merupakan varietas hibrida cabai yang juga dikembangkan oleh PT. East West Seed Indonesia. Varietas ini sesuai untuk daerah dataran rendah sampai menengah. Toleran terhadap serangan penyakit layu bakteri dan penyakit antraknosa. Panjang buah mencapai 17 cm, diameter buah 1.5 cm, dan bobot per buah 9 g, serta rasa buah yang pedas. Umur panen 90-85 HST. Bobot

(17)

buah per tanaman mencapai 1-1.5 kg. Kisaran produktivitas tiap luasan lahan 1 ha mencapai 30 ton (East West Seed Indonesia, 2006).

Varietas cabai hibrida Imperial merupakan varietas impor yang pengemasannya dilakukan di Indonesia oleh PT. Tanindo. Varietas ini resisten terhadap penyakit layu bakteri dan penyakit antraknosa. Ukuran buah, dengan panjang ± 15.5 cm dan diameter buah 1.2 cm. Umur panen sekitar 73 HST, dengan potensi hasil 25 ton/ha (Benih Inti Subur Intani, 2004).

Varietas Biola merupakan varietas hibrida impor yang dikemas oleh PT. Surya Mentari. Varietas ini mempunyai vigor dan pertumbuhan yang baik. Selain itu juga mempunyai daya simpan dan daya angkut yang baik, serta sesuai untuk cabai kering atau cabai olahan. Biola sesuai ditanam di daerah dataran rendah sampai menengah. Ukuran buah, panjang buah mencapai 14.4 cm dan diameter buah 1.5 cm, dengan bobot per buah mencapai ± 12 g. Umur panen ± 66 HST. Potensi hasil dari cabai hibrida varietas ini adalah 20-22 ton/ha (Keputusan Menteri Pertanian, 2006a).

Varietas cabai hibrida Hot Beauty merupakan varietas cabai hibrida introduksi dari Taiwan, yang dikembangkan oleh Perusahaan Benih Known You Seed. Varietas ini sesuai ditanam di daerah dataran tinggi hingga dataran rendah. Buahnya cocok untuk cabai olahan dan cabai kering. Ukuran buah dari varietas ini, panjang mencapai 12 cm dan diameter buah mencapai 1.3 cm, serta bobot per buah mencapai 8 g. Umur panen, jika ditanam di daerah dataran tinggi lebih awal yaitu 75 HST, sedangkan di daerah dataran rendah umur panennya 90-100 HST (Keputusan Menteri Pertanian, 2006b).

(18)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai Juni 2008, di Boyolali, Jawa Tengah. Luas lahan yang digunakan dalam penelitian ini 12 m x 56 m. Daerah Boyolali mempunyai ketinggian tempat 104 m di atas permukaan laut (dpl).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 hibrida cabai besar IPB dan lima varietas cabai hibrida komersial sebagai pembanding (Tabel 1). Sarana produksi lainnya yang diperlukan dalam aspek budidaya tanaman cabai seperti tray semai, mulsa plastik hitam perak, ajir, pupuk kandang, NPK mutiara, Urea, SP36, KCl, dan Gandasil, perangkap lalat buah, kawat, serta pestisida Curacron, Antracol, Kelthane, Dithane, dan Furadan. Alat yang digunakan adalah cangkul, sprayer, timbangan digital, meteran, penggaris, jangka sorong, kertas label, dan alat pencatat data.

Tabel 1. Hibrida yang dievaluasi dan Varietas Pembanding yang Digunakan dalam Penelitian

No Genotipe Kode Persilangan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty 2 X 3 2 X 4 2 X 5 2 X 8 2 X 1 2 X 9 9 X 4 2 X 19 2 X 50 2 X 46 2 X 47 Varietas pembanding Varietas pembanding Varietas pembanding Varietas pembanding Varietas pembanding

(19)

Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), faktor tunggal yaitu 11 hibrida cabai besar (Capsicum annuum L.) IPB dan lima varietas pembanding, dengan tiga ulangan. Terdapat 48 satuan percobaan, tiap satuan percobaan terdiri atas 20 tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman.

Model matematis rancangan yang digunakan adalah :

Yij = µ+ αi+ βj+ εij

Yij = Nilai pengamatan tanaman genotipe ke-i dan ulangan ke-j

µ = Nilai tengah populasi

αi = Pengaruh genotipe ke-i (i = 1, 2, 3, ..., 16)

βj = Pengaruh ulangan ke-j (j = 1, 2, 3)

εij = Pengaruh galat percobaan genotipe ke-i pada ulangan ke-j

Jika nilai F-hitung berbeda nyata pada taraf 5 %, maka dilanjutkan dengan uji Dunnett’s pada taraf 5 %. Pengujian tersebut menggunakan fasilitas SAS 6.12.

Pelaksanaan Penelitian

Penyemaian benih dilakukan dua kali yaitu yang pertama pada bulan Desember 2007, pada tahap pertama penyemaian gagal. Kegagalan penyemaian tersebut karena pemeliharaan yang kurang intensif, sehingga banyak bibit yang mati. Penyemaian kedua dilakukan pada bulan Januari 2008. Benih disemai dalam tray yang sebelumnya diisi dengan media semai. Benih cabai yang akan disemai direndam dalam air hangat selama ± 24 jam. Hal tersebut bertujuan untuk mempercepat pengecambahan benih, selain itu untuk memisahkan benih yang terendam dan benih yang terapung. Pada saat penyemaian, kelembaban tanah dan kelembaban udara harus terjaga. Pemeliharaan yang dilakukan pada saat benih disemai antara lain penyiraman setiap pagi hari. Pemupukan NPK mutiara dan gandasil dilakukan setiap 5 hari sekali. Pemberian pupuk dengan cara melarutkan pupuk dalam air kemudian menyiramkan secukupnya pada akar tanaman. Penyemprotan pestisida dilakukan seminggu sekali. Bibit siap untuk dipindahkan ke lapang jika sudah muncul 4-5 helai daun sejati atau berumur ± 4-5 minggu.

