• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. serta adil dan makmur. Disamping itu juga dijelaskan bahwa landasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. serta adil dan makmur. Disamping itu juga dijelaskan bahwa landasan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) sudah dijelaskan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat serta adil dan makmur. Disamping itu juga dijelaskan bahwa landasan pelaksanaan pembangunan nasional tersebut adalah azas mufakat, azas usaha bersama dan kekeluargaan, azas demokrasi, azas adil dan merata, azas perikehidupan dalam keseimbangan, azas kesadaran hukum dan azas kepercayaan kepada diri sendiri ( Nirwan, 1990 ).1

Impian pembangunan yang bertujuan merubah merubah suatu keadaan masyarakat kearah yang lebih baik tidak selamanya dapat menjadi kenyataan. Margaret Haswell, 1975 dalam Nirwan, (1990), mengatakan dalam konteks pertumbuhan kota-kota dan kemajuan teknologi dalam bidang prasarana perhubungan telah menciptakan iklim yang kurang sehat dengan apa yang disebutkan dan menjadi tujuan pembangunan nasional. Secara mutlak dampak negatif dari keadaan ini menceraikan masyarakat desa dengan masyarakat kota.

Masuknya teknologi baru ke dalam sistem produksi desa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam proses modernisasi yang dilancarkan telah menciptakan penciutan kesempatan kerja di daerah pedesaan (M. Fadhil Hasan,

(2)

1983:16). Akibat dari keadaan ini adalah banyaknya anggota masyarakat yang pergi berbondong-bondong ke kota mencari hidup alternatif lain. Namun karena budaya kota berbeda dengan budaya desa, maka warga pedesaan tidak dapat bertahan hidup (survive) dalam kehidupan kota.

Mereka dengan terpaksa memasuki sektor informal, memilih pekerjaan yang tidak tetap. Seperti apa yang dikatakan oleh Umar Kayam (1984), mereka terlempar dari kehidupan desa dan terdampar dalam kehidupan kota, yang merupakan drop-out dari masyarakat pertanian dan sekaligus adalah misfit dari budaya kota dari masyarakat pasca pertanian.

Indonesia termasuk ke dalam barisan negara-negara yang sedang berkembang. Berdasarkan sensus Tahun 2000, penduduk Indonesia ± 70 % berada di daerah pedesaan yang menggantungkan kehidupannya dari usaha pertanian dan bahkan sebahagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Untuk memerangi kemiskinan tersebut pemerintah dengan strategi pembangunannya yang diarahkan pada sector pedesaan dengan menitik beratkan pembangunan bidang ekonomi dengan prioritas utama bidang pertanian telah diwujudkan ke dalam program Pelita yang dimulai sejak Tahun 1969, dan juga ketika memasuki Pelita II Tahun 1974.

Dalam Pelita tersebut dengan jelas dikemukakan, bahwa pembangunan di bidang pertanian adalah :

“Intensifikasi, yaitu meningkatkan hasil per hektar melalui penggunaan waktu kerja lebih banyak. Penyedian pupuk, obat-obatan, bibit unggul, dan alat-alat pertanian modern serta sarana-sarana pemasaran, penyuluhan dalam rangka

(3)

intensifikasi ; dan juga ekstensifikasi, perluasan kesempatan melalui perluasan tanah pertanian”.2

Apa yang telah dicapai dengan program Pelita ini yaitu dengan diintroduksinya barbagai teknologi pertanian modern adalah meningkatnya produksi padi yang merupakan unsur terbesar dalam masyarakat petani di Indonesia. Selama Pelita I terlihat bahwa produsi total beras setelah meningkat dengan rata-rata 4,4 % yang dihasilkan dari perluasan areal panen yang bertambah dengan 17,8 % Ahmad T. Birowo, 1974 dalam Nirwan (1990).

Namun menarik sekali bila pendapat di atas dibandingkan dengan pendapat Sayogno (1978), yang mengemukakan bahwa usaha untuk menjadikan sektor pertanian sebagai suatu sektor komersil, memang berhasil pada petani lapisan atas dan menengah sedang pada petani lapisan bawah praktis tertinggal. Berdasarkan pendapat Sayogno di atas diperoleh, dua pandangan yang menyimpulkan di satu pihak sisi keberhasilan dan kemajuan modernisasi pertanian dan di pihak lain kemunduran bagi petani lapisan bawah.