Pengolahan lahan dilakukan pada dua minggu sebelum tanam dengan menggemburkan tanah, kemudian pemberian pupuk kandang. Setelah itu

(20)

10 dilakukan pembuatan bedengan, panjang 11 m, lebar 1.5 m, dan tinggi 0.5 m. Pemberian pupuk dasar yaitu Urea, SP36, dan KCl dengan dosis berturut-turut 200, 150, dan 150 kg/ha dilakukan pada lima hari sebelum tanam. Kemudian dilakukan pemasangan mulsa plastik perak hitam, dilanjutkan dengan pembuatan lubang tanam dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm. Pada tiga hari sebelum tanam dilakukan pengajiran, hal tersebut bertujuan untuk mengurangi resiko kerusakan akar jika dibandingkan dengan pemasangan ajir setelah transplanting.

Penanaman di lapang dilakukan pada awal bulan Maret 2008. Bibit yang telah berumur ± 4 minggu dengan 3-4 helai daun dipindahkan ke lapang. Penanaman dilakukan pada sore hari, hal ini bertujuan untuk mengurangi stress pada bibit akibat terkena panas sinar matahari. Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati pada 1 MST.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan, pewiwilan, dan pengendalian hama dan penyakit, serta pemupukan. Penyiangan dilakukan dengan membuang gulma dan tanaman pengganggu lainnya di sekitar tanaman utama dengan cara manual menggunakan cangkul. Pewiwilan dilakukan apabila sudah terdapat tunas air pada ketiak daun dan batang utama. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila terjadi gejala serangan hama dan penyakit. Pencegahan dilakukan dengan menyemprot tanaman menggunakan pestisida satu kali seminggu pada saat fase vegetatif, dan dua kali seminggu pada saat fase generatif. Aplikasi pestisida dilakukan sesuai dengan dosis anjuran.

Panen dilakukan apabila buah sudah mencapai matang 75 % hingga buah matang penuh. Pemanenan dilakukan secara bertahap sampai delapan minggu.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh untuk setiap satuan percobaan. Karakter yang diamati mengacu pada pedoman penilaian dan pelepasan varietas hortikultura (Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2006), sedangkan cara pengamatan berdasarkan deskriptor cabai (IPGRI, 1995).

Karakter kualitatif yang diamati :

1. Warna batang (nodal anthocyanin) : green, light purple, purple, darkpurple.

(21)

2. Bulu batang (stem pubescence)

Gambar 1. Bulu batang

3. Bentuk batang (stem shape) : cylindrical, angled, flattened. 4. Habitus tanaman (plant growth habit)

Gambar 2. Habitus tanaman

5. Kerapatan daun (leaf density) : sparse, intermediate, dense.

6. Warna daun (leaf colour) : yellow, light green, dark green, light purple, purple, variegated.

7. Bentuk daun (leaf shape)

Gambar 3. Bentuk daun 8. Bulu daun (leaf pubescence)

(22)

12 9. Posisi bunga (flowers position)

Gambar 5. Posisi bunga

10. Warna mahkota bunga (corolla colour) : white, light yellow, yellow, yellow-green, purple with white base, white with purple base, with with purple margin, purple.

11. Warna bintik mahkota bunga (corolla spot colour) : white, yellow, green-yellow, green, purple.

12. Warna anter (anther colour) : white, yellow, pale blue, blue, purple. 13. Warna filamen (filament colour) : white, yellow, green, blue, light

purple, purple.

14. Susunan mahkota bunga (corolla shape) : rotate, campanulate. 15. Tepi daun (lamina margin ) : entire, undulate, ciliate.

16. Tepi kelopak buah (calyx margin)

Gambar 6. Tepi kelopak buah

17. Bentuk melingkar pada pangkal buah (calyx annular constriction)

(23)

18. Bentuk buah pada pelekatan dengan kelopak (fruit shape at pedicle attachment)

Gambar 8. Bentuk buah pada pelekatan dengan kelopak

19. Bentuk buah (fruit shape)

Gambar 9. Bentuk buah

20. Permukaan buah : keriting, semi keriting, dan mulus

21. Warna buah intermediet : putih, kuning, hijau, oranye, ungu, ungu kecoklatan, dan lainnya, diamati pada saat buah akan mengalami kemasakan

22. Warna buah masak : putih, kuning, oranye, merah terang, merah, merah tua, ungu, coklat, dan hitam, diamati pada saat buah masak penuh

Karakter kuantitatif yang diamati :

1. Tinggi tanaman (plant heigh), diukur dari permukaan tanah sampai pucuk tanaman tertinggi, pada panen pertama (cm)

2. Tinggi dikotomus (stem length), diukur dari permukaan tanah sampai percabangan pertama, pada panen pertama (cm)

(24)

14 3. Diameter batang (stem diameter), diukur pada bagian tengah batang

utama (cm)

4. Lebar Kanopi, diukur dari titik tajuk terlebar, pada panen pertama (cm) 5. Panjang daun (leaf length), diukur dari 10 daun dewasa saat 50 %

populasi tanaman dalam petak telah panen (cm)

6. Lebar daun (leaf width), diukur dari 10 daun dewasa saat 50 % populasi tanaman dalam petak telah panen (cm)

7. Umur berbunga, jumlah hari setelah transplanting sampai 50 % populasi tanaman dalam petak telah mempunyai bunga mekar pada percabangan pertama (HST)

8. Umur panen, jumlah hari setelah transplanting sampai 50 % populasi tanaman dalam petak telah mempunyai buah masak pada percabangan pertama (HST)

9. Panjang buah (fruit length), dihitung dari rata-rata panjang buah dari 10 buah segar pada saat panen kedua (cm)

10. Diameter buah, dihitung dari rata-rata diameter buah dari 10 buah segar pada saat panen kedua (cm)

11. Tebal daging buah (fruit wall thickness), dihitung dari rata-rata tebal buah dari 10 buah segar pada saat panen kedua (cm)

12. Bobot per buah (fruit weight), dihitung dari rata-rata bobot buah dari 10 buah segar pada saat panen kedua (g)

13. Bobot buah layak pasar, hasil panen tiap minggu ditimbang, selama delapan minggu (g)

14. Bobot buah per tanaman, total bobot buah layak pasar dan bobot buah rusak dari 10 tanaman contoh (cm)

15. Jumlah buah, rata-rata jumlah total buah dari 10 tanaman contoh selama delapan kali panen

16. Produktivitas (ton/ha)

Produktivitas = Luas lahan efektif – 20% X Bobot buah per tanaman Jarak tanam

(25)

Analisis Data

Data pengamatan karakter kuantitatif dianalisis dengan uji F menggunakan software SAS 6.12. Jika terdapat perbedaan diantara perlakuan, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Dunnett’s taraf 5 %. Analisis ragam disusun menurut Gomez dan Gomez (1995) sebagai berikut :

Tabel 2. Analisis Ragam untuk Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)

Sumber

Keragaman Derajat Bebas KuadratJumlah Kuadrat Tengah E (KT) Fhitung Ulangan Genotipe Galat Total terkoreksi r-1 g-1 (r-1)(g-1) (rxg)-1 JKr JKg JKe KTr KTg KTe σ2e + g σ2r σ2e + r σ2g σ2e KTg / KTe

Berdasarkan Tabel. 2, dapat diketahui nilai ragam genotipe, ragam fenotipe, dan koefisien keragaman genetik (KKG), dengan persamaan :

σ2e = KTe σ2 g = r KT KTge σ2p = σ2g + r e 2 σ

Nilai koefisien keragaman genetik diduga berdasarkan (Poehlman dan Sleeper, 1995) : KKG = 100% 2 × x g σ

Anderson dan Brancoff (1952) dalam Budiyanti (2007), keragaman genetik suatu karakter diduga berdasarkan ragam genetik dan standar deviasi genotipik, dengan persamaan : g 2 σ σ = ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ + + +2 2 2 2 2 2 e g g e db KT db KT r Apabila σ2g > 2 g 2 σ

σ : keragaman genetiknya luas σ2g < 2

g 2

σ

(26)

16 Nilai heritabilitas secara luas (h2bs) (Stanfield 1983 dalam Indah, 2006)

sebagai berikut : σ2g = r KT KTge σ2p = σ2g + r e 2 σ h2bs = p g 2 2 σ σ x 100%

Kriteria nilai dugaan heritabilitas sebagai berikut : 0 < h2bs < 20 Rendah

20 ≤ h2bs < 50 Sedang

(27)

Kondisi Umum

Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai Juni 2008 di Boyolali, Jawa Tengah. Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika (2008), pada bulan Desember 2007 sampai Juni 2008 menunjukkan suhu rata-rata 26 oC. Jumlah hari hujan 15 hari per bulan. Curah hujan 233.5 mm/bulan dengan kelembaban 78 %.

Berdasarkan hasil analisis tanah, daerah Boyolali mempunyai pH tanah 5.8. Kandungan bahan organik 0.71 %. Daerah ini mempunyai tekstur tanah pasir liat berdebu (Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, 2007).

Penanaman di lapang dilakukan pada awal bulan Maret 2008, pada saat intensitas hujan yang relatif tinggi sehingga pertumbuhan tanaman terhambat. Pada 4 MST pertumbuhan tanaman mulai terlihat karena memasuki musim kemarau.

Hama yang menyerang pada saat fase vegetatif adalah ulat dan belalang. Serangan hama tersebut mengakibatkan daun berlubang, selain itu juga terjadi serangan thrips (Thrips sp.) dan kutu daun (Myzus persicae). Gejala serangan hama tersebut mulai terlihat pada 5 MST. Thrips dan kutu daun banyak menyerang tanaman cabai pada musim kemarau (Abdi Tani, 2004).

A

B

Gambar 10. Gejala Serangan Pada Tanaman Cabai A. Kutu Daun. B. Thrips Hama yang menyerang pada fase generatif adalah lalat buah (Dacus dorsalis). Hampir semua hibrida yang dievaluasi terserang lalat buah dengan tingkat serangan ringan. Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan memasang perangkap.

(28)

18 Penyakit yang muncul pada areal pertanaman yaitu penyakit layu bakteri, dimana tanaman kering dan mati. Selain itu juga terlihat serangan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh cendawan Colletothrichum sp. Varietas Adipati dan Gada, merupakan varietas yang terserang penyakit antraknosa, dengan intensitas serangan yang ringan.

A B

C

Gambar 11. Gejala Serangan Pada Buah dan Tanaman Cabai. A. Lalat Buah. B. Penyakit Layu Bakteri. C. Penyakit Antraknosa

Secara teknis, tindakan pencegahan untuk mengatasi serangan hama dan penyakit adalah dengan melakukan penyemprotan pestisida sekali dalam seminggu dengan dosis 1 g/l. Setelah terlihat gejala serangan hama dan penyakit, intensitas penyemprotan ditingkatkan menjadi tiga hari sekali dan dosis penyemprotan menjadi dua kali lipat dari dosis anjuran.

Rekapitulasi F-hitung, Peluang, dan Koefisien Keragaman

Berdasarkan analisis ragam dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar hibrida yang dievaluasi pada semua karakter kecuali karakter diameter batang (Tabel Lampiran 1-16). Rekapitulasi F hitung disajikan pada Tabel 3. Hasil uji F yang berpengaruh nyata pada taraf 5 dan 1 % diuji lanjut dengan uji Dunnett’s taraf 5 %.

(29)

Tabel 3. Rekapitulasi F-hitung, Peluang, dan Koefisien Keragaman Peubah yang Diamati

No Peubah Fhitung Peluang KK

(%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Tinggi tanaman Tinggi dikotomus Diameter batang Lebar kanopi Panjang daun Lebar daun Umur berbunga Umur panen Panjang buah Diameter buah Tebal daging buah Bobot per buah

Bobot buah layak pasar Bobot buah per tanaman Jumlah buah Produktivitas 2.79** 3.49** 1.23tn 2.21* 3.99** 2.68* 3.11** 5.85** 10.94** 8.17** 5.87** 6.18** 15.47** 6.18** 3.14** 7.37** 0.0082 0.0017 0.3045 0.0317 0.0006 0.0105 0.0039 0.0001 0.0078 0.0001 0.0012 0.0001 0.0001 0.0001 0.0037 0.0001 7.68 7.17 4.67 5.26 5.97 6.81 3.17 3.06 8.02 5.58 10.15 10.98 21.23 21.23 21.73 19.84

Keterangan : * berpengaruh nyata pada taraf 5 %, ** berpengaruh nyata pada taraf 1 %, dan tn tidak berpengaruh nyata

Tabel 4. Nilai Rataan Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, dan Lebar Kanopi Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding

Genotipe Tinggi Tanaman (cm) Tinggi Dikotomus (cm) Lebar Kanopi (cm) IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty 107.03b 101.13 84.60d 91.06 94.96 89.26 88.06 96.83d 90.90 105.66b 96.40 92.30 87.63 93.03 106.83 91.63 22.05de 26.11 20.78cde 25.20 24.03 20.96de 25.35 23.80 23.48 26.08 23.93 23.73 24.38 25.08 27.28 26.54 84.60 81.86 83.43 74.73 77.63 76.26 76.43 82.36 78.70 88.06 84.50 83.36 79.03 82.30 82.93 83.03