Hal ini dapat saja terjadi bagi masyarakat yang ingin mencoba suatu perubahan dalam sistem mata pencaharian, terutama dalam bidang ekonomi pertanian. Masalah yang menjadi dalam hal ini adalah bagaimana mengadopsi ide-ide baru untuk mewujudkan suatu perilaku, dan cara-cara yang baru dari suatu adopsi inovasi teknologi pertanian yang mengarah kepada efisiensi kerja dan penambahan pendapatan.

2

(4)

Di Indonesia usaha ke arah ini telah berulang kali dilaksanakan. Namun semakin hangat hal ini dibicarakan dalam proses evaluasi maka semakin kompleks pula masalah yang harus dihadapi. Ace Partadiredja (1988), mengatakan di negara-negara maju, angkatan kerjanya berpindah dari sektor pertanian ke sektor industri, kemudian ke jasa.

Di Indonesia jika dilihat beberapa ciri penduduk pedesaan maka tidak memungkinkan mereka untuk langsung beralih ke sektor industi, terlebih industri modern yang canggih. Yang terjadi adalah perpindahan dari pertanian ke jasa yang tidak banyak memerlukan keahlian, pendidikan khusus ataupun latihan. Banyak penduduk desa secara berangsur-angsur pindah ke jasa angkutan, perdagangan kecil, buruh bangunan, dan pekerjaan umum lainnya.

Salah satu ulasan tentang adopsi teknologi tersebut dibahas oleh Frans Husken, yang dilaksanakan pada tahun 1974. Penelitian yang mengulas tentang perubahan teknologi pertanian di masyarakat pedesaan Jawa yang terjadi akibat kebijakan pembangunan pertanian yang diambil oleh pemerintah. Penelitian itu dilakukan di Desa Gondosari, Kawedanan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kekhususan dan keunikan dari penelitian ini terletak pada isinya yang tidak saja merekam pengalaman perubahan teknologi (revolusi) tersebut, namun juga menggali studi dalam perspektif sejarah yang lebih jauh ke belakang.

Namun tetap perlu diperhatikan bahwa setiap masyarakat mempunyai “ego”nya dalam segala bidang termasuk aspek teknologi. Perubahan yang diharapkan dengan mengintroduksi teknologi seharusnya sesuai dengan apa yang menjadi ego masyarakat tersebut, sehingga pola perubahan dapat diterima oleh

(5)

masyarakat. Setiap kebijakan dan introduksi teknologi yang diberikan pada masyarakat agraris di pedesaan akan memberikan dampak perubahan sosial yang multi dimensional. (Frans Husken,1974)

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial di pedesaan, misalnya datangnya kolonialis dengan berbagai ciri kebudayaan yang dibawanya, pola pendidikan, sistem ekonomi, politik pemerintahan dan banyak hal yang tidak mungkin dipisahkan dari faktor-faktor individual yang berpengaruh tanpa disadari mampu mempengaruhi individu lainnya. Faktor yang penting dalam kaitannya dengan pembicaraan ini adalah teknologi, yang sangat nyata berkaitan dengan perubahan sosial di pedesaan. Hal ini terjadi karena pada pasca nasional ini, selalu dijadikan sasaran utama pembangunan.

Pada masa pembangunan ini, baik itu setelah Indonesia merdeka maupun orde baru, desa secara terus menerus mengalami perkembangan. Masyarakat desa menerima dan menggunakan hasil penemuan atau peniruan teknologi khususnya di bidang pertanian, yang merupakan orientasi utama pembangunan di Indonesia. (Moore, 1983)

Moore (1983), juga menjelaskan bahwa penerimaan terhadap teknologi baik itu dipaksakan ataupun inisiatif agen-agen perubah, tidak terelakkan lagi akan mempengaruhi perilaku sosial (social behavior) masyarakat penerima teknologi tersebut.. Lebih dari itu, introduksi teknologi yang tidak tepat mempunyai implikasi terhadap perubahan sosial, yang kemudian akan diikuti dan diketahui akibatnya. Contohnya, ketika teknologi berupa traktor atau mesin penggilingan padi awal gerakan revolusi hijau sekitar tahun60-an masuk ke desa,

(6)

banyak buruh tani di pedesaan jadi pengangguran akibat tenaganya tergantikan oleh mesin-mesin traktor.