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf a, b, c, d, & e berturut-turut berbeda nyata dengan Adipati, Gada, Imperial, Biola, & Hot Beauty berdasarkan uji Dunnett’s taraf 5 %

(30)

20

Tinggi Tanaman, Tinggi Dikotomus, dan Lebar Kanopi

Pengukuran tinggi tanaman, tinggi dikotomus, dan lebar kanopi dilakukan pada saat panen pertama. Hal ini dimaksudkan tanaman telah mencapai pertumbuhan maksimal. Hibrida yang dievaluasi mempunyai tinggi tanaman berkisar 84.60-107.03 cm. Karakter tinggi dikotomus tanaman hibrida yang dievalusi berkisar antara 20.78-26.11. Untuk karakter lebar kanopi pada hibrida yang dievaluasi berkisar 74.73-88.06 cm (Tabel 4).

Hibrida IPB CH3 dan IPB CH25 mempunyai tinggi tanaman (84.60 dan 96.83 cm). Hibrida tersebut lebih pendek dibandingkan dengan tinggi tanaman Biola (106.83 cm) (Tabel 4). Hasil penelitian Firdaus (2006) di Tajur menunjukkan bahwa, hibrida IPB CH3 mempunyai tinggi tanaman (69.86 cm) lebih pendek dibandingkan hasil penelitian ini.

Untuk karakter tinggi dikotomus, hibrida IPB CH3 mempunyai tinggi dikotomus (20.78 cm). Tinggi dikotomus hibrida IPB CH3 lebih pendek dibandingkan dengan tinggi dikotomus Imperial, Biola, dan Hot Beauty. Mochamad (2008), hasil penelitian di Leuwikopo menunjukkan adanya kesamaan untuk tinggi dikotomus pada hibrida IPB CH3. Secara keseluruhan tinggi dikotomus pada hasil penelitian di Boyolali lebih panjang hampir pada semua hibrida yang dievaluasi dan pembanding dibandingkan dengan hasil penelitian di Leuwikopo. Hasil penelitian di Ciherang (Dirgantara, 2008) menunjukkan bahwa karakter tinggi dikotomus pada hibrida yang dievaluasi tidak berbeda dengan varietas pembanding. Tinggi dikotomus yang dikehendaki yakni sedang ± 20 cm (Sujiprihati dkk, 2006). Tanaman dengan tinggi dikotomus yang terlalu pendek, buahnya akan mudah terserang penyakit karena percikan air hujan yang meningkatkan kelembaban. Selain itu, buah akan rusak/terbakar karena bersentuhan langsung dengan mulsa plastik yang memantulkan panas sinar matahari (Tabel 4).

Semua hibrida yang dievaluasi mempunyai lebar kanopi yang sama dengan varietas pembanding. Tanaman dengan lebar kanopi yang terlalu lebar menyebabkan penurunan populasi per satuan luas karena jarak tanam yang terlalu luas. Lebar kanopi yang terlalu lebar juga menyebabkan percabangan tidak terlalu kuat sehingga mudah patah pada saat tanaman telah berbuah.

(31)

Panjang Daun dan Lebar Daun

Tabel 5. Nilai Rataan Panjang Daun dan Lebar Daun Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding

Genotipe Panjang Daun

(cm) Lebar Daun (cm) IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty 10.96 11.06 11.80ab 8.67cde 10.23 10.27 9.71 11.06 10.85 11.37 10.34 10.19 10.02 10.55 10.44 10.44 3.70 3.87 4.09ae 3.41c 3.66 3.79 3.92 3.71 3.92 3.83 3.54c 3.43 3.59 4.20 3.67 3.34

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf a, b, c, d, & e berturut-turut berbeda nyata dengan Adipati, Gada, Imperial, Biola, & Hot Beauty berdasarkan uji Dunnett’s taraf 5 %

Berdasarkan Tabel 5, panjang daun rata-rata pada penelitian ini berkisar 8.67-11.80 cm. Hibrida IPB CH3 mempunyai panjang daun (11.80 cm). Panjang daun hibrida IPB CH3 lebih panjang dibandingkan dengan Adipati dan Gada (masing-masing 10.19 dan 10.02 cm) . Hibrida IPB CH4 mempunyai panjang daun (8.67 cm) lebih pendek dibandingkan dengan Imperial, Biola, dan Hot Beauty (berturut-turut 10.55, 10.44, dan 10.44 cm). Hasil penelitian di Boyolali mempunyai panjang daun lebih panjang dibandingkan dengan hasil penelitian Mochamad (2008) di Leuwikopo.

Lebar daun pada penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan antara hibrida yang dievaluasi dengan varietas pembanding. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di Ciherang (Dirgantara, 2007), Rembang (Anggoro dkk, 2008) dan Leuwikopo (Mochamad, 2008). Lebar daun hibrida IPB CH3 4.09 cm. Hibrida IPB CH3 mempunyai lebar daun lebih lebar dibandingkan Adipati dan Hot Beauty (3.43 dan 3.34 cm). Hibrida IPB CH51 dan IPB CH4 mempunyai

(32)

22 lebar daun (masing-masing 3.54 dan 3.41 cm). Lebar daun hibrida IPB CH51 dan IPB CH4 lebih sempit dibandingkan dengan Imperial (4.20 cm) (Tabel 5). Hibrida yang dievaluasi mempunyai lebar daun sempit, hal ini diduga karena terjadi serangan thrips dan kutu daun. Serangan hama tersebut mengakibatkan daun mengkerut dan menggulung.

Umur Berbunga dan Umur Panen

Hibrida IPB CH51 mempunyai umur berbunga (34.33 HST) lebih awal berbunga dibandingkan dengan varietas pembanding, kecuali Gada (36.33 HST). Hibrida IPB CH3 mempunyai umur berbunga (35.00 HST) lebih cepat dibandingkan dengan Biola dan Hot Beauty (38.00 dan 38.33 HST).

Tabel 6. Nilai Rataan Umur Berbunga dan Umur Panen Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding

Genotipe Umur Berbunga

(HST) Umur Panen (HST) IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty 36.66 36.00 35.00de 37.33 36.66 36.33 38.66 36.33 35.33e 37.33 34.33acde 37.33 36.33 37.33 38.00 38.33 85.00 80.66abcde 76.00abcde 81.66b 83.66 81.33be 87.33 83.66 83.33 87.00 80.33abcde 87.33 88.66 87.33 87.66 88.00

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf a, b, c, d, & e berturut-turut berbeda nyata dengan Adipati, Gada, Imperial, Biola, & Hot Beauty berdasarkan uji Dunnett’s taraf 5 %

Umur berbunga hibrida IPB CH3 pada penelitian ini lebih lambat dibandingkan hasil penelitian di Tajur (Firdaus, 2006), Ciherang (Dirgantara, 2007), Leuwikopo (Mochamad, 2008), dan Rembang (Anggoro dkk, 2008). Umur berbunga IPB CH28 (35.33 HST) lebih cepat dibandingkan dengan Hot Beauty (38.33 HST).

(33)

Hibrida IPB CH3, IPB CH51, dan IPB CH2 mempunyai umur panen (berturut-turut 76.00, 80.33, dan 80.66 HST) lebih awal dibandingkan dengan semua varietas pembanding. Umur panen hibrida IPB CH4 (81.66 HST) lebih cepat dibandingkan dengan umur panen Gada (88.66) (Tabel 6).

Umur berbunga dan umur panen untuk semua hibrida yang dievaluasi pada penelitian ini lebih lambat dibandingkan dengan hasil penelitian di Ciherang (Dirgantara, 2007), dan Rembang (Anggoro dkk, 2008). Hasil penelitian di Leuwikopo (Mochamad, 2008) menunjukkan umur berbunga yang lebih cepat dibandingkan dengan penelitian ini.

Bobot per Buah, Panjang Buah, Diameter Buah dan Tebal Daging Buah

Secara umum hasil penelitian di Boyolali mempunyai bobot per buah dan diameter buah lebih kecil dibandingkan dengan di Rembang (Anggoro dkk, 2008) dan lebih besar dibandingkan dengan penelitian di Ciherang (Dirgantara, 2007). Panjang buah hibrida yang dievaluasi, hasil penelitian di Boyolali lebih pendek dibandingkan dengan di Rembang (Anggoro dkk, 2008) dan Ciherang (Dirgantara, 2007). Penelitian di Boyolali, semua hibrida yang dievaluasi mempunyai tebal daging buah yang lebih besar dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan di Rembang (Anggoro dkk, 2008) dan lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian di Ciherang (Dirgantara, 2007).

Rata-rata bobot per buah hibrida yang dievaluasi berkisar 3.66-14.16 g. Bobot per buah hibrida IPB CH51 (14.16 g). Hibrida IPB CH51 mempunyai bobot per buah lebih berat dibandingkan dengan semua varietas pembanding. Hibrida IPB CH50 dan IPB CH3 mempunyai bobot per buah (masing-masing 11.99 dan 11.95 g) lebih berat dibandingkan dengan Biola dan Hot Beauty (8.66 dan 9.21 g). Hibrida IPB CH28 dan IPB CH25 mempunyai bobot per buah (11.86 dan 11.54 g) lebih berat dibandingkan dengan Biola (8.66 g). IPB CH4 mempunyai bobot per buah (3.66 g). Bobot per buah hibrida IPB CH4 lebih ringan dibandingkan dengan bobot per buah semua varietas pembanding.

(34)

24 Tabel 7. Nilai Rataan Bobot per Buah, Panjang Buah, Diameter Buah dan

Tebal Daging Buah Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding

Genotipe Bobot per Buah (g) Panjang Buah (cm) Diameter Buah (cm) Tebal Daging Buah (cm) IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty 9.04 10.07 11.95de 3.66abcde 6.20abce 9.21 9.27 11.54d 11.86d 11.99de 14.16abcde 9.58 10.43 10.47 8.66 9.21 11.46 11.33 12.10 6.89abcde 9.99 11.13 11.32 12.43 11.83 12.82 13.04 11.24 12.65 13.65 11.65 11.48 1.29 1.34 1.55abcde 1.08e 1.16 1.35 1.54abcd 1.50abcd 1.53bcd 1.49bc 1.51abcd 1.31 1.26 1.23 1.29 1.33 0.27 0.29 0.39b 0.21ae 0.25 0.28 0.35 0.30 0.30 0.33 0.37b 0.31 0.27 0.29 0.31 0.32

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf a, b, c, d, & e berturut-turut berbeda nyata dengan Adipati, Gada, Imperial, Biola, & Hot Beauty berdasarkan uji Dunnett’s taraf 5 %

Hibrida cabai IPB yang dievaluasi tidak menunjukkan adanya perbedaan panjang buah terhadap varietas pembanding kecuali hibrida IPB CH4. Panjang buah hibrida IPB CH4 (6.89 cm) lebih pendek dibandingkan dengan semua varietas pembanding. Hal tersebut sama dengan hasil penelitian di Leuwikopo (Mochamad, 2008). Hibrida IPB CH4 mempunyai diameter buah (1.08 cm). Diameter buah hibrida IPB CH4 lebih kecil dibandingkan Hot Beauty (1.33 cm). Diameter buah hibrida IPB CH3 (1.55 cm) lebih besar dibandingkan semua varietas pembanding. Hasil penelitian di beberapa lokasi menunjukkan diameter buah hibrida IPB CH3 adalah : 2.10 cm (Rembang) (Anggoro dkk, 2008), 1.07 cm (Ciherang) (Dirgantara, 2007), dan 2.17 cm (Tajur) (Firdaus, 2006).

Hibrida IPB CH3 dan IPB CH51 mempunyai tebal daging buah (berturut-turut 0.39 dan 0.37 cm). Hal ini menunjukkan bahwa tebal daging buah kedua hibrida tersebut lebih tebal dibandingkan dengan Gada (0.27 cm). Hibrida IPB CH4 mempunyai tebal daging buah (0.21 cm) lebih tipis dibandingkan Adipati (0.31 cm) (Tabel 7).