Keadaan ini menimbulkan perubahan struktur, kultur dan interaksional di pedesaan. Perubahan dalam suatu aspek akan merembet ke aspek lain. Struktur keluarga berubah, dimana buruh wanita yang biasa menumbuk padi sebagai penghasilan tambahan, sekarang hanya tinggal di rumah. Masuknya traktor menyebabkan tenaga kerja hewan menganggur dan buruh tani kehilangan pekerjaannya. Keadaan demikian menyebabkan terjadinya urbanisasi, buruh tani dan pemuda tani lari ke kota mencari pekerjaan. Hal ini kemudian memberikan dampak kepadatan penduduk yang membeludak di perkotaan, lalu menjadikan perputaran ekonomi semakin besar dan desa semakin tertinggal. Namun keadaan ini tidak sampai di sini, ketika mereka kembali lagi ke desa timbul konflik kultur akibat budaya yang terbangun selama berada di kota terbawa ke desa. Dari contoh sederhana ini dapat dibayangkan betapa akibat perubahan suatu aspek dapat merembet ke aspek lainnya.

Perubahan-perubahan sebagaimana yang telah diuraikan di atas, Desa Sambaliang juga terjadi akibat introduksi teknologi pertanian. Desa Sambaliang, Kec. Berampu, Kab. Dairi merupakan wilayah yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Berbagai macam hasil pertanian dapat dibudidayakan di lahan tersebut, misalnya tanaman kopi, padi, sayur-sayuran dan buah-buahan. Dalam mengolah pertanian alat-alat yang digunakan petani di desa tersebut awalnya masih menggunakan peralatan seperti cangkul, babat, arit dan lain-lain yang kesemuanya itu masih menggunakan tenaga manusia. Berbeda

(7)

dengan sekarang, saat ini pengolahan pertanian di Desa Sambaliang sudah dikategorikan mengalami perubahan. Teknologi yang bermacam-macam satu persatu masuk ke desa yang dianggap masyakat masih sangat asing bagi mereka.

Masuknya teknologi pertanian di Desa Sambaliang juga mengalami perubahan, dimana para buruh tani yang tidak mempunyai lahan atau ladang bekerja pada orang yang memiliki lahan sekarang menganggur karena tenaganya sudah tergantikan oleh mesin-mesin traktor. Pemilik tanah merasa bahwa dengan memakai mesin, waktu yang dibutuhkan dalam mengolah tanah relatif lebih singkat daripada menggunakan tenaga buruh.

Masuknya teknologi pertanian sekarang juga berdampak psikologis pada masyarakat Sambaliang. Dulunya dalam mengolah lahan pengetahuan masyarakat sudah sangat hapal, misalnya kapan harus padi itu ditanam, bagaimana perawatannya, alat-alat apa saja yang digunakan. Sekarang teknologi yang masuk seperti traktor harus mereka hadapi dengan pengetahuan yang tidak mereka tahu. Mereka harus beradaptasi dengan alat-alat traktor terlebih dahulu, dan itu memakan waktu yang relatif lama. Selain traktor, teknologi pertanian yang masuk ke Desa Sambaliang adalah masuknya jenis pupuk dan pestisida baru untuk aktivitas pertanian. Introduksi tanaman baru juga masuk ke desa yaitu tanaman jeruk pada awal tahun 2003. Warga Desa Sambaliang mengkonversi tanaman kopi mereka menjadi tanaman jeruk. Tahun 2007, masyarakat Sambaliang menambahkan tanaman cabai di sela-sela tanaman jeruk mereka.

Berangkat dari pemaparan di atas, saya mengambil suatu kajian dimana pembangunan seperti teknologi yang dilakukan di daerah pedesaan itu mempunyai

(8)

dampak terhadap perubahan di masyakatnya. Apakah masuknya suatu aspek teknologi baru di bidang pertanian di Desa Sambaliang berpengaruh pada masyarakat desa baik itu dari aspek sosial ataupun budaya masyarakat setempat akibat dari dorongan pembangunan teknologi tersebut. Serta bagaimana strategi masyarakat di Desa Sambaliang dalam mengatasi permasalahan pertanian akibat masuknya teknologi pertanian.

1.2. Rumusan Masalah

Seperti yang sudah dijelaskan pada latar belakang diatas, bahwa teknologi berperan dalam proses pembangunan pertanian. Tulisan ini juga melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada petani di Desa Sambaliang sebagai akibat dari masuknya teknologi pertanian baru dan konversi tanaman baru di bidang pertanian.