(35)

Bobot Buah Layak Pasar, Bobot Buah per Tanaman, Jumlah Buah, dan Produktivitas

Hibrida IPB CH3 mempunyai bobot buah layak pasar (446.10 g) lebih berat dibandingkan dengan semua varietas pembanding. Hibrida IPB CH51 mempunyai bobot buah layak pasar (351.03 g) lebih berat dibandingkan dengan semua varietas pembanding, kecuali Gada (232.60 g). Hibrida IPB CH25 mempunyai bobot buah layak pasar lebih berat dibandingkan dengan Imperial, Biola, dan Hot Beauty. Bobot buah layak pasar hibrida IPB CH25 yaitu (348.57 g). Hibrida IPB CH28 mempunyai bobot buah layak pasar (328.63 g) lebih berat dibandingkan dengan Biola (183.37 g) (Tabel 8).

Tabel 8. Nilai Rataan Bobot Buah Layak Pasar, Bobot Buah per Tanaman, Jumlah Buah, dan Produktivitas Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding

Genotipe Bobot Buah Layak Pasar

(g)

Bobot Buah per Tanaman

(g)

Jumlah Buah Produktivitas (ton/ha) IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty 244.00 301.40 446.10abcde 116.10 247.80 321.47 230.83 348.57cde 328.63d 296.40 351.03acde 209.80 232.60 208.57 183.37 199.87 260.97 309.37 476.17abcde 125.57 270.50 339.17d 237.30 382.20acde 351.93cde 327.83 363.93acde 216.50 247.03 213.67 195.00 206.67 27.26 29.90 37.60abcde 31.53 40.10abcde 35.53c 24.73 30.13 28.16 24.60 24.76 21.53 22.66 20.13 21.16 21.73 6.68 7.91 12.19abcde 3.21 6.92 8.68d 6.07 9.78acde 9.00de 8.39 9.31acde 5.53 6.32 5.47 4.99 5.29

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf a, b, c, d, & e berturut-turut berbeda nyata dengan Adipati, Gada, Imperial, Biola, & Hot Beauty berdasarkan uji Dunnett’s taraf 5 %

Bobot buah per tanaman hibrida yang dievaluasi berkisar 125.57-476.17 g. Hibrida IPB CH3 mempunyai bobot buah per tanaman lebih berat dibandingkan dengan semua varietas pembanding, yaitu sebesar (476.17 g). Hibrida IPB CH25 dan IPB CH51 mempunyai bobot buah per tanaman (masing-masing 382.20 dan 363.93 g) lebih berat dibandingkan dengan semua varietas pembanding, kecuali

(36)

26 Gada (247.03 g). Hibrida IPB CH28 mempunyai bobot buah per tanaman sebesar (351.93 g) lebih berat dibandingkan dengan Imperial, Biola, dan Hot Beauty. Hibrida IPB CH3, IPB CH25, IPB CH28 dan IPB CH51 mempunyai bobot buah per tanaman yang lebih berat dibandingkan dengan hasil penelitian di Ciherang (Dirgantara, 2007) dan Leuwikopo (Mochamad, 2008), namun lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian di Rembang (Anggoro dkk, 2008).

Jumlah buah cabai hibrida yang dievaluasi antara 24.60-40.10 buah. Hibrida IPB CH5 dan IPB CH3 mempunyai jumlah buah (40.10 dan 37.6 buah), hibrida tersebut memiliki jumlah buah lebih banyak dibandingkan dengan semua varietas pembanding.

Produktivitas hibrida IPB CH3 (12.19 ton/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas lima varietas pembanding. Hibrida IPB CH25 dan IPB CH51 mempunyai produktivitas (berturut-turut 9.78 dan 9.31 ton/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan lima varietas pembanding, kecuali Gada (6.32 ton/ha). Hibrida IPB CH28 mempunyai produktivitas (9.00 ton/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan Imperial, Biola dan Hot Beauty (Tabel 8). Hibrida-hibrida tersebut mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian di Ciherang (Dirgantara, 2007) dan Leuwikopo (Mochamad, 2008), namun lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian di Rembang (Anggoro dkk, 2008).

Pengamatan Karakter Kualitatif

Secara umum karakter kualitatif pada semua tanaman hibrida dalam satu petak, tidak memperlihatkan keragaman. Hal tersebut karena genotipe yang dievaluasi adalah tanaman F1 yang mempunyai sifat homogen heterozigot, sehingga hampir semua tanaman dalam satu petak memperlihatkan penampilan yang seragam. Berdasarkan Tabel 9, karakter kualitatif pada daun yaitu warna daun, bulu daun, bentuk daun, dan tepi daun serta habitus tanaman pada hibrida yang dievaluasi menunjukkan hasil yang sama dengan varietas pembanding. Warna daun hibrida cabai yang dievaluasi dan varietas pembanding adalah hijau, dengan bentuk daun lanset. Tidak terdapat bulu daun pada hibrida yang dievaluasi dan pembanding. Tepi daun hibrida cabai yang dievaluasi dan varietas pembanding, adalah bergerigi sedang. Sedangkan habitus tanaman hibrida yang

(37)

dievaluasi dan varietas pembanding juga menunjukkan penampilan yang sama yaitu menyamping.

Tabel 9. Daun dan Habitus Tanaman Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding

Daun Genotipe

Warna Bentuk Bulu Tepi

Habitus Tanaman IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Hijau Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Lanset Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Menyamping Tabel 10. Batang dan Posisi Bunga Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas

Pembanding

Batang Genotipe

Warna Bulu Bentuk

Posisi Bunga IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty

Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu Hijau bergaris ungu

Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Jarang Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Datar Tengah Tengah Tengah Tegak Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah Tengah

(38)

28 Berdasarkan Tabel 10, karakter kualitatif pada batang tidak terdapat perbedaan antara hibrida yang dievaluasi dan pembanding. Warna batang hijau bergaris ungu, bulu batang jarang, dan bentuk batang datar. Posisi bunga menunjukkan hal yang sama yaitu intermediet, kecuali hibrida IPB CH4 mempunyai posisi bunga tegak, berbeda dengan pembanding yang mempunyai posisi bunga intermediet. Posisi bunga tegak, umumnya dimiliki oleh cabai rawit (C. frutescens). Pada hibrida IPB CH4, salah satu tetua persilangannya adalah cabai rawit, sehingga hibrida tersebut memungkinkan mempunyai posisi bunga tegak.