Berdasarkan masalah di atas, beberapa pertanyaan dalam penelitian ini yaitu :

1. Jenis teknologi pertanian apa saja yang masuk ke Desa Sambaliang?

2. Masalah-masalah apa yang ditimbulkan akibat masuknya teknologi baru tersebut?

3. Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi pada masyarakat Desa Sambaliang akibat dari masuknya teknologi baru tersebut.

(9)

1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran secara jelas bagaimana peranan teknologi itu terhadap kehidupan sosial masyarakat dan juga bagaimana pengaruh teknologi terhadap perubahan sosial di Desa Sambaliang tersebut serta aspek apa saja yang berubah. Secara akademis tujuan penelitian ini yaitu untuk mengumpulkan data-data guna menyusun skripsi atau karya ilmiah dalam bidang Ilmu Antropologi dan merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada Departemen Antropologi.

Penelitian ini bermanfaat sebagai suatu proses atau bagian untuk menerapkan pengetahuan yang telah didapat melalui masa-masa perkuliahan selama ini dan nantinya dapat diterapkan sebagai bahan pembelajaran untuk kedepannya. Secara akademis penelitian ini juga diharapkan sebagai referensi serta pengkaryaan studi di jurusan Antropologi dan juga melatih penulis untuk membuat karya ilmiah serta sebagai salah satu bahan kajian yang dapat diperdalam lagi oleh para peneliti lainnya. Secara teoritis pada masyarakat Desa Sambaliang penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan pembelajaran dan menambah wawasan para petani tentang bagaimana penggunaan alat-alat teknologi pertanian yang masuk ke Desa Sambaliang. Secara praktis penelitian ini bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dalam penanggulangan masalah-masalah pembangunan di daerah pedesaan.

(10)

1.4. Lokasi Penelitian

Penelitian yang dikaji oleh peneliti ini berada di Desa Sambaliang, Kecamatan Berampu, Kabupaten Dairi. Alasan mengapa memilih daerah tersebut karena di desa tersebut merupakan daerah yang masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Hal itu dikarenakan lahan yang ada di daerah tersebut masih sangat subur, sehingga dapat diolah berbagai macam hasil-hasil pertanian pokok seperti padi, sayur-sayuran, buah-buahan, padi, kopi, dan lainnya. Juga mengapa memilih lokasi tersebut karena berdasarkan atas pertimbangan metodologis refresentatif dengan topik masalah yang dirumuskan.

1.5. Tinjauan Pustaka

Kata transformasi diambil dari terjemahan kata transformation (Bahasa Inggris). Istilah tranform (Neufebet and Guralnik, 1988) dapat diartikan sebagai perubahan, dan tranformation dapat diartikan sebagai proses perubahan. Dalam arti yang lebih luas, transformasi mencakup bukan saja perubahan pada bentuk luar, namun juga pada hakikat atau sifat dasar, fungsi, dan struktur atau karakteristik perekonomian suatu masyarakat. Transformasi pertanian atau agribisnis di pedesaan, dapat diartikan sebagai perubahan bentuk, ciri, struktur, dan kemampuan sistem pertanian yang dapat menggairahkan, menumbuhkan, mengembangkan, dan menyehatkan perekonomian masyarakat pedesaan.

Pengertian yang lebih luas yang dikaitkan dengan perekayaan sosial-budaya pedesaan, transformasi masyarakat pedesaan dapat dipandang sebagai proses modernisasi atau pembangunan (Dumont dalam Pranadji, 1999). Dalam

(11)

pembangunan, sektor pertanian atau kegiatan agribisnis dapat dipandang sebagai

leading sector-nya. Pranadji (1995), menjelaskan tentang transformasi ekonomi pertanian yang berciri budaya tradisional/subsisten ke yang berciri budaya modern/komersial. Tansformasi pertanian di pedesaan merupakan respon dan antisipasi terhadap tuntutan kemajuan untuk hidup lebih baik, dan globalisasi pasar.

Amanor dalam Sembiring, (2002:9) menjelaskan bahwa pertanian dikonseptualisasikan sebagai produk dari kebudayaan dimana teknologi dan pengetahuan pertanian diletakkan dalam sistem sosial budaya den ekologi dimana pengetahuan itu dikembangkan.

Menurut Kroeber dalam Marzali, (1998:91) petani adalah merupakan masyarakat pedesaan yang hidup berhubungan dengan kota-kota pusat pasar, kadang-kadang kota metropolitan. Mereka merupakan bagian atau sampalan dari budaya kota. Sedangkan Wolf (1983), menjelaskan petani merupakan seseorang yang bergerak di bidang pertanian yang mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang dibeli di pasar, untuk memperoleh laba dengan jalan untuk menjual hasil produksinya secara menguntungkan di pasar hasil bumi. Radfield dalam Koentjaraningrat (1990:191), mengatakan bahwa petani merupakan masyarakat kecil yang tidak memenuhi semua kebutuhan anggotanya, tetapi disatu pihak mempunyai hubungan yang horizontal dan komuniti-komuniti disekitarnya tetapi dipihak lain juga secara vertikal dengan komuniti daerah perkotaan.

Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu

(12)

pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).3

Perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial dapat meliputi semua segi kehidupan masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berpikir dan interaksi sesama warga menjadi semakin rasional; perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi menjadi makin komersial; perubahan tata cara kerja sehari-hari yang makin ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang makin tajam; Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang makin demokratis; perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan yang makin modern dan efisien, dan lain-lainnya.(Soekanto, 1990)

Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan

3

(13)

(Davis dalam Soekanto, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan adalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya

Salah satu pemikiran Geertz ;1963, yang mengandung relevansi dan merefleksikan kondisi masyarakat dan kebudayaan,4

Kedua, upaya pemerintah kolonial untuk meraih pasar internasional adalah mempertahankan pribumi tetap pribumi, dan terus mendorong mereka untuk berproduksi bagi memenuhi kebutuhan pasar dunia. Keadaan ini mewujudkan adalah tesis tentang involusi pertanian. Tesis tersebut dapat dipaparkan secara singkat sebagai berikut. Pertama, kebijakan kolonial Hindia Belanda (1619-1942) adalah membawa produk pertanian dari Jawa yang subur ke pasar dunia, di mana produk-produk tersebut sangat dibutuhkan dan laku, tanpa mengubah secara fundamental struktur ekonomi pribumi. Namun, pemerintah kolonial tak pernah berhasil mengembangkan ekonomi ekspor secara luas di pasar dunia, seperti halnya Inggris pada masa yang sama, sehingga kepentingan utama Pemerintah Belanda tetaplah bertumpu pada koloninya: Hindia Belanda.

4

(14)

struktur ekonomi yang secara intrinsik tidak seimbang, yang oleh JH Boeke (1958) disebut dualisme ekonomi.

Ketiga, pada sektor domestik, ada satuan pertanian keluarga, industri rumah tangga, dan perdagangan kecil. Kalau pada sektor ekspor terjadi peningkatan yang dipicu oleh harga komoditas dunia, maka sektor domestik justru mengalami kemerosotan dan kemunduran. Tanah dan petani semakin terserap ke sektor pertanian komersial yang dibutuhkan Pemerintah Hindia Belanda untuk perdagangan dunia.

Keempat, akibatnya adalah semakin meningkatnya populasi petani yang berupaya melakukan kompensasi penghasilan uang-hal ini semakin dimantapkan menjadi kebiasaan-dengan intensifikasi produksi pertanian subsisten. Proses pemiskinan di pedesaan Jawa dijelaskan Geertz dalam konteks ini. Kemiskinan di Jawa adalah produk interaksi antara penduduk pribumi (petani di Jawa) dan struktur kolonial pada tingkat nasional dalam konteks politik-ekonomi.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Tipe dan pendekatan penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengn menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong (2006 : 6), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang terjadi dan dialami oleh subyek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

(15)

memanfaatkan berbagai metode kualitatif yaitu berupa pengamatan, wawancara dan studi kepustakaan.Metode kualitatif mengahasilkan data yang deskriptif yang berisi kutipan dari hasil penelitian baik itu berupa hasil wawancara, catatan lapangan, foto atau dokumen pribadi yang tujuannya untuk mempermudah dalam membuat laporan penelitian.

Hebert dalam Koentjaraningrat, (1983: 30-32), bahwa maksud dari penelitian deskriptif adalah semata-mata untuk memberikan gambaran yang tepat dari suatu gejala dan pokok perhatian adalah pengaturan yang cermat dari suatu atau lebih variable terikat dalam suatu kelompok masyarakat tertentu.