Berdasarkan Tabel 11, warna anter, warna bintik mahkota, warna mahkota, susunan mahkota, dan bentuk melingkar pada pangkal buah menunjukkan kesamaan hibrida yang dievaluasi dan pembanding. Warna anter yaitu ungu, warna bintik mahkota dan warna mahkota bunga adalah putih. Susunan mahkota bunga melingkar, dan terdapat bentuk melingkar pada pangkal buah. Warna filamen hibrida IPB CH2 dan IPB CH4 adalah ungu berbeda dengan hibrida yang lain dan pembanding yang mempunyai warna filamen putih.

Tabel 11. Bunga dan Bentuk Melingkar pada Pangkal Buah Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding

Bunga Genotipe

Warna

Anter Filamen Warna Warna Bintik Mahkota

Warna

Mahkota Mahkota Susunan

Bentuk Melingkar Pada Pangkal Buah IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Ungu Putih Ungu Putih Putih Putih Putih Ungu Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Melingkar Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada

(39)

Pada pengamatan karakter kualitatif, baik hasil penelitian ini maupun hasil penelitian di Ciherang (Dirgantara, 2007) dan Rembang (Anggoro dkk, 2008) memperlihatkan hasil yang sama untuk penampilan tanaman pada semua hibrida cabai dan varietas pembanding. Hal ini, membuktikan bahwa pengaruh lingkungan terhadap penampilan atau keragaan tanaman lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh genetik.

Berdasarkan pengamatan pada buah, beberapa hibrida cabai yang dievaluasi mempunyai karakter yang sama dengan varietas pembanding. Karakter yang mempunyai kemiripan antara lain tepi kelopak buah bergelombang, bentuk buah pada pelekatan dengan kelopak yaitu obsute, penampang melintang buah sedikit bergelombang, permukaan buah semi keriting, dan warna buah masak merah cerah, serta warna buah intermediet ungu kecoklatan (Tabel 12 dan Tabel 13).

Tabel 12. Tepi Kelopak Buah, Bentuk Buah pada Pelekatan dengan Kelopak, Penampang Melintang Buah, dan Bentuk Buah Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding

Buah Genotipe

Tepi Kelopak Bentuk Pada Pelekatan dengan Kelopak Penampang Melintang Bentuk Buah IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Bergelombang Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Obsute Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang Memanjang

(40)

30 Tabel 13. Pengamatan Karakter Kualitatif Permukaan Buah, Warna Buah

Intermediet, dan Warna Buah Masak

Genotipe Permukaan Buah Warna Buah

Intermediet Warna Buah Masak IPB CH1 IPB CH2 IPB CH3 IPB CH4 IPB CH5 IPB CH6 IPB CH19 IPB CH25 IPB CH28 IPB CH50 IPB CH51 Adipati Gada Imperial Biola Hot Beauty Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Semi keriting Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Ungu kecoklatan Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah Merah Cerah

Heritabilitas dan Koefisien Keragaman Genetik

Heritabilitas dalam arti luas merupakan rasio keragaman genotipe terhadap keragaman fenotipe. Menurut Poespodarsono (1988), heritabilitas adalah nilai pendugaan sejauh mana faktor genetik menentukan pewarisan sifat tetua terhadap zuriat .

Diameter batang dan tebal daging buah mempunyai nilai heritabilitas rendah (13.04 dan 16.67 %). Tinggi tanaman, tinggi dikotomus, lebar kanopi, lebar daun, panjang buah, dan jumlah buah mempunyai nilai heritabilitas sedang (berturut-turut 37.33, 45.41, 28.78, 40.00, 37.68, dan 41.65 %). Karakter lainnya termasuk ke dalam kriteria heritabilitas tinggi diantaranya bobot per buah, panjang daun, umur berbunga, umur panen, diameter buah, bobot buah layak pasar, bobot buah per tanaman, dan produktivitas dengan nilai heritabilitas (berturut-turut 82.77, 50.00, 70.37, 61.77, 66.67, 63.31, 68.02, dan 86.43 %). Nilai heritabilitas yang tinggi pada suatu karakter mengidentifikasikan bahwa terdapat keragaman yang tinggi pada populasi yang dievaluasi, baik hibrida yang diuji maupun varietas pembanding.

(41)

Tabel 14. Nilai Heritabilitas Arti Luas, Koefisien Keragaman Genetik (KKG), Ragam Genotipe, Standar Deviasi Genotipik, dan Kriteria Keragaman Genetik Karakter yang Diamati pada Hibrida yang Dievaluasi dan Varietas Pembanding.

Karakter σ2G σ σ2G h2bs (%) KKG (%) Kriteria Tinggi tanaman Tinggi dikotomus Diameter batang Lebar kanopi Panjang daun Lebar daun Waktu berbunga Waktu panen Panjang buah Diameter buah Tebal daging buah Bobot per buah Bobot layak pasar Bobot per tanaman Jumlah buah Produktivitas 31.60 2.52 ≈ 0 7.33 0.39 0.04 0.96 10.76 1.88 0.02 ≈0 5.62 5528.67 6681.03 25.67 4.38 13.66 0.94 ≈ 0 3.93 0.14 0.05 0.38 3.32 0.81 0.01 ≈ 0 1.50 1640.94 1922.42 10.21 1.66 37.33 45.41 13.04 28.78 50.00 40.00 70.37 61.77 37.68 66.67 16.67 82.77 63.31 68.02 41.65 86.43 33.32 10.37 0.03 9.08 3.74 3.75 2.59 12.76 16.14 1.46 0.07 57.11 ≈ 100 ≈ 100 92.67 28.92 Luas Luas Sempit Sempit Luas Sempit Luas Luas Luas Sempit Sempit Luas Luas Luas Luas Luas Koefisien keragaman genetik diduga berdasarkan standar deviasi genotipik, peubah yang diamati umumnya mempunyai kriteria koefisien keragaman genetik luas, kecuali diameter batang, lebar kanopi, lebar daun, diameter buah, dan tebal daging buah mempunyai koefisien keragaman genetik sempit, yaitu dengan nilai KKG (berturut-turut 0.03, 9.08, 3.75, 1.46, dan 0.07 %) (Tabel 14).