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk dapat memperkuat data ketika penelitian dilakukan , diperlukan beberapa cara yang relevan dalam mencapai tujuan penelitian, yakni :

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan terhadap suatu subjek. Adapun jenis observasi yang penulis lakukan adalah observasi langsung partisipant. Dalam pengamatan penulis turut aktif dalam kegiatan dan tugas yang dijalankan oleh para petani, baik itu kegiatan mereka sehari-hari diladang dimana penulis ikut ambil bagian dalam proses pekerjaan mereka serta dalam adaptasi dan interaksi antar setiap individu. Metode observasi dilakukan guna mengetahui situasi dalam konteks ruang dan waktu pada daerah penelitian. Data yang diperoleh dari hasil wawancara saja tidaklah cukup untuk menjelaskan fenomena yang terjadi, oleh

(16)

karena itu diperlukan suatu aktivitas dengan langsung mendatangi suatu tempat penelitian dan melakukan pengamatan.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan beberapa pertanyaan pokok dan yang diwawancarai yaitu orang yang memberikan jawaban dari pertanyaan yang diajukan (Moleong, 1998: 115).

Wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah bentuk wawancara mendalam ( depth interview ) kepada beberapa informan dengan menggunakan alat bantu berupa pedoman wawancara ( interview guide ) yang berhubungan dengan masalah penelitian. Wawancara mendalam dimaksudkan untuk memperoleh sebanyak mungkin data yang akurat dari subyek penelitian. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap informan kunci dan informan biasa. Yang menjadi informan kunci dari penelitian ini adalah orang yang tahu betul seluk beluk Desa Sambaliang baik itu kepala desa, tokoh masyarakat dan tuan tanah. Sedangkan informan biasa dalam penelitian ini yaitu masyarakat petani yang ada di Desa Sambaliang. Materi utama dalam wawancara adalah beberapa pertanyaan penelitian yang telah penulis susun terlebih dahulu.

c. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan ini dimaksudkan untuk kepentingan teori-teori yang relevan yang dijadikan landasan berpikir dalam melihat masalah yang diteliti, yang diperoleh melalui buku-buku, hasil penelitian, dan skripsi atau karya ilmiah yang mempunyai hubungan dengan masalah yang diteliti. Studi kepustakaan ini

(17)

cukup penting sebab sebagian data yang diperlukan telah diungkapkan dalam berbagai bentuk tulisan sebelumnya.

1.7. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menelaah seluruh data yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian yang dilakukan, baik itu dari observasi wawancara dan studi kepustakaan yang telah dicatat dalam catatan lapangan ( field note ). Data yang telah terkumpul kemudian dibaca, diteliti kembali dan selanjutnya dibuat pengkategorisasian data sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Maksudnya adalah dari hasil penelitian dilapangan nantinya dapat ditarik suatu hubungan atau kolerasi dari data yang telah dikumpulkan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis regresi linier berganda, maka dapat diketahui bahwa dari kedua variabel yang diteliti, ternyata variabel komunikasi (X2) yang mempunyai

Beberapa kelemahan system piramida yang dilihat dari sisi sistem ilmu faal secara fisiologis (adaptasi) yaitu di tuntut kualitas daya tahan otot yang lebih baik untuk

 Balon resusitasi neonatus dengan katup pelepas tekanan  Reservoar oksigen untuk memberikan O2 90-100%..  Sungkup wajah dengan bantalan pinggir,

At the request of the 1st Defendant, the Plaintiff had given an interest-free friendly loan of a total sum of RM727,000.00 to the 1st Defendant repayable by the 1st Defendant

Kebutuhan masyarakat faktual dan aktual dalam pengabdian pemberdayaan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) sebagai pusat pendidikan karakter religus merupakan salah satu

R Square sebesar 0,322 menunjukkan bahwa 32,2% Opini Auditor di BPK RI Perwakilan Jawa Timur dipengaruhi oleh Pemeriksaan Interim, Lingkup Audit dan Independensi

Jika dari hasil encoding-encoding berdasarkan flag tidak dilakukan atau tidak dapat dieksekusi atau bahkan terjadi kesalahan, maka harus melakukan perancangan

Penelitian serupa yang menunjukkan keberhasilan penerapan model Accelerated Learning dalam pembelajaran IPA juga telah dilakukan oleh Astri (2011) dengan judul