Secara menyeluruh, hasil penelitian menunjukkan bahwa hibrida IPB CH3, IPB CH25, IPB CH28 dan IPB CH51 memenuhi syarat dan ketentuan pelepasan varietas yaitu menunjukkan keunggulan dibandingkan dengan varietas pembanding. Keunggulan tersebut diantaranya daya hasil (produktivitas, bobot buah layak pasar dan bobot buah per tanaman yang lebih tinggi, serta jumlah buah yang lebih banyak), ketahanan terhadap hama dan penyakit, genjah (umur berbunga dan umur panen lebih awal). Memenuhi kriteria BUSS, yaitu baru, unik, seragam, dan stabil. Kriteria baru yaitu hibrida tersebut merupakan cabai hasil persilangan yang dihasilkan oleh Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Unik yaitu sifat khusus yang dimiliki oleh hibrida yang dihasilkan sebagai penciri yang dapat membedakan dengan varietas lain baik secara

(42)

32 morfologi maupun genetik. Kriteria seragam adalah pada tingkat populasi, hibrida tersebut sudah homogen untuk semua karakter. Stabil yaitu jika ditanam dalam beberapa musim tanam pada kondisi yang sama, tidak menunjukkan perubahan secara genetik.

(43)

Kesimpulan

Semua hibrida yang dievaluasi mempunyai umur panen yang sama atau lebih cepat dibandingkan dengan varietas pembanding. Hibrida IPB CH3 dan IPB CH51 mempunyai umur panen yaitu (76 dan 80.33 HST). Hibrida tersebut mencapai umur panen yang lebih cepat dibandingkan dengan semua varietas pembanding. Hibrida IPB CH25 dan IPB CH28 mempunyai umur panen sama dengan varietas pembanding, dengan rataan umur panen (masing-masing 83.66 dan 83.33 HST).

Hibrida IPB CH3 mempunyai bobot buah per tanaman (476.17 g) lebih besar dibandingkan dengan lima varietas pembanding. Hibrida IPB CH25 dan IPB CH51 mempunyai bobot buah per tanaman (382.20 dan 363.93 g) lebih berat dibandingkan dengan pembanding kecuali Gada (247.03 g). IPB CH28 mempunyai bobot buah per tanaman (351.93 g). Hibrida IPB CH28 mempunyai bobot buah per tanaman yang lebih berat dibandingkan dengan Imperial, Biola, dan Hot Beauty. Hibrida IPB CH3, IPB CH25, IPB CH28, dan IPB CH51 mempunyai produktivitas (berturut-turut 12.19, 9.78, 9.00, dan 9.31 ton/ha) lebih tinggi dibandingkan dengan varietas pembanding.

Saran

Hibrida IPB CH3, IPB CH25, IPB CH28, dan IPB CH51 dapat direkomendasikan untuk dilepas sebagai varietas baru. Hibrida tersebut mampu beradaptasi dengan baik, dan sesuai untuk dikembangkan di daerah Boyolali.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Abdi Tani. 2004. Awas bahaya thrips dan kutu daun pada tanaman cabai di musim kemarau. Abdi Tani. 5 (2) : 6-9.

Anggoro, D. P., M. Syukur, dan S. Sujiprihati. 2008. Evaluasi Daya Hasil 9 Genotipe Cabai Hibrida (Capsicum annuum L.) IPB di Rembang. Makalah Seminar. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. 5 hal.

Badan Benih Nasional. 2007. Himpunan Peraturan Perbenihan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta. 140 hal.

Badan Meteorologi dan Geofisika. 2008. Data Klimatologi 2007 dan 2008. Stasiun Meteorologi dan Geofisika, Bandara Adi Sumarmo. Surakarta. 14 hal.

Benih Inti Subur Intani, PT. 2004. Usulan Pelepasan Varietas Cabai Hibrida. PT. Benih Inti Subur Intani. Kediri. 99 hal.

Budiyanti, T. 2007. Variabilitas dan heritabilitas beberapa karakter buah dari 15 aksesi pepaya generasi f1. Agrin 2 (2) : 18-23.

Departemen Pertanian. 2008. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas Cabai Besar di Indonesia. Departemen Pertanian. http//www.deptan.go.id. [14 Agustus 2008].

Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. 2006. Pedoman Pelepasan Varietas Hortikultura (yang telah diperbaiki). Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta. 127 hal.

Dirgantara, H. I. 2007. Evaluasi Daya Hasil 11 Hibrida Cabai (Capsicum annuum L.) di Kebun Petani Ciherang. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. 54 hal. Tidak Dipublikasikan.

East West Seed Indonesia, PT. 2006. Katalog Varietas Benih Sayuran Unggul. PT East West Seed Indonesia. Purwakarta. 60 hal.

Firdaus, Y. 2006. Evaluasi Pertumbuhan Dan Produksi 10 Hibrida Cabai (Capsicum annuum L.) Di Kebun Percobaan Tajur. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB. 67 hal. Tidak Dipublikasikan.

Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. (Terjemahan). Edisi kedua. UI Press. Jakarta. 698 hal.

IPGRI. 1995. Descriptor for Capsicum (Capsicum spp.) http://www.ipgri.cgriar.org/publication/pdf/345#search=’IPGRI%20capsic um%20descriptors. [23 Maret 2007].

Referensi

Dokumen terkait

Segala sesuatu yang dilakukan berulang-ulang menjadi kebiasaan.Jika self-talk yang dilakukan terus menerus adalah self-talk negatif , maka kebiasaan melakukan

Data hasil observasi yang diperoleh melalui lembar penilaian kemampuan berpikir kreatif siswa yaitu menggunakan rubrik penilaian poster dan rubrik penilaian LKS (Lembar Kerja

Sebenarnya pada contoh diatas, kita bisa saja hanya memberikan alias hanya pada tiga class saja sudah cukup, namun agar tidak timbul kebingungan, akan lebih baik jika kita

bahwa dalam upaya meningkatkan efektifitas, efisiensi dan tertib administrasi pertanggungjawaban pelaksanaan perjalanan dinas, maka perlu mengatur ketentuan mengenai

Berdasarkan pembacaan semiotika terhadap kumpulan puisi Kerygma &amp; Martyria karya Remy Sylado ditemukan risalah religius penyair yang meliputi (1) Risalah religiusitas

Salah satu cara untuk meningkatkan motivasi dan minat belajar adalah dengan menerapkan media pembelajaran yang tepat pada anak usia Sekolah Dasar dalam hal ini anak usia kelas

Dengan memperhatikan tuntutan target kerja yang harus dipenuhi oleh sumber daya manusia (SDM), maka sebagai sumber daya manusia (SDM) baru disuatu perusahaan,

ini adalah seluruh kelas V yang terdiri dari 24 siswa. Sampel penelitian ini adalah kelas V terdiri dari 24 siswa. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